Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Pondasi Cerucuk adalah salah satu jenis pondasi yang biasanya diaplikasikan didaerah dengan
kondisi tanah yang kurang stabil dimana umumnya dengan jenis tanah lumpur ataupun tanah
gambut dengan elevasi muka air yang cukup tingggi. Cerucuk dalam defenisinya adalah susunan
tiang kayu dengan diameter antara 8 sampai 15 meter yang dimasukkan atau ditancapkan secara
vertikal kedalam tanah yang ditujukan untuk memperkuat daya dukung terhadap beban diatasnya.
Dalam konstruksinya ujung atas dari susunan cerucuk disatukan untuk menyatukan kelompok
susunan kayu yang disebut dengan kepala cerucuk. Kepala cerucuk dapat berupa pengapit dan
tiang -tiang kayu , matras, kawat pengikat , papan penutup atau balok poer.
Untuk perencanaan kedalaman dan jarak anatara tiang pancang harus dilakukan berdasarkan
pemeriksaan tanah.
Kadang dalam hal tertentu, pondasi cerucuk ditanamkan pada kedalam tertentu dimana
sebelumnya kita terlebih dahulu melakukan penggalian tanah asli sesuai dengan kedalaman yang
direncanakan, dan setelah itu baru dilakukan penancapan kayu cerucuk.
Untuk pelaksanaan pemancangan kayu cerucuk dapat dilakukan secara manual (tenaga manusia)
dan dapat juga dilakukan dengan mekanik atau alat mesin yang sering disebut mesin pancang
(back hoe). Pada prinsipnya kedua cara tersebut adalah melakukan pemberian tekanan ke kepala
kayu pancang sehingga kayu akan tergeser secara vertikal kedalam tanah yang ditumbukkan.
Secara umum, untuk pondasi cerucuk kayu yang dipergunakan harus mengikuti persyaratan teknis
yaitu :
Kayu harus mempunyai diameter yang seragam yaitu antara 8 – 15 cm, dimana pada ujung terkecil
tidak boleh kurang dari 8 cm dan pada ujung terbesar tidak melebihi 15 cm
Kayu harus dalam bentang yang lurus untuk kemudahan penancapan dan juga daya dukung yang
makin besar.
Jenis kayu harus merupakan kayu yang tidak busuk jika terendam air, kayu tidak dalam kondisi
busuk dan tidak dalam keadaan mudah patah jika ada pembebanan.
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
DASAR-DASAR TEORI
2.1. UMUM
Dalam setiap bangunan, diperlukan pondasi sebagai dasar bangunan yang kuat
dan kokoh. Hal ini disebabkan pondasi sebagai dasar bangunan harus mampu
memikul seluruh beban bangunan dan beban lainnya yang turut diperhitungkan,
serta meneruskannya kedalam tanah sampai kelapisan atau kedalaman tertentu.
Dalam perencanaan pondasi untuk suatu konstruksi dapat digunakan beberapa
macam tipe pondasi.
Pemilihan tipe pondasi ini didasarkan atas :
- Fungsi bangunan atas (super structure) yang akan dipikul oleh pondasi
tersebut.
- Besarnya beban yang diteruskan oleh pondasi ke dalam tanah tidak
melampaui daya dukung tanah agar pondasi tetap stabil.
- Keadaan tanah dimana bangunan tersebut akan didirikan terutama daerah
bawah pondasi.
- Studi yang lebih terperinci dan perencanaan awal tentang pondasi yang
paling sesuai. Hal ini untuk memperkirakan penurunan.
- Biaya dari masing-masing pondasi dan memilih bentuk yang dapat
diterima sesuai keadaan pelaksanaan dan biaya.
M.T
atau
L
L
B
Pondasi dangkal apabila perbandingan kedalaman (L) dengan lebar pondasi (B)
lebih kecil atau sama dengan 1, diaplikasikan tanah keras pada kedalaman 1 – 2
m. Yang termasuk pondasi dangkal :
a. Spread Foundation ( pondasi telapak )
b. Strip Foundation (pondasi menerus)
c. Combined Foundation (kombinasi pondasi telapak dan pondasi menerus).
d. Mat Foundation (pondasi rakit).
B) Tiang Beton
Tiang beton dapat dibagi kedalam dua kategori dasar :
a. Tiang Pracetak (Precast Piles)
Tiang pracetak dapat dibuat dengan menggunakan beton bertulang biasa, yang
penampangnya bisa jadi bujur sangkar atau segi delapan (octagonal).
Penulangan diperlukan untuk memungkinkan tiang mampu melawan momen
lentur ketika pengangkatan, beban vertikal, dan momen lentur yang diakibatkan
oleh beban lateral. Tiang dicetak dengan panjang yang diinginkan dan dirawat
hingga sebelum diangkut ke tempat pemancangan.
Tiang pracetak bisa juga terbuat dari kabel prategang baja berkuatan tinggi (beton
prategang).
Penulangan diperlukan untuk memungkinkan tiang mampu melawan momen
lentur ketika pengangkatan, beban vertikal, dan momen lentur yang diakibatkan
oleh beban lateral. Tiang pracetak bisa juga terbuat dari kabel prategang baja
berkuatan tinggi (beton prategang).
`
Gaya Gaya Gaya Pergeseran
Pemancangan Tarik Mendatar akibat lentur
Gambar 2.4 (a) Beban yang bekerja Gambar 2.4 (b) Gaya yang bekerja
Pada kepala tiang pada tubuh tiang
Sebaliknya, bagi beban yang disalurkan dari tiang pondasi ke tanah pondasi, sama
sekali tidak menimbulkan masalah, bila beban untuk kedua arah, yaitu vertikal
dan horizontal akan diperhitungkan. Dalam hal ini umumnya perencanaan dibuat
berdasarkan anggapan bahwa beban-beban tersebut semuanya didukung oleh
tiang.
Pada waktu melakukan perencanaan, umumnya diperkirakan pengaturan tiangnya
terlebih dahulu. Dalam hal ini, jarak minimum untuk tiang biasanya diambil 2,5
kali dari diameter tiang. Waktu menentukan susunan tiang ini dibuat seperti yang
telah disebutkan diatas, agar mampu menahan beban tetap selama mungkin, hal
ini juga berguna untuk mencegah berbagai kesulitan, misalnya perbedaan
penurunan (differential settlement) yang tidak terduga.
Sebagai tambahan, hal-hal ini seyogyanya diperhatikan benar-benar ; Tiang-tiang
yang berbeda kualitas bahannya atau tiang yang memiliki diameter berbeda, tidak
boleh dipakai untuk pondasi yang sama ; tiang diagonal dipakai pada tanah
pondasi, jika diperkirakan akan terjadi penurunan (settlement) akibat pemampatan
(consolidation); tiang yang dipakai untuk kepala jembatan (abutment) pada
lapisan tanah lembek menderita beban eksentris tak bergerak, sehingga harus
direncanakan dengan teliti. Hal-hal yang seperti itulah yang harus diperhitungkan
dalam perencanaan.
Biasanya harga Wp (weight of the pile) ini diabaikan karena sangat kecil
pengaruhnya terhadap daya dukung ultimit tiang. Namun dalam beberapa kondisi
seperti tiang pancang pada konstruksi lepas pantai, harga Wp diperhitungkan
karena panjang tiang yang cukup besar. Sehingga dapat ditulis :
Qu = Qp + Qs
Berdasarkan sumber data yang digunakan pada dasarnya terdapat dua cara untuk
memperkirakan daya dukung aksial tiang. Cara pertama adalah dengan
menggunakan parameter-parameter kuat geser tanah, yaitu yang didapat dari hasil
pengujian di laboraturium yaitu nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam φ. Cara
kedua yaitu dengan menggunakan data uji lapangan, antara lain dengan
menggunakan uji SPT (Standard Penetrasi Test) dan Sondir (Cone Penetration
Test atau CPT). Di dalam aplikasinya, ketepatan perkiraan daya dukung
menggunakan cara-cara diatas sangat tergantung kepada keakuratan data yang
diperoleh dari hasil penyelidikan tanah serta parameter-parameter empiris yang
digunakan. Dibawah ini diuraikan beberapa teori tersebut.
B. Metode
1. Tanah Lempung
Metode ini diajukan oleh Vijayvergia dan Focht (1972). Metode ini
mengasumsikan bahwa perpindahan tanah yang disebabkan oleh pemasukan tiang
kedalam tanah menghasilkan suatu tekanan lateral pasif pada suatu kedalaman
tertentu, dan satuan rata-rata dapat dinyatakan sebagai :
fav = (σ’ v + 2 . Cu)
Dimana :
σ’ v = nilai tengah tegangan vertikal efektif untuk seluruh panjang tiang
Cu = nilai tengah kuat geser taksalur (konsep Ø = 0)
Nilai akan berubah dengan kedalaman penetrasi tiang, maka tahanan gesek total
dapat dihitung sebagai :
Qs = p . L . fav
Perlu kehati-hatian dalam menentukan nilai-nilai σ’v dan Cu untuk tanah berlapis,
nilai tengah Cu adalah (Cu(1) L1+ Cu(2) L2 + …) / L. Nilai tengah tegangan
efektif :
Dimana :
A1, A2, A3, …. = luas diagram tegangan vertikal efektif
C. Metode
1. Tanah Lempung
Menurut metode , tahanan kulit satuan pada tanah kelempungan dapat
digambarkan dengan persamaan berikut :
F = . Cu
Dimana :
= faktor adhesion empiris.
Untuk nilai ditunjukkan pada gambar 2.4a & 2.4b Lempung terkonsolidasi
normal dengan Cu ≤ sekitar 50 kN/m2 nilai = 1, maka :
Qs = ∑ f . p . ΔL = ∑ . Cu . p . ΔL
D. Metode
Kalau tiang disorongkan ke dalam lempung jenuh, tekanan air pori disekitar tiang
akan meningkat. Kelebihan tekanan air pori (excess pore water pressure) ini pada
lempung terkonsolidasi normal bisa jadi sebesar 4-6 kali Cu. Namun, di dalam
satu bulanan tekanan ini perlahan-lahan berkurang. Maka tahanan gesek satuan
untuk tiang dapat ditentukan dengan mengacu pada parameter tegangan efektif
lempung dalam keadaan remolded (yaitu c = 0). Maka :
f = . ’v
Dimana :
’v = tegangan vertikal efektif untuk kedalaman tertentu
= K tan R
R = sudut gesek salur lempung remolded
K = koefisien tekanan tanah
Nilai K diambil sebagai koefisien tekanan tanah diam atau
K = 1 – sin R
(untuk lempung terkonsolidasi normal)
K = (1 – sin R ) OCR
(untuk lempung overkonsolidasi)
Dimana : OCR = nisbah overkonsolidasi
Dengan mengkombinasikan persamaan diperoleh :
f = (1 – sin R ) tan R . ’v
(untuk lempung terkonsolidasi normal)
f = (1 – sin R ) tan R . OCR . ’v
(untuk lempung overkonsolidasi)
Apabila nilai f dapat ditentukan maka tahanan kulit total dapat dihitung :
Qs = ∑ f . p . ΔL
Di mana :
Qp = Daya dukung ujung tiang
Ap = Luas penampang tiang
qc1 = Nilai qc rata-rata 0.7D–4D di bawah ujung tiang (jalur a-b-c). Hitung qc
kearah bawah (jalur a-b) dan ke atas (jalur b-c). Gunakan nilai qc sebenarnya pada
jalur a-b dan nilai qc minimum pada jalu b-c.
qc2 = Nilai rata-rata 8D di atas ujung tiang (jalur c-d). Gunakan jalur minimum
yang sudah dibuat pada jalur b-c. Penentuan harga qc1 dan qc2 dapat dilihat pada
Gambar 2.11.
Gambar 2.11 Data sondir untuk menghitung daya dukung tiang (Sumber :
Simatupang, Pintor Tua. Modul Kuliah Rekayasa Pondasi II).
Bila zona lembek di bawah tiang masih terjadi pada kedalaman 4D – 10D, maka
perlu dilakukan reduksi terhadap nilai rata-rata tersebut. Pada umumnya nilai
perlawanan ujung diambil tidak lebih dari 150 Kg/cm2 untuk pasir dan tidak
melebihi 100 kg/ cm2 untuk tanah pasir kelanuaan. Jika sondir mekanis digunakan
pada tanah lempung, tahanan ujung harus dikalikan dengan angka 0,6 karena nilai
qc dapat bertambah akibat gesekan pada selimut dan jika desain didasarkan pada
batas leleh, maka daya dukung harus dikalikan dengan 0,73.
Di mana :
Qs = Daya dukung selimut tiang
K = Faktor koreksi ƒs, Ks untuk tanah pasir dan Kc untuk tanah lempung
Z = Kedalaman dimana ƒs diambil
D = Diameter tiang
ƒs = Gesekan selimut sondir
As = Luas selimut tiang setiap interval kedalaman ƒs
L = Panjang total bagian tiang yang terbenam
B. Metode N-SPT
Qs = 0,2 . N . As (harga Nd1 maka D = d1.
4. Hubungan beban titik batas untuk beban titik batas kotor, yaitu termasuk
berat tiang. Sehingga beban titik batas bersih (net ultimate point load) dapat
dihitungkan.
Dimana :
efisiensi kelompok
Qg(u) = daya dukung batas tiang kelompok
Qg = daya dukung batas tiang tunggal tanpa pengaruh kelompok
Keuntungan dari digunakannya kelompok tiang adalah :
1. Tiang tunggal tidak mempuyai kapasitas yang cukup untuk menahan
beban kolom.
2. Pemancangan tiang atau instalasi tiang bor dapat meleset (sampai dengan
15cm) dari posisinya. Eksentrisitas yang ditimbulkan terhadap pusat beban dari
kolom dapat menimbulkan momen-momen tambahan. Bila kolom dipikul oleh
beberapa pondasi, maka pengaruh eksentrisitas ini dapat berkurang banyak.
3. Kegagalan dari sebuah tiang dapat diminimalisir akibatnya oleh adanya
tiang yang lain.
4. Pemadatan kearah lateral pada saat pemancangan memperbesar tekanan
tanah lateral yang bekerja di sekeliling tiang sehingga meningkatkan kapasitas
tahanan geseknya. Hal ini terutama pada tanah berpasir.
M = M1 + M2
M1 = PA . d1 + PB . d2 + PC. d3 + PD . d4 +PE . d5 + PF . d6 + PG . d7
M1 = PA . dA + P1 . d1
Dimana :
M = jumlah momen
P = Beban
d = Jarak dari as abutment ke as tiang pancang
Dimana :
= Arctan (B/S) (derajat)
B = Lebar atau diameter tiang (m)
S = Jarak antar tiang (dari pusat ke pusat) (m)
m = Jumlah baris tiang
n = Jumlah tiang perbaris
2. Metode Feld
Dimana :
Qpg = Daya dukung yang diijinkan pada kelompok tiang (kN/m2)
Qag = Daya dukung yang diijinkan untuk satu tiang pada kelompok tiang
n = Banyaknya tiang dalam kelompok
Qa = Kohesi undrained rata-rata sepanjang tiang (KN/m2)
Cu = Kohesi undrained pada ujung tiang (KN/m2)
Nc = Faktor daya dukung menurut Skempton
Abg = Luas penampang kelompok tiang (m2) = Bg . Lg
Asg = Luas selimut kelompok tiang (m2) = 2(Bg + Lg) . D
xo = 0,82 ( Hu )0.5
γ’ . D . Kp
Hu = 2 . Mu
( 1,5B + 0,5 xo)
xo = Hu
9 . Cu . D
untuk perhitungan kapasitas lateral ultimit dari tiang dengan kondisi kepala tiang
terjepit, gambar di bawah ini dapat digunakan untuk tanah kohesif.
Gambar 2.18 Kapasitas Lateral Ultimit untuk Tiang Panjang pada Tanah Kohesif
(Sumber : Broms, 1964).
2.8. Penurunan
Dalam kelompok tiang (pile group) ujung tiang dihubungkan satu dengan lainnya
dengan poer (footing) yang kaku, sehingga merupakan satu kelompok yang
kokoh. Dengan poer ini diharapkan bila kelompok tiang dibebani secara merata
akan terjadi penurunan yang merata pula.
Menurut L.D.Wesley (“mekanika tanah”), penurunan kelompok tiang adalah
selalu lebih besar dari pada penurunan tiang pancang tunggal terhadap beban yang
sama.
Menurut A.R.Jumikis (Foundtuion Engineering) :
1. Dengan beban yang sama, penurunan kelompok tiang akan lebih besar bila
jumlah tiang bertambah.
2. Dengan memperbesar jarak antar tiang dalam kelompok tiang pancang
maka penurunan kelompok tiang akan berkurang. Dengan jarak antar tiang sama
dengan 6 x diameter tiang, maka penurunan kelompok tiang akan mendekati
penurunan tiang tunggal.
2. Menentukan S2
Penurunan tiang yang ditimbulkan oleh beban pada ujung tiang dapat dinyatakan
dalam bentuk yang sama seperti yang diberikan dalam pondasi dangkal :
S2 = qwp . D (1 – μs2) Iwp
Es
qwp = Qwp / Ap
Dimana :
D = Lebar atau diameter tiang
ES = Modulus Young tanah
qwp = Beban titik per satuan luas ujung tiang
μs = Nisbah poison tanah
Iwp = Faktor pengaruh
Untuk tujuan praktis Iwp dapat ditentukan sama dengan α sebagaimana digunakan
pada penurunan elastis pondasi dangkal. Dalam keadaan tidak adanya hasil
eksperimen, nilai modulus Young dan nisbah poison dapat diperoleh dari tabel
berikut:
Tabel 2.3 Parameter Elastik Tanah (sumber : Simatupang, Pintor Tua, Modul
Kuliah Rekayasa Pondasi II).
Tabel 2.4 Nilai tipikal Koefisien Empiris (Cp) (sumber: Vesic, 1977. Design of
Pile Foundation).
3. Menentukan S3
Penurunan tiang yang ditimbulkan oleh pembebanan pada kulit tiang dapat
diberikan dengan persamaan berikut :
S3 = (Qws/p . l) . (1 – μs2) Iws
Dimana :
P = Keliling tiang
L = Panjang tiang yang terbenam
Iws = Faktor pengaruh
Perlu dicatat bahwa suku Qws/p.l pada persamaan di atas adalah nilai rata-rata ƒ
di sepanjang batang tiang. Faktor pengaruh Iws dapat dinyatakan dengan sebuah
hubungan empiris yang sederhana sebagai berikut :
Iws = 2 + 0.35 √(L/D)
Vesic (1977) juga mengajukan sebuah hubungan empiris sederhana untuk
menentukan S3 sebagai berikut :
S3 = (Qws . Cs)/ L . qp
Di mana :
Cs = Sebuah konstanta empiris = [0.93 + 0.16√(L/D)] . Cp
Dimana :
∆pi = Peningkatan tegangan di tengah lapisan i
Bg, Lg = Panjang dan lebar tiang kelompok
Zi = Jarak dari z = 0 ke tengah lapisan i
Sebagai contoh dalam dalam gambar di atas untuk lapisan no. 2, zi = L1/2. sama
juga halnya dengan lapisan no.3, zi = L1 + L2/2, dan untuk lapisan no.4 zi L1 +
L2 + L3/2. Namun tidak akan ada peningkatan tegangan pada lapisan no.1, karena
berada di atas bidang horizontal (z = 0) dimana distribusi tegangan pada tanah
dimulai.
3. Menghitung penurunan untuk masing-masing lapisan akibat adanya
peningkatan tegangan pada lapisan itu. Besarnya penurunan dapat dihitung
menggunakan persamaan konsolidasi satu dimensi untuk lempung terkonsolidasi
normal dan terkonsolidasi lebih.
Untuk lempung terkonsolidasi normal :
∆si = Cc(i)Hi log Po(i) + ∆Pi
1 + ℮o(i) Po(i)
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI JEMBATAN
Jembatan Jalan Akses Marunda didesign dengan lebar jembatan 15,00 meter
dengan panjang jembatan = 130,80 meter, lebar lalu lintas = 11 meter, lebar trotoir
= 2 x 2,00 meter, type jembatan I girder.
3.2. Kondisi Tanah
- Berdasarkan laporan hasil penyelidikan tanah (data hasil laporan
terlampir) yang dikeluarkan oleh Unit Penyelidikan dan Pengukuran Tanah DPU
DKI Jakarta.
Like
Be the first to like this.