Anda di halaman 1dari 30

LONG CASE

Gangguan Kognitif Akut pada HIV

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat


Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Saraf
Di RSUD Panembahan Senopati Bantul

Diajukan Kepada Yth:


dr. Intan Rahayu, Sp.S

Diajukan Oleh :
Ilham Rahma hudi
20184010130
SMF ILMUPENYAKIT SARAF
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
2019
LEMBAR PENGESAHAN

LONGCASE
GANGGUAN KOGNITIF AKUT PADA HIV

Disusun oleh :
Ilham Rahma Hudi
20184010130

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada Juni 2019

Mengetahui,

Dokter Pembimbing

dr. Intan Rahayu, Sp.S

2
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. B
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 48 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Alamat : Bantul
No. Rekam Medik : 65.xx.xx
Tanggal Masuk RS : 19 Mei 2019

II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh secara autoanamnesis pada:
 Tanggal : 19 Mei 2019
 Tempat : Bangsal Flamboyan

A. Keluhan Utama
Sulit berkomunikasi

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Bantul pukul 17.00 dengan
keluhan berkomunikasi seperti orang kebingungan, sulit diajak bicara (+)
sejak pukul 11.00, menurut suami pasien, sebelum jam 11.00, pasien
tampak seperti biasa dan tiba-tiba setelah istirahat pasien menjadi seulit
bicara. Pada saat di periksa, tidak terdapat kelemahan pada anggota
gerak, demam (-), mual (-), muntah (-)

Pasien juga tidak memiliki gangguan pendengaran dan masih


dapat mendengar dengan baik.Selain itu, pasien juga tidak memiliki
gangguan penglihatan seperti penglihatan ganda atau gangguan
penglihatan lainnya. Nafsu makan pasien menurun, batuk dan pilek
disangkal. Aktivitas pasien sehari-hari adalah sebagai pegawai di

3
salahsatu sekolah di bantul yang bertugas untuk membersihkan kebun di
sekolah tersebut. Di rumah, pasien tinggal bersama suami dan kedua
anak kandungnya. Riwayat Hipertensi (+) tidak terkontrol, riwayat jatuh
dan trauma kepala disangkal.

B. Riwayat Penyakit Sebelumnya


1. Riwayat penyakit
Pasien memiliki riwayat hipertensi tetapi saat ditanya, pasien lupa
sejak kapan beliau menderita hipertensi. Pasien belum pernah
mengalami penyakit telinga dan mata ataupun keluhan serupa
sebelumnya.
2. Riwayat perawatan
Pasien belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.
3. Riwayat pembedahan
Pasien belum pernah menjalani operasi sebelumnya.
4. Riwayat pengobatan
Pasien jarang mengonsumsi obat darah tinggi
5. Riwayat alergi
Menurut pasien, pasien tidak memiliki riwayat alergi.

C. Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki riwayat penyakit
serupa, darah tinggi ataupun kencing manis.

D. Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, konsumsi alkohol ataupun
NAPZA lainnya, intoksikasi pengobatan juga disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal Pemeriksaan : 20 Mei 2019
Tempat Pemeriksaan : Bangsal Flamboyan
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit Sedang

4
Tinggi Badan : 163 cm
Berat Badan : 66 kg
Status Gizi :Baik
Tanda Vital
- Suhu Tubuh : 36.6oC (per axilla)
- Tekanan Darah : 150/100 (IGD)----140/90 (Bangsal)
- Nadi : 84 x/menit, regular
- Laju Nafas : 20 x/menit, reguler
B. Status Internus
- Kepala/leher : Normosefali, deformitas (-), bengkak (-)
: Pembesaran KGB -/-
: Pembesaran kelenjar tiroid -/-
- Mata : Reflek cahaya +/+
: Konjungtiva anemis -/-
: Sklera ikterik -/-
: Pupil isokor, 3mm/3mm
- Telinga/hidung : Deformitas (-), nyeri (-), sekret (-)
: Septum nasi ditengah
- Mulut/faring : Mukosa tidak pucat, hiperemis (-)
: Tonsil T1/T1
: Uvula ditengah
- Thorax
 Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal dan simetris
: Gerak napas tertinggal (-)
Palpasi : Tactile fremitus simetris, sama kuat
: Ekspansi normal
Perkusi : Bunyi sonor pada semua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, wheezing -/-, ronki -/-
 Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Pekak, batas jantung normal
Auskultasi : S1/S2 normal, (-) murmur, (-) gallop

5
- Abdomen
 Inspeksi : Cembung, bekas luka (-)
 Auskultasi : Bising usus normal, bruits (-)
 Perkusi : Timpani
 Palpasi : Nyeri tekan epigastrik (-)
: Hepatomegali (-), splenomegali (-)
- Punggung : Nyeri punggung bawah (-)
- Ekstremitas : Akral hangat
: Deformitas (-), edema (-)
: CRT <2 detik

C. Status Neurologis
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4 M6 V5
Nervus kranialis
- N. I : Normal
- N. II : Visus 6/6
: Lapang pandang dalam batas normal
- N.III, IV, VI : Ptosis -/-
: Pupil 3mm/3mm, bulat, isokor
: Reflex cahaya langsung +/+
: Reflex cahaya tidak langsung +/+
: Gerak bola mata bebas ke segala arah
- N. V : motorik : Menggigit normal
: Gerakan membuka mulut normal
: Gerakan rahang normal
: sensorik : Refleks bersin normal
: Refleks masseter normal
: Refleks zygomaticus normal
: Refleks kornea normal
- N. VII : Sikap mulut saat istirahat normal, deviasi (-)
: Mengangkat alis simetris
: Mengerutkan dahi simetris
: Menyeringai simetris

6
: Kembung pipi simetris
: Pengecapan 2/3 anterior tidak dilakukan
- N. VIII
n. koklearis : Gesekan jari normal
: Tes rinne tidak dilakukan
: Tes webber tidak dilakukan
: Tes swabach tidak dilakukan
n. vestibularis : Nistagmus -/-
- N. IX, X : Arkus faring simetris
: Uvula ditengah
: Disfonia (-)
: Disfagia (-)
- N. XI : Angkat bahu normal
: Memalingkan kepala normal
- N. XII : Deviasi lidah (-)
: Atrofi (-)
: Kekuatan lidah normal

Motorik
- Trofi Eutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
- Tonus Normotonus Normotonus
Normotonus Normotonus

- Kekuatan 5 5
5 5

- Refleks fisiologis : Bisep +/+


:Patella +/+
: Trisep +/+
: Achiles +/+
- Reflex patologis : Babinski -/-
: Chaddock -/-
: Gordon -/-

7
: Oppenheim -/-
: Schaffer -/-
: Hoffman Trommer -/-
Sensorik
- Ekstremitas atas : Raba +/+
: Nyeri +/+
: Suhu +/+
: Propioseptif +
- Ekstremitas bawah : Raba +/+
: Nyeri +/+
: Suhu +/+
: Propioseptif +

Saraf otonom
- Miksi : Normal
- Defekasi : Normal
- Sekresi keringat : Normal

Fungsi Luhur : Normal

Tanda rangsang meningeal


- Kaku kuduk : (-)
- Lassegue : (-)
- Kernig : (-)
- Brudzinski I : (-)
- Brudzinski II : (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Lab Darah Lengkap (20 Mei 2019)
Parameter Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10.5 12,0 – 16,0 gr/dL
Leukosit 12.13 4 – 11 ribu/uL
Eritosit 4.39 4,5 – 5,5 ribu/uL
Trombosit 337 150 – 450 ribu/uL

8
Hematokrit 32.8 36 – 46 ribu/uL
Eosinofil 2 2–4%
Basofil 1 0–1%
Batang 0 2–5%
Segmen 82 51 – 67 %
Limfosit 11 20 – 35 %
Monosit 4 4–8%
FUNGSI HATI
SGOT 28 <37
SGPT 14 <41
FUNGSI GINJAL
Ureum 21 17-43
Kreatinin 14 0.90-1.30
DIABETES
GDS 97 80 – 124
ELEKTROLIT
Natrium 140.1 137-145
Kalium 3.08 3.5-5.1
Klorida 102.9 98-106

Urin Lengkap
URINALISA HASIL RUJUKAN
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan Agak Keruh Jernih
Reduksi Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton Urin Negatif Negatif
BJ 1.015 1.015-1.025
Darah Samar 1+ Negatif
PH 7.60 5.00-8.50
Protein Negatif Negatif
Urobilinogen 0.56 0.20-1.00
Nitrit Negatif Negatif
Lekosit Esterase 1+ Negatif
SEDIMEN URIN
Eritrosit 4-7 0-2
Lekosit 5-10 0-3

9
Sel Epitel 60 Positif
KRISTAL
Ca Oksalat Negatif Negatif
Asam Urat Negatif Negatif
Amorf Negatif Negatif
SILINDER
Eritrosit Negatif Negatif
Leukosit 120 Negatif
Granular Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif
Lain-lain Negatif Negatif

Ig G Anti Toxoplasma 165.00


Ig M Anti Toxoplasma 0.37
Ig G Anti CMV 53.00
Ig M Anti CMV 0.49
HIV Screening (+) (-)
CD 4 31 >200

 Rontgen Thorax PA

Kesan: Cardiomegali dengan segmental pneumonia sinistra


 CT Scan

Kesan: Infark Cerebri di parieto occipital sinistra

V. RESUME
Ny. B, 48 tahun, datang ke IGD pukul 17.00 dengan keluhan kesulitan
berkomunikasi seperti orang bingung, sulit di ajak bicara (+), pusing (+),
demam (-). Gejala muncul sejak pukul 11.00, muncul secara tiba-tiba. Tidak
terdapat kelemahan anggota gerak ekstremitas atas dan bawah. Mual (-),
muntah (-), Nyeri kepala (+), diplopia(-), blurred vision (-). Gangguan
pendengaran (-).

10
11
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

- Kesadaran : Compos mentis


- GCS : E4M6V5
Pada pemeriksaan MMSE didapatkan nilai 21

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Gangguan Kognitif Akut
Diagnosis topis : Sistem Cerebellum
Diagnosis etiologis : HIV
Diagnosis Banding : Gangguan Mental Organik
Diagnosis tambahan : HT

VII. DIAGNOSIS KERJA


1. Gangguan Kognitif Akut pada HIV
Pada kasus ini didapatkan gangguan kognitif akut dikarenakan hasil
mmse didapatkan nilai 21 yang berarti probable ( di bawah nilai normal )

VIII. DIAGNOSIS BANDING


1. Gangguan Mental Organik

IX. TATALAKSANA
a. Medikamentosa
- Infus NaCl 20 tpm
- O2 3lpm
- Inj Citicolin 500mg/12 jam
- CPG 1x1

X. FOLLOW UP
1. Tanggal : 20 Februari 2019
a. Subjektif : pusing (+), sulit bicara (+), mual (-), muntah (-),
candidiasis oral (+)
b. Objektif :Keadaan umum Sedang

12
: Kesadaran compos mentis
: GCS E4M6V5
: Tanda vital (TD 140/90, Nadi 79x/menit, Laju
napas 24x/menit, Suhu 36.6oC)
c. Assessment : Gangguan Kognitif Akut
d. Planning : cek UL, CD4, Screening HIV, CPG stop, inj
Piracetam 3 gr/8jam, Asam Folat 1x1, inj Metilprednisolon
125/12jam. UPD : Ceftazidin 1gr/12 jam
2. Tanggal : 21 Mei 2019
a. Subjektif : daya ingat membaik (+), pusing berputar (-), mual
(-), muntah (-), candidiasis oral (+)
b. Objektif :Keadaan umum baik
: Kesadaran compos mentis
: GCS E4M6V5
: Tanda vital (TD 130/100, Nadi 84x/menit, Laju
napas 20x/menit, Suhu 36oC)
c. Assessment : Gangguan Kognitif Akut dan HIV
d. Planning : Syaraf: Tx lanjut.
UPD: Fluconazole 2x1, Candestatin drop 3x2 tetes,
Atripla 1x1, Cotrimoksazole forte 2x1
3. Tanggal : 22 Mei 2019
a. Subjektif : daya ingat membaik (+), pusing berputar (-), mual
(-), muntah (-), candidiasis oral (+)
b. Objektif :Keadaan umum baik
: Kesadaran compos mentis
: GCS E4M6V5
: Tanda vital (TD 130/100, Nadi 80x/menit, Laju
napas 20x/menit, Suhu 36.4oC)
c. Assessment : Gangguan Kognitif Akut
d. Planning : Syaraf: Tx lanjut.
UPD: Tx lanjut
4. Tanggal : 23 Mei 2019
a. Subjektif : daya ingat membaik (+), pusing berputar (-), mual
(-), muntah (-), candidiasis oral (+) membaik

13
b. Objektif :Keadaan umum baik
: Kesadaran compos mentis
: GCS E4M6V5
: Tanda vital (TD 120/80, Nadi 80x/menit, Laju napas
20x/menit, Suhu 36.0oC)
c. Assessment : Gangguan Kognitif Akut
d. Planning : Syaraf: Tx lanjut.
UPD: Ceftazidin stop, fluconazole tab 1x1,
Cotrimoksazole forte 1x1
5. Tanggal : 24 Mei 2019
a. Subjektif : daya ingat membaik (+), pusing berputar (-), mual
(-), muntah (-), candidiasis oral (+) membaik
b. Objektif :Keadaan umum baik
: Kesadaran compos mentis
: GCS E4M6V5
: Tanda vital (TD 120/100, Nadi 80x/menit, Laju
napas 20x/menit, Suhu 36.4oC)
c. Assessment : Gangguan Kognitif Akut dan HIV
d. Planning : Syaraf: BLPL.
UPD: BLPL

XI. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN
Kognitif adalah proses masuknya informasi sensorik (taktil, visual dan
auditorik), yang diubah, diolah dan disimpan yang selanjutnya digunakan untuk
hubungan interneuron secara sempurna, sehingga individu mampu melakukan
penalaran terhadap masukan sensoris tersebut (Hodges dkk 2005) .
Sedangkan gangguan kognitif adalah gangguan yang berkaitan dengan
peningkatan usia. Gangguan ini menyebabkan penurunan fungsi otak yang
berhubungan dengan kemampuan atensi, konsentrasi, kalkulasi, mengambil
keputusan, reasoning, berpikir abstrak (Shiang Wu, 2011; Wiyoto, 2002). Salah
satu gangguan kognitif yang menjadi masalah besar dan serius yang dihadapi
oleh negara-negara maju dan mulai muncul di negara-negara berkembang
termasuk di Indonesia adalah dementia (Rohmah et al, 2006). Pada orang lanjut
usia terdapat kecenderungan menurunnya kapasitas fungsional baik pada
tingkat seluler maupun pada tingkat organ sejalan dengan terjadinya proses
menua (Kaplan et al, 2010). Proses penuaan yang disertai proses degenerasi
pada seluruh organ tubuh termasuk otak, akan menimbulkan berbagai gangguan
neuropsikologis, dan masalah yang paling besar adalah demensia, diperkirakan
mempunyai prevalensi 15% pada penduduk usia lebih dari 65 tahun (Fields RB,
1999). Salah satu tahapan penurunan fungsi kognitif adalah Mild Cognitive
Impairment yang merupakan gejala perantara antara gangguan memori atau
kognitif terkait usia (Age Associated Memori Impairment/AAMI) dan
demensia.
Gangguan kognitif pada pada penderita HIV serupa degan gangguan
kognitif subkortikal dengan defisit terutama pada pada keterampilan motorik,
kecepatan memperoses informasi dan fungsi eksekutif (Woods dkk.2009) .

15
II. EPIDEMIOLOGI
Semenjak terjadinya epidemi HIV, kira-kira 10% terjadi komplikasi
neurologi. Gangguan neurokognitif sering terjadi pada pasien dengan HIV.
Sebelum ditemukannya HAART (highly active antiretroviral therapy), gangguan
kognitif terjadi pada stadium lanjut. Era HAART, fungsi kognitif dan status
imunologis paien membaik (Jesica Robinson dkk. 2009) .
Pada penderita infeksi HIV-1 tahap lanjut, gangguan kognitif akibat
infeksi virus tersebut diperkirakan sebesar 20% kasus. Saat ini masih diperlukan
data epidemiologik yang lebih baik, terutama untuk negara berkembang karena
laporan yang ada masih bervariasi. (Roos KL, et al. 2005).

III. PATOFISIOLOGI

(Weiss R.A., 2003)

16
Infeksi HIV pada SSP (Scarano dkk., 2005)

Berbagai agen infeksi, baik bakteri, virus, protozoa, spirochaeta,


maupun fungi pada kondisi tertentu mampu menginfeksi otak melalui
berbagai mekanisme spesifik dengan memanfaatkan berbagai faktor
virulensi. Agen infeksi dari golongan bakteri mengandung
lipopolysaccharide (LPS), teichoic acid, peptidoglycan, dan toksin bakteri
yang mampu menginduksi pelepasan mediator proinflamasi, ekspresi faktor
kemotaktik, dan ekspresi molekul adhesi. Mycobacterium tuberkulosa

17
mampu bertahan hidup didalam makrofag/monosit, sehingga dapat
menyebar secara hematogen ke ekstrapulmoner, termasuk SSP (Roos KL,
et al. 2005). Virus HIV-1 mampu menginfeksi makrofag, mikroglia, dan
astrosit, dan mampu menghasilkan protein toksik seperti gp120 dan Tat.
Prion protein bentuk patogenik (PrPSc) memiliki gugus
glycosylphosphatidylinositol (GPI) yang memfasilitasi melekatnya prion
protein pada membran sel neuron (Kovacs GG, Budka H., 2011).
Plasmodium falciparum dalam eritrosit terinfeksi mampu menghasilkan
protein antigenik Plasmodium falciparum erythrocyte membrane protein-1
(PfEMP1) yang memediasi terjadinya cytoadherence (Idro R, Jenkins NE,
Newton NE, 2005.). Toxoplasma gondii mampu membentuk kista,
menembus dinding sel host dan bereplikasi didalam sel host, dan memiliki
protein permukaan yang memediasi melekatnya parasit tersebut pada
dinding leukosit dan menyebar ke berbagai organ, termasuk otak (Kim SK,
Karasov A, Boothroyd JC).. Cryptococcus neoformans memiliki kapsul
polysaccharide sebagai faktor virulensinya (Roos KL, et al. 2005).
Berbagai karakteristik spesifik yang dimiliki oleh agen infeksi diatas
mampu menginduksi respon inflamasi di otak, yang ditandai dengan
disfungsi sawar darah-otak, terjadinya migrasi sel-sel keradangan ke
jaringan otak, dan peningkatan produksi sitokin proinflamasi di otak.
Kondisi tersebut akan mengaktivasi mikroglia dan astrosit di jaringan otak
sehingga terjadi produksi radikal bebas dan semakin meningkatnya
produksi sitokin proinflamasi. Hasil akhir dari semua proses diatas adalah
berlangsungnya proses neurodegenerasi, suatu proses yang mengarah pada
kondisi demensia.
Bakteri mampu mencapai otak melalui beberapa cara, antara lain
melalui penyebaran langsung dari fokus infeksi di struktur kranial dan
penyebaran yang terjadi setelah trauma kepala. HIV-1, Toxoplasma gondii,
dan Mycobacterium tuberculosa menggunakan limfosit dan/atau
monosit/makrofag untuk mencapai jaringan otak (Roos KL, et al. 2005).
Plasmodium falciparum menggunakan mekanisme cytoadherence untuk
dapat menyebabkan patologi di otak (Idro R, Jenkins NE, Newton NE,
2005) .

18
Makrofag/monosit dan mikroglia merupakan faktor penting dalam
neuropatogenesis infeksi SSP, yaitu dengan cara meningkatkan lalu lintas
agen infeksi kedalam SSP dan menjadi reservoir bagi agen infeksi tersebut.
Suatu observasi menunjukkan bahwa gejala klinis demensia terkait infeksi
berkorelasi dengan mikroglia yang teraktivasi. Dalam suatu penelitian
diketahui bahwa derajat beratnya demensia terkait infeksi juga ditentukan
oleh jumlah astrosit yang teraktivasi. Astrosit mampu menghasilkan
mediator inflamasi penyebab terjadinya disrupsi homeostasis neuronal,
sehingga aktivasi astrosit ikut berkontribusi terhadap terjadinya
neuropatologi yang terkait dengan infeksi SSP.
Saat ini diketahui terdapat dua mekanisme kerusakan neuron pada
infeksi SSP, yaitu neurotoksisitas langsung dan tidak langsung.
Neurotoksisitas langsung diperantarai oleh protein spesifik agen infeksi,
misalnya gp120 dan proteinn Tat pada infeksi HIV-1. Sedangkan
neurotoksisitas tidak langsung diperantarai oleh faktor-faktor terlarut yang
dilepaskan oleh makrofag dan mikroglia yang terinfeksi dan/atau
teraktivasi, seperti quinolinic acid, TNF-α, ROS, dan berbagai macam
sitokin. Kerusakan neuron tersebut selanjutnya mencetuskan terjadinya
disfungsi dan kematian sel neuron dan glia.
Mediator proinflamasi juga mengganggu ambilan glutamat oleh
astrosit, sehingga terjadi aktivasi reseptor NMDA dan stres oksidatif.
Indikator patologis dari kerusakan dan kematian neuron berhubungan erat
dengan terdapatnya makrofag dan mikroglia yang teraktivasi. Peran
deposisi Aβ dalam patogenesis demensia terkait infeksi telah dibuktikan
oleh beberapa penelitian, misalnya pada infeksi HIV-1, virus herpes
simpleks, prion protein bentuk patogenik (PrPSc), Treponema pallidum, dan
Borrelia burgdoferi. Suatu penelitian menunjukkan bahwa pembentukan
plak Aβ prevalensinya secara signifikan lebih besar pada kelompok yang
terinfeksi HIV-1 dibandingkan dengan kontrol. Observasi terakhir juga
menunjukkan bahwa Treponema pallidum dan Borrelia burgdoferi
mengandung protein amiloidogenik. Virus herpes simpleks juga diketahui
mampu meningkatkan deposisi Aβ dan fosforilasi protein tau, sehingga
virus ini dianggap sebagai faktor resiko untuk terjadinya penyakit
Alzheimer

19
IV. KRITERIA DIAGNOSIS
HIV Associated Asymptomatic Neurological Impairment (ANI).
1. Gangguan fungsi kognitif didapat, melibatkan sedikitnya 2 domain, yang
diperoleh berdasarkan tampilan pada test neuropsikologis yang
terstandarisasi dengan hasil sedikitnya 1 SD dibawah rata-rata.
Test neuropsikologi meliputi: bahasa/verbal, atensi/memori kerja,
abstraksi/eksekusi, memori (belajar, mengulang), kecepatan memeroses
informasi, persepsi sensorik, kemampuan motorik.
2. Gangguan kognitif tidak mempengaruhi aktifitas sehari-hari
3. Gangguan kognitif tidak memenuhi kriteria delirium atau demensia
4. Tidak ada bukti lain sebagai penyebab ANI

HIV associated mild neurocognitif disorder (MND):


1. Gangguan fungsi kognitif yang didapat melibatkan sedikitnya 2 domain,
diperoleh berdasarkan pada tampilan test psikologi dengan hasil sedikitnya
1 SD dibawah rata-rata.

Test neuropsikologi meliputi:


• bahasa/verbal
• atensi/memori kerja,
• abstraksi/eksekusi,
• memori (belajar, mengulang),
• kecepatan memeroses informasi,
• persepsi sensorik,
• kemampuan motorik.
2. Gangguan kognitif yang terjadi berpengaruh ringan terhadap aktifitas
sehari-hari (paling tidak satu dari yang dibawah ini):
• Berdasarkan laporan sendiri terjadi penurunan: fungsi mental,
pekerjaan, atau fungsi sosial
• Observasi dari orang lain: penurunan fungsi mental yang ringan
yang mengakibatkan tidak efisiennya dalam pekerjaan, dan fungsi
sosial.
3. Gangguan kognitif ini tidak memenuhi kriteria delerium dan demensia.

20
4. Tidak ada bukti lain yang menjadi penyebab gangguan kognitif ini (MND)
Keadaan ini sesuai dengan skala 0,5-1 MSK (Memorial Kettering Scale).

HIV associated dementia (HAD)


1. Gangguan kognitif yang sangat jelas, melibatkan paling tidak dua domain
kognitif, tetapi yang khas terjadi kegagalan yang multipel dalam domain
kognitif , terutama belajar informasi yang baru, gannguan konsentrasi.
Fungsi kognitif ini harus ditest dengan test neuripsikologi, dan nilai ≥2 SD
dibawah nilai normal.
2. Gangguan kognitif menyebabkan atau mempengaruhi terganggunya
kehidupan sehari-hari
3. Gangguan kognitif ini tidak memenuhi kriteria delerium dan demensia.
4. Tidak ada bukti lain yang menjadi penyebab demensia.
Keadaan ini sesuai dengan skala > 2 MSK (Memorial Kettering Scale).

21
Memorial Sloan Kettering (MSK) scale
 Derajat 0 (normal): fungsi motor dan mental normal.
 Derajat 0,5(subklinik): gejala minimal tanpa mempengaruhi aktivitas
sehari-hari (gejala neurologi seperti perlambatan gerakan jari tangan atau
refleks primitif mungkin ada).
 Derajat 1(ringan): Defisit kognitif mempengaruhi keterampilan yang
diperlukan dalam aktifitas sehari-hari.
 Derajat 2 (sedang): Defisit kognitif mengakibatkan pasien tidak dapat
melakukan aktifitas sehari-hari
 Derajat 3 (berat): Defisit kognitif mengakibatkan pasien hanya mampu
melakukan tugas yang sederhana, diperlukan pendamping pada penderita
ini.
 Derajat 4 (stadium akhir): Defisit kognitif sangat berat dimana pasien tidak
mengerti keadaan sekitarnya. Gejala neurologi yang terjadi adalah
paraparesis dan inkontinensia urine/alvi.

22
TEST NEUROPSIKOLOGI

Jenis Tes Deskripsi Kognitif

Verbal Menyebut sebanyak mungkin Memori


Fluentcy Test dari 15 daftar kata-kata dalam
1 katagori

Digit Span Pasien dibacakan dengan suara Atensi dan


Forward intonasi normal, satu digit per konsentrasi
detik.

Digit Span Pasien menyebut deretan angka Atensi,


Backward secara terbalik. konsentrasi
dan memori

23
kerja

Trail making Menghubungkan 25 lingkaran Motorik dan


test A dengan nomer yang benar keceptan
secepat mungkin memproses
informasi.

TEST NEUROPSIKOLOGI

Trail making test Menghubungkan 25 Motorik, kecepatan


B lingkaran dengan memproses informasi
angka dan huruf dan fungsi eksekusi
secara berurutan

Boston naming 6 modalitas Fungsi bahasa


test; berbahasa
Token test

Balock design Mengkopi atau Visuospasial


menggambar disain

24
Trail Making Test A

25
Evaluasi bahasa
 Dalam berbahasa tercakup berbagai kemampuan 6 modalitas berbahasa
yaitu:
• Berbicara spontan (fluently)
• Komprehensi (comprehensive)
• Mengulang (repetition)
• Menamai (naming)
• Membaca (reading)
• Menulis (writing)

Evaluasi Visuospasial
 Reproduksi gambar
 Menggambar sesuai perintah
 Disain balok

Belajar menggambar

26
27
BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis gangguan kognitif akut dibuat atas dasar keluhan pasien


berupa kesadarannya yang seperti orang kebingungan dan didapatkan
komunikasi yang sulit yang ada di penderita, selain itu setelah dilakukan
pemeriksaan MMSE, pasien hanya mendapatkan nilai 21 dari total nilai 30
yang artinya kemungkinan terjadi gangguan kognitif akut . Dari
pemeriksaan MMSE, pada bagian visual didapatkan nilai 2 yang hanya bisa
mengurutkan angka dan menggambar sebuah kubus, sedangkan ketika di
minta untuk membuat jam dinding pukul 11.10, pasien tidak dapat
menggambar. Sedangkan pada bagian penyebutan nama binatang, pasien
mendapatkan nilai 1 . Pada bagian memory, ketika pasien diminta untuk
mengurutkan suatu kata, pasien bisa memperoleh nilai 4. Dan pada bagian
atensi, pasien mendapatkan nilai 1 yang diperoleh dari pengurangan angka.
Pada bagian bahasa, pasien dapat nilai 3, sedangkan di bagian abstrak
pasien memperoleh nilai 2. Dan ketika di minta untuk mengulangi kata lagi,
pasien dapat memperoleh nilai 3. Pada bagian akhir orientasi, pasien dapat
nilai 5 sehingga total nilai yang diperoleh pasien adalah 21 . Selain
melakukan pemeriksaan MMSE, pemerikasaan fisik yang didapatkan
berupa terdapat candidiasis oral dan dilakukan juga pemeriksaan penunjang
berupa HIV screening dan CD4 untuk menegakkan diagnosis HIV dan
hasilnya adalah HIV (+) dan nilai CD 4 31 . Keluhan berupa rasa bingung
dan demensia yang terjadi pada pasien karena Virus HIV-1 mampu
menginfeksi makrofag, mikroglia, dan astrosit, dan mampu menghasilkan
protein toksik seperti gp120 dan Tat. Prion protein bentuk patogenik
(PrPSc) memiliki gugus glycosylphosphatidylinositol (GPI) yang
memfasilitasi melekatnya prion protein pada membran sel neuron (Kovacs
GG, Budka H., 2011). Plasmodium falciparum dalam eritrosit terinfeksi
mampu menghasilkan protein antigenik Plasmodium falciparum
erythrocyte membrane protein-1 (PfEMP1) yang memediasi terjadinya
cytoadherence (Idro R, Jenkins NE, Newton NE, 2005.). Toxoplasma

28
gondii mampu membentuk kista, menembus dinding sel host dan
bereplikasi didalam sel host, dan memiliki protein permukaan yang
memediasi melekatnya parasit tersebut pada dinding leukosit dan menyebar
ke berbagai organ, termasuk otak (Kim SK, Karasov A, Boothroyd JC)..
Cryptococcus neoformans memiliki kapsul polysaccharide sebagai faktor
virulensinya (Roos KL, et al. 2005).
Berbagai karakteristik spesifik yang dimiliki oleh agen infeksi diatas
mampu menginduksi respon inflamasi di otak, yang ditandai dengan
disfungsi sawar darah-otak, terjadinya migrasi sel-sel keradangan ke
jaringan otak, dan peningkatan produksi sitokin proinflamasi di otak.
Kondisi tersebut akan mengaktivasi mikroglia dan astrosit di jaringan otak
sehingga terjadi produksi radikal bebas dan semakin meningkatnya
produksi sitokin proinflamasi. Hasil akhir dari semua proses diatas adalah
berlangsungnya proses neurodegenerasi, suatu proses yang mengarah pada
kondisi demensia.
Pada pasien ini, terapi yang didapatkan adalah inj fluconazole 2x1
yang merupakan obat anti fungi untuk terapi candidiasis oral, candestatin
drop juga merupakan obat anti fungi untuk terapi candidiasis oral, atripla
untuk menangani penyakit HIV tersebut, cotrimoksazole dan ceftazidine
merupakan obat antibiotic. Sedangkan terapi dari syarafnya diberikan obat
inj piracetam 3gr/8jam yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
kognitif pasien, asam folat diberikan untuk vitamin memberi tambahan
nutrisi , dan inj Metilprednisolon 125/12 jam yang merupakan obat
kortikosteroid yang bertujuan untuk mengurangi reaksi peradangan .

29
DAFTAR PUSTAKA

Roos KL, et al. 2005. Principles of Neurologic Infectious Disease. USA: The

McGraw-Hill Companies, Inc. p113-130. 10. WHO. 2011. Global HIV/AIDS


Response: Epidemic update and health sector progress toward Universal
Access. Progress Report 2011.

Niranjan N. Singh. HIV encephalophaty and AIDS dementia complex.


Medscape.2011.

Idro R, Jenkins NE, Newton NE. Pathogenesis, clinical features, and


neurological outcome of cerebral malaria. Lancet Neurol 2005;4:827- 840

Kovacs GG, Budka H. Molecular Pathology of Human Prion Diseases. Int. J.


Mol. Sci. 2009;10: 76-999.

Kim SK, Karasov A, Boothroyd JC. Bradyzoitespecific surface antigen SRS9


plays a role in maintaining Toxoplasma gondii persistence in the brain and
in host control of parasite replication in the intestine. Infection and
Immunity 2007; 75(4): 1626-1634

Woods SP, Moore DJ, Weber E, Grant I. Cognitive neuropsychology of HIV-


associated neurocognitive disorders. Neuropsychol Rev 2009;19:152-168

Dronda, Fernando, Zamora, Javier, Moreno, Santiago. CD4 cell recovery


during successful antiretroviral therapy in naive HIV-infected patients: the role
of intravenous drug use. AIDS. 2008;18(16):2210-2.

Carter CJ. Alzheimer’s Disease: A Pathogenetic Autoimmune Disorder


Caused by Herpes Simplex in a Gene-Dependent Manner. International
Journal of Alzheimer’s Disease 2010;10:1-17

Imran M, Mahmood S. An overview of human prion diseases. Virology


Journal 2011;8:559.

Suzuki Y, Halonen S, Wang X, Wen X. 2007. Cerebral Toxoplasmosis:


Pathogenesis and Host Resistance. In: Toxoplasma gondii. First edition.
London: Elsevier. p 567-582.

Kasper LH. 2008. Toxoplasma Infection. In: Harrison’s Principles of


Internal Medicine. 17th edition. USA: McGraw-Hill Companies, Inc. p.1305-
1308.

Gigley JP, Bhadra R, Khan IA. CD8 T cells and Toxoplasma gondii: a new
paradigm. Journal of Parasitology Research 2011. pp1-9.

Miklossy J. 2008. Biology and neuropathology of dementia in syphilis and


Lyme disease. In: Handbook of Neurology. USA: Elsevier B. V. p825-840

30

Anda mungkin juga menyukai