Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tumbuh Kembang Anak

1. Pengertian tumbuh kembang anak

Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yaitu peningkatan

ukuran dan struktur. Perkembangan berkaitan dengan perubahan kualitatif dan

kuantitatif, yang bersifat progresif dari perubahan yang teratur dan koheren

(Hurlock,1999). Sedangkan untuk tercapainya tumbuh kembang yang optimal

tergantung pada potensi biologiknya.

2. Faktor yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan

Tingkat tercapainya potensi biologik seseorang merupakan hasil interaksi

beberapa faktor yang saling berkaitan yaitu :

a. Faktor Genetik

Merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang

anak. Termasuk faktor bawaan yang normal dan patologis, jenis kelamin,

suku bangsa.

b. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau

tidaknya potensi bawaan, sedangkan lingkungan yang kurang baik akan

menghambatnya. Lingkungan ini merupakan lingkunagn bio-fisik-psiko-

sosial dan perilaku antara lain perilaku atau pola pengasuhan anak, misal

stimulasi dari ibu ke anak. Faktor lingkungan secara garis besar dibagi

menjadi faktor yang mempengaruhi anak pada waktu masih didalam


kandungan dan faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak setelah

lahir (Satoto,1990)

c. Faktor perilaku atau Rekayasa

Dewasa ini, adanya kemajuan teknologi rekayasa genetik yang dapat

digunakan untuk memperbaiki genetik pada makhluk hidup. Secara

sederhana biasanya digambarkan sebagai upaya membangun kehidupan

dengan mengontrol langsung pusat kehidupan (dalam arti biologis) yakni

gen dengan cara pembelahan dan pencakokan sel dewasa di labolatorium

dan bila telah berhasil kemudian dibiakkan dalam rahim organisme. Anak

yang dilahirkan diusahakan agar tidak mewarisi kelemahan genetik orang

tuanya. Bahkan memiliki keunggulan yang tidak dipunyai orang tuanya serta

dapat menghasilkan manusia super (Adhinarta,1998)

3. Penilaian Tumbuh Kembang Anak

Frakenburg dkk (1981) dalam Hurlock, E. (1999), melalui DDST

(Denver Development Screening Test) mengemukakan 4 parameter

perkembangan yang dipakai dalam menilai perkembangan anak balita yaitu :

a. Personal Social (kepribadian / tingkah laku sosial)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan

berinteraksi dengan lingkungan.

b. Fine motor adaptive (gerakan motorik halus)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mngamati sesuatu,

melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan

dilakukan otot-otot kecil serta melakukan koordinasi.


c. Language (bahasa)

Kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah

dan berbicara spontan.

d. Gross motor (perkembangan motorik kasar)

Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.

B. Perkembangan Psikomotor Anak Usia 3-5 Tahun

1. Pengertian Perkembangan psikomotor

Perkembangan psikomotor adalah perkembangan mengontrol gerakan-

gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinasi antara susunan saraf pusat,

saraf tepi dan otot. Dimulai dari gerakan-gerakan kasar yang melibatkan bagian-

bagian besar dari tubuh dalam fungsi duduk, berjalan, berlari, melompat dan

lain-lain. Kemudian dilanjutkan dengan koordinasi halus yang melibatkan

kelompok otot-otot halus dalam fungsi meraih, memegang, melompat dan

kedua-duanya diperlukan dalam kehidupan sehari-hari (Satoto, 1990).

Perkembangan psikomotor mencakup banyak aspek perkembangan yang

komplek antara lain perkembangan motorik, perkembangan bahasa,

perkembangan sosial dan perilaku.

Kombinasi biologi,psikologi, kognotif, spiritual dan penerimaan sosial

selama periode anak usia 3-5 tahun menyiapkan anak sebelum masuk sekolah.

Anak bisa mengontrol sistem tubuh, kemampuan untuk berinteraksi dengan anak

lain dan orang dewasa, menggunakan bahasa untuk menunjukkan kemampuan

mental, serta bertambahnya perhatian terhadap waktu dan ingatan, sebagai


persiapan mereka menuju periode yang besar selanjutnya yaitu masa sekolah.

Keberhasilan penerimaan tahap tumbuh kembang selanjutnya adalah penting

bagian anak usia 3-4 tahun, untuk memperbaiki tugas-tugas yang sudah dikuasai

pada masa toddler.

2. Perkembangan motorik kasar

Perkembangan motorik kasar adalah perkembangan dari unsur

kematangan, pengendalian gerak tubuh serta perkembangan tersebut erat

kaitannya dengan perkembangan pusat motorik diotak. Perkembangan motorik

kasar bila gerakan yang dilakukan melibatkan sebagian besar bagian tubuh dan

memerlukan tenaga karena dilakukan otot-otot yang besar.

a. Anak umur 3 tahun

Anak dapat mengendarai roda tiga, dapat melompat dari langkah dasar,

mereka dapat berdiri pada satu kaki untuk beberapa detik, anak dapat

menaiki tangga dengan kaki bergantian, dapat tetap turun dengan

menggunakan kedua kaki untuk melangkah, anak dapat melompat panjang

dan mencoba berdansa, tetapi keseimbangan mungkin tidak adekuat.

b. Anak umur 4 tahun

Anak aktif dan terampil memanjat, berayun dan meluncur, mampu untuk

melompat, meloncat pada satu kaki. Mereka dapat menangkap bola dengan

tepat, melempar bola bergantian tangan dan berjalan menuruni tangga

dengan kaki bergantian.


c. Anak umur 5 tahun

Anak dapat melompat dan meloncat pada kaki bergantian, melempar dan

menangkap bola denagn baik. Mereka dapat berjalan dengan tumit dan jari

kaki dapat melompat dari ketinggian 12 inci dan bertumpu pada ibu jari kaki.

3. Perkembangan motorik halus

Motorik halus melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan

dilakukan otot-otot kecil. Hal ini tidak memerlukan tenaga serta koordinasi yang

cermat.

a. Anak umur 3 tahun

Anak dapat membangun menara dari 9 atau10 kotak, membangun jembatan

dengan tiga kotak, mereka dapat memasukkan biji-bijian dalam botol

berleher sempit.

b. Anak umur 4 tahun

Anak dapat menggunakan gunting dengan baik untuk memotong gambar

mengikuti garis. Mereka dapat memasang sepatu tetapi tidak mampu

mengikat talinya, anak dapat menjiplak garis silang dan menambah tiga

bagian pada gambar jari.

c. Anak umur 5 tahun

Anak dapat mengikat tali sepatu, menggunakan gunting, pensil dengan

sangat baik. Dalam menggambar anak meniru gambar permata dan segitiga,

menambah tujuh sampai Sembilan bagian dari gambar garis, mereka dapat

mencetak beberapa huruf angka atau kata seperti nama panggilan.


4. Perkembangan bahasa dan bicara

Kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, engikuti perintah

dan berbicara spontan.

a. Anak umur 3 tahun

Jumlah perbendaharaan kata kira-kira 900 kata, kalimat lengkap dari 3-4

kata. Bicara tanpa henti tanpa peduli apakah seseorang memperhatikannya,

merek mengulang kalimat dari 6 sampai suku kata dan mengajukan banyak

pertanyaan.

b. Anak umur 4 tahun

Perbendaharaan kata kira-kira 1500 kata atau lebih menggunakan kalimat

dari empat sampai lima kata, bila bercerita di lebih-lebihkan mengetahui

lagu sederhana, sedikit tidak sopan bila berhubungan dengan anak yang lebih

besar dapat menyebutkan satu atau lebih warna.

c. Anak umur 5 tahun

Anak mempuyai perbendaharaan kata kira-kira 2100 kata, dapat

menggunakan kalimat dengan enam sampai delapan kata, mereka dapat

menyebutkan koin misal nikel dan perak dan dapat menggambarkan gambar

atau lukisan dengan banyak komentar dan menyebutkannya satu persatu.

5. Perkembangan sosial

Perkembangan sosial adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan.


a. Umur 3 tahun

Anak bisa berpakaian sendiri hampir lengkap bila di bantu dengan kancing

belakang dan mencocokkan sepatu kanan dan kiri. Mereka mengalami

peningkatan rentang pertahian dapat menyiapkan makan sederhana, seperti

sereal dan susu dingin, dapat membantu mengatur meja, dapat mengeringkan

piring tanpa pecah. Dapat mengetahui jenis kelamin sendiri dan jenis

kelamin orang lain.

b. Umur 4 tahun

Anak sangat mandiri cenderung untuk keras kepala dan tidak sabar. Mereka

cenderung agresif secara fisik serta verbal, mendapat kebanggaan dalam

pencapaian. Mereka mengalami perpindahan alam perasaan, memamerkan

secara dramatis, menikmati pertunjukan orang lain. Anak menceritakan

cerita keluarga kapada orang lain.

c. Anak umur 5 tahun

Anak kurang memberontak dibandingkan dengan sewaktu berusia 4 tahun,

lebih tenang dan berhasrat untuk menyelesaikan urusan. Mereka tidak

seterbuka dan terjangkau dalam hal pikiran dan perilaku seperti pada tahun-

tahun sebelumnya, dapat lebih bertanggung jawab dan mandiri.

C. Pola Pengasuhan

Pola pengasuhan (parenting) atau perawatan anak sangat bergantung pada

nilai-nilai yang dimiliki keluarga (Supartini, 2002). Pola asuh merupakan proses

dari tindakan yang mempunyai tujuan untuk dicapai sedang masa tersebut dimulai
dari masa kehamilan (Wong, 2003). Menurut kamus Bahasa Indonesia asuh adalah

menjaga dan memelihara anak sakit (Chaniago, 1995).

Pada dasarnya tujuan utama pengasuhan orang tua adalah untuk

memepertahankan kehidupan fisik anak dan meningkatkan kesehatannya,

memfasilitasi anak unutk mengembangkan kemampuan sejalan dengan tahapan

perkembangannya dan mendorong peningkatan kemampuan berperilaku sesuai

dengan nilai agama dan budaya yang diyakininya. Kemampuan orang tua atau

keluarga menjalankan peran pengasuhan ini tidak dipelajari secara formal melainan

berdasarkan pengalaman dalam menjalankan peran tersebut secara trial dan error

atau mempengaruhi orang tua/ keluarga lain terdahulu (Supartini, 2002)

Menurut Strewart dan Koch (1983) dalam Tarmudji (2001) ada tiga bentuk

pola asuh orang tua, yaitu :

1. Pola asuh otoriter

Pola asuh otoriter adalah suatu gaya pengasuhan yang membatasi dan

menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua (Desmita, 2005).

Menurut Stewart dan Koch (1983) dalam Tarmudji (2001) orang tua

yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai ciri-ciri bersifat kaku,

tegas, suka menghukum dan kurang kasih sayang. Orang tua memaksa anak-

anak untuk patuh terhadap nilai-nilai dan peraturan mereka. Dalam memberikan

peraturan itu tidak ada usaha untuk menjelaskan kepada anak mengapa ia harus

patuh pada peraturan itu (Hurlock, 1999). Anak dari orang tua yang otoriter

cenderung bersifat curiga pada orang lain dan merasa tidak bahagia dengan

dirinya sendiri merasa canggung berhubungan dengan teman sebaya, canggung


menyesuaikan diri pada awal masuk sekolah dan memiliki prestasi belajar yang

rendah dibandingkan dengan anak-anak lain. Adapun dampak dari

perkembangan motorik terhadap pola asuh otoriter adalah anak cenderung

agresif, impulsive, pemurung dan kurang mampu konsentrasi.

2. Pola asuh demokratis

Pola asuh demokratis adalah salah satu gaya pengasuhan yang

memperlihatkan pengawasan ekstra ketat terhadap tingkah laku anak-anak,

tetapi mereka juga bersikap resposif (Desmita, 2005). Menurut Stewart dan

Koch (1983) dalam Tarmudji (2001) bahwa orang tua yang demokratis

memandang sama kewajiban dan hak antara anak dan orang tua. Secara bertahap

orang tua memberikan tanggung jawab bagi anak-anaknya terhadap segala

sesuatu yang diperbuatnya sampai mereka dewasa. Lebih lanjut Suherman

(2000) menyatakan bahwa orang tua yang demokratis memperlakukan anak

sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangan motorik anak dan dapat

memperhatikan serta mempertimbangkan keinginan anak. Dampak

perkembangan motorik terhadap pola asuh demokratis yaitu rasa harga diri yang

tinggi, memiliki moral yang standar, kematangan psikologisosial, kemandirian

dan mampu bergaul dengan teman sebayanya.

3. Pola asuh permisif

Menurut Stewart dan Koch (1983) dalam Tarmudji (2001) menyatakan

bahwa pola asuh permisif anak dituntut sedikit sekali tanggung jawab tetapi

mempunyai hak yang sama seperti orang dewasa. Anak diberi kebebasan untuk

mengatur dirinya sendiri dan orang tua tidak banyak mengatur anaknya.
Dalam pola asuh ini diasosiasikan dengan kurangnya kemampuan

pengendalian diri anak karena orang tua yang cenderung membiarkan anak

mereka melakukan apa saja yang mereka inginkan dan akibatnya anak selalu

mengharap semua keinginannya dituruti (Desmita, 2005).

Lebih lanjut menurut Hurlock (1976) dalam Tarmudji (2001) bahwa

dalam pola asuh permisif bimbingan terhadap anak kurang dan semua keputusan

lebih banyak dibuat oleh anak daripada orang tuanya. Dalam pola asuh ini sikap

acceptance orang tua tinggi tnggi namun tingkat kontrolnya rendah (Yusuf,

2001). Dampak dari perkembangan motorik terhadap pola asuh permisif yaitu

kurang percaya diri, pengendalian diri yang buruk dan rasa harga diri yang

rendah.

Pola asuh dipengaruhi oleh faktor budaya, agama, kebiasaan dan

kepercayaan serta kepribadian orang tua. Selain itu dipengaruhi pola asuh yang

dirasakan orang tua saat kecil (Markum, 1998).

Erikson menyebutkan bahwa pola pengasuhan diawal kehidupan

seseorang akan melandasi kepribadian yang akan terus berkembang pada

fase-fase berikutnya. Proses pengasuhan dimasa bayi, akan mendasari

kepibadian dimasa remaja, dan seterusnya. Proses tersebut akan berlanjut

seumur hidupnya. Dengan demikian tampaklah bahwa kepribadian seseorang

tidak dapat lepas begitu saja dari proses pengasuhan difase-fase sebelumnya

(Yusuf, 2004).

Menurut Soetjiningsih (1995), kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan

berkembang secara umum digolongkan menjadi 3 kebutuhan dasar yaitu :


a. Kebutuhan fisik-biomedis (ASUH), meliputi :

1) Pangan/ gizi merupakan kebutuhan terpenting

2) Papan/ tempat tinggal

3) Sandang/ pakaian yang memadai

b. Kebutuhan emosi/ kasih sayang (ASIH)

Merupakan syarat mutlak untuk menjamin tumbuh kembang yang selaras

baik fisik, mental, psikologi.

c. Kebutuhan akan stimulasi mental (ASAH)

Adalah mengembangkan perkembangan moral etika, kepribadian, perilaku.

Menurut Supartini (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh :

a. Usia orang tua

Rentang usia tertentu adalah baik untuk menjalankan peran

pengasuhan. Apabila terlalu muda atau tua mungkin tidak dapat menjalankan

peran tersebut secara optimal karena diperlukan kekuatan fisik dan

psikososial.

b. Keterlibatan orang tua

Kedekatan hubungan ibu dan anak sama pentignya dengan ayah dan

anak walaupun secara kodrati akan ada perbedaan. Didalam rumah tangga

ayah dapat melibatkan dirinya melakukan peran pengasuhan kepada

anaknya. Seorang ayah tidak saja bertanggung jawab dalam memberikan

nafkah tetapi dapat pula bekerja sama dengan ibu dalam melakuan

perawatan anak seperi menggantikan popok ketika anak mengompol atau


mengajaknya bermain bersama sebagai salah satu upaya dalam melakukan

interaksi.

c. Pendidikan orang tua

Shifrin (1997) dalam Wong (2001) mengemukakan bebrapa cara

yang dapat dilakukan untuk lebih siapmenjalankan peran pengasuhan

diantaranya adalah pendidikan.

d. Pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak

Orang tua yang telah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam

merawat anak akan lebih siap menjalankan pengasuhan dan lebih relaks.

e. Stres orang tua

Stres yang dialami orang tua akan mempengaruhi kemampuan orang

tua dalam menjalankan peran pengasuhannya terutama dalam kaitannya

dengan strategi koping yang dimiliki oleh anak.

f. Hubungan suami istri

Hubungan yang kurang harmonis antara suami istri akan berdampak

pada kemampuan dalam menjalankan perannya ssebagai

orang tua dan merawat serta mengasuh anak dengan penuh rasa bahagia

karena satu sala lain dapat saling memberi dukungan dan menghadapi segala

masalah dengan koping yang positif.

D. Pemantauan perkembangan psikomotor anak

Pemantauan perkembangan psikomotor anak sangat penting untuk

mengetahui penyimpangan secara dini shingga upaya pencegahan, upaya stimulasi


dan upaya penyembuhan serta pemulihan dalam pelayanan kesehatan anak dapat

dioptimalkan. Upaya tersebut dilakukan sesuai dengan umur perkembangan anak

sehingga tercapai kondisi optimal. Pada umumnya terdapat pola-pola tertentu dlam

perkembangan anak. Namun pada hakekatnya perkembangan anak adalah bersifat

individual akibatnya tidak mungkin untuk mengukur perkembangan anak secara

keseluruhan yang dapat diukur hanyalah gejala atau tanda-tanda tertentu dsri

perkembangannya atau secara umum (Satoto cit Eviana, 1998)

Kegiatan pemantauan perkembangan psikomotor anak terutama

perkembangan motorik dapat dilakukan di pusat pelayanan kesehatan, sekolah dan

lingkungan keluarga. Pemantauan yang dilakukan di sekolah misalnya

menggunakan metode skrining perkembangan menurut Denver II (Denver

Development Screening Test / DDST). Pemantauan yang dilakukan di lingkungan

keluarga dan posyandu misalnya menggunakan kartu perkembangan anak dan

gerakan bina keluarga balita.

Didalam tes DDST perkembangan dites sesuai dengan penilaian diberikan

pada balok dengan P (lulus), F (gagal), R (menolak) dan No (tidak mendapat

kesempatan untuk melaksanakan tugas).

Interpretasi :

1. Kemajuan / Advance

Bila anak lulus melakukan yang terletak disebelah kanan garis umur,

perkembangan anak dinyatakan “maju” pada tugas tersebut.


2. Berhasil / O.K

Bila anak gagal melakukan tugas yang terletak disebelah kanan garis umur

dinilai normal, karena umur anak lebih dari 25% anak normal yang dapat

melakukan tugas.

Bila anak lulus, gagal melakukan tugas yang diterjang garis umur dimana 25-

75% anak normal dapat mlakukannya pada umur yang lebih muda dinilai

normal.

3. Peringatan / Caution

Bila anak gagal atau menolak melakukan tugas yang diterjang garis umur

dimana 75-90% anak normal dapat melakukannya pada umur yang lebih muds

dinilai sebagai peringatan ditandai dengan C pada sebelah kanan balok tugas.

4. Keterlambatan / Delay

Bila anak gagal atau menolak melakukan tugas yang terletak disebelah kiri garis

umur dimana 90% anak normal dapat melakukannya pada umur yang lebih

muda. Anak dinyatakan mengalami keterlambatan. Ditandai dengan mengaksir

gelap sebelah kanan balok tugas.

5. Tidak / No opportunity

Bila orang tua melaporkan anaknya tidak mempunyai kesempatan mencoba

suatu tugas dinilai nol. Namun tidak dimasukkan dalam interpretasi tes secara

keseluruhan.

Interpretasi tes secara keseluruhan :

a. Abnormal

1) Bila didapatkan dua atau lebih keterlambatan pada dua sektor atau lebih
2) Bila dalam satu sektor atau lebih didapatkan dua atau lebih

keterlambatan plus satu sector atau lebih dengan satu sektor atau

keterlambatan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang lulus pada

kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.

b. Meragukan

1) Bila pada satu sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih

2) Bila pada satu sector didapatkan 1 keterlambatan dan pada sector yang

sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis

vertical usia.

c. Tidak dapat dites

Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal

atau meragukan

d. Normal

Apabila tidak ada keterlambatan, paling banyak 1 perhatian. Tes ini mudah

dan cepat (15-20 menit ), dapat diandalkan dan menunjukkan validitas yang

tinggi (Soetjiningsih, 1995).

E. Hubungan Pola Asuh dengan Kemampuan Motorik

Pola suh bertujuan untuk mempertahankan kehidupan fisik anak dan

meningkatkan kesehatannya memfasilitasi anak untuk mengembangkan kemampuan

sejalan dengan tahapan perkembangan dan mendorong peningkatan kemampuan

berperilaku sesuai dengan nilai agama dan budaya yang diyakininya.


Menurut Anwar (2002) agar keluarga atau orang tua mampu melakukan

fungsinya dengan baik maka orang tua perlu memahami tingkat perkembangan

anak, menilai pertumbuhan dan perkembangan anak serta mempunyai motivasi yang

kuat untuk memajukan tumbuh kembang anaknya dengan cara memberi pola

pengasuhan yang baik terhadap anak.

Gerakan motorik terdiri dari tiga komponen besar yaitu reseptor sensorik,

otak dan alat gerak. Tiap rangsangan yang diterima oleh reseptor diteruskan ke otak

melalui saraf sensorik setelah itu otak mengambil suatu keputusan untuk melakukan

tindakan melalui saraf motorik (Tandyo, 2002).

Kesempatan untuk menggerakkan semua bagian tubuh, rangsangan dan

dorongan kepada anak mempercepat tercapainya kemampuan motorik.

Perkembangan motorik yang abnormal dapat disebabkan karena kurangnya

kesempatan untuk berlatih menggunakan anggota tubuhnya, adanya perlindungan

yang berlebihan (Hurlock, 1999). Adapun pola asuh yang ideal atau pola asuh yang

baik adalah pola asuh demokratis dimana anak mempunyai hak untuk mengetahui

mengapa peraturan-peraturan dibuat dan memperoleh kesempatan mengemukakan

pendapatnya sendiri bila ia menganggap bahwa peraturan itu tidak adil (Hurlock,

1999). Setiap orang tua mencoba menghargai kemampuan anak secara langsung

pada waktu anak bertingkah laku (Djiwardono, 2002).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan motorik adalah :

1. Stimulasi

Pemberian stimulasi pada tiga tahun pertama kehidupan anak merupakan

hal yang sangat penting bagi kehidupan anak karena tiga tahun pertama otak
merupakan organ yang sangat pesat pertumbuhan dan perkembangan. Menurut

Soetjiningsih (1995), stimulasi merupakan hal yang sangat penting dalam

perkembangan anak, karena anak yang mendapatkan stimulasi yang terarah akan

berkembang lebih cepat dan baik dibanding dengan anak yang kurang atau sama

sekali tidak mendapatkan stimulasi.

Stimulasi juga dapat berfungsi sebagai penguat yang brmanfaat bagi

perkembangan anak, termasuk perhatian dan kasih sayang dari orang tua. Peran

orang tua mempengaruhi perkembangan motorik anak. Orang tua yang

memberikan stimulasi dini maka kemampuan motorik anak berkembang dengan

baik. Sedangkan orang tua yang sibuk bekerja mempunyai waktu yang sedikit

untuk menstimulasi anak berkembang secara optimal.

Menurut Anwar (2002) peran keluarga atau orang tua dalam mengasuh

anak berpengaruh terhadap perkembangan anak seperti keluarga yang

berantakan atau orang tua yang bercerai, pertumbuhan dan perkembangan anak

menjadi terhambat. Orang tua disini adalah orang tua kandung maupun

pengasuh pengganti orang tua, yakni orang-orang yang mendapat tugas untuk

menggantikan orang tua kandung, dalam perannya mengasuh anak diwaktu

mereka sedang sibuk.

2. Gizi

Tandyo, J (2002) menyatakan bahwa gizi sangat penting untuk anak

terutama pada usia 3-4 tahun. Pada masa ini pertumbuhan berlangsung sangat

cepat sehingga memerlukan konsumsi protein dan zat pengatur seperti vitamin

dan mineral. Perkembangan mental juga memerlukan lebih banyak protein,


terutama untuk pertumbuhan sel otaknya. Pertumbuhan sel otak sangat cepat dan

akan berhenti atau mencapai taraf sempurna pada usia 4-5 tahun. Makanan

memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, karena anak sedang

tumbuh sehingga kebutuhannya berbeda dengan orang dewasa, kekurangan

makanan yang bergizi akan menyababkan retardasi pertumbuhan anak.

3. Kecerdasan

Kecerdasan dimiliki anak sejak dilahirkan, anak yang kecerdasannya

tinggi menunjukkan perkembangan yang lebih cepat ketimbang anak yang

kecerdasannya normal atau dibawah normal (Hurlock,1999).


F. Kerangka Teori

Faktor yang mempengaruhi


kemampuan motorik anak :
- Stimulasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi
- Gizi
Pola asuh :
- Kecerdasan
- Usia orang tua
- Keterlibatan orang tua
- Pendidikan
- Pengalaman
- Stres orang tua
- Hubungan suami istri
Kemampuan Motorik
Anak Prasekolah

Pola asuh Orang tua :


- Demokratis
- Otoriter
- Permisif
Cara mengukur dengan DDST :
- Advance / kemajuan
- O.K / berhasil
- Caution / peringatan
- Delay / keterlambatan
- No opportunity / tidak

Gambar Kerangka Teori


Sumber : Strewart dan Koch (1983) dalam Tarmudji (2001), Supartini (2002),
Soetjiningsih (1995), Hurlock (1999).
G. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Kemampuan Motorik Anak


Pola Asuh - Motorik halus
- Motorik kasar

Gambar Kerangka Konsep

H. Variabel Penelitian

1. Variabel Independen

Dalam penelitian ini sebagai variable independen adalah pola asuh. Pola asuh

merupakan sebab timbulnya atau berubahnya variable dependen.

2. Variabel Dependen

Dalam penelitian ini sebagai variable dependen adalah kemaumpuan motorik

anak, variable tersebut dipengaruhi atau yang menjadi akibat variable bebas

(Nursalam, 2003).

I. Hipotesis Penelitian

Ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan kemampuan motorik anak

usia prasekolah.

Anda mungkin juga menyukai