Anda di halaman 1dari 15

ISSN: 2303-288X Vol. 5, No.

1, April 2016

ERGONOMI DALAM PEMBELAJARAN


MENUNJANG PROFESIONALISME GURU DI ERA GLOBAL

Pande Wayan Mustika1, I Made Sutajaya2


1Guru SMP Negeri 3 Tegallalang Gianyar, Indonesia
2Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Pendidikan Ganesha, Indonesia

E-mail: pandemustika@yahoo.co.id

Abstrak
Di era global persaingan semakin keras dan ketat yang disertai dengan munculnya
permasalahan yang semakin kompleks. Hal yang sama juga terjadi pada proses
pembelajaran, sehingga profesionalisme guru perlu ditingkatkan. Salah satu cara
yang dapat ditempuh adalah melalui pemahaman terhadap prinsip-prinsip
ergonomi dalam pembelajaran. Tujuan penulisan adalah: (1) mengkaji
pemahaman terhadap prinsip-prinsip ergonomi dalam pembelajaran sangat
diperlukan di dalam upaya meningkatkan profesionalisme guru; (2) mengkaji
peranan prinsip-prinsip ergonomi dalam pembelajaran yang harus dipahami oleh
seorang guru untuk meningkatkan profesionalismenya; dan (3) mengetahui
kendala yang dihadapi dalam mensosialisasikan prinsip-prinsip ergonomi dalam
pembelajaran guna meningkatkan profesionalisme guru. Melalui telaah kajian
pustaka ditelusuri prinsip-prinsip ergonomi yang relevan diterapkan dalam
pembelajaran. Hasil kajian menunjukkan bahwa para guru saat ini belum
memahami prinsip-prinsip ergonomi yang relevan dalam pembelajaran. Akan tetapi
melalui tulisan ini diingatkan agar para guru wajib menerapkan prinsip-prinsip
ergonomi dalam pembelajaran agar siswa yang belajar tetap sehat, aman,
nyaman, efektif, dan efisien energi. Dengan demikian dapat disimpulkan: (1)
pengetahuan guru mengenai prinsip-prinsip ergonomi dalam pembelajaran sangat
relevan di dalam upaya meningkatkan profesionalisme guru; (2) pemahaman guru
mengenai peranan prinsip-prinsip ergonomi dalam pembelajaran dan dampak
yang ditimbulkan oleh sarana dan prasarana yang tidak ergonomik dapat
menambah wawasannya dalam upaya pengelolaan kelas; dan (3) kendala yang
dihadapi dalam mensosialisasikan prinsip-prinsip ergonomi dalam pembelajaran
dapat dijadikan tantangan sekaligus peluang dalam penerapan ergonomi di
sekolah.

Kata-kata kunci: ergonomi, pembelajaran, dan profesionalisme guru

Abstract
In globalization, competition is getting harder and tighter, accompanied by the
emergence of increasingly complex problems. The same thing happened in the
teaching and learning process, so that the professionalism of teachers needs to be
improved. One way that can be achieved is through the understanding of the
principles of ergonomics in teaching and learning. The purposes of writing are: (1)
assess the understanding of the principles of ergonomics in teaching and learning

Jurnal Pendidikan Indonesia |82


ISSN: 2303-288X Vol. 5, No.1, April 2016

is required in an effort to improve the professionalism of teachers; (2) examine the


role of ergonomic principles of teaching and learning that must be understood by a
teacher to improve professionalism; and (3) determine the obstacles encountered
in disseminating the principles of ergonomics in order to improve the
professionalism of teachers in teaching and learning. Through literature review
study traced ergonomic principles applied in the teaching and learning. The results
showed that teachers now have not understood the principles of ergonomics that
are relevant for teaching and learning. However, through this paper are reminded
that teachers are required to apply the principles of ergonomics in teaching and
learning so that students learn to stay healthy, safe, convenient, effective, and
efficient of energy. It can be concluded: (1) knowledge of teachers on the principles
of ergonomics in teaching and learning is very relevant in the effort to improve the
professionalism of teachers; (2) teachers' understanding of the role of ergonomic
principles in teaching and learning and the impact caused by facilities and
infrastructure are not ergonomic can add insights in classroom management
efforts; and (3) the constraints faced in disseminating the principles of ergonomics
in teaching and learning can be a challenge and an opportunity in the application of
ergonomics in school.

Keywords: ergonomics, teaching and learning, and professionalism of teachers

PENDAHULUAN ergonomis tentunya akan membuat


Di era global persaingan seseorang merasa nyaman di dalam
semakin keras dan ketat yang disertai melakukan aktivitasnya di ruang
dengan munculnya permasalahan yang tersebut.
semakin kompleks, khususnya dalam Salah satu prinsip dasar
pembelajaran menuntut profesionalisme ergonomi dalam perancangan adalah
guru yang semakin meningkat. Untuk human-centered design. Maksudnya
menyiasati kompetisi yang semakin adalah suatu rancangan hendaknya
ketat dan kompleksnya permasalahan memperhatikan factor manusia sebagai
mengharuskan seorang guru mau, pengguna yang mempunyai berbagai
mampu, dan berani berubah. Untuk itu keterbatasan secara individu dan juga
diperlukan upaya peningkatan memiliki variasi antar individu
profesionalisme khususnya yang (Iridiastadi, 2014). Selain itu ergonomi
berkaitan dengan pemahaman terhadap adalah ilmu yang dalam penerapannya
prinsip-prinsip ergonomi yang dapat berusaha agar manusia bisa selaras
diterapkan dalam proses pembelajaran. dengan pekerjaan dan lingkungan
Ergonomi adalah ilmu, teknologi, dan sehingga proses perancangan juga
seni untuk menserasikan alat, cara kerja harus sesuai dengan ukuran tubuh
dan lingkungan pada kemampuan, manusia yang menggunakannya
kebolehan dan batasan manusia, (Wignjosoebroto, 2000).
sehingga diperoleh kondisi kerja dan Akan tetapi saat ini tampaknya
lingkungan yang sehat, aman, nyaman, kaidah-kaidah ergonomi belum
efektif dan efisien demi tercapainya diterapkan dalam mendesain ruang
produktivitas yang setinggi-tingginya belajar dengan perangkat
(Manuaba, 2004a). Ruang belajar yang pendukungnya, baik di sekolah-sekolah

Jurnal Pendidikan Indonesia |83


ISSN: 2303-288X Vol. 5, No.1, April 2016

maupun di tempat-tempat pendidikan mengatasi hal tersebut, perlu dikaji


lainnya yang disinyalir diakibatkan oleh mengenai kaidah-kaidah ergonomi yang
kurangnnya pengetahuan guru terhadap dapat dimanfaatkan di dalam mendesain
prinsip-prinsip ergonomi yang dapat ruang belajar sebagai upaya untuk
diterapkan dalam proses pembelajaran. meningkatkan profesionalisme guru
Misalnya; penempatan papan tulis, dalam proses pengelolaan kelas. Dalam
pemakaian lampu penerang, pembuatan hal ini, Gamez & Cybis (1998)
tulisan di papan tulis, penampilan tulisan menyatakan bahwa sarana
pada layar overhead projector, ukuran pembelajaran sangat menentukan
tempat duduk dan meja belajar kualitas proses pembelajaran yang pada
nampaknya belum memenuhi syarat- akhirnya akan meningkatkan prestasi
syarat ergonomi. Ditinjau dari faktor belajar.
lingkungan tempat belajar, tampaknya Bertolak dari latar belakang
belum diperhatikan mengenai masalah di atas dapat dibuat rumusan
mikroklimat di ruang belajar. masalah: (1) mengapa pemahaman
Padahal beberapa laporan terhadap prinsip-prinsip ergonomi dalam
penelitian melaporkan bahwa pembelajaran sangat diperlukan di
penerapan ergonomi di ruang belajar dalam upaya meningkatkan
dapat meningkatkan hasil belajar. profesionalisme guru?; (2) bagimanakah
Dalam hal ini Sutajaya (2001) peranan prinsip-prinsip ergonomi dalam
melaporkan bahwa penerapan pembelajaran yang harus dipahami oleh
ergonomik partisipatori yang salah seorang guru untuk meningkatkan
satunya adalah mengubah kondisi statis profesionalismenya?; dan (3) apakah
menjadi dinamis pada proses kendala yang dihadapi dalam
pembelajaran anatomi fisiologi manusia mensosialisasikan prinsip-prinsip
dapat meningkatkan hasil belajar ergonomi dalam pembelajaran guna
mahasiswa dari rerata nilai 6,5 menjadi meningkatkan peofesionalisme guru?
7,0. Sutjana, Sutajaya, Tunas, &
Suardana (2004) melaporkan bahwa METODE
hasil belajar mahasiswa meningkat dari Penelitian deskriptif ini mengacu
rerata nilai 58,71 pada siklus I menjadi kepada beberapa literatur yang relevan
62,06 pada siklus II atau meningkat dan dikaji berdasarkan acuan-acuan
sebesar 5,70% (p < 0,05) setelah terkini yang dikaitkan dengan upaya
diterapkan pembelajaran yang mengacu peningkatan profesionalisme guru.
aspek ergonomi. Dalam hal ini dibahas mengenai kadah-
Ergonomi sesungguhnya kaidah ergonomi yang perlu dipahami
berusaha untuk mengupayakan agar oleh seorang guru sebagai suatu
ruang belajar menjadi nyaman untuk pengetahuan yang akan diaplikasikan
dimanfaatkan sebagai tempat belajar, dalam pembelajaran. Kajian literatur ini
sehingga energi sepenuhnya dapat lebih difokuskan pada upaya eksplorasi
dimanfaatkan untuk kegiatan belajar pengetahuan yang relevan dan efektif
saja dan tidak terbuang percuma karena serta efisien untuk diterapkan di sekolah
harus menghadapi kondisi lingkungan maupun di tempat-tempat pembelajaran
belajar yang tidak ergonomis. Untuk lainnya.

Jurnal Pendidikan Indonesia |84


ISSN: 2303-288X Vol. 5, No.1, April 2016

Metode yang digunakan adalah manusia, bisa dihindari atau ditekan


kajian pustaka yang diperoleh melalui sekecil-kecilnya (Manuaba, 2003a).
berbagai sumber. Argumentasi penulis Pemanfaatan prinsip-prinsip
diarahkan kepada upaya memadukan ergonomi dalam mendesain suatu
pengalaman pembelajaran yang digeluti produk membuat produk tersebut
penulis selama ini dan disinkronkan menjadi lebih sesuai dengan pemakai
dengan teori yang ada. Berbagai (users friendly), memuaskan, nyaman
kendala di lapangan yang sering dan aman (Velasco, 2002). Untuk
dijumpai penulis dalam pembelajaran memudahkan dan mengurangi dampak
berusaha dicarikan alternatif solusinya negatif yang mungkin timbul, penerapan
melalui kajian ini. ergonomi hendaknya menggunakan
bahasa yang sederhana, bahasa
HASIL DAN PEMBAHASAN perusahaan atau bahasa masyarakat.
Ergonomi berasal dari kata Yunani Pendekatan sistemik, holistik,
yaitu ergon (kerja) dan nomos (aturan). interdisipliner dan partisipatori (SHIP)
Definisi ergonomi adalah ilmu, teknologi hendaknya selalu dimanfaatkan dalam
dan seni untuk menyerasikan alat, cara setiap pemecahan masalah atau
kerja dan lingkungan pada kemampuan, merencanakan sesuatu sehingga tidak
kebolehan dan batasan manusia ada lagi masalah yang tertinggal atau
sehingga diperoleh kondisi kerja dan muncul di kemudian hari (Manuaba,
lingkungan yang sehat, aman, nyaman 2004b). Di samping itu pendekatan
dan efisien sehingga tercapai SHIP hendaknya diterapkan dalam
produktivitas yang setinggi-tingginya pemilihan dan alih teknologi sehingga
(Manuaba, 2003a). Ergonomi sangat menjadi tepat guna, dengan
diperlukan di dalam suatu kegiatan yang persyaratan: (a) secara teknik hasilnya
melibatkan manusia di dalamnya lebih baik; (b) secara ekonomi lebih
dengan memperhitungkan kemampuan menguntungkan; (c) secara sosial
dan tuntutan tugas. budaya dapat diterima; (d) kesehatan
Kemampuan manusia sangat dapat dijamin dan
ditentukan oleh faktor-faktor profil, dipertanggungjawabkan; (e) hemat
kapasitas fisiologi, kapasitas psikologi dalam pemakaian energi; dan (f) tidak
dan kapasitas biomekanik, sedangkan merusak lingkungan (Manuaba, 2003b,
tuntutan tugas dipengaruhi oleh 2004a).
karakteristik dari materi pekerjaan, tugas Dari beberapa perbaikan ergonomi
yang harus dilakukan, organisasi dan yang telah dilakukan oleh para ahli di
lingkungan dimana pekerjaan itu luar negeri yang pencatatan datanya
dilakukan (Manuaba, 2003a). Dengan sudah baik, rapi dan teratur, terbukti
ergonomi dapat ditekan dampak negatif bahwa dengan penerapan ergonomi
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan mampu memberikan keuntungan secara
teknologi, karena dengan ergonomi ekonomi, meningkatkan keselamatan
berbagai penyakit akibat kerja, dan kenyamanan kerja. Malah telah
kecelakaan, pencemaran, keracunan, sampai pada simpulan Good ergonomic
ketidak-puasan kerja, kesalahan unsur is good economic. Maksudnya adalah,
apabila ergonomi dapat diterapkan

Jurnal Pendidikan Indonesia |85


ISSN: 2303-288X Vol. 5, No.1, April 2016

dengan baik dan benar akan dapat dengan pekerjaan; (4) mengatasi
memberikan keuntungan ekonomi yang ketidakmampuan dan lemahnya
lebih baik. Ini bisa diterima dan treatment dalam mikroergonomik untuk
dipertanggung-jawabkan, karena hasil mengurangi kehilangan waktu kerja
yang dicapai melalui penerapan yang diakibatkan oleh kecelakaan dan
ergonomi yang baik dan benar penyakit akibat kerja dan meningkatkan
memberikan manfaat: (a) pemakaian produktivitas; dan (5) meningkatkan
tenaga otot bisa lebih efisien; (b) kondisi di tempat kerja dan legitimasi
pemanfaatan waktu lebih efisien; (c) suatu produk berdasarkan desain
kelelahan berkurang; (d) kecelakaan ergonomi yang aman (Hendrick, 2002b).
kerja berkurang atau dapat ditiadakan; Biasanya guru dan siswa kurang
(e) penyakit akibat kerja berkurang; (f) menghiraukan tempat duduk yang
kenyamanan dan kepuasan kerja mereka duduki. Padahal tempat duduk
meningkat; (g) efisiensi kerja meningkat; tersebut merupakan alat yang
(h) mutu produk dan produktivitas kerja memegang peranan penting, terutama
meningkat; (i) kesalahan kerja bagi mereka yang melakukan aktivitas
berkurang dan kerusakan dapat sambil duduk seperti yang dilakukan
diminimalka; dan (j) pengeluaran untuk oleh para siswa di sekolah. Sebuah
mengatasi akibat dari kecelakaan dan tempat duduk (kursi) yang lengkap,
penyakit akibat kerja dapat dikurangi minimal harus mempunyai kaki, alas
yang konsekuensinya biaya operasional duduk, sandaran pinggang dan
dapat ditekan (Manuaba, 2000 c). punggung dan sandaran lengan (Nala,
Makroergonomik secara formal 1994).
diakui sebagai sub disiplin ilmu dalam Agar tempat duduk nyaman
dua dekade terakhir ini (Hendrick, dipakai pada waktu belajar, maka
2002b). Aspek-aspek sosial yang ukuran-ukurannya harus disesuaikan
digunakan untuk mendeterminasi dengan antropometri orang yang akan
implikasi dari pertumbuhan, memakainya. Dalam hal ini diperlukan
perkembangan dan keefektifan dari pembakuan terhadap ukuran-ukuran
human factors discipline atau ergonomi tubuh (antropometri) orang-orang
adalah: (1) melakukan terobosan dalam Indonesia pada umumnya atau orang-
teknologi untuk melakukan perubahan orang Bali pada khususnya, sehingga
secara fundamental terhadap natural of dalam mendesain tempat duduk (kursi)
work; (2) menentukan kemampuan kerja dapat mengacu kepada ukuran-ukuran
yang berhubungan dengan tingkat tersebut. Seandainya ukuran-ukuran
pendidikan, pengalaman dan baku tersebut belum ada, dapat
kematangan atau kedewasaan dilakukan pengukuran terhadap
seseorang; (3) memberikan nilai antropometri siswa atau mahasiswa
perbedaaan yang mendasar setelah yang akan menggunakan tempat duduk
perang dunia II dilihat dari beberapa tersebut. Tapi jika data antropometri
fakta yang ada berupa partisipasi dalam siswa tersebut juga tidak ada, maka
membuat kebijakan, adanya dapat digunakan persyaratan tempat
kemampuan berbicara, adanya duduk sebagai berikut (Nala, 1994).
kepuasan sosial yang berhubungan

Jurnal Pendidikan Indonesia |86


ISSN: 2303-288X Vol. 5, No.1, April 2016

1. Tinggi alas duduk dari lantai 38 – 54 punggung dan sakit pada otot-otot leher
cm (setinggi telapak kaki sampai dan bahu. Terkait dengan masalah
belakang lutut atau popliteal). tersebut, Sutajaya & Citrawathi (2001)
2. Alas duduk hendaknya agak miring melaporkan bahwa perbaikan kondisi
ke belakang (14o – 24o dari bidang kerja yang mengacu kepada kaidah-
horizontal atau dari lantai). kaidah ergonomi dalam menggunakan
Kemiringan ini diperlukan, agar tubuh mikroskop di Laboratorium Biologi
tidak melorot ke depan pada saat STKIP Singaraja mengurangi gangguan
duduk pada sistem muskuloskeletal sebesar
3. Ujung tepi depan alas duduk dibuat 54,03 % (p < 0,05). Untuk mengatasi
agak bulat untuk menghindari masalah tersebut maka perlu dipilih
tekanan pada bagian bawah paha. meja belajar yang sesuai dengan si
Ujung bagian depan ini dapat pemakainya. Dalam hal ini, Grandjean
ditinggikan 4o – 6o dari alas duduk. (1988) menyatakan bahwa tinggi meja
4. Luas alas duduk sebaiknya untuk menulis dan membaca dalam
disesuaikan dengan ukuran pantat posisi duduk adalah antara 74 – 78 cm
yaitu: 40 – 45 cm melintang dan 38 – untuk laki-laki dan antara 70 – 74 cm
42 cm membujur. untuk wanita. Sedangkan Dul &
5. Sandaran pinggang dan punggung Weerdmeester (2003) menyatakan
hendaknya agak miring ke belakang bahwa untuk kegiatan yang sering
dengan sudut 105o – 110o terhadap menggunakan mata, tangan dan lengan
alas duduk. Bentuk sandaran sebaiknya bidang kerja berada pada 0 –
pinggang dan punggung sebaiknya 15 cm di atas tinggi siku. Pengetahuan
disesuaikan dengan lengkung ini memegang peranan penting di dalam
vertebrae pada tubuh manusia. upaya peningkatakan pemahaman guru
Sandaran tersebut akan menopang tentang manfaat meja belajar yang
punggung dan pinggang dengan baik ergonomic bagi kesehatan dan
bila ukuran tingginya 48 – 50 cm dan kenyamanan siswa dalam proses
lebarnya 32 – 36 cm. pembelajaran.
Pengetahuan tersebut Papan tulis yang digunakan
memegang peranan penting di dalam sebagai sarana belajar, kadang-kadang
meningkatkan pemahaman guru tentang ditempatkan pada tempat yang tidak
kaidah yang harus diikuti terkait dengan ergonomis, sehingga dapat
tempat duduk siswa. memunculkan gangguan fisiologis pada
Meja belajar adalah meja yang siswa atau mahasiswa saat membaca
digunakan sebagai alas pada saat tulisan atau pesan yang dibuat di papan
melakukan aktivitas belajar. Bila meja tulis tersebut. Untuk mengatasi masalah
belajar terlalu tinggi maka bahu akan tersebut perlu diketahui kaidah-kaidah
lebih sering terangkat pada saat menulis ergonomi yang dapat digunakan
atau meletakkan tangan di atas meja sebagai acuan di dalam penempatan
dan bila terlalu rendah maka sikap tubuh papan tulis tersebut. Dalam hal ini
akan membungkuk pada saat menulis. Grandjean (1988) menganjurkan agar
Sikap tubuh yang seperti itu dapat rotasi mata saat melihat suatu objek,
mengakibatkan sakit pinggang atau tidak lebih dari 5o di atas horizontal

Jurnal Pendidikan Indonesia |87


ISSN: 2303-288X Vol. 5, No.1, April 2016

plane dan 30o di bawah horizontal plane. hendaknya disesuaikan dengan jenis
Dengan demikian berarti penempatan pekerjaan, tajam lihat seseorang dan
papan tulis hendaknya lingkungannya; (2) diupayakan agar
memperhitungkan siswa yang duduk mendapatkan penampilan penglihatan
paling depan dan paling belakang, sebesar 100%; (3) di dalam
sehingga rotasi mata mereka tetap merencanakan penerangan, di samping
berada pada rentangan tersebut di atas. efisiensi penglihatan, faktor keamanan,
Dengan kata lain, tinggi papan tulis kenyamanan dan keselamatan perlu
harus mengacu kepada tinggi mata diperhitungkan; (4) intensitas
siswa dalam posisi duduk. penerangan yang baik adalah minimal
Di samping itu masalah silau 200 lux, atau disesuaikan dengan jenis
juga harus diperhitungkan, karena silau aktivitas di tempat tersebut; dan (5)
membuat rasa tidak nyaman dan penerangan harus diutamakan pada
mengurangi kemampuan mata untuk pekerjaan pokok, kemudian pada latar
melihat. Silau muncul karena ada belakangnya dan terakhir pada
bagian-bagian lapang pandang yang lingkungannya (dinding, atap, lantai dan
terlalu terang dibandingkan dengan lain-lain) (Manuaba, 2004a).
tingkat penerangan umum di tempat Untuk kegiatan belajar
tersebut. Silau dapat dihindari dengan (membaca dan menulis) diperlukan
jalan: (1) menempatkan dengan tepat intensitas penerangan sebesar 350 –
sumber penerangan terhadap tempat 700 lux (Grandjean, 1988). Data ini
kerja atau sebaliknya; (2) menurunkan ditunjang oleh hasil temuan Antari
intensitas penerangan sumber; (3) (2004) yang melaporkan bahwa
mengganti bahan yang mengkilat; (4) intensitas pencahayaan di ruang mikro
memberi penerangan yang memadai konseling IKIP Singaraja adalah 398,75
pada latar belakang penyebab silau lux pada kelompok perlakuan dan
tersebut; dan (5) menghilangkan kontras 402,56 lux pada kelompok kontrol.
(Manuaba, 2004a). Pemahaman guru Untuk memperoleh penerangan sebesar
terhadap kajian ergonomi dalam 600 lux, berapa diperlukan lampu TL “b”
penempatan papan tulis dan faktor silau watt dalam ruangan seluas “a” m2, dapat
yang dapat mengganggu proses dilihat pada rumus sebagai berikut
pembelajaran dapat dimanfaatkan (Manuaba, 2004a).
sebagai upaya peningkatan X = (a x 60 x 1/15 watt) : b
profesionalisme guru dalam mengelola Contoh:
sarana pembelajaran. Berapakah diperlukan lampu TL 40 watt
Penerangan yang baik sangat dalam ruangan seluas 100 m2
penting, agar pekerjaan dapat dilakukan X = (100 x 60 x 1/15 watt) : 40 watt
dengan benar dan dalam situasi = (6000/15 watt ) : 40 watt
nyaman. Di samping itu pada saat = 400 : 40
melakukan aktivitas dapat melihat objek = 10
dengan jelas dan cepat, sehingga tidak Jadi diperlukan 10 lampu TL
melelahkan mata. Prinsip penerangan Dalam hal ini penggunaan lampu
yang baik adalah: (1) jumlah atau neon (TL) lebih baik daripada lampu
intensitas penerangan yang diperlukan pijar, karena lampu TL memberi

Jurnal Pendidikan Indonesia |88


ISSN: 2303-288X Vol. 5, No.1, April 2016

penerangan sebesar 75% dan panas pembelajaran dan ketika mereka


hanya 25%. Sedangkan lampu pijar menentukan pilihan terhadap jenis
mengeluarkan panas 75% dan memberi sumber penerangan yang cocok untuk
penerangan hanya 25%. Di samping proses pembelajaran.
kelebihan tersebut, lampu TL juga Ketika digunakan power point
memiliki kekurangan yaitu: adanya efek dalam pembelajaran untuk menampilkan
getaran. Masalah ini dapat diatasi informasi yang ingin disampaikan ke
dengan jalan menutup ujung-ujung anak didik, kadang-kadang tidak
lampu TL, jika digunakan hanya satu diperhatikan seberapa besar huruf yang
lampu, tapi jika digunakan lebih dari digunakan dan berapa baris kalimat
satu lampu TL, hendaknya dipasang yang seharusnya ditulis pada satu slide.
dengan T sistem. Ketidak-pedulian terhadap hal itu
Jika menggunakan penerangan mengakibatkan tampilan tulisan-tulisan
alami, hendaknya memperhatikan luas di layar yang tidak terbaca oleh
jendela 1/5 x luas lantai dan diupayakan pebelajar yang duduk paling belakang.
agar lantai dan plafon berwarna lembut Masalah ini sering muncul, karena
atau putih untuk membantu refleksi sinar belum diperhatikannya kaidah-kaidah
dan untuk mengurangi kontras. Dengan ergonomi, sehingga dapat
demikian dapat dikatakan bahwa mengakibatkan respon fisiologis yang
penerangan di ruang belajar dapat tidak menguntungkan, seperti misalnya
diupayakan dengan menyesuaikan terjadi akomodasi mata yang tidak
intensitas penerangan dengan jenis alamiah yang sudah tentu akan
kegiatan yang dilakukan di ruang mempercepat munculnya kelelahan
belajar. Hal ini akan sangat membantu pada mata (Grandjean, 1988). Pendapat
untuk mengatasi kelelahan mata yang ini didukung oleh Gamez & Cybis
diakibatkan oleh intensitas penerangan (1998)yang menyatakan bahwa sarana
yang tidak memadai. Olszewski (1998) pembelajaran yang tidak memenuhi
melaporkan bahwa penerangan yang syarat ergonomi mengakibatkan atau
tidak cukup pada tempat kerja operator merusak kualitas pembelajaran yang
komputer mengakibatkan 77,8% berkaitan dengan tujuan yang ingin
operator mengeluh sakit mata. Jika hal dicapai.
ini terjadi pada ruang belajar, tentu akan Untuk mengatasi masalah
mengganggu proses pembelajaran yang tersebut di atas, dalam hal ini perlu
pada akhirnya akan menurunkan dikaji tentang kaidah-kaidah ergonomi
prestasi pebelajar. Di samping itu yang dapat diterapkan dalam
Partadjaja (2004) melaporkan bahwa pemakaian huruf tersebut dengan
perbaikan sistem pencahayaan dan ketentuan sebagai berikut (Manuaba,
media pembelajaran meningkatkan 1998).
kecepatan kerja siswa sebesar 70,46%, Tinggi huruf (dalam mm) = jarak baca
ketelitian sebesar 56,36% dan konstansi (dalam mm)/200
kerja sebesar 90,95%. Pengetahuan ini Lebar huruf = 2/3 x tinggi huruf
dapat diaplikasikan oleh seorang guru Tebal huruf = 1/6 x tinggi huruf
ketika ingin mendapatkan penerangan Jarak antara 2 huruf = 1/5 x tinggi huruf
yang memadai dalam proses Jarak antara 2 kata = 2/3 x tinggi huruf

Jurnal Pendidikan Indonesia |89


ISSN: 2303-288X Vol. 5, No.1, April 2016

Jarak antara 2 baris kalimat = 1 x tinggi Hindari penggunaan warna


huruf merah atau ungu untuk latar belakang
Dalam hal ini huruf yang gelap di atau tulisan yang ingin ditampilan dalam
atas latar belakang (background) yang power point karena warna merah
terang lebih ergonomis dibandingkan memiliki efek psikofisiologis yang
dengan huruf yang terang di atas latar sifatnya mengganggu dan warna ungu
belakang yang gelap jika tidak ada efek bersifat agresif sehingga dapat
pantulan cahaya, seperti tulisan pada menimbulkan keluhan seperti: (a) sakit
white board. Akan tetapi jika latar kepala; (b) sakit di sekitar mata; (c) nek
belakangnya berwarna hijau tua atau di sekitar mata; (d) mata berair; (e) mata
biru tua maka tulisan sebaiknya perih; (f) penglihatan kabur; (g)
berwarna terang (putih) karena ada efek penglihatan ganda; dan (h) mata lelah
cahaya yang keluar dari LCD dan (frekuensi kedipan mata meningkat)
dipantulkan di layar (screen). Jika latar (Sutajaya, 2009b). Di samping itu perlu
belakang berwarna putih maka tulisan dipertimbangkan penggunaan warna
sebaiknya berwarna hitam atau biru tua. lainnya karena memiliki sifat seperti
yang tertera pada Tabel 1.

Tabel 1 Efek Psikofisiologis Warna

Warna Efek jarak Efek Suhu Efek Psikofisiologis


Biru jauh dingin lembut
Hijau jauh sangat dingin sangat lembut
Merah dekat hangat/panas mengganggu
Oranye sangat dekat sangat panas merangsang
Kuning dekat sangat panas merangsang
Coklat sangat dekat netral merangsang
Ungu sangat dekat dingin agresif

Animasi suara dalam e-learning jantung meningkat; (3) terjadi gangguan


hendaknya memperhatikan intensitas organ pencernaan; (4) terjadi gangguan
kebisingannya. Karena intensitas bising pada sistem urinaria (poliurea); (5) tonus
yang tidak adekuat dapat menimbulkan otot meningkat sehingga terjadi keluhan
berbagai masalah fisiologis dalam tubuh muskuloskeletral; dan (6) berpengaruh
seperti: (a) auditory effect yaitu terhadap fakor psikologis berupa
pengaruh bising terhadap organ insomnia/sukar tidur, susah konsentrasi,
pendengaran sehingga dapat berakibat ketenangan terganggu, dan gelisah.
terjadi tuli temporer atau tuli permanent Sebagai acuan dalam
dan (b) non auditory effect yaitu: (1) menentukan animasi suara yang ingin
tekanan darah meningkat; (2) sistem diaplikasikan dalam e-learning dapat
kardiovaskuler atau denyut nadi/ denyut dilihat ketentuan bising pada Tabel 2.

Jurnal Pendidikan Indonesia |90


ISSN: 2303-288X Vol. 5, No.1, April 2016

Tabel 2 Intensitas Bising sesuai Pekerjaan

No Tipe Pekerjaan Nilai Ambang Batas (NAB)


Bising (dB(A))
1 Pekerjaan fisik non keahlian 80
2 Kerja fisik dengan sedikit keahlian 75
3 Kerja fisik dengan ketelitian 70
4 Kerja administrasi rutin 70
5 Kerja administrasi dengan ketelitian tinggi 60
6 Kerja administrasi + komunikasi 55
7 Kerja mental dengan konsentrasi tinggi 45
8 Baca di perpustakaan 35

Animasi musik dalam e-learning ketika menghadapi ujian atau materi


juga sering dimanfaatkan dalam pembelajaran yang agak berat, akan
pembelajaran. Dalam hal ini, Pasiak & muncul respon fisiologis berupa: (a)
Others (2007) menyatakan bahwa denyut nadi atau denyut jantung
alunan musik memberikan nuansa pada meningkat; (b) frekuensi pernafasan
jiwa yang mampu membawa perubahan. bertambah cepat; (c) pengeluaran
Beberapa penelitian mengungkapkan keringat bertambah; (c) vasokontriksi
bahwa musik tertentu dapat pembuluh darah; (d) aliran darah
memperbaiki kekebalan tubuh, bertambah cepat; (e) pupil mata
meningkatkan vitalitas, dan melebar; dan (f) tubuh semakin lemas.
meningkatkan kegembiraan atau Di sini diperlukan musik yang tepat yang
keriangan hati sepanjang hari. Tubuh diterapkan dalam e-learning dengan
banyak merekam berbagai hal yang memperhatikan ketentuan pada Tabel 3.
memberi nuansa pada jiwa. Misalnya

Tabel 3 Elemen Musik yang Dikaitkan dengan Mood tertentu

Mood
Elemen
Kegembiraan Kesedihan Kegairahan
Frekuensi Tinggi Rendah Bervariasi
Variasi melodi Kuat Tajam Kuat
Tone course Mula-mula moderat, Menurun Mula-mula kuat lalu
lalu menurun menurun
Warna nada Many overtones Fewer overtones Barely any overtones
Tempo Cepat Lambat Medium
Volume Keras Halus Variasi tinggi
Ritme Tak teratur Teratur Variasi tak teratur
(Sumber: Howard, 2006 dalam Pasiak & Others, 2007)
Mikroklimat di ruang belajar dinding, lantai dan lain-lain),
ditentukan oleh suhu udara, suhu kelembaban udara, gerakan udara dan
permukaan (suhu di atas meja, jendela, kualitas udara. Suhu yang dirasakan

Jurnal Pendidikan Indonesia |91


ISSN: 2303-288X Vol. 5, No.1, April 2016

seseorang merupakan rerata dari suhu aktivitas alat pencernaan menurun; (e)
udara dan suhu permukaan. Untuk rasa suhu inti tubuh meningkat; (f) aliran
nyaman, perbedaan suhu udara dan darah ke kulit juga meningkat; dan (g)
suhu permukaan hendaknya sekecil produksi keringat meningkat. Melihat
mungkin, karena itu diambil patokan dampak negatif yang ditimbulkan oleh
agar perbedaan rerata suhu permukaan suhu ruangan yang panas, maka sudah
hendaknya tidak lebih dari 2 – 3o C di menjadi keharusan bagi untuk
atas atau di bawah suhu udara. mendisain ruang belajar yang mengacu
Sedangkan perbedaan suhu antara di kepada kaidah-kaidah ergonomi, demi
dalam dengan di luar ruangan, tidak tercapainya produktivitas belajar yang
lebih dari 4o C. Jika melebihi batas setinggi-tingginya. Dengan demikian
tersebut, hendaknya dibuat ruang antara berarti energi yang dikeluarkan
untuk proses adaptasi terhadap sepenuhnya untuk kegiatan belajar dan
perbedaan suhu tersebut (Manuaba, tidak ada energi yang terbuang untuk
2004a). mengatasi kondisi ruangan yang tidak
Suhu udara di satu ruangan, nyaman. Pengetahuan guru tentang
hendaknya antara 20 – 24o C pada mikroklimat di ruang belajar dapat
musim dingin dan antara 23 – 26o C di dimanfaatkan sebagai acuan di dalam
musim panas (Helander & Shuan, mendesain ruang belajar yang nyaman
2005). Sedangkan kelembaban relatif di dan tidak menimbulkan respon fisiologis
satu ruangan tidak boleh kurang dari yang tidak diinginkan.
30% atau antara 40 – 60% di musim Pembelajaran melalui
panas, merupakan kelembaban relatif pendekatan SHIP menghendaki
yang memberi suasana nyaman di pergeseran peran mahasiswa yang
ruangan tersebut. Suhu nyaman untuk semula hanya bertindak sebagai
daerah tropis adalah antara 22 s.d. 28o penerima informasi secara pasif
C dengan kelembaban relatif antara 70 menjadi: (a) pebelajar yang aktif dan
s.d. 80% (Manuaba, 2004a). Gerakan inovatif; (b) pebelajar yang mampu
udara di satu ruangan memberi berpikir kritis dan kreatif dalam
pengaruh kepada suhu yang dirasakan menganalisis dan mengaplikasikan
seseorang. Agar gerakan udara tersebut fakta, konsep dan prinsip yang
tidak menimbulkan dampak yang tidak dipelajari; (c) pebelajar yang mampu
diinginkan, maka dalam hal ini bekerja dalam tim secara kondusif; (d)
dianjurkan agar gerakan udara di dalam pebelajar yang mampu mengkaji
ruangan tidak lebih dari 0,2 m/ detik masalah secara sistemik, holistik dan
(Manuaba, 2004a). interdisipliner; dan (e) pebelajar yang
Seandainya mikroklimat di ruang peka terhadap masalah yang ada di
belajar tidak diperhatikan, sehingga masyarakat yang ditelusuri secara
ruang tersebut menjadi panas, maka partisipatori (Sutajaya, 2006). Dengan
akan menimbulkan respon fisiologis: (a) demikian pembelajaran melalui
meningkatnya rasa lelah yang diikuti pendekatan SHIP diharapkan dapat
dengan hilangnya efisiensi kerja mental meningkatkan kualitas kesehatan
dan fisik; (b) denyut jantung meningkat; pebelajar dan luaran proses belajarnya.
(c) tekanan darah meningkat; (d)

Jurnal Pendidikan Indonesia |92


ISSN: 2303-288X Vol. 5, No.1, April 2016

Dalam pendekatan SHIP (beban kerja) dan kapasitas


ditekankan bahwa masalah harus (kemampuan, kebolehan dan
dipecahkan secara: (a) sistemik atau keterbatasan) manusia sehingga
melalui pendekatan sistem, dimana mereka dapat bekerja secara efektif,
semua faktor yang berada di dalam satu nyaman, aman, sehat dan efisien serta
sistem dan diperkirakan dapat tercapai produktivitas yang setinggi-
menimbulkan masalah harus ikut tingginya (Manuaba, 2004a).
diperhitungkan sehingga tidak ada lagi Langkah-langkah dalam
masalah yang tertinggal atau munculnya pembelajaran melalui pendekatan SHIP
masalah baru sebagai akibat dari adalah: (1) dibentuk tiga kelompok
keterkaitan sistem; (b) holistik artinya diskusi yang dilakukan dengan cara
semua faktor atau sistem yang terkait undian sehingga masing-masing
atau diperkirakan terkait dengan kelompok terdiri dari 5 - 6 orang peserta
masalah yang ada, haruslah dipecahkan ditambah satu orang fasilitator; (2) pada
secara proaktif dan menyeluruh; (c) setiap awal pembelajaran untuk setiap
interdisipliner artinya semua disiplin pokok bahasan dilakukan brainstorming
terkait harus dimanfaatkan, karena yang dipandu oleh seorang fasilitator
makin kompleksnya permasalahan yang dan ditulis di kertas kecil serta ditempel
ada diasumsikan tidak akan di papan tulis atau tembok dimana hasil
terpecahkan secara maksimal jika kerja ini akan dinilai oleh fasilitator dan
hanya dikaji melalui satu disiplin, pengajar yang sekaligus bertindak
sehingga perlu dilakukan pengkajian sebagai moderator; (3) siswa berkeliling
melalui lintas disiplin ilmu; dan (d) mencermati hasil kerja kelompok lain
partisipatori artinya semua orang yang yang dipandu oleh fasilitator; (4) siswa
terlibat dalam pemecahan masalah membuat lis permasalahan yang
tersebut harus dilibatkan sejak awal mengacu kepada hasil brainstorming
secara maksimal agar dapat diwujudkan pada kegiatan I dan ditulis di kertas
mekanisme kerja yang kondusif dan besar lalu ditempel di papan tulis atau
diperoleh produk yang berkualitas tembok dan dipresentasikan serta dinilai
sesuai dengan tuntutan jaman oleh fasilitator dan moderator; (5) siswa
(Sutajaya, 2006). Dengan demikian menjawab setiap masalah yang dibuat
pendekatan SHIP dapat diartikan oleh kelompok lain dan jawaban
sebagai upaya pemberdayaan tersebut ditempel di sebelah lis
seseorang agar lebih terbuka, permasalahan yang dijawab serta dinilai
transparan, delegatif, kolaboratif, dapat oleh fasilitator dan moderator; (6) setiap
menghargai perbedaan, dapat kelompok membuat simpulan atau
menghargai manajemen waktu dan ringkasan untuk masing-masing
konflik, mampu bekerja dalam tim, jawaban kelompok lain dan dipadukan
mampu mengurangi arogansi, tidak dengan jawaban dari kelompoknya
memonopoli waktu, dan sadar akan sendiri serta dikaitkan dengan tujuan
demokrasi dan hak-hak asasi manusia pembelajaran khusus pada buku ajar,
(Manuaba, 2004a). Konsekuensinya dimana hasil kerja tersebut dinilai oleh
adalah melalui pendekatan SHIP dapat fasilitator dan moderator. Pengetahuan
diseimbangkan antara tuntutan tugas guru mengenai pendekatan SHIP ini

Jurnal Pendidikan Indonesia |93


ISSN: 2303-288X Vol. 5, No.1, April 2016

dapat digunakan sebagai penambah (6) penerapan ergonomi dalam


wawasan dalam penerapan pembelajaran yang membutuhkan guru
pembelajaran inovatif. inovatif, proaktif, dan produktif sering
Kendala yang sering dijumpai tidak tersedia di suatu sekolah sehingga
terkait dengan upaya sosialisasi prinsip-prinsip ergonomi yang sangat
ergonomi dalam pembelajaran guna aplikatif tetap dalam batas wacana.
meningkatkan profesionalisme guru
adalah: (1) belum diketahui, dipahami SIMPULAN DAN SARAN
dan dimengertinya tentang kaidah- Dari hasil kajian tersebut dapat
kaidah ergonomi yang dapat disimpulkan sebagai berikut. (1)
dimanfaatkan sebagai acuan atau Pengetahuan guru mengenai prinsip-
standar dalam mendesain sarana dan prinsip ergonomi dalam pembelajaran
prasarana serta proses pembelajaran; sangat relevan di dalam upaya
(2) jika kaidah ergonomi sudah meningkatkan profesionalisme guru; (2)
diketahui, namun karena lebih Pemahaman guru mengenai peranan
mementingkan metode tertentu dalam prinsip-prinsip ergonomi dalam
pembelajaran maka standar yang pembelajaran dan dampak yang
berlaku dalam ergonomi sering ditimbulkan oleh sarana dan prasarana
diabaikan atau dinomorduakan; (3) yang tidak ergonomik dapat menambah
belum diketahui akibat yang akan timbul wawasannya dalam upaya pengelolaan
jika sarana dan prasarana serta metode kelas; dan (3) Kendala yang dihadapi
pembelajaran tidak sesuai dengan dalam mensosialisasikan prinsip-prinsip
kaidah ergonomi sehingga dalam proses ergonomi dalam pembelajaran dapat
pembelajaran tidak mempertimbangkan dijadikan tantangan sekaligus peluang
kemampuan, kebolehan, dan batasan dalam penerapan ergonomi di sekolah.
fisik pebelajar; (4) ada pengajar yang Saran yang tampaknya penting
agak arogan dan menganggap apa yang untuk disampaikan pada kajian ini
diterapkannya dalam proses adalah: (1) dalam mendesain atau
pembelajaran sudah baik dan benar, meredesain ruang belajar, disarankan
padahal mereka belum memasukkan untuk selalu menerapkan kaidah-kaidah
unsur-unsur ergonomi atau belum ergonomi; (2) kaidah-kaidah ergonomi
mengacu kepada respon fisiologis pada harus diterapkan sejak dini, sehingga
organ yang akan menerima dampak tidak memerlukan biaya yang besar atau
negatif dari proses pembelajaran yang tidak ada biaya yang terbuang percuma
berkepanjangan yang disertai dengan yang hanya dapat dilakukan oleh guru
sarana dan prasarana yang tidak yang inovatif, proaktif, dan produktif; dan
ergonomis; (5) karena pertimbangan (3) profesionalisme guru hendaknya
ekonomi, alokasi waktu, dan biaya yang dilengkapi dengan kompetensi dalam
harus dikeluarkan untuk mendesain bidang ergonomi sehingga mereka
ruang belajar yang ergonomic, mampu mengelola kelas secara efektif,
mengakibatkan acuan ergonomi sering nyaman, aman, sehat, dan efesien.
diabaikan karena ada anggapan bahwa
jika memasukkan kaidah ergonomi DAFTAR PUSTAKA
maka biayanya akan membengkak; dan Antari, N. N. M. (2004). Penggunaan

Jurnal Pendidikan Indonesia |94


ISSN: 2303-288X Vol. 5, No.1, April 2016

one way screen dalam ruang Congress and Seminar of the


pelatihan mikro konseling dapat Indonesian Ergonomics Association
menurunkan beban kerja dan (PEI) (Vol. 13).
tingkat kecemasan pada Manuaba, A. (2004a). Kontribusi
mahasiswa calon konselor jurusan Ergonomi dalam Pembangunan,
bimbingan konseling IKIP Negeri dengan Acuan Khusus Bali. In 2nd
Singaraja. Program Pascasarjana National Seminar on Ergonomics,
Universitas Udayana. UGM, Yogyakarta (Vol. 9).
Dul, J., & Weerdmeester, B. (2003). Manuaba, A. (2004b). Membangun
Ergonomics for beginners: a quick Desa Tanaman Hias Petiga melalui
reference guide. CRC press. Tiga Sektor Potensial Ekonomi Bali
Gamez, L., & Cybis, W. A. (1998). An Secara Harmoni dalam Rangka
Ergonomic Approach to Pembangunan Bali Berlanjut.
Educational Software Evaluation. Makalah.
Scott, PA; Bridger, RS; Chartevis, Nala, N. (1994). Penerapan Teknologi
J. Global Ergonomic. Amsterdam: Tepat Guna di Pedesaan.
Elsevier, 601–605. Denpasar: Lembaga Pengabdian
Grandjean, E. (1988). Fitting the task to Kepada Masyarakat Universitas
the Man. A Texbook of Udayana.
Occupational Ergonomics. Taylor & Olszewski, J. (1998). Ergonomics for
Francis. London. Work System Creating. Scott, PA;
Helander, M. G., & Shuan, L. (2005). Bridger, RS; Chartevis, J. Global
Reducing Design Complexxity Will Ergonomic. Amsterdam: Elsevier,
Improve Usability in Product 449–451.
Design. In Proceeding of Seaes Partadjaja, T. R. (2004). Aplikasi
IPS Conference (pp. 23–25). Program Kesehatan Sekolah (UKS)
Iridiastadi, H. (2014). Ergonomi suatu melalui Perbaikan Sistem
pengantar. Ergonomi Suatu Pencahayaan dan Pengembangan
Pengantar. Media Pembelajaran Matematika
Manuaba, A. (2003a). Optimalisasi terhadap Ketelitian, Kecepatan
Aplikasi Ergonomi dan Fisiologi Kerja dan Konstansi Siswa di Kelas
Olahraga dalam Rangka V SD 1 dan SD 2 Guwang
Peningkatan Produktivitas Tenaga Sukawati Gianyar. Tesis.
Kerja dan Prestasi Atlet. In Pasiak, H. T., & Others. (2007). Brain
Makalah. Disampaikan pada Management for Self Improvement.
seminar Nasional Ergonomi dan Mizan Pustaka.
Olahraga di Universitas Negeri Sutajaya, I. M. (2001). Ergonomic
Semarang (Vol. 12). Participatory Approach in
Manuaba, A. (2003b). Total ergonomic Teaching-Learning Model of
approach to enhance and Human Anatomy and Physiology
harmonize the development of Used Teaching Material Suplement
agriculture, tourism, and small Based on Science and Technology
scale industry, with special Society Approach in Biologi Study
reference to Bali. In National Program STKIP Singaraja. Laporan

Jurnal Pendidikan Indonesia |95


ISSN: 2303-288X Vol. 5, No.1, April 2016

Penelitian. K., & Suardana, I. (2004).


Sutajaya, I. M. (2006). Pembelajaran Penerapan Model Pembelajaran
Melalui Pendekatan Sistemik Fisiologi Berbasis Sains-Teknologi-
Holistik Interdisipliner dan Masyarakat (STM) Mengacu Materi
Partisipatori (SHIP) Mengurangi Ergonomi Meningkatkan Hasil
Kelelahan, Keluhan Belajar dan Peran Aktif Mahasiswa
Muskuloskeletal, dan Kebosanan Fakultas Kedokteran Universitas
serta Meningkatkan Luaran Proses Udayana. Makalah. Denpasar:
Belajar Mahasiswa Biologi IKIP Fakultas Kedokteran Universitas
Singaraja. Disertasi. Denpasar: Udayana.
Program Pascasarjana Universitas Velasco, A. L. (2002). Value
Udayana. Engineering as An Ergonomics
Sutajaya, I. M., & Citrawathi, D. M. Tool to Measure Benefits of
(2001). Perbaikan Kondisi Kerja Ergonomic Interventions. Jurnal
Mengurangi Beban Kerja dan Ergonomi Indonesia (The
Gangguan pada Sistem Indonesian Journal of Ergonomics),
Muskuloskeletal Mahasiswa dalam 3(2), 12.
Menggunakan Mikroskop di Wignjosoebroto, S. (2000). Evaluasi
Laboratorium Biologi STKIP Ergonomis Dalam Proses
Singaraja. Majalah Kedokteran Perancangan Produk. In Surabaya:
Udayana (Udayana Medical Proceeding Seminar Nasional
Journal), 32(114). Ergonomi, Jurusan TI--ITS.
Sutjana, I. D. P., Sutajaya, I. M., Tunas,

Jurnal Pendidikan Indonesia |96

Anda mungkin juga menyukai