Disusun Oleh:
MUHAMMAD RIAN ANSHARI
113140004
PROPOSAL SKRIPSI
Disusun Oleh :
MUHAMMAD RIAN ANSHARI
113140004
Pembimbing I Pembimbing II
(Dr. Ir. Drs. H. Herianto, M.T.) (M.Th. Kristiati EA, S.T., M.T)
I. JUDUL
PEMODELAN NUMERIK UNTUK MENGIDENTIFIKASI SILICA
SCALING RATE DAN MEKANISME PEMBENTUKANNYA DENGAN
MENGGUNAKAN SOFTWARE CMG-STARS, STUDI KASUS PADA
SUMUR X LAPANGAN PANASBUMI X, STAR ENERGY GEOTHERMAL.
Slate 2.4
Sandstone 3.2
Gneiss 2.7
Granite 2.6
Gabbro 2.1
Peridotite 3.8
Gambar 5.2.
Diagram TS Sistem Panasbumi Dominasi Air
Gambar 5.2. Menunjukkan proses dari flash system pada system
panasbumi. Sistem ini banyak ditemukan pada sistem sumur dua fasa atau system
liquid dominated. Kondisi bottom hole seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.2
terletak dalam kondisi air tersaturasi. Selama proses menuju ke permukaan, cairan
mengalami proses flashing di lubang sumur menjadi zona dua fasa karena proses
kehilangan tekanan dan temperatur.
Selanjutnya, keberadaan gas yang tidak dapat terkondensasi (NCG) juga
mempengaruhi sifat-sifat fluida panasbumi. Temperatur saturasi akan semakin
rendah karena keberadaan NCG. Selain itu, keberadaan kandungan garam (NaCl)
menyebabkan temperatur saturasi lebih tinggi dari cairan.
Gambar 5.3.
Pengaruh CO2 dan NaCl pada Tekanan dan Temperatur Saturasi
Gambar 5.4.
Kurva Corey dan Kurva Permeabilitas Linear
1 𝑘𝑟𝑙 𝑘𝑟𝑔
= +
υ𝑡 υ𝑙 υ𝑔
Gambar 5.5.
Konfigurasi Sumur Panasbumi
Gambar 5.6.
Ilustrasi Sudut Inklinasi Sumur
𝑓𝜌𝑣 2
melambangkan gradien kehilangan tekanan (dP/dz)fric terjadi akibat
2𝑑
adanya proses friksi mekanik antara fluida dan dinding casing. Besarnya
kehilangan tekanan akibat friksi dapat di tentukan dengan velocity dari fluida di
dalam pipa. Selain itu, f adalah friction factor yang di identifikasi oleh pola aliran
berdasarkan Reynolds number.
𝜌𝑣𝑑
𝑁𝑅𝑒 =
𝜇
Aliran dapat di katakana laminar flow jika NRe<2000, jika besarnya NRe>4000
maka aliran tersebut di katakana aliran turbulen. Critical transition region terjadi
jika besarnya harga Reynolds number antara 2000 < NRe< 4000. Pada pola aliran
laminar, factor friksi dapat di definisikan sebagai f=64/NRe. Faktor gesekan pada
aliran turbulen, untuk pipa yang halus dan kasar, didekati dengan persamaan Chen
(Hasan & Kabir, 2002), seperti pada persmaan 3.25.
4
𝑓= 2
𝜀/𝑑 5.0452
[4𝑙𝑜𝑔 ( − log 𝐴)]
3.7065 𝑁𝑅𝑒
fluida incompressible, satu fasa air, gradien tekanan akibat akselerasi dapat
diabaikan. Pada aliran fluida compressible terjadi penambahan kecepatan seiring
dengan berkurangnya tekanan, sehingga gradien tekanan akibat akselerasi perlu
diperhitungkan. Pada aliran fluida compressible dv/dz dapat di di nyatakan juga
sebagai –vdP/dz. Sehingga persamaan 3.27. dapat di tuliskan ulang menjadi:
𝑓𝜌𝑣 2
𝑑𝑃 𝜌𝑑𝑐𝑜𝑠𝜃 + 2𝑑
= 𝜌𝑣 2
𝑑𝑧 1−
𝑃𝑎𝑣𝑒
Untuk persamaan kesetimbangan energi, laju kehilangan panas (Q) dapat
diabaikan (adiabatic) karena sebelum dialirkan biasanya sumur panas bumi
dipanaskan (heated up) terlebih dahulu dengan cara memproduksikannya pada
laju alir massa yang sangat kecil sekali (bleeding) kemudian terpanaskan lagi
melalui kondisi transien sebelum mencapai steady state. Bjornsson (1987)
menuliskannya sebagai:
𝑑𝐸𝑡 𝑑
= 𝑚 (𝑔𝑧𝑐𝑜𝑠𝜃 + 0.5𝑣 2 + ℎ)
𝑑𝑧 𝑑𝑧
5.3.3. Aliran Dua Fasa
Dibandingkan dengan aliran satu fasa, aliran dua fasa lebih kompleks
karena uap dan air bergerak pada kecepatan yang berbeda. Perbedaan kecepatan
uap dan air pun tidak sama di sepanjang lubang sumur. Untuk mengevaluasi
persoalan dalam aliran dua fasa, telah dikembangkan beberapa model empiris dan
semi-analitis. Sebelum menjelaskan model yang digunakan dalam menganalisis
aliran vertikal fluida dua fasa, terlebih dahulu akan dibahas beberapa istilah yang
digunakan di dalamnya
5.4. Kimia Akuatik
Air dapat bertindak sebagai pelarut dan sebagai senyawa kimia, seperti
𝐻2𝑂, dalam bentuk cair, sebagai kristal padat, dan sebagai gas. Sebagai senyawa
kimia, ia merupakan bagian dari keseimbangan karbonik dengan menukar proton
dengan karbonat, bikarbonat, dan asam karbonat, sementara jika sebagai pelarut ia
dapat memungkinkan molekul-molekul ini larut.
Aktivitas dan Konsentrasi
Suatu zat terlarut adalah zat yang dilarutkan dalam zat lain (pelarut).
Konsentrasi zat terlarut dalam pelarut di sebut sebagai molalitas (m - mol zat
terlarut per kg pelarut), formalitas (F - mol pelarut per kg larutan), molaritas (M -
jumlah mol zat terlarut per liter larutan ) dan normalitas (N - jumlah bobot setara
zat terlarut per liter larutan). Normalitas kadang-kadang digunakan sebagai
persamaan untuk alkalinitas. Dua ekspresi yang paling umum digunakan adalah
molalitas dan molaritas. (Faure 1998)
Untuk menggunakan konsentrasi ion dan molekul yang dilarutkan dalam
air (larutan berair) dalam perhitungan, Maka harus di konversi dahulu menjadi
aktivitas: konsentrasi zat terlarut "aktif". Aktivitas (a) dari zat terlarut sama
dengan konsentrasi (c) di kali-kan koefisien aktivitas (γ):
𝛼 = 𝛾𝑐
Koefisien aktivitas padatan murni dan air (molekul H2O) adalah sama dengan 1.
Koefisien aktivitas terkait dengan kekuatan ioniknya. Dalam konsentrasi yang
sangat encer, koefisien aktivitas sama dengan 1. (Faure 1998)
Termodinamika
Reaksi kimia baik mengkonsumsi atau menghasilkan energi, mereka di
bagi menjadi aktivitas eksotermik dan endotermik. Termodinamika didasarkan
pada keseimbangan antara usaha (misalnya peningkatan tekanan, volume atau
temperatur) dan entalpi (energi panas atau panas pembentukan). Enthalpy dapat
diubah oleh fluks energi panas di dalam atau di luar sistem atau dengan kerja yang
dilakukan di dalam sistem. Tidak semua entalpi dapat dikonversi menjadi kerja,
karena sebagian akan digunakan untuk peningkatan entropi. (Faure 1998)
Suatu bentuk energi yang menggabungkan entropi (S) dan entalpi (H) adalah
Gibbs free energy (G):
𝐺 = 𝐻 − 𝑇𝑆
Dimana T adalah temperatur absolut dalam Kelvin, satuan untuk entalpi dan
Gibbs free energy umumnya dinyatakan dengan KKal. Perubahan energi bebas
Gibbs dalam reaksi Δ𝐺𝑅 ° sama dengan jumlah energi bebas Gibbs standar dari
semua produk dikurangi jumlah energi bebas Gibbs standar dari semua reaktan:
Gambar 5.14.
Deposisi Scale pada Dinding Sumur
√[𝐶𝑎2+ ]𝑥 [𝐶𝑂32− ]
𝑆= )
𝐾𝑠𝑝 𝐶𝑎𝐶𝑂3
Gambar 5.20
Interaksi Antara Kristal pada Larutan Bulk dan Permukaan Media
Tabel. III-6 Properti Kristal (1), Media (2), dan Lingkungan (3) yang
mempengaruhi Pengendapan Kristal pada Permukaan Media
Properti Kristal (1) Properti Media (2) Lingkungan (3)
Ukuran Partikel dan
Kekasaran Permukaan Salinitas
Persebaran Bentuk
Konsentrasi Tipe Material Temperatur
Laju Alir Pola Aliran
Proses penyatuan dari Kristal pada permukaan media tidak terjadi secara
langsung pada saat partikel menuju permukaan media, hal ini di karenakan adanya
batas energi pada deposisi.
5.4.1.3.5. Faktor yang mempengaruhi pembentukan scale CaCO3 antara lain:
Pengaruh Temperatur
Semakin tinggi temperatur air, kelarutan CaCO3 akan semakin berkurang
sehingga kecenderungan terbentuknya scale akan semakin besar. Hal tersebut
ditunjukkan pada Gambar 3.21.
Gambar 5.21.
Hubungan Antara Temperatur dengan Kelarutan CaCO3 dan Tekanan
Parsial CO2
Pengaruh Tekanan
Tekanan dalam hal ini adalah tekanan parsial CO2 yang harganya sama
dengan fraksi mol CO2 dikalikan dengan tekanan sistem. Jika suatu sistem
beroperasi pada tekanan 50 bar-a dan mengandung 20% mol CO2 maka tekanan
parsialnya adalah 10 bar-a.
Jumlah gas CO2 yang terlarut dalam air sebanding dengan tekanan parsial
CO2 dalam system, dan tekanan parsial CO2 sebanding dengan kelarutan CaCO3.
Karena jika kandungan CO2 dalam air meningkat, endapan kalsit dapat dilarutkan
dan diubah menjadi ion Ca2+ dan HCO3-. Hal tersebut ditunjukkan pada
persamaan berikut:
CaCO3 + H2O+ CO2 Ca2+ + HCO3-
CO2 yang terlarut dalam air akan terus melarutkan kalsit sampai CO2
habis dan kesetimbangan dapat tercapai, Barja, Almar (2014). Jika fluida
geothermal mengalami flashing dan fluida berubah menjadi dua fasa sehingga
CO2 terbebaskan, maka reaksi di atas akan bergeser ke kiri dan menyebabkan
pengendapan kalsit.
Jadi jika tekanan dalam system turun, tekanan parsial CO2 juga akan turun
dan CO2 yang terlarut juga dibebaskan sehingga CaCO3 akan mengendap, dan
sebaliknya. Pengaruh tersebut juga dapat dlihat pada Gambar 4.15.
Gambar 5.22.
Hubungan Tekanan Parsial CO2 dengan Kelarutan CaCO3 pada berbagai
Temperatur
Pengaruh pH
Kandungan CO2 dalam air berpengaruh pada pH air dan juga pada
kelarutan CaCO3. Semakin besar pH, tekanan parsial CO2 semakin kecil,
sehingga kelarutan CaCO3 semakin rendah sehingga akan terbentuk scaling. Hal
tersebut ditunnjukkan pada Gambar 5.16.
Gambar 5.23.
Hubungan Tekanan Parsial CO2 dengan pH pada berbagai Temperatur
Faktor Konversi,
Ion
dari ppm dari meq/lt
Na+ 2,20 x 10-5 5,0 x 10-4
Ca2+ 5,00 x 10-5 1,0 x 10-3
Mg2+ 8,20 x 10-5 1,0 x 10-3
Fe3+ 8,10 x 10-5 1,5 x 10-3
Cl- 1,40 x 10-5 5,0 x 10-4
HCO3- 0,82 x 10-5 5,0 x 10-4
SO42- 2,10 x 10-5 1,0 x 10-3
CO32- 3,30 x 10-5 1,0 x 10-3
Sedangkan untuk pCa dan pCAlk ditentukan dengan persamaan berikut:
1
pCa = log(𝑚𝑜𝑙 Ca2+/liter)
dimana,
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐶𝑎2+
mol Ca2+ = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑀𝑜𝑙𝑒𝑘𝑢𝑙 𝐶𝑎
1
pAlk = log(𝑚𝑜𝑙 total alkalinitas/liter)
1
=log(𝑚𝑜𝑙 CO2− +mol HCO3/liter))
4,0
3,6
Temperature, o C
3,2
2,8 10
20
2,4 30
40
2,0
50
1,6
1,2 60
0,8 70
0,4
100 90 80
0
1,0 1,4 1,8 2,2 2,6 3,0 3,4 3,8
Ionic Strength
Gambar 5.24.
Harga K pada Berbagai Ionic strength
(Nasrudin Mahmud, “Analisa Air Formasi dalam Menentukan Kecendurungan
Pembentukan Scale pada Sumur X, Y, dan Z”, 2015)
dalam kg.m2.s-1.
Massa kristal per luas permukaan area pada waktu yang di tentukan 𝑡 + ∆𝑡
di hitung berdasarkan penjumlahan antara total massa per luas permukaan pada
suatu waktu ditambahkan dalam perhitungan laju massa dalam perhitungan time
step baru ∆𝑡:
𝑑𝑚
𝑚𝑡+∆𝑡 = 𝑚𝑡 + . ∆𝑡
𝑑𝑡
Tebal dari deposisi scaling kemudian di hitung sebagai total massa terdeposit per
luas area di bagi oleh densitas 𝑑𝑓 dari lapisan scaling.
𝑚𝑡+∆𝑡
𝑥𝑓 =
𝜌𝑓
Dimana 𝑥𝑓 adalah ketebalan dari lapisan scaling dalam meter dan 𝜌𝑓 adalah
densitas dari lapisan scaling yang dinyatakan dengan satuan kg.m-3.
5.4.4. Perhitungabn Laju Massa Deposisi Akibat Kristalisasi
Awalnya, ion sulfat dan kalsium di transportasikan dari bulk menuju
interface karena adanya proses difusi. Proses transfer massa ini di akibatkan oleh
adalnya perbedaan konstentrasi ∆𝐶1 = 𝑐𝐹 − 𝑐𝑓 :
𝑑𝑚𝑐
= 𝛽. (𝑐𝐹 − 𝑐𝑓 )
𝑑𝑡
𝑑𝑚𝑐
Dimana adalah laju massa kristalisasi dalam satuan kg.m-2.s-1., 𝛽
𝑑𝑡
𝑑
𝑅5 = 2𝜋∙ʎ1 𝑓(𝑡).
𝑓
𝑐𝑝 ∙ 𝑄 ∙ 𝑑𝑇 = −𝑞 ∙ 𝑑𝑧
Kombinasi dari perhitungan di atas menunjukan model perhitungan dari
kalkulasi kehilangan temperatur sepanjang sumur:
𝑑𝑇 𝜋 ∙ 𝑑1
=− ∙ 𝑘 ∙ (𝑇 − 𝑇𝑒 )
𝑑𝑧 𝑐𝑝 ∙ 𝑄
Gambar 4. 26
Workflow Perhitungan Laju Deposisi Scale CaCO3
MINGGU
No DISKRIPSI
II III I IV
( Nb: Dengan ini saya sangat berharap dapat melaksanakan Tugas Akhir saya di
STAR ENERGY LTD. mulai awal Januari 2019)