Buku ISPA
Buku ISPA
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut dan
mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya
Nasional ISPA di Cipanas, istilah ini merupakan padanan istilah bahasa
inggris Acute Respiratory infection (ARI). Dalam Lokakarya Nasioanal ISPA
tersebut terdapat dua pendapat berbeda, pendapat pertama memilih istilah
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dan pendapat kedua memilih istilah
ISNA (Infeksi Saluran Napas Akut) Pada akhir Lokakarya diputuskan untuk
memilih istilah ISPA dan sampai sekarang istilah ini yang digunakan.
2. Pneumonia
Pnoumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru
paru (alveoli).
Terjadinya Pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan terjadinya
proses infeksi akut pada bronkhus yang disebut bronkopneumonia. Dalam
pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA semua bentuk Pneomonia
(baik Pneumonia maupun bronkopneumonia) disebut “Pneumonia” saja.
b. Etiologi
1) Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan
riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus
streptokokus. Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofilus, Bordetella dan
Korinebakterium. Virus Penyebab ISPA antara lain adalah golongan
Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma,
Herpesvirus dan lain-lain.
2) Etiologi Pneumonia
Etiologi Pneumonia pada balita sukar untuk ditetapkan karena dahak
biasanya sukar diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan imunologi
belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya
bakteri sebagai penyebab Pneumonia. Hanya biakan dari aspirat paru serta
pemeriksaan spesimen darah yang dapat diandalkan untuk membantu
penetapan etiologi Pneumonia. Meskipun pemeriksaan spesimen aspirat
paru merupakan cara yang sensitif untuk mendapatkan dan menentukan
bakteri penyebab Pneumonia pada balita akan tetapi fungsi paru
merupakan prosedur yang berbahaya dan bertentangan dengan etika,
terutama jika hanya dimaksudkan untuk penelitian.
?? Kurang gizi
INDONESIA
A. Situasi
Data tentang hasil kegiatan program hingga tahun 2000 dan data tentang
morbilitas dan moralitas ISPA diperoleh dari hasil survei atau penelitian serta
hasil pencatatan dan pelaporan baik yang dilaksanakan oleh program P2 ISPA
maupun dari sektor terkait.
1. Data Mortalitas
Berdasarkan SKRT tahun 1992 dibuat ekstrapolasi bahwa angka kematian
pneumonia balita adalah 6/1000 balita. Hasil SKRT 1995 menunjukan
bahwa 32,1% di Jawa-Bali dan 28 % di luar Jawa-Bali kematian pada
umur dibawah satu tahun (bayi) disebabkan oleh penyakit sistem
pernapasan dan pada anak umur 1-5 tahun (anak balita) 38,8 % di Jawa-
Bali dan 33,3 % di luar Jawa-Bali disebabkan penyakit sistem pernapasan.
Angka kematian ISPA dan Pneumonia pada balita tidak dilaporkan pada
SKRT 1995, sedangkan penyakit sistem pernapasan mencakup jenis
penyakit yang lebih luas dari pneumonia, Hasil perhitungan ektrspolasi
menunjukan bahwa angka kematian balita akibat penyakit sistem
pernapasan adalah 4,9/1000 balita.
2. Data Morbiditas
Grafik 1.
1. Keterbatasan Data
Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam menentukan masalah ISPA
dan Pneumonia di Indonesia adalah masih terbatasnya data yang sahih,
dapat dipercaya dan mutakhir tentang penyakit ini. Hal ini disebabkan luas
dan kompleksnya masalah ISPA yany merupakan kelompok penyakit dan
beragamnya masyarakat dan geografi Indonesia. Disamping itu Program
P2 ISPA adalah Program yang relatif baru. Secara umum diketahui bahwa
penyakit ISPA dan Pneumonia dikalangan balita masih merupakan
masalah kesehatan penting di Indonesia. Dengan demikian sebagian data
tentang ISPA masih ditentukan berdasarkan perkiraan atau ektrapolasi.
Bila hal ini benar maka diperkirakan tanpa pemberian pengobatan akan
didapat 250.000 kematian balita akibat Pneumonia setiap tahunnya.
1. Kondisi ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang
berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk miskin disertai dengan
menurunnya kemampuan menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat
mendorong peningkatan jumlah balita yang rentan terhadap serangan
berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnyan akan
mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan Pneumonia pada balita.
2. Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar mendorong meningkatnya jumlah populasi
balita yang besar pula. Atau denmgan kata lain meningkatkan populasi
sasaran program P2 ISPA sehingga berimplikasi terhadap membeng
kaknya anggaran, sarana dan peralatan yang dibutuhkan. Ditambah lagi
dengan status kesehatan masyarakat yang masih rendah, akan menambah
berat beban kegiatan pemberantasan penyakit ISPA.
3. Geografi
Sebagai daerah tropis Indonesia memiliki potensi daerah endemik
beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi
kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya
peningkatan kasus maupun kematian penderita akibat ISPA. Dengan
demikian pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan
mengatasi semua faktor resiko dan faktor-faktor lain yang mempe
ngaruhinya.
balita, yaitu bayi (0 - kurang 1 tahun) dan anak balita (1 - kurang 5 tahun)
A. Tujuan
1. Umum :
Turunnya angka kesakitan dan kematian pneumonia sehingga tidak
menjadi masalah kesehatan masyarakat.
2. Khusus
a) Turunnya angka kematian balita akibat pneumonia dari 5 per
1000 balita pada tahun 2000 menjadi 3 per 1000 balita pada
akhir tahun 2004
b) Turunnya angka kesakitan balita akibat pneumonia dari 10 %
20% pada tahun 2000 menjadi 8%-16 % pada akhir tahun 2004.
B. Target
Direncanakan pada akhir tahun 2004
a) Cakupan penemuan penderita pneumonia balita sebesar 86 % dari
perkiraan penderita pneumonia Balita
b) Penderita pneumonia balita yang mendapat tatalaksana standard
sebesar 63 % dari target cakupan penemuan penderita pneumonia
balita.
c) Proporsi Puskesmas yang melaksnakan Program P2 ISPA
sekurang-kurangnya 90 %
C. Kebijakan.
E. Prioritas Kegiatan
Prioritas kegiatan Pemberantasan Penyakit ISPA ditujukan untuk
mendukung kebijakan dan strategi yang telah diterapkan. Prioritas
kegiatannya adalah sebagai berikut :