Anda di halaman 1dari 2

Tiga Pilar penentu terwujudnya Good Governance di Indonesia

Tuntutan untuk mewujudkan Good Governance di Indonesia sudah menjadi isu penting
sejak terjadinya krisis financial yang terjadi pada tahun 1997 sampai dengan 1998. Krisis
tersebut kemudian meluas menjadi krisis multidimensi dan telah mendorong arus balik yang
menuntut reformasi dalam penyelenggaraan negara termasuk pemerintahannya. Salah satu
penyebab terjadinya krisis multidimensi tersebut adalah karena buruknya manajemen dalam
penyelenggaraan tata pemerintahan. Dari sini sudah sangat jelas bahwa Indonesia memang
sedang membutuhkan tata pemerintahan yang baik, yang biasa kita sebut Good Governance
yang nantinya akan membawa Indonesia keluar dari krisis multidimensi yang belum jelas
kapan akan berakhirnya ini.
Konsep Good Governance sebenarnya telah lama dilaksanakan oleh semua pihak,
namun demikian masih banyak yang menyalah artikan mengenai konsep Governance itu
sendiri. Secara sederhana, banyak pihak menerjemahkanGovernance sebagai tata
pemerintahan. Tata pemerintahan disini bukan hanya dalam pengertian struktur dan
manajemen lembaga yang disebut eksekutif, karena pemerintah hanyalah salah satu dari tiga
aktor besar yang membentuk lembaga yang disebut governance. Yang mana dua aktor
lainnya adalah sektor swasta dan masyarakat.
Maka dari itu memahami governance adalah memahami bagaimana integrasi peran
antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat dalam suatu aturan main yang disepakati
bersama. Disini lembaga pemerintah harus mampu menciptakan lingkungan ekonomi, politik,
sosial budaya, hukum dan keamanan yang kondusif. Sektor swasta berperan aktif dalam
menumbuhkan kegiatan perekonomian yang akan memperluas lapangan kerja dan
meningkatkan pendapatan, sedangkan masyarakat harus mampu berinteraksi secara aktif
dengan berbagai macam aktifitas perekonomian, sosial dan politik termasuk bagaimana
melakukan kontrol terhadap jalannya aktifitas-aktifitas yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab baru tercapai
apabila dalam penerapannya ketiga unsur tersebut memiliki jaringan dan interaksi yang setara
dan sinerjik. Interaksi dan kemitraan seperti itu biasanya baru dapat berkembang bila ada
kepercayaan, transparansi, partisipasi, serta tata aturan yang jelas dan pasti. Good governance
yang sehat juga akan berkembang sehat dibawah kepemimpinan yang berwibawa dan
memiliki visi yang jelas.
Apabila berbicara mengenai transparansi, disini kita berbicara tentang
keterbukaan/tersedianya data dan informasi bagi masyarakat mengenai proses penyusunan,
pelaksanaan, serta hasil yang dicapai oleh sebuah kebijakan public yang dilaksanakan oleh
pemerintah. Disini masyarakat dapat menerapkan perannya untuk mengetahui, menilai atau
bahkan mengkritik dan memberi masukan terhadap kinerja pemerintah apabila dirasa kinerja
pemerintah tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh Negara. Sejalan dengan ini,
instansi pemerintah dan para aparaturnya harus dapat mempertanggungjawabkan pelaksanaan
kewenangan yang diberikan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Demikian halnya
dengan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukannya dapat dipertanggungjawabkan.
Dari sini, saya mendapatkan entry point, diantaranya bahwa Good Governance tidak
mungkin tercapai apabila ketiga pilar (pemerintah, swasta, dan masyarakat) enggan untuk
bekerja sama, apalagi jika saling menyalahkan. Semua aspek saling terintegrasi dan tidak bisa
dipisahkan, karena Good Governance merupakan sistem yang akan tegak jika elemen-
elemennya bekerja harmonis dan koordinatif sesuai dengan aturan/mekanisme yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai