OLEH :
070118A009
FAKULTAS KEPERAWATAN
2019
TINJAUAN PUSTAKA
I. Proses Penuaan
A. Pengertian
Menua (aging) merupakan proses yang harus terjadi secara umum pada seluruh
spesies secara progresif seiring waktu yang menghasilkan perubahan yang menyebabkan
disfungsi organ dan menyebabkan kegagalan suatu organ atau suatu sistem tubuh
tertentu. Proses menua dipengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen yang dapat menjadi
faktor risiko penyakit degenerative yang bisa dimulai sejak usia muda atau produktif,
maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel
yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami penurunan
fungsi secara perlahan-lahan. Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses
terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita. Penuaan adalah suatu proses
alami yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terus-menerus, dan berkesinambungan
sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir dari
berkaitan. Sampai saat ini banyak definisi dan teori yang menjelaskan tentang proses
menua yang tidak seragam. Secara umum, proses menua didefinisikan sebagai perubahan
yang terkait waktu, bersifat universal, intrinsik, progresif dan detrimental. Keadaan
perkembangan genetik (atau disebut juga penuaan primer) atau teori non stokhastik. Teori
ini menunjukkan adanya penurunan fungsi yang terkontrol secara genetik. Golongan
kedua adalah teori stokhastik (proses penuaan sekunder), dimana terjadi perubahan acak
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies
tertentu. Tiap spesies mempunyai didalam nuclei (inti sel)nya suatu jam genetik yang
telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan
menghentikan replikasi sel bila tidak diputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita itu
berhenti akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau
terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui hawa radiasi dan zat kimia
dapat memperpendek umur, sebaliknya menghindari terkenanya radiasi atau tercemar zat
kimia yang bersifat karsinogenik atau toksik, dapat memperpanjang umur. Menurut teori
ini terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan
sepanjang kehidupan setelah berlangsung dalam waktu yang cukup lama, terjadi
kelelahan dalam proses transkripsi (DNA U RNA), maupun dalam proses translasi (RNA
U protein/enzim).
Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka
hal ini dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami
perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Hasilnya dapat pula berupa
Dipihak lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan
pada proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel
kanker leluasa membelah-belah. Semua sel somatik akan mengalami proses menua,
kecuali sel seks dan sel yang mengalami mutasi menjadi kanker.
4. Teori Menua Akibat Metabolisme
disebabkan karena penurunan jumlah kalori tersebut, antara lain disebabkan karena
pengeluaran hormon yang merangsang proliferasi sel, misalnya insulin, dan hormon
pertumbuhan.
Modifikasi cara hidup yang kurang bergerak menjadi lebih banyak bergerak
mungkin juga meningkatkan umur panajng. Hal ini menyerupai hewan yang hidup dialam
bebas yang banyak bergerak dibandingkan dengan hewan yang kurang bergerak dan
banyak makan.
Radikal bebas (RB) yang sering dianggap sebagai fragmen molekuler yang
mempunyai elektron tidak berpasangan, dapat terbentuk didalam tubuh akibat proses
metabolik normal didalam mitokondria juga sebagai produk sampingan didalam rantai
pernafasan (Oen dalam Darmojo, 2015). Untuk organism aerobik, RB terutama terbentuk
pada waktu respirasi (aerob) didalam mitokondria, karena 90% oksigen yang diambil
tubuh, masuk kedalam mitokondria. Waktu terjadi proses respirasi tersebut oksigen
dilibatkan dalam mengubah bahan bakar menjadi ATP, melalui enzim-enzim respirasi
didalam mitokondria, maka radikal bebas akan dihasilkan sebagai zat antara. RB yang
terbentuk tersebut adalah: Superoksida (O2), radikal hidroksil (OH), dan juga peroksida
hydrogen (H2O2). RB bersifat merusak, karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi
dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh, seperti dalam membran sel, dan dengan
Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda-beda, umumnya berkisar
antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para ahli tentang batasan usia adalah sebagai
2. Menurut Prof.DR.Ny. Sumiati Ahmad Mohammad, Guru Besar Universitas Gajah Mada
3. Menurut Dra.Ny. Jos Masdani, psikolog dari Universitas Indonesia, kedewasaan dibagi
b. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas usia 25-60/65 tahun
5. Menurut Bee (1996), bahwa tahapan masa dewasa adalah sebagai berikut:
D. Klasifikasi Lansia
Klasifkasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia (Maryam dkk, 2012).
1. Pralansia
2. Lansia
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
4. Lansia Potensial
Lansia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan
2. Tipe Mandiri
Lansia kini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
Lansia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses penuaan yang
kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung,
4. Tipe Pasrah
Lansia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan beribadat,
5. Tipe Bingung
Lansia yang sering kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder,
karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonominya.
a. Tipe Optimis
Lansia santai dan periang, penyesuaian cukup baik, memandang lansia dalam bentuk bebas
dari tanggung jawab dan sebagai kesempatan untuk menuruti kebutuhan pasifnya.
b. Tipe Konstruktif
Mempunyai integritas baik, dapat menikmati hidup, mempunyai toleransi tinggi, humoris,
fleksibel dan sadar diri. Biasanya sifat ini terlihat sejak muda.
c. Tipe Ketergantungan
Lansia ini masih dapat menerima di tengah masyarakat, tetapi selalu pasif, tidak berambisi,
masih sadar diri, tidak mempunyai inisiatif, dan tidak praktis dalam bertindak.
d. Tipe Defensif
bantuan, emosi sering tidak terkontrol, memegang teguh kebiasaan, bersifat kompulsif aktif,
Lansia yang tidak mudah menyerah, serius, senang berjuang dan bisa menjadi panutan.
Lansia yang pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, selalu menyalahkan orang lain,
Lansia yang menganggap orang lain yang menyebabkan kegagalan, selalu mengeluh, bersifat
agresif dan curiga. Umumnya memiliki pekerjaan yang tidak stabil di saat muda,
menganggap menjadi tua sebagai hal yang tidak baik, takut mati, iri hati pada orang yang
masih muda, senang mengadu untung pekerjaan, dak aktif menghindari masa yang buruk.
Bersifat kritis dan menyalahkan diri sendiri, tidak memiliki ambisi, mengalami penurunan
sosio-ekonomi, tidak dapat menyesuaikan diri, lansia tidak hanya mengalami kemarahan,
tetapi juga depresi, menganggap usia lanjut sebagai masa yang tidak menarik dan berguna.
Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, sosial, dan
1. Perubahan Fisik
a. Sel
Jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan cairan intraseluler
menurun.
b. Kardiovaskular
kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas lebih berat, alveoli melebar dan
bronkus.
d. Persarafan
Saraf panca indera mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam
e. Muskuloskeletal
persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot), keram, tremor, tendon
f. Gastrointestinal
Esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun, dan peristaltik menurun
sehingga daya absorpsi juga ikut menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi
g. Genitourinaria
ikut menurun.
h. Vesika uriaria
i. Vagina
j. Pendengaran
k. Penglihatan
l. Endokrin
m. Kulit
Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung dan telinga
kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh
Kemampuan belajar masih ada tetapi relative menurun. Memori (daya ingat)
q. Pencapaian
2. Perubahan Sosial
a. Peran
b. Keluarga
c. Teman
Ketika lansia lainnya meninggal, maka muncul perasaan kapan akan meninggal.
d. Abuse
Kekerasan berbentuk verbal (dibentak) dan nonverbal (dicubit, tidak diberi makan).
e. Masalah hukum
Berkaitan dengan perlindungan aset dan kekayaan pribadi yang dikumpulkan sejak
masih muda.
f. Pensiun
Kalau menjadi PNS akan ada tabungan (dana pensiun). Kalau tidak, anak dan cucu
Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang cocok bagi lansia dan income
security.
h. Rekreasi
i. Keamanan
Jatuh, terpeleset.
j. Transportasi
k. Politik
Kesempatan yang sama untuk terlibat dan memberikan masukan dalam sistem
l. Pendidikan
Berkaitan dengan pengentasan buta aksara dan kesempatan untuk tetap belajar
m. Agama
Melaksanakan ibadah.
n. Panti jompo
Merasa dibuang/diasingkan.
3. Perubahan Psikologis
Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory, frustasi, kesepian, takut
kecemasan.
II. Balance Exercise (Latihan Keseimbangan)
A. Pengertian
adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi pada bidang tumpu terutama
ketika saat posisi tegak. Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan
kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan
sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan merupakan definisi dari
dengan di dukung oleh sistem muskuloskletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk
menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu
lansia mudah jatuh. Keseimbangan merupakan tanggapan motorik yang dihasilkan dari
berbagai faktor, diantaranya input sensorik dan kekuatan otot. Penelitian menunjukkan
bahwa keseimbangan menurun dengan lanjutnya usia, yang bukan hanya sebagai akibat
menurunnya kekuatan otot atau akibat penyakit yang diderita (Darmojo & Martono,
2015).
Keseimbangan merupakan kemampuan tubuh untuk mempertahankan koordinasi
pada posisi berdiri dan bereaksi mencegah jatuh bergantung pada koordinasi sistem
B. Klasifikasi Keseimbangan
1. Keseimbangan statis
Kemampuan tubuh untuk menjaga kesetimbangan pada posisi tetap (sewaktu berdiri
2. Keseimbangan dinamis
C. Tujuan Keseimbangan
menyanggah tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan
pusat massa tubuh agar sejajar dan seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi
a. Visual
Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Cratty dan Martin
mengatakan bahwa keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan
membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan keseimbangan,
dan sebagai monitor tubuh selama melakukan gerak statik atau dinamik. Penglihatan
juga merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada,
gerak sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata
terhadap perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot
b. Sistem Vestibular
dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris
vestibular berbeda di dalam telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis
semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini disebut
terutama ketika melihat obyek yang bergerak. Mereka meneruskan pesan melalui
reticular formasi, dan serebellum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju
menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otor pada leher dan otot-otot punggung
(otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu
c. Somatosensoris
spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju serebellum, tetapi ada
pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan thalamus.
bergantung pada implus yang datang dari alat indera dalam dan sekitar sendi. Alat
indera tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovia dan
legamentum. Implus dari alat indera ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain,
serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang.
Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak dari
kontrol postur. Beberapa kelompok otot baik pada ekstrimitas atas maupun bawah
berfungsi mempertahankan postur saat berdiri tegak serta mengatur keseimbangan tubuh
dalam berbagai gerakan. Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi hanya akan
dimungkinkan jika respon dari otot-otot postural bekerja secara sinergi sebagai reaksi
dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan aligment tubuh.
Kerja otot yang senergi berarti bahwa adanya respon yang tepat (kecepatan dan
kekuatan) suatu otot terhadap otot yang lainnya dalam melakukan fungsi gerak tertentu.
3. Kekuatan otot (Muscle Strength)
yang dihasilkan merupakan hasil dari adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon
motorik.
Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot menahan beban baik
berupa beban eksternal (eksternal face) maupun beban internal (internal face). Kekuatan
otot sangat berhubungan dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan
sistem saraf mengaktifasi otot yang teraktifasi, maka semakin besar pula kekuatan yang
Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk mempertahankan
keseimbangan tubuh saat adanya tekanan gaya dari luar. Kekuatan otot tersebut
berhubungan langsung dengan kemampuan otot untuk melawan gaya gravitasi serta
beban eksternal lainnya yang secara terus menerus mempengaruhi posisi tubuh.
4. Adaptive Systems
keluaran motorik ketika terjadi perubahan tempat sesuai dengan karakteristik lingkungan.
terutama saat gerakan yang memerlukan keseimbangan yang tinggi, serta keterjangkauan
lingkup gerak sendi untuk memenuhi kebutuhan gerak yang memungkinkan untuk
Gaya gravitasi merupakan gaya tarik bumi terhadap suatu benda, hal ini juga
berlaku pada tubuh manusia di mana tekanan gravitasi bekerja pada tubuh manusia baik
Pusat gravitasi terdapat pada semua objek. Pada benda, pusat gravitasi terletak
tepat di tengah benda tersebut. Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan
arah atau perubahan berat. Pusat gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah tepat di
Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat
gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan
permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam
BOS merupakan kemponen stabilisasi pada fungsi gerak, sehingga kondisi BOS
akan menghasilkan reaksi gerak pada tubuh. BOS pada gerak manusia akan memberikan
Pada posisi berdiri seimbang, susunan saraf pusat berfungsi untuk menjaga pusat
massa tubuh (center of body massa) dalam keadaan stabil dengan batas bidang tumpu
tidak berubah kecuali tubuh membentuk batas bidang tumpu lain (misalnya: melangkah).
Selain itu masukan (input) visual berfungsi sebagai kontrol keseimbangan, pemberi
informasi, serta memprediksi datangnya gangguan. Masukan (input) dari kulit di telapak
kaki juga merupakan hal penting untuk mengatur keseimbangan saat berdiri dan saat
ingin melangkah.
Postur adalah posisi atau sikap tubuh di mana tubuh dapat membentuk banyak
bentuk yang memungkinkan tubuh dalam posisi yang nyaman selama mungkin. Pada
saat berdiri tegak, hanya terdapat gerakan kecil yang muncul dari tubuh, yang biasa di
sebut dengan ayunan tubuh. Luas dan arah ayunan diukur dari permukaan tumpuan
dengan menghitung gerakan yang menekan di bawah telapak kaki, yang disebut pusat
tekanan center of pressure-COP). Jumlah ayunan tubuh ketika berdiri tegak dipengaruhi
Posisi tubuh ketika berdiri dapat dilihat kesimetrisannya dengan kaki selebar
sendi pinggul, lengan di sisi tubuh, dan mata menatap ke depan. Walaupun posisi ini
dapat dikatakan sebagai posisi yang paling nyaman, tetapi tidak dapat bertahan lama,
karena seseorang akan segera berganti posisi untuk mencegah kelelahan (Irfan, 2010).
Latihan keseimbangan pada pasien lansia meliputi (Darmojo & Martono, 2015).
1. Berdiri dengan bertumpu pada kursi dan menggerakan pinggul ke samping kiri dan ke
samping kanan.
2. Dengan berpegangan pada kursi yang ditempatkan di depan penderita, penderita berlatih
3. Tempatkan satu kaki didepan dan kaki yang lain dibelakang dan posisi lurus, bersandar
5. Berdiri dengan kedua tangan didepan kepala, gerakan mata dari satu tangan ke tangan
yang lain secepatnya sesuai dengan kemampuan. Hentikan bila kepala terasa berputar
atau mual.
6. Dengan berpegangan dengan kursi yang ditempatkan di depan penderita, satu kaki
menyilang di depan kaki yang lain, kemudian mengangkat kaki yang belakang disamping
7. Melatih dengan berjalan dengan membentuk angka delapan. Latihan berlanjut sampai
8. Satu kaki yang berhimpit di setengah kaki didepannya gerakan kepala untuk melihat ke
samping kanan beberapa kali, kemudian ke samping kiri beberapa kali, ke atas beberapa
kali; Dengan menggunakan tangan kanan gerakkan ke kiri ke depan dan ke belakang.
G. Penilaian Keseimbangan
Pemeriksaan keseimbangan seharusnya dilakukan saat berdiri secara statis dan dinamik,
termasuk pemeriksaan kemampuan untuk bertahan terhadap ancaman baik internal dan eksternal.
Pemeriksaan statis termasuk lebar cara berdiri sendiri dan cara berdiri sempit dengan kedua kaki
yang nyaman tanpa dukungan ekstremitas atas, diikuti oleh berdiri dengan mata tertutup untuk
menghilangkan pengaruh visual untuk penderita gangguan keseimbangan. Penilaian ini biasanya
menggunakan tes Romberg atau sering dikenal dengan berg balance score (Darmojo & Martono,
2015).
III. Jatuh
A. Pengertian Jatuh
Kejadian yang sering dialami oleh lansia yaitu jatuh. Jatuh merupakan salah satu
geriatric giant, sering terjadi pada usia lanjut, penyebab tersering adalah masalah di dalam
dirinya sendiri (gangguan gait, sensorik, kognitif, sistem syaraf pusat) didukung oleh
keadaan lingkungan rumahnya yang berbahaya (alat rumah tangga yang tua/tidak stabil,
lantai yang licin dan tidak rata, dan lain-lain) (Darmojo & Martono, 2015).
Jatuh merupakan kejadian terbesar dari kecelakaan pada lansia. Jatuh adalah suatu
kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat kejadian, sehingga
rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Reuben, 1996 dalam Maryam
dkk, 2012).
Menurut Darmojo & Martono, 2015. Untuk dapat memahami faktor risiko jatuh, maka
1. Sistem Sensorik
vestibuler, dan proprioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada mata akan
gangguan pendengaran. Vertigo tipe perifer sering terjadi pada lansia yang diduga
3. Kognitif
4. Muskuloskeletal
Faktor ini disebut oleh beberapa peneliti merupakan faktor yang benar-benar murni
milik lansia yang berperan besar terhadap terjadinya jatuh. Gangguan muskuloskeletal
menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait) dan ini berhubungan dengan proses menua
yang fisiologis.
Menurut Darmojo & Martono, 2015 yang menyebabkan lansia jatuh yaitu:
1. Kecelakaan
menua misalnya karena mata kurang awas, benda-benda yang ada di rumah
3. Hipotensi Orthostatic
b. Disfungsi otonom
4. Obat-obatan
a. Diuretic/antihipertensi
b. Antidepresan trisiklik
c. Sedativa
d. Antipsikotik
e. Obat-obat hipoglikemik
f. Alkohol
a. Kardiovaskuler
1) Aritmia
2) Stenosis aorta
b. Neurologi
1) TIA
2) Stroke
3) Serangan kejang
4) Parkinson
6) Penyakit cerebellum
3) Terbakar matahari
IV. Penelitian Terkait
pada lansia dapat meningkatkan keseimbangan dan mengurangi resiko jatuh lansia”
didapatkan 28 orang WBS PTSW Budi Mulia 4 dengan kelompok 1 dihasil nilai p=0,000
latihan dengan jalan tandem meningkatkan keseimbangan untuk mengurangi resiko jatuh
pada lansia. Pada kelompok ke 2 dilakukan dengan menggunakan t-Test Related nilai p=
0,000 yang berarti latihan dengan menggunakan Swiss ball meningkatkan keseimbangan
untuk mengurangi resiko jatuh pada lansia. Pada hasil t-Test Independent menunjukkan
nilai p =0,001 yang berarti adanya peningkatan keseimbangan untuk mengurangi resiko
jatuh pada lansia yang signifikan antara kelompok perlakuan 1 dan perlakuan 2.
Berdasarkan hasil penelitian Syah dkk, (2017) “Efek pelatihan senam lansia dan
latihan jalan tandem dalam meningkatkan keseimbangan tubuh lansia dip anti sosial
tresna kasih saying ibu Batusangkar Sumatera Barat” didapatkan dari 34 lansia terdiri
dari 25 pria (73,5%) dan 9 wanita (26,5%), rerata usia lansia adalah 69,3 tahun pada
kelompok perlakuan, dan 67,7 tahun pada kelompok kontrol serta rerata IMT pada
kelompok perlakuan 22,3 dan kelompok kontrol 23,7. Analisis keseimbangan lansia
setalah intervensi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan uji
independent test didapatkan p value 0,015 (p<0,005). Dapat disimpulkan bahwa adanya
efek kombinasi senam lansia dan latihan jalan tandem dalam meningkatkan
keseimbangan tubuh lansia di panti sosial tresna kasih sayang ibu Batusangkar Sumatera
Barat.
pengaruh pemberian perlakuan balance exercise pada kelompok perlakuan 18,65 dan
yang tidak diberikan perlakuan untuk kelompok kontrol -16,48. Dari perhitungan tersebut
pada kelompok perlakuan terdapat rata-rata pengaruh yang lebih besar dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Hasil p=0,000 ini menyimpulkan bahwa ada perbedaan
pengaruh yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol terhadap