LAPORAN PRAKTIKUM
MANAJEMEN HATCHERI
OLEH :
ARDANA KURNIAJI
I1A2 10 097
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas keridhoaan
serta keberkahannya, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum
Manajemen Hatcheri. Laporan ini disusun dengan harapan nantinya laporan ini
dapat menjadi bahan untuk menambah wawasan praktikan dan seluruh mahasiswa
dalam dunia akademik. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan
Praktikum Manajemen Hatcheri ini tidak dapat tersusun karena bantuan berbagai
pihak, oleh sebab itu kami menyampaikan terima kasih kepada para Dosen dan
seluruh mahasiswa yang telah membantu kami dalam menyelesaikan laporan ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini terdapat banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan
yang kami miliki. Maka dari itu, kami harapkan agar segala saran dan masukan
yang membangun dapat disampaikan kepada kami guna perbaikan laporan
selanjutnya. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
memberikan bantuan kepada praktikan dan semoga Laporan Praktikum
Manajemen Hatcheri ini dapat memberikan manfaat sebaimana yang diharapkan.
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
4 Bak Induk.................................................................................... 23
I. PENDAHULUAN
Pemanfaatan Sumber daya hayati perairan saat ini merujuk kepada sistem
sistem perairan yang terdiri dari air tawar, air payau dan air laut. Pemanfaatan
pada budidaya air payau saat ini terus digalakkan dengan komoditi budidaya
diperoleh dari alam saat ini semakin berkurang. Kondisi demikian menjadi alasan
utama bahwa penggunaan bibit yang berasal dari alam dalam kegiatan-kegiatan
pembudidaya saat ini merujuk pada penggunaan bibit dari balai-balai pembenihan.
Pembenihan ini merupakan salah satu titik awal untuk memulai budidaya. Ikan
yang akan dibudidayakan harus dapat tumbuh dan berkembang biak agar
benih yang bermutu dalam jumlah yang memadai dan waktu yang tepat mesti
ditunjang dari ketersediaan sarana dan prasarana pembenihan yang memadai dan
akses pasar yang tersedia. Oleh sebab itu, aktifitas pembenihan perlu
hathcery saat ini adalah Udang Windu (Panaeus monodon). Udang windu adalah
jenis ikan konsumsi air payau, badan udang windu beruas berjumlah 13 (5 ruas
kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang
berkelanjutan.
8
1. Suhu
oksigen terlarut di perairan 3-5 ppm dan pH 7-8. Kepekaannya yang rendah
terhadap senyawa-senyawa beracun dalam air merupakan nilai lebih dari ikan
karena kebanyakan ikan air tawar akan mati pada kadar CO2 terlarut sebesar 15
Warm water fish (ikan yang hidup di daerah tropis atau daerah yang
beriklim panas) paling baik berkembang pada suhu antara 25oC dan 32 oC. Suhu
air semacam ini terdapat pada daerah-daerah tropis dengan ketinggian dari
permukaan laut yang rendah. Akan tetapi pada temperate region (daerah
bermusim empat), suhu air sangat rendah pada musim dingin bagi pertumbuhan
yang cepat dari ikan dan organisme makanan ikan (ikan yang dimaksud adalah
seperti pemberian makanan dan pemberian pupuk dihentikan sama sekali atau
dikurangi pada musim dingin. Suhu mempunyai pengaruh besar terhadap proses-
proses kimia dan biologi. Secara umum kecepatan reaksi kimia dan biologi
menjadi dua kali lipat untuk tiap kenaikan suhu sebesar 10 oC. Hal ini berarti
bahwa hewan-hewan air akan menggunakan oksigen terlarut dua kali lebih banyak
pada temperatur 30 oC dibanding pada temperatur 20 oC. Oleh karena itu, oksigen
terlarut yang dibutuhkan ikan akan lebih kritis pada air hangat/panas dibanding
9
oleh suhu. Pada air hangat, pupuk dilarutkan lebih cepat, herbisida bertindak
lebih cepat, rotenon daya racunnya menurun lebih cepat, dan kecepatan konsumsi
oksigen untuk proses penguraian bahan organik menjadi lebih besar (Idris, 2013).
suhu air yang drastis dapat mematikan biota air karena terjadi perubahan daya
angkut darah. Suhu berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air
dan konsumsi oksigen. Pergantian atau pencampuran air merupakan cara yang
dapat dilakukan untuk mengurangi pengaruh suhu tinggi. Pergantian air yang
2. Kekeruhan (Turbidity)
nabati dari sumber airnya. Bahan organik nabati ini seringkali memberi warna teh
atau warna kopi lembut terhadap air. Perairan seperti ini biasanya memiliki ciri
khas keasaman yang kuat dan total alkalinitas yang rendah. Meskipun warna
tidak mempengaruhi ikan secara langsung, namun hal ini akan membatasi daya
biasanya terdiri dari partikel organic maupun anorganik yang berasal dari DAS
(Daerah Aliran Sungai) dan resuspensi sediment di dasar danau (Huda, 2009).
3. Padatan Total
TSS (Total Suspended Solid) atau total padatan tersuspensi adalah padatan
yang tersuspensi di dalam air berupa bahan-bahan organik dan inorganic yang
dapat disaring dengan kertas millipore berporipori 0,45 μm. Materi yang
1. DO (Oksigen Terlarut)
yang paling kritis dalam budidaya ikan, oleh karena itu budidayawan ikan
oksigen (Solubility of Oxygent) dalam air pada suhu berbeda dan pada standar
tekanan atmosfir di atas permukaan laut. Meskipun oksigen terlarut akan berdifusi
ke dalam air namun kecepatan berdifusinya sangat rendah. Oleh karena itu,
utama habisnya oksigen terlarut dalam suatu kolam adalah respirasi oleh plankton,
11
respirasi oleh ikan-ikan, respirasi oleh organisme bentik serta difusi oksigen ke
kondisi terlarut dalam air. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas
mangan. Kedua unsur tersebut menimbulkan rasa yang tidak enak pada air. Untuk
keperluan air perairan biasanya memiliki nilai jenuh kecuali untuk kadar oksigen
yang tinggi akibat peningkatan korosivitas. Profil sebaran vertikal oksigen terlarut
pada kolam air dapat mengambarkan tingkat kesuburan perairan. Kadar oksigen
terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologi. Ikan dan organisme
sangat dipengaruhi oleh suhu, dan bervariasi antara organisme. Keberadaan logam
akuatik sehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat
fotosintesis phytoplankton atau tumbuhan hijau dan proses difusi dari udara, serta
biasanya diukur dalam jumlah oksigen terlarut (dissolved oxygen) yaitu jumlah
miligram gas oksigen yang terlarut dalam satu liter air. Pada ekosistem perairan,
keberadaan oksigen sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain distribusi
12
serta proses difusi oksigen dari udara. Di perairan umumnya oksigen memiliki
distribusi yang tidak merata secara vertikal . Distribusi ini berkaitan dengan
2. pH (Derajat Keasaman)
menunjukkan apakah air itu bersifat asam atau basa dalam reaksinya. Skala pH
berkisar dari 0 sampai 14, dengan pH 7 sebagai titik netral. Jadi air yang pH-nya
7 tidak bersifat asam atau basa, sementara air yang pH-nya di bawah 7 adalah
asam dan air yang pH-nya di atas 7 adalah basa. Makin besar jarak pH tersebut
dari pH 7, maka makin asam atau makin basa air tersebut. pH air netral paling
2013).
larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hodrogen (dalam mol per
liter) pada suhu tertentu. Nilai pH pada banyak perairan alam berkisar antara 4-9,
sangat rendah karena kandungan asam sulfat pada tanah dasar perairan tersebut
Pada umumnya, bakteri tumbuh dengan baik pada pH netral dan alkalis,
sedangkan jamur lebih mneyukai pH rendah (kondisi asam). Oleh karena itu
13
proses dekomposisi bahan organik berlangsung lebih cepat pada kondisi pH netral
3. Kesadahan (Hardness)
dari kedua kation alkali tanah tersebut. Berbeda dengan alkalinitas, nilai
perairan. Hal ini disebabkan karena ikatan garam-garam yang termasuk dalam
tunggal maupun koloni yang hidup di seluruh wilayah perairan air tawar dan laut.
Mikroalga lazim disebut fitoplankton. Mikroalga saat ini menjadi salah satu
alternative sumber energi baru yang sangat potensial. Makanan utama mikroalga
ialah karbondioksida. Ia mampu tumbuh cepat dan dipanen dalam waktu singkat
yakni 7-10 hari. Kegiatan kultivasi tumbuhan produsen primer ini menghemat
ruang (save space), memiliki efisiensi dan efektivitas tinggi. Panen mikroalga
renangnya (kalaupun ada) sangat terbatas hingga selalu terbawa hanyut oleh arus.
Istilah olankton diperkenalkan oleh Victor Hensen tahun 1887, yang berasal dari
14
aktif berenang bebas, tidak tergantung pada arus, seperti misalnya ikan, cumi-
cumi, paus. Lain pula dengan bentos yang merupakan biota yang hidupnya
melekat, emancap, merayap, atau meliang (membuat liang) di dasar laut, seperti
misalnya kerang, teripang, bintang laut, dan karang (coral). Plankton dapat dibagi
Induk dapat diperoleh dari hasil tangkapan para nelayan. Dengan induk
yang berasal dari alam, ketersediaan nutrisinya masih lengkap, sehingga dapat
diperoleh benur yang baik. Ukuran induk yang digunakan berkisar 18-29 cm
dengan warna hitam kecokelatan. Adapun syarat induk yang digunakan adalah di
atas 1 tahun, untuk induk betina memiliki berat diatas 70 gr. Induk sebaiknya
berasal dari perairan yang paling dalam. Untuk mencegah terjadinya penyebaran
penyakit, induk yang sampai ke hatceri harus dikarantina terlebih dahulu. Induk
induk dan direndam dalam larutan formalin dengan dosis 1 ml/5 1 selama 2-3
2.3. Pakan
Jenis pakan yang diberikan pada larva berupa pakan alami dan pakan buatan.
Pakan alami yang diberikan adalah skeletonema dan artemia salina. Larva yang
dibarengi dengan penambahan pakan buatan berupa larva Z Plus, larva ZM, Flake,
dengan pakan alami yang lain yaitu A salina (Aslan dkk., 2013).
ikan laut , krustacea, ikan konsumsi air t awar dan ikan hias. Ini terjadi
karenaArtemia memiliki nilai gizi yang tinggi, serta ukuran yang sesuai dengan
bukaan mulut hampir seluruh jenis larva ikan tersebut. Mengingat hal itu, maka
keterampilan di dalam menetaskan Artemia seperti yang tertuang dalam modul ini
dapat diterapkan di berbagai pembenihan ikan dan udang, baik itu air laut, payau
maupun tawar. Artemia adalah filter feeder, sebab cara makannya dengan
menyaring bahan apa saja yang berada disekitarnya. Ukuran pakan yang dapat
Artemia membutuhkan pakan tambahan berupa pakan buatan atau pakan alami
(plankton). Jenis pakan buatan yang mudah diperoleh dan memiliki kualitas cukup
2.4. Penyakit
Masalah serius dalam penyediaan benur di hathceri selama ini adalah adanya
kematian missal yang disebabkan oleh pathogen, terutama penyakit akibat bakteri
harveyi banyak ditemukan pada kerang dan udang windu. Penyakit ini bersifat
akut dan virulen karena dapat mematikan populasi larva yang terserang hanya
dalam waktu 1-3 hari sejak gejala awal tampak. Masalah penyakit
16
air, baik berupa faktor fisik maupun kimia air (Aslan dkk., 2013).
ini karena penyakit vibriosis merupakan penyakit yang paling serius dan sering
menyebabkan kematian massal pada budidaya udang utamanya pada stadia larva
(Tepu, 2006).
17
08.00 sampai 13.00 WITA, bertempat di UKM Balai Benih Unggul Desa Soropia
Prosedur kerja pada praktikum ini dibagi atas dua tahapan berdasarkan
dan penanganan instalasi air agar tersedia saat proses produksi pembenihan
sedang berlangsung.
1. Pengambilan Air
Pada tahapan ini perlu dilakukan pengelolaan mutu air secara baik, sebab
pada dasarnya kualitas air menjadi penting dalam setiap kegiatan pembenihan.
Hal ini disebabkan ukuran organisme yang sangat kecil dan rentan terhadap
sekitar. Sebab kondisi kualitas air sangat dipengaruhi oleh sumber air itu sendiri.
Air yang tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga sangat berpotensi
18
menggagalkan kegiatan produksi. Oleh sebab itulah manajemen kualitas air dalam
kaitannya dengan pengelolaan balai benih ini sangat penting dilakukan. Adapun
sumber air akan diambil. Air laut tidak tercemar oleh aktifitas manusia baik itu
jalur transportasi kapal pengangkut. Karena hal ini dapat menurunkan kualitas air
Pengambilan air harus sebaik dan semurah mungkin, oleh sebab itu
topografi lokasi pembenihan terhadap laut tidak terlalu tinggi agar memudahkan
proses pengambilan air. Sehingga pompa air yang digunakan tidak menghbiskan
keberadaan sumber air tawar terdekat, hal ini penting karena instalasi air tawar
penghambaran air untuk kultur plankton dan untuk mencuci peralatan serta
kebutuhan rumah tangga lainnya. Dalam hal ini air tawar diambil dari sumur bor
- Perlakuan Air
Untuk air yang telah diambil tidak langsung digunakan, melainkan terlebih dahulu
berkualitas baik dan terhindar dari organisme patogen dan partikel-partikel yang
filterisasi air dengan sistem filter yang memanfaatkan gaya grafitas sehingga air
2. Persiapan Bak
perbedaan fungsi dan ukuran yang berbeda pula. Persiapan bak dilakukan dengan
dinding-dinding bak agar tidak ada lagi kotoran yang menempel, seperti lumut
dan sisa kotoran bak yang sudah lama tidak digunakan. Untuk mencegah
timbulnya penyakit bak direndam dengan kaporit selama 1-2 jam, untuk
menghilangkan baunya maka bak dibilas sampai bersih dan dijemur. Bak-bak
- Bak Induk
Bak induk adalah bak untuk penyimpanan induk-induk yang sudah siap
dipijahkan, atau setelah dipijahkan. Biasanya bak membundar dan terbagi dua
yakni bak untuk udang jantan dan bak untuk udang betina. Pemisahan ini
- Bak Pemijahan
jantan dan betina. Bentuk yang ideal untuk bak pemeliharaan dan bak pemijahan
induk adalah segi empat, dengan panjang 8 meter, lebar 5 meter, dan tinggi 1,5
20
meter, dengan tinggi air wadah 1,2 meter. Fasilitas pendukung yang perlu
inch, untuk pemasukan dan pengeluaran air, Fasilitas aerasi, untuk memberikan
cahaya yang masuk dalam bak, Bentuk pengeluaran berupa pipa goyang (stand
- Bak Penetasan
pemangsaan telur oleh induk serta menjaga kualitas air agar tetap baik.
- Bak Larva
digunakan tidak terlalu besar. Panjang bak sektar 6 meter dengan lebar 3 meter.
dikontrol.
Bak pakan alami adalah bak yang digunakan untuk kultur pakan alami
seperti spirulina dan Artemia. Biasanya pakan alami ini diberikan pada saat udang
- Bak Panen
Larva yang telah memasuki ukuran post larva (PL) dan sudah bisa dipanen,
Untuk menunjang kegiatan produksi benih, maka balai benih udang yang
melakukan pemeriksaan berbagai bentuk perubahan fisik, kimia dan biologi pada
Udang Windu.
Lay out hatchery UKM BBU dapat dilihat pada gambar 1 sebagai berikut:
7 8
9 11
5
10
Tabel 1. Komponen dan ukuran bangunan Hatchery UKM Balai benih unggul
No Komponen Bangunan Ukuran Volume Konstruksi
Hatchery
1. Kantor Cor Beton
2. Ruang Mesin (3 x 3) m Cor Beton
3. Ruang Pakan (3 x 3) m Cor Beton
4. Bak Penampungan air laut (10 x 5) m 160 ton Cor Beton
5. Bak Penampungan air Tinggi 1,5 m dan 10 m3 Cor Beton
tawar diameter 3m
6. Bak Induk Tinggi 1,5 m dan 10 m3 Cor Beton
diameter 3m
7. Bak Pemeliharaan Larva (3 x 3 x 1,5) m 12 ton Cor Beton
(A,B, C, D, E,)
8. Bak Pemeliharaan Larva (8 x 2,5) m 20 ton Cor Beton
(4,7,9,10)
Peralatan yang digunakan pada UKM Balai benih unggul disajikan pada
tabel 2 berikut :
4.1.4. Pakan
Pakan yang digunakan pada hatcheri UKM Balai benih unggul disajikan
Tabel 3. Pakan yang digunakan pada hatchery UKM Balai benih unggul
No Jenis pakan Fase
1. Pakan Induk Pakan induk -
(pakan alami) Cumi-cumi, hati sapi, cacing laut,
kepiting rajungan, kepiting bakau
dan kerang dara
2. Pakan larva Spirulina Sp 400 gr Nauplius
(pakan buatan)
Spirulina Sp 400 gr Zoea
Spirulina Sp 200 gr Post larva
Vitamin C 500 gr
Artemia 400 gr Post Larva
Flag Post Larva
BP (Campuran Pakan)
4.1.5. Obat-obatan
Tabel 4. Obat-obatan yang digunakan pada hatchery UKM Balai Benih Udang
No Jenis Obat Satuan Jumlah
1 Kaporit Kg 15
2. Tiosulfat Kg 1
3. EDTA Kg 1
4. Trefplan Ml 100
5. PK Kg 1
6. Prebiotik Bag 1
25
4.2. Pembahasan
usaha pembenihan. Hal ini karena mutu air berkaitan dengan lingkungan dimana
Sehingga pengelolaan mutu air menjadi penting untuk dilakukan. Dalam upaya
memperhatikan sumber air. Air yang diambil terhindar dari pencemaran dan tidak
dengan menggunakan saringan mikro seperti kapas, filter bass dan karpet. Hal ini
berkelanjutan. Dimulai dari penggunaan bak yang didesain sebaik mungkin guna
kondisi sarana dengan kebiasaan hidup organisme yang akan dibenihkan. Pada
manajemen sarana ini memperhatikan kondisi bak sebagai wadah produksi, perlu
bak pemijahan, bak larva, bak pemeliharaan hingga bak panen dan bak pakan
pembenihan:
a. Persiapan
blower yang digerakkan dengan tenaga listrik agar dapat mengeluarkan udara
yang sama dalam setiap titik, lalu kran udara dibuka, bila gelembung yang
gas beracun sebagai proses hasil pembusukan sisa–sisa pakan dan kotoran lain.
dan disikat hingga bersih lalu dibilas dengan air. Kementrian Perikanan dan
bak pemeliharaan larva harus bersih dan terbebas dari kotoran serta parasit dan
lumut yang menempel di dinding dan dasar bak. Bak larva disikat dan dicuci
dengan menggunakan deterjen. Kemudian bak larva dibilas dengan air tawar dan
dalam air tawar, kemudian disiramkan pada permukaan bak larva atau digosok
b. Penanganan Induk
daerah kedalaman (pada laut dalam) sedangkan induk yang pada bagian
Seleksi induk terus ditingkatkan dan hanya induk yang berukuran 25–30
cm untuk betina dan 20–25 cm untuk jantan yang digunakan dengan perbandingan
29
1:1 dengan berat 100 gram–150 gram, warna induk yang baik untuk calon induk
adalah warna cerah atau hitam kecoklatan. Harga induk yang dibeli mencapai
Rp.250, 000 per ekornya. Umumnya induk yang dibeli tersebut adalah induk yang
sudah matang gonad. Jadi tidak perlu dipelihara dalam waktu yang lama, hal ini
yang sekaligus bak pemeliharan telur, induk terlebih dahulu ditreatmen atau
aklimatisasi terhadap suhu dan salinitas air media tempat pemeliharan dengan
tujuan agar induk tidak mengalami stress karena perubahan lingkungan dan
ke dalam bak konikoltank untuk pelepasan telur. Dalam satu bak konikel terdapat
satu induk udang, hal ini bertujuan untuk mengetahui jumlah telur yang dihasilkan
subuh. Hal ini merupakan kebiasaan yang dimilikinya sejak nenek moyangnya.
Induk udang windu dengan ukuran 90–140 gram dapat menghasilkan telur rata–
rata 500.000 butir, jumlah telur maksimum yang dapat dihasilkan induk udang
windu sampai 1000.000 butir. Jika penetasannya baik, maka satu induk dapat
c. Ablasi Mata
Ablasi mata dilakukan pada udang yang belum matang gonad untuk
infeksi pada mata udang yang telah diablasi serta menghilangkan ektoparasit yang
ada pada tubuh udang. Fungsi ablasi pada mata udang yaitu untuk mengilangkan
udang menggunakan silet lalu mengeluarkan isi dalam mata udang tersebut.
d. Penanganan Telur
Induk udang yang menetaskan telur biasanya berjumlah 1 sampai 1,3 juta
butir telur. Udang windu akan melepaskan telurnya pada malam hari sekitar pukul
20.00–00.00 malam. Telur yang dilepas akan mengapung dipermukaan air dan
induknya, maka induk diangkat dan dipindahkan ke bak pemeliharaan induk yang
menetas, maka nauplius udang ini dipindahkan ke bak pemeliharaan larva yang
e. Penebaran Nauplius
Benur atau benih udang merupakan salah satu mata rantai dari budidaya
nauplius ini dilakukan pada pagi hari dengan tujuan untuk menghindari perubahan
suhu yang terlalu tinggi. Ciri – ciri nauplius yang baik antara lain. Warna gelap
31
pemeliharaan larva harus dilakukan dengan hati – hati agar nauplius tidak stress
ditebar ke dalam bak pemeliharaan larva air media yang ada di bak pemeliharaan
larva harus dicek terlebih dahulu baik salinitas, pH, oksigen terlarut, juga
suhunya. Hal ini dilakukan agar nauplius udang dapat tumbuh dengan baik.
Aklimatisasi dilakukan dengan cara, air media yang ada di dalam bak
dengan menggunakan tangan secara perlahan dan hati – hati. Setelah itu nauplius
– lahan ke dalam bak pemeliharaan larva sampai nauplius habis keluar dari
baskom. Setelah Nauplius berada di dalam bak pemeliharaan maka aerasi diatur
dengan baik dan diperiksa keadaan aerasi apakah berjalan dengan lancar.
f. Pemberian Pakan
air, udang kecil, kerang (bivalvi), dan ikan kecil. Induk udang memerlukan
makanan alami yang mempunyai kandungan kolesterol tinggi yang berasal dari
kerang-kerangan dan krustase lain (kepiting). Jenis makanan ini diperlukan untuk
pakan untuk kelangsungan hidupnya. Secara garis besar pakan yang dimakan
Dengan demikian dalam pemberian pakan untuk larva jumlahnya harus melebihi
kebutuhan untuk pemeliharaan tubuhnya, oleh karena itu seorang pembenih harus
mengetahui jumlah pakan, kebiasan dan cara makan dari setiap stadium agar
g. Pemanenan
Waktu tebar yang paling baik dilakukan adalah pukul 04.00 pagi. Untuk
jarak pendek (1–3 jam perjalanan) panen benur dimulai pada pukul 23.00,
sedangkan untuk jarak jauh 4–6 jam perjalanan, panen dimulai pada pukul 21.00
malam.
hingga air bak tinggal 50%. Hal ini dimaksudkan agar benur mudah ditangkap
dengan seser. Seser yang digunakan untuk menangkap benur menggunakan seser
yang halus, supaya tidak merusak fisik benur. Disamping itu penangkapan benur
tidak boleh dilakukan dengan kasar tetapi harus dengan ekstra hati–hati dan pelan-
pelan.
kantong plastik untuk wadah benur yang akan diangkut. Dalam kantong plastik
tersebut dimasukkan 10–15 liter air yang mempunyai kadar garam yang sama
untuk pakan benur selama perjalanan, sehingga kondisi benur tidak lemah dan
selalu sehat. Tetapi jangan sekali–kali memberikan pakan buatan dalam proses
packing karena bisa berakibat fatal terhadap benur yang akan diangkut.
34
Sambil menunggu pemanenan benur dari bak, benur yang telah terkumpul
penakaran.
benih paska panen yang akan dipasarkan atau dapat disebut juga manajemen
teknik pengemasan. Pengemasan sangat penting untuk pemasaran benih, hal ini
karena selama masa pengiriman, benih yang dikemas harus berada dalam kondisi
plastik yang baik, tidak tipis dan terhindar dari senyawa beracun hasil pabrikan.
pemberian oksigen dalam kentong, tidak terlalu banyak dan terlalu sedikit. Jika
terlalu banyak akan menyebabkan kantong mudah rusak, sedangkan jika terlalu
sedikit akan menyebabkan kematian pada benih. Selain itu pula perlu diperhatikan
pengemasan. Jika medan jauh dan sulit dijangkau maka digunakan transportasi
mobil yang tertutup dan tidak terkena sinar matahari langsung. Sedangkan jika
tempat pengiriman dekat dan bibit yang dipasarkan tidak banyak, dapat
efisien dan efektifitas penggunaan dana dan keuntungan. Oleh sebab itu perlu
Harga memegang peranan penting dalam memasarkan hasil dari suatu usaha
yang dihasilkan. Pemasaran merupakan langkah akhir dari suatu usaha untuk
tidak dapat disimpan lama. Semakin lama benur berada di tempat pembenihan
berarti semakin bertambah biaya produksi yang akan dikeluarkan, sehingga akan
Untuk menghindari hal tersebut perlu rencana kerja yang melihat ke depan.
Artinya untuk memulai suatu usaha pembenihan udang harus terlebih dahulu
melihat keadaan dari usaha budidaya tambak. karena usaha budidaya tambak
merupakan sasaran dari pemasaran usaha pembenihan. Selain itu faktor yang
sangat berpengaruh dalam pemasaran benur adalah mutu benur yang dihasilkan.
Jika benur yang dihasilkan dengan mutu yang berkualitas akan menarik minat
petani tambak untuk membeli benur yang dihasilkan oleh pembenih tersebut.
Sistem pemasaran yang berlaku pada usaha pembenihan udang windu pada
BBU ada 2 macam, yaitu konsumen langsung datang ke tempat pembenihan untuk
membeli benur yang diinginkan. Atau juga dapat melalui perantara/agen. Untuk
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
dilakukan dengan persiapan bak seperti bak induk, bak pemijahan, bak
B. Saran
Adapun saran yang dapat kami ajukan dalam pelaksanaan praktikum ini
DAFTAR PUSTAKA
Aslan, L.M., Balubi, A. M., Yusnaini. 2013. Manajemen Hatcheri Udang Windu
(Panaeus monodon). PT Penerbit IPB Press. Kampus IPB Taman
Kencana Bogor.
Christi, P. 2007. Microalgae. In: Manual on Production and Use of Live Food for
Aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper. Lavens, P and P.
Sorgeloos Edition. Rome. Italia. Pp:8-47.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air, Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
Huda. 2009. Hubungan Antara Total Suspended Solid dengan turbidity dan
dissolved oxygen. http://thorik.staff.uii.ac.id. Dikases pada tanggal 20
Maret 2013.
Idris, M. 2013. Diktat Kuliah Manajemen Kualitas Air. Jurusan Perikana, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Haluoleo. Kendari.
Koordi, M. G. H. 2010. Panduan Lengkap memelihara Ikan Air Tawar di Kolam
Terpal. Lily Publiser. Yogyakarta.
Mudjiman, A., 1983. Udang Renik Air Asin (Artemia Salina). P.T. Bhratara Karya
Aksara. Jakarta.
Nontji, A. 2008. Plankton Laut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Lipi Press.
Jakarta. 331 hal.
Parwati, E., Kartika, T. dan Indarto, J. 2008. Ektraksi Informasi Total Suspended
Solid (TSS) Menggunakan Data Penginderaan Jauh Untuk Kawasan
Pesisir Berau, Kalimantan Timur. Peneliti Kedeputian Penginderaan
Jauh LAPAN. Bandung.
Rukmini. 2012. Teknologi Budidaya Biota Air. Karyaputra Darwati. Bandung.
Saparianto, C. 2009. Budidaya Ikan di Kolam Terpal. Penebar Swadaya. Bogor.
Tepu, Indo. 2006. Seleksi Bakteri Probiotik Untuk Biokontrol Vibriosis pada
Larva Udang Windu Penaeus monodon Menggunakan Cara Kultur
Bersama. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor.