Anda di halaman 1dari 40

PEMODELAN NUMERIK UNTUK MENGIDENTIFIKASI SILICA

SCALING RATE DAN MEKANISME PEMBENTUKANNYA DENGAN


MENGGUNAKAN SOFTWARE CMG-STARS, STUDI KASUS PADA
SUMUR X LAPANGAN PANASBUMI X, STAR ENERGY
GEOTHERMAL

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Disusun Oleh:
MUHAMMAD RIAN ANSHARI
113140004

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2018
PEMODELAN NUMERIK UNTUK MENGIDENTIFIKASI SILICA
SCALING RATE DAN MEKANISME PEMBENTUKANNYA DENGAN
MENGGUNAKAN SOFTWARE CMG-STARS, STUDI KASUS PADA
SUMUR X LAPANGAN PANASBUMI X, STAR ENERGY
GEOTHERMAL

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun Oleh :
MUHAMMAD RIAN ANSHARI
113140004

Disetujui untuk Jurusan Teknik Perminyakan


Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional ’Veteran’ Yogyakarta,
Oleh Dosen Pembimbing :

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. Ir. Drs. H. Herianto, M.T.) (M.Th. Kristiati EA, S.T., M.T)
I. JUDUL
PEMODELAN NUMERIK UNTUK MENGIDENTIFIKASI SILICA
SCALING RATE DAN MEKANISME PEMBENTUKANNYA DENGAN
MENGGUNAKAN SOFTWARE CMG-STARS, STUDI KASUS PADA
SUMUR X LAPANGAN PANASBUMI X, STAR ENERGY GEOTHERMAL.

II. LATAR BELAKANG MASALAH


Peforma produksi unit 1 dan unit 2 PLTP Wayang Windu pada tahun 2011
mengalami penurunan sampai 15% per tahun yang menyebabkan pasokan uap
tidak mencapai 450 kg/s. Salah satu hal yang menyebabkan berkurangnya
pasokan uap pada sumur panasbumi di Wayang Windu adalah adanya
pengendapan scale pada dinding sumur sehingga mengurangi diameter lubang
sumur sekaligus mengurangi pasokan uap yang dapat terpoduksi.
Sumur M-4 adalah salah satu sumur yang dibor pada tahun 2009 dengan
target gambung upflow total kedalaman pemboran M-4 adalah 1409 m-Md
dengan inisial produksi sebesar 52 kg/s.
Selama 6 bulan produksi sejak tahun 2009 sumur M-4 mengalami
penurunan produksi hingga 24 kg/s dari produksi awal dengan decline sebesar
20,93%. Sumur M-4 ini sebelumnya pernah dilakukan project well washing
(injeksi kondensat) pada tahun 2012 dengan kenaikan produksi kurang lebih 6 dan
5 kg/s masing-masing. Namun, tidak lama kemudian produksi kembali turun.
Oleh karena itu dilakukan analisa air formasi dan diketahui bahwa sumur
diindikasikan mengalami scaling kalsit.
Pengendapan scale ini terjadi akibat adanya flashing process pada sumur
panasbumi dimana air panas berubah fasa menjadi uap di dalam lubang sumur. Di
Lapangan Wayang Windu, pengendapan calcite terjadi di beberapa sumur.
Pengendapan calcite dapat terjadi karena proses reboiling dan kondensasi juga
karena proses flashing. Proses flashing pada sumur 2 fasa terjadi karena adanya
kehilangan tekanan dan temperature di dalam sumur. Sifat-sifat fluida di dalam
sumur, 1 fasa ataupun 2 fasa sulit untuk di modelkan atau di prediksi. Data
tekanan dan juga temperatur yang berasal dati running PTS hanya menyajikan
data kualitatif dari fasa fluida dan tidak menyajikan data kuantitarif lengkap dari
fluid regime. Maka dari itu, untuk menentukan flow regime dan juga laju
pengendapan scale maka beberapa pendekatan akan di bahas di BAB IV skripsi
ini.
Pendekatan tersebut membutuhkan proses yang kompleks untuk membangun
simulator dengan menggunakan macro-excel. Selain itu, pendekatan tersebut
tersimulasi secara isothermal pada saat proses produksi. Maka dari itu, penulis
memutuskan untuk membuat pemodelan sumur dengan menggunakan beberapa
fitur yang terdapat dalam software CMG-STARS. Dalam software ini, input
awalnya adalah data-data reservoir maupun produksi yang dapat
merepresentasikan kondisi aktual dari sumur tersebut.

III. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN


Maksud : Membuat pemodelan kondisi sumur M-4 yang mendekati kondisi
aktualnya untuk kemudian di lakukan simulasi produksi dan
investigasi laju pengendapan scale pada dinding sumur M-4.
Tujuan : Untuk menginvestigasi laju pengendapan scale pada sumur M-4 dan
mengidentifikasi mekanisme pembentukannya.

IV. METODELOGI PENELITAN


Metodologi yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu dimulai dengan
pengumpulan data-data sumur yang meliputi data tekanan, temperature, geometri
sumur, laju produksi, tekanan kepala sumur, dan tekanan reservoir. Selanjutnya,
adalah memodelkan kondisi sumur dengan menggunakan software CMG-STARS
dan melakukan history matching pada sumur tersebut. Setelah data-data model
sumur dan sumur asli nya di anggap match, maka dilakukan simulasi pemodelan
investigasi pengendapan scale pada dinding sumur.
V. TEORI DASAR
Umumnya, system panasbumi ber-entalpi tinggi terdapat pada daerah
vulkanis yang memiliki system rekahan. Porositas, permeabilitas dan densitas
batuan adalah parameter yang paling penting pada reservoir panasbumi. Parameter
lain yang perlu di pertimbangkan pada panasbumi ialah thermal properties seperti
kapasitas panas batuan dan konduktivitas panas batuan.
Beberapa parameter yang di pertimbangkan pada fluida panasbumi (uap dan air)
adalah volume spesifik, entalpi, internal energy, viskositas dan kapasitas spesifik
panas. Tekanan saturasi dan temperatur di dapatkan dari steam table.
5.1. Karakteristik Batuan Panasbumi
5.1.1. Porositas, Permeabilitas & Densitas
Reservoir Panasbumi umumnya di temukan pada system rekahan batuan
yang terdapat rekahan dan pori. Maka dari itu, fluida panasbumi tidak hanya
terdapat pada pori namun juga pada rekahan-rekahan dari batuan. Volume pori
pada batuan biasanya dianggap sebagai fraksi pada total volume batuan, dan di
definisikan sebagai porositas (Ф).
𝑉𝑝
Ф=
𝑉𝑡𝑜𝑡
Porositas pada reservoir panasbumi umumnya di bagi menjadi 2, porositas rekah
dan porositas matrix. Saat ini, hanya porositas matrix yang dapat di analisa di
laboraturium. Porositas matrix pada reservoir panasbumi memiliki rentang harga
dari 3-25%. Di samping itu, porositas dari rekah dapat mencapai 100%.
Seperti pada system reservoir minyak, permeabilitas adalah kemampuan batuan
untuk di lalui fluida, di ukur dalam satuadn darcy (D), milidarcy (mD), atau m2.
Permeabilitas umumnya anisotropy dimana permeabilitas vertical dan horizontal
memiliki harga yang berbeda. Permeabilitas matrix batuan pada reservoir
panasbumi memiliki rentang 1-100 mD dan transmisivitas antara 1-100 Dm
(Darcy meter). Densitas bantuan di definisikan sebagai fraksi antara massa dan
volume batuan.
Tabel V.1. Sifat Fisik Batuan Pada Lapangan Panasbumi

Lapangan Negara Temp (°C) k(mD) Ф (%) kh (Darcy.m)

Krafla Iceland 300-350 2-10 3-5 1-3


Laugarnes Iceland 130 15 0.2 15
Laugalan Iceland 80-100 2 - 2
Nesjavellir Iceland 300-400 1-5 5 5
Svartsengi Iceland 240 100-150 5-10 -
Lardarello Italy 240 - 5 10-100
Olkari Kenya 300 3-8 2 1-5
Cerro Prieto Mexico 280-340 10-30 20 4-40
Broadlands NZ 270 30 20 50-100
Wwairakei NZ 270 35-40 20 20-100
Bacman Phillipines 300-320 20 5 30
Tongonan Phillipines 300-350 10-50 5-10 10-50
The Geyser USA 240 50-100 5 1-50
Baca USA 270 3-10 5 1.8

5.1.2. Konduktivitas Panas & Kapasitas Panas Spesifik Batuan


Konduktivitas panas batuan adalah parameter yang menggambarkan
tentang kemampuan batuan untuk menghantarkan panas dalam temperatur yang
berbeda. Berikut adalah persamaan konduktivitas panas. Dimana Q adalah laju
panas (W) per unit area (m) dan dT/dZ adalah gradient temperatur. Maka dari itu,
satuan dari konduktivitas panas batuan adalah W/mK.
𝑄
𝐾=
(𝑑𝑇⁄𝑑𝑍)

Table V.2. Konduktivitas Panas Batuan


(N,M Saptadji, Teknik Panasbumi 2004)
Konduktivitas
Jenis Batuan
(W/mK)
Limestone 2.2-2.8

Slate 2.4

Sandstone 3.2

Bitaminous coal 0.26


Rock Salt 5.5

Gneiss 2.7

Granite 2.6

Gabbro 2.1

Peridotite 3.8

Tabel V.2. menunjukkan contoh konduktivitas batuan dari berbagai


macam tipe batuan. Tipe batuan dan konstituen mineral bukan satu-satunya factor
yang menunjukkan konduktivitas panas dari batuan. Struktur Kristal penyusun
batuan juga dapat mempengaruhi harga dari konduktivitas panas batuan.
Kapasitas panas spesifik batuan adalah parameter yang mendefinisikan tentang
jumlah panas yang di perlukan untuk meningkatkan temperatur sebesar 1°C pada
batuan. Satuan dari kapasitas panas spesifik batuan adalah J/kg.K. berikut adalah
harga dari kapasitas panas spesifik batuan:
 Temperatur Rendah : 0.75-0.85 kJ/kg°C
 Temperatur Menengah : 0.85-0.95 kJ/kg°C
 Temperatur Tinggi : 0.95-1.10 kJ/kg°C
5.2. Karakteristik Fluida Panasbumi
Fasa dari fluida panasbumi (uap maupun cair) dapat di tentukan melalui
tekanan dan temperatur. Liquid adalah kondisi dimana harga temperatur fluida di
bawah dari temperatur didih atau temperatur saturasi. Sebaliknyam jika harga
temperatur fluida di atas temperatur didih atau temperatur saturasi, maka fluida
akan berubah fasa menjadi uap/gas.
Seperti di bahas sebelumnya, klasifikasi system panasbumi berdasarkan
fasa fluidanya di bagi menjadi liquid dominated atau vapour dominated. Tipe
tersebut ekonomis untuk di bangkitkan menjadi pembangkit listrik tenaga
panasbumi pada daerah vulkanis. Skema termodinamis dari system panasbumi
biasanya di definisikan sebagai TS-diagram yang memiliki 3 area: liquid, 2 fasa,
dan gas.
Gambar 5.1.
Diagram TS Sistem Panasbumi Dominasi Uap

Gambar 4.1. Menggambarkan skema dari vapour dominated yang mana


system tersebut jarang di temukan. Uap yang tersaturasi atau superheated dengan
kualitas uap yang tinggi di produksi dari sumur seperti pada point 1. Point 1-2-3
menunjukkan proses dari kepala sumur, turbine, dan kemudian menuju
kondensor. System ini lebih sederhana daripada system liquid dominated.
Beberapa pembangkit listrik tenaga panasbumi yang memiliki system ini adalah
Kamojang (Indonesia), Geysers (AS), dan Lardello ( Italia).

Gambar 5.2.
Diagram TS Sistem Panasbumi Dominasi Air
Gambar 5.2. Menunjukkan proses dari flash system pada system
panasbumi. Sistem ini banyak ditemukan pada sistem sumur dua fasa atau system
liquid dominated. Kondisi bottom hole seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.2
terletak dalam kondisi air tersaturasi. Selama proses menuju ke permukaan, cairan
mengalami proses flashing di lubang sumur menjadi zona dua fasa karena proses
kehilangan tekanan dan temperatur.
Selanjutnya, keberadaan gas yang tidak dapat terkondensasi (NCG) juga
mempengaruhi sifat-sifat fluida panasbumi. Temperatur saturasi akan semakin
rendah karena keberadaan NCG. Selain itu, keberadaan kandungan garam (NaCl)
menyebabkan temperatur saturasi lebih tinggi dari cairan.

Gambar 5.3.
Pengaruh CO2 dan NaCl pada Tekanan dan Temperatur Saturasi

5.2.1. Sifat Fisik Fluida 1 Fasa


Parameter signifikan termodinamika dari satu fasa liquid (air dan uap)
adalah sebagai berikut: volume spesifik (νl dan νg), densitas (ρl dan ρg), internal
energy (ul dan ug), entalpi (hl dan hg), panas laten (hlg ), entropi (sl dan sg), dan
viskositas (μl dan μg) pada berbagai suhu tekanan dan saturasi, ditentukan dari
steam table atau korelasi polinomial untuk uap.
5.2.2. Sifat Fisik Fluida 2 Fasa
Parameter dua fasa dalam termodinamika selalu didefinisikan sebagai
dryness atau kualitas uap (x). Secara matematis, dryness digambarkan dinyatakan
dalam persamaan di bawah. mg dan ml didefinisikan sebagai laju massa uap / gas
dan cairan / air.
𝑚𝑔 𝑚𝑔
𝑥= =
𝑚𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑔 + 𝑚𝑙
Dalam parameter satu fasa, simbol g (untuk uap) dan l (untuk cairan) adalah
parameter pada kondisi jenuh. Sementara itu, parameter ini dalam kondisi dua
fasa didefinisikan dengan persamaan sebagai berikut:
ℎ = ℎ𝑙 + 𝑥 ℎ𝑙𝑔
𝑠 = 𝑠𝑙 + 𝑥 𝑠𝑔
𝜈 = 𝑥 𝜈𝑔 + (1 − 𝑥)𝜈𝑙
𝑢 = 𝑥 𝑢𝑔 + (1 − 𝑥)𝑢𝑙
Jenis fluida, baik satu atau dua fasa biasanya diidentifikasi dengan
membandingkan entalpi dengan entalpi cair dan gas dalam kondisi saturasi. Tabel
5-3 mewakili kriteria untuk menentukan jenis fluida dalam sistem panas bumi.

Tabel V.4. Kriteria Penentuan Entalpi Fluida


(N,M Saptadji, Teknik Panasbumi 2004)
h<hl Compressed Liquid
h=hl Saturated Liquid
h=hg Saturated Steam
hl<h<hg Two-phase mixture (vapor and liquid)
h>hg Superheated Steam

5.2.3. Dua Fasa Fluida Pada Batuan Reservoir


Umumnya, dalam reservoir dua fasa, tiap fasa diasumsikan terpisah dari
fasa lainnya. Ruang pori pada batuan dapat mengandung uap atau cairan. Seperti
dalam reservoir minyak bumi, fraksi volume pori mengandung air dan uap
didefinisikan sebagai saturasi air / cairan (Sw atau Sl) dan saturasi gas / uap (Sv
atau Sg). Berikut ini adalah persamaan untuk sifat-sifat fluida dua fasa dalam
media pori sebagai fungsi dari saturasi cairan dan gas.
Densitas:
𝜌 = 𝜌𝑙 𝑆𝑙 + 𝜌𝑔 𝑆𝑔
Enthalpy:
𝜌𝑙 𝑆𝑙 ℎ𝑙 + 𝜌𝑔 𝑆𝑔 ℎ𝑔
ℎ=
𝜌
Energi Internal:
𝜌𝑙 𝑆𝑙 𝑢𝑙 + 𝜌𝑔 𝑆𝑔 𝑢𝑔
𝑢=
𝜌
Properti dari fluida dua fasa saat pada kondisi aliran di pengaruhi oleh
permeabilitas relative. Kurva permeabilitas relative Corey dan kurva
permeabilitas linear seperti yang di gambarkan pada gambar 3.4 sering di
gunakkan pada reservoir panasbumi.

Gambar 5.4.
Kurva Corey dan Kurva Permeabilitas Linear

Secara matematis, fungsi permeabilitas relatif Corey dapat di nyatakan dengan


persamaan:
𝑘𝑟𝑙 = (𝑆𝑙 ∗ )4
𝑘𝑟𝑔 = (1 − 𝑆𝑙 ∗ )[1 − (𝑆𝑙 ∗ )2 ]
Dimana,
𝑆𝑙− 𝑆𝑙𝑟
𝑆𝑙 ∗ =
1 − 𝑆𝑙𝑟 − 𝑆𝑔𝑟
Slr and Sgr adalah saturasi residual cairan dan saturasi residual uap/gas. Pada
aplikasi di panasbumi, parameter tersebut di asumsikan Slr = 0.3 and Sgr = 0.05.
Oleh karena itu, persamaan laju massa di simpulkan berdasarkan hokum Darcy
sebagai fungsi permeabilitas relative, viskositas, tekanan dan tekanan hidrostatik.
𝑘 𝑘𝑟𝑙
𝑚̇𝑙 = (𝑃 − 𝜌𝑙 𝑔)
υ𝑙
𝑘 𝑘𝑟𝑙
𝑚̇𝑔 = (𝑃 − 𝜌𝑔 𝑔)
υ𝑔
Jika perpindahan panas secara konduktif di abaikan, laju panas dapat di hitung
secara konvektif dengan persamaan:
𝑄𝑒 = ℎ𝑙 𝑚̇𝑙 + ℎ𝑔 𝑚̇𝑔
Jika hanya aliran horizontal yang di asumsikan, maka harga entalpi dan viskositas
kinematic dari fluida dua fasa dapat di hitung dengan persamaan:
Flowing enthalpy (hf):
𝑘𝑟𝑙 𝑘𝑟𝑔
ℎ𝑙 + ℎ𝑔
υ𝑙 υ𝑔
ℎ𝑓 = 𝑘 𝑘𝑟𝑙 𝑘𝑟𝑔
+
υ𝑙 υ𝑔

Viskositas kinematik untuk 2 fasa (υt):

1 𝑘𝑟𝑙 𝑘𝑟𝑔
= +
υ𝑡 υ𝑙 υ𝑔

5.3. Aliran Vertikal Pada Sumur Panasbumi.


Lapangan Panasbumi dengan reservoir ber-temperatur tinggi atau entalpi
tinggi (T> 225 ° C) kebanyakan menghasilkan uap kering atau campuran uap dua
fasa di kepala sumur. Lapangan Panasbumi vapour dominated ditemukan di
Lardarello (Italia), Geysers (AS), Kamojang, Derajat, dan Patuha (Indonesia). Di
lapangan tersebut, reservoir hanya menghasilkan uap kering karena saturasi air
terletak pada saturasi air yang tak dapat direduksi (irreducible saturation).
Di lapangan Panasbumi yang didominasi air, seperti Salak, Wairakei (Selandia
Baru), Lahendong, Dieng, dll. Fluida air dalam kondisi reservoir ditetapkan
sebagai satu fasa cairan. Kemudian, karena tekanan dan kehilangan temperatur di
dalam lubang sumur, fluida akan mengalami proses flashing, menghasilkan uap
yang terbentuk dari fasa cair. Selain campuran uap dan air, steam cap dengan
volume besar dapat ditemukan pada reservoir water dominated. Steam cap ini
ditemukan dalam kondisi awal atau pada proses perubahan fasa karena produksi
sumur. Oleh karena itu, analisis profil aliran vertikal di dalam lubang sumur di
bagi menjadi aliran satu fasa dan campuran aliran dua fasa uap dan air.

Gambar 5.5.
Konfigurasi Sumur Panasbumi

Adanya 3 pola aliran dalam sumur di pengaruhi oleh konfigurasi


sumurnya. Umumnya, konfigurasi sumur yang terdapat di Indonesia di tampilkan
pada gambar 1. Standard hole dikonfigurasi dengan casing produksi berdiameter 9
5/8” dan terfapat slotted liner dengan diameter 7”. Sumur dapat dikatakan big hole
apabila dia memiliki konfigurasi casing produksi 13 3/8”, dan slotted liner sebesar
9 5/8” atau 10 ¾”. Sumur panasbumi di dapat di bor secara vertical mauapun
berarah. Jika sudut inklinasinya kurang dari 2 derajat maka sumur tersebut dapat
di katakana sumur vertical, namun jika sudut inklinasinya mencapai 60 derajat
maka sumur tersebut adalah sumur berarah.
5.3.1. Persamaan Dasar
Tiga persamaan kesetimbangan menentukan aliran fluida dalam lubang
sumur dalam kondisi steady state, yaitu: massa, momentum, dan kesetimbangan
energi. Menyusul persamaan merepresentasikan equilibriums ini masing-masing.
𝑑𝑚
=0
𝑑𝑧
𝑑𝑃 𝑑𝑃 𝑑𝑃 𝑑𝑃
− (( ) +( ) +( ) )=0
𝑑𝑧 𝑑𝑧 𝑔𝑟𝑎𝑣 𝑑𝑧 𝑓𝑟𝑖𝑐 𝑑𝑧 𝑎𝑐𝑐
𝑑𝐸𝑡
±𝑄 =0
𝑑𝑧
Fungsi M dalam perhitungan merepresentasikan mass rate dalam lubang sumur, z
adalah kedalaman sumur, P adalah tekanan, Et adalah total energi, dan Q adalah
heat flow di dalam atau diluar sitem.
5.3.2 Aliran Satu Fasa
Persamaan 3.23. merepresentasikan perhitungan kehilangan tekanan pada aliran 1
fasa. 𝜌𝑔𝑐𝑜𝑠𝜃 merepresentasikan gravitational loss (dP/dZ)grav dengan
mempertimbangkan sudut kemiringan lubang sumur. Pada sumur vertikal (θ = 0,
cos θ =1), kehilangan tekanan diakibatkan oleh gravitasi dan densitas.

Gambar 5.6.
Ilustrasi Sudut Inklinasi Sumur
𝑓𝜌𝑣 2
melambangkan gradien kehilangan tekanan (dP/dz)fric terjadi akibat
2𝑑

adanya proses friksi mekanik antara fluida dan dinding casing. Besarnya
kehilangan tekanan akibat friksi dapat di tentukan dengan velocity dari fluida di
dalam pipa. Selain itu, f adalah friction factor yang di identifikasi oleh pola aliran
berdasarkan Reynolds number.
𝜌𝑣𝑑
𝑁𝑅𝑒 =
𝜇
Aliran dapat di katakana laminar flow jika NRe<2000, jika besarnya NRe>4000
maka aliran tersebut di katakana aliran turbulen. Critical transition region terjadi
jika besarnya harga Reynolds number antara 2000 < NRe< 4000. Pada pola aliran
laminar, factor friksi dapat di definisikan sebagai f=64/NRe. Faktor gesekan pada
aliran turbulen, untuk pipa yang halus dan kasar, didekati dengan persamaan Chen
(Hasan & Kabir, 2002), seperti pada persmaan 3.25.
4
𝑓= 2
𝜀/𝑑 5.0452
[4𝑙𝑜𝑔 ( − log 𝐴)]
3.7065 𝑁𝑅𝑒

𝜀 adalah kekasaran absolut, d adalah diameter dalam pipa, sedangkan A adalah


parameter tak berdimensi yang diberikan pada persamaan:

(𝜀/𝑑)1.1908 7.149 0.8981


𝐴= +( )
2.8257 𝑁𝑅𝑒
Hasan & Kabir (2002) merekomendasikan penggunaan persamaan Chen untuk
menghitung faktor gesekan karena persamaan tersebut dapat diselesaikan secara
eksplisit sehingga lebih efisien dalam perhitungan.
𝜌𝑣𝑑𝑣
atau (dP/dz)acc merupakan gradien tekanan akibat akselerasi. Pada aliran
𝑑𝑧

fluida incompressible, satu fasa air, gradien tekanan akibat akselerasi dapat
diabaikan. Pada aliran fluida compressible terjadi penambahan kecepatan seiring
dengan berkurangnya tekanan, sehingga gradien tekanan akibat akselerasi perlu
diperhitungkan. Pada aliran fluida compressible dv/dz dapat di di nyatakan juga
sebagai –vdP/dz. Sehingga persamaan 3.27. dapat di tuliskan ulang menjadi:
𝑓𝜌𝑣 2
𝑑𝑃 𝜌𝑑𝑐𝑜𝑠𝜃 + 2𝑑
= 𝜌𝑣 2
𝑑𝑧 1−
𝑃𝑎𝑣𝑒
Untuk persamaan kesetimbangan energi, laju kehilangan panas (Q) dapat
diabaikan (adiabatic) karena sebelum dialirkan biasanya sumur panas bumi
dipanaskan (heated up) terlebih dahulu dengan cara memproduksikannya pada
laju alir massa yang sangat kecil sekali (bleeding) kemudian terpanaskan lagi
melalui kondisi transien sebelum mencapai steady state. Bjornsson (1987)
menuliskannya sebagai:
𝑑𝐸𝑡 𝑑
= 𝑚 (𝑔𝑧𝑐𝑜𝑠𝜃 + 0.5𝑣 2 + ℎ)
𝑑𝑧 𝑑𝑧
5.3.3. Aliran Dua Fasa
Dibandingkan dengan aliran satu fasa, aliran dua fasa lebih kompleks
karena uap dan air bergerak pada kecepatan yang berbeda. Perbedaan kecepatan
uap dan air pun tidak sama di sepanjang lubang sumur. Untuk mengevaluasi
persoalan dalam aliran dua fasa, telah dikembangkan beberapa model empiris dan
semi-analitis. Sebelum menjelaskan model yang digunakan dalam menganalisis
aliran vertikal fluida dua fasa, terlebih dahulu akan dibahas beberapa istilah yang
digunakan di dalamnya
5.4. Kimia Akuatik
Air dapat bertindak sebagai pelarut dan sebagai senyawa kimia, seperti
𝐻2𝑂, dalam bentuk cair, sebagai kristal padat, dan sebagai gas. Sebagai senyawa
kimia, ia merupakan bagian dari keseimbangan karbonik dengan menukar proton
dengan karbonat, bikarbonat, dan asam karbonat, sementara jika sebagai pelarut ia
dapat memungkinkan molekul-molekul ini larut.
 Aktivitas dan Konsentrasi
Suatu zat terlarut adalah zat yang dilarutkan dalam zat lain (pelarut).
Konsentrasi zat terlarut dalam pelarut di sebut sebagai molalitas (m - mol zat
terlarut per kg pelarut), formalitas (F - mol pelarut per kg larutan), molaritas (M -
jumlah mol zat terlarut per liter larutan ) dan normalitas (N - jumlah bobot setara
zat terlarut per liter larutan). Normalitas kadang-kadang digunakan sebagai
persamaan untuk alkalinitas. Dua ekspresi yang paling umum digunakan adalah
molalitas dan molaritas. (Faure 1998)
Untuk menggunakan konsentrasi ion dan molekul yang dilarutkan dalam
air (larutan berair) dalam perhitungan, Maka harus di konversi dahulu menjadi
aktivitas: konsentrasi zat terlarut "aktif". Aktivitas (a) dari zat terlarut sama
dengan konsentrasi (c) di kali-kan koefisien aktivitas (γ):
𝛼 = 𝛾𝑐
Koefisien aktivitas padatan murni dan air (molekul H2O) adalah sama dengan 1.
Koefisien aktivitas terkait dengan kekuatan ioniknya. Dalam konsentrasi yang
sangat encer, koefisien aktivitas sama dengan 1. (Faure 1998)
 Termodinamika
Reaksi kimia baik mengkonsumsi atau menghasilkan energi, mereka di
bagi menjadi aktivitas eksotermik dan endotermik. Termodinamika didasarkan
pada keseimbangan antara usaha (misalnya peningkatan tekanan, volume atau
temperatur) dan entalpi (energi panas atau panas pembentukan). Enthalpy dapat
diubah oleh fluks energi panas di dalam atau di luar sistem atau dengan kerja yang
dilakukan di dalam sistem. Tidak semua entalpi dapat dikonversi menjadi kerja,
karena sebagian akan digunakan untuk peningkatan entropi. (Faure 1998)
Suatu bentuk energi yang menggabungkan entropi (S) dan entalpi (H) adalah
Gibbs free energy (G):
𝐺 = 𝐻 − 𝑇𝑆
Dimana T adalah temperatur absolut dalam Kelvin, satuan untuk entalpi dan
Gibbs free energy umumnya dinyatakan dengan KKal. Perubahan energi bebas
Gibbs dalam reaksi Δ𝐺𝑅 ° sama dengan jumlah energi bebas Gibbs standar dari
semua produk dikurangi jumlah energi bebas Gibbs standar dari semua reaktan:

∆𝐺𝑅° = ∑ 𝑛𝑖𝐺𝑓𝑖° (𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑠) − ∑ 𝑛𝑖𝐺𝑓𝑖° (𝑟𝑒𝑎𝑐𝑡𝑎𝑛𝑡𝑠)


Di mana 𝐺𝑓𝑖 merupakan energi bebas Gibbs standar suatu zat dan 𝑛𝑖 adalah
jumlah dari zat itu. ΔG = 0 ketika reaktan dan produk berada dalam kondisi
ekuilibrium. ΔG <0 ketika ada terlalu sedikit produk dan terlalu banyak reaktan
dalam sistem. Oleh karena itu, ketika <G <0 reaktan akan membentuk produk dan
ketika ΔG> 0 produk akan membentuk reaktan - dengan syarat reaksi balik
dimungkinkan. Di sinilah persamaan dan keseimbangan kimia mengikuti dari
termodinamika. (Faure 1998)
Mengikuti hukum termodinamika, tekanan, energi, reaksi kimia,
konsentrasi dan kesetimbangan semuanya saling terkait. Kimia akuatik pada
dasarnya adalah keseimbangan besar dari semua zat yang masuk dan bersentuhan
dengan air. Reaksi kimia berikut ini:
𝐴 + 𝐵 ↔ 𝐴𝐵
Akan sama dengan:
[𝐴𝐵]
=𝐾
[𝐴] + [𝐵]
Dengan [AB], [A] dan [B] aktivitas produk AB dan reaktan A dan B masing-
masing. Konstanta kesetimbangan K untuk larutan berair dapat ditentukan dengan
persamaan Van Hoff, yang diturunkan dari persamaan termodinamika:
∆𝐻°𝑅 1 1
ln( 𝐾𝑇 ) − ln(𝐾𝑇 °) = (− )( − )
𝑅 𝑇 𝑇°
Dimana 𝐾𝑇 adalah konstanta kesetimbangan pada suhu T dalam K. 𝐾𝑇 adalah
konstanta kesetimbangan pada temperatur referensi T° (dalam K, umumnya
298.15K), Δ𝐻𝑅° adalah perubahan entalpi selama reaksi pada temperatur
referensi, perubahan dalam entalpi negatif untuk reaksi eksotermik dan positif
untuk reaksi endotermik - dalam energi.mol-1 dan R adalah konstanta gas dalam
energi.K-1.mol-1.
Potensi reaksi kimia dari suatu sistem tergantung dari factor tekanan dan
temperatur. Kelarutan suatu sistem dipengaruhi oleh variasi potensi kimia yang
terdapat dalam sistem, karena kelarutan suatu sistem tergantung pada
temperaturnya.
5.4. Scale
Salah satu penyebab turunnya produksi yang sangat drastis adalah
terdapatnya scale di lubang sumur. Scale adalah deposisi padat yang terbentuk
dari presipitasi kimia komposisi cairan pada reservoir panasbumi. Scaling adalah
masalah umum yang kerap dihadapi dalam industri panas bumi terutama dalam
dumur produksi & injeksi, pipa, dan pembangkit listrik. Deposisi padatan ini
mengurangi diameter di dalam lubang sumur (casing) dan pipa pada fasilitas
produksi.

Gambar 5.14.
Deposisi Scale pada Dinding Sumur

Masalah ini akan menyebabkan kekurangan suplai uap ke turbin. Oleh


karena itu, prediksi dan model untuk identifikasi laju pengendapan scaling sangat
berguna untuk manajemen produksi yang baik yang akan menguntungkan
perusahaan, misal menentukan waktu yang tepat untuk melakukan well washing
ataupun metode stimulasi sumur yang lain nya. Faktor fisik utama yang
mempengaruhi proses scaling adalah faktor tekanan dan temperatur. Kelarutan
komposisi kimia dari fluida yang berubah selama produksi karena adanya
kehilangan tekanan temperatur di dalam sumur. Fluida panasbumi yang terdiri
dari ion positif (kation) dan ion negative (anion) bereaksi dengan air panas,
sehingga menyebabkan pengendapan scale. Berikut komposisi kimia yang
umumnya terdapat dalam fluida panasbumi:
Table V.4.
Komposisi Kimia yang Terdapat Pada Reservoir Panasbumi

Na+ Fe2+ Br-


K+ Al3+ I-
Ca2+ Mn2+ B
Mg2+ Cl- As
+
Li SO42+ H2S
Cs+ HCO3- NH3
+ -
Rb F SiO2
Pb2+ Zn2+ Cu2+

Scaling pada panasbumi biasanya terbentuk karena mineral kristalin atau


mineral amorph yang biasanya menempel pada permukaan casing ataupun
peralatan yang kontak dengan brine yang diproduksi dari reservoir, (Dios Juan et
al).
5.4.1. Jenis-jenis Scale Pada Sumur Panasbumi
5.4.1.1. Scale Silika
Selain kalsit, jenis scale yang juga sangat umum dijumpai pada sumur-
sumur panasbumi adalah scaling silica. Berbeda dengan kalsit, silica scaling
biasanya ditemukan pada system panasbumi temperature tinggi. Di dalam
reservoir, konsentrasi silica pada fluida geothermal dikontrol oleh kelarutan
kuarsa yang naik seiring naiknya temperatur.
Berikut adalah reaksi dari kuarsa dan air yang membentuk asam silika:
SiO2(s) + 2H2O(aq) H4SiO4
5.4.1.2. Scale Calcium Sulfate (CaSO4)
Scale Calcium Sulfate terbentuk dari reaksi ion kalsium dan ion sulfat
reaksinya sebagai berikut :
Ca2+ + SO42- → CaSO4
Jenis kalsium sulfat pada umumnya berupa gypsum atau hidrous kalsium
sulfat (CaSO4.2H2O), dimana CaSO4 hanya terbentuk anhidrit (CaSO4) ataupun
hemihidrat (CaSO4.1/2 H2O), dimana CaSO4 hanya terbentuk pada temperatur
tinggi.
5.4.1.3. Scale Kalsium Karbonat (CaCO3)
Scale kalsium karbonat adalah jenis scale yang sangat umum dijumpai di
sumur-sumur panasbumi, khususnya pada system low temperature. Scale ini
terbentuk dari kombinasi ion kalsium dan ion karbonat atau bikarbonat, sesuai
dengan reaksi :
Ca2+ + CO32- → CaCO3 (s)
Ca2+ + 2(HCO3) → CaCO3 + CO2 + H2O
Kecenderungan scaling ditentukan oleh rasio supersaturasi (SR) atau
supersaturation index (SI). Rasio supersaturasi (SR) untuk kalsium karbonat
didefinisikan sebagai:
[𝐶𝑎2+ ][𝐶𝑂32− ]
𝑆𝑅 =
𝐾𝑠𝑝𝐶𝑎𝐶𝑂3
Rasio supersaturasi berdasarkan aktivitas untuk senyawa ionik untuk teori
kristalisasi dinyatakan dengan,
𝐼𝑃
𝑆𝑎 = ( ) 1/𝑣
𝐾𝑎
Dimana IP adalah produk aktivitas ionik dari total jumlah kation dan anion yang
berdisosiasi dalam larutan dan Ka adalah produk kelarutan berdasarkan aktivitas
dari garam. Oleh karena itu, untuk kalsium karbonat, rasio supersaturasi S = Sa
dinyatakan sebagai:

√[𝐶𝑎2+ ]𝑥 [𝐶𝑂32− ]
𝑆= )
𝐾𝑠𝑝 𝐶𝑎𝐶𝑂3

Harga SI (Supersaturation Index) dihitung menggunakan persamaan,


𝐼𝑃
𝑆𝐼 = log( )
𝐾𝑠𝑝
terdapat tiga kemungkinan pembentukan scaling dari larutan dengan
mempertimbangkan termodinamika:
 SR <1, larutannya di bawah kondisi jenuh dan tidak ada kecenderungan untuk
terjadi scaling secara termodinamik.
 SR = 1, larutannya dalam kondisi setimbang.
SR> 1, larutannya dalam kondisi jenuh dan memiliki kecenderungan tinggi untuk
pembentukan scaling.
Teori Mekanisme Pertumbuhan Kristal
 Teori Energi Permukaan
Gibbs mengemukakan bahwa bentuk dari Kristal yang bertumbuh
memiliki energi permukaan yang minimal, dan total energi bebas pada Kristal
pada saat kesetimbangan dengan sekelilingnya pada kondisi temperatur dan
tekanan yang konstan akan memiliki volume yang juga minimal, dengan asumsi
volume energi bebas per satuan volume adalah konstan.
Kristal terbentuk dalam bentuk kesetimbangan saat terbentuk dalam keadaan
supersaturated menengah.
 Teori Difusi
Noyes dan Whitney mengatakan bahwa pengendapan dari padatan di
permukaan Kristal adalah proses difusi, dan proses ini di kendalikan oleh
perbedaan konsentrasi antara permukaan padatan dan bulk larutan. Asumsi ini di
nyatakan dengan perhitungan,
𝜗𝑚
= 𝐾𝑚 𝐴(𝐶−𝐶 𝑒)
𝜗𝑡
Dimana m adalah massa dari larutan yang terdepositkan dalam fungsi waktu, A
adalah luas permukaan dari Kristal, C adalah konsentrasi larutan dan 𝐶 𝑒 adalah
kesetimbangan larutan jenuh, 𝐾𝑚 adalah koefisien perpindahan massa.
5.1.4.4. Adhesi
Adhesi terjadi ketika permukaan menempel satu sama lain oleh gaya
antarmolekul seperti gaya valensi. Kristal dari scale dapat menempel ke dinding
siuatu media baik oleh kristal berinti yang diangkut ke permukaan sel kapiler atau
aglomerat dalam jumlah besar di mana mereka menempel ke permukaan media.
Proses ini dapat terjadi melalui gaya antarmolekul seperti gaya Van der Waals,
interaksi elektrostatik dan ikatan kimia. Adhesi adalah fenomena yang kompleks,
para Fisikawan dan Insinyur mendefinisikan adhesi sebagai gaya total yang
diberikan ketika dua materi yang melekat dipisahkan.
Collins menjelaskan bahwa mekanisme dari scaling yang terdepositkan pada
fasilitas permukaan dalam kondisi flowing, tergantung dari ukuran kristal,
geometri media dan juga pola aliran dalam sistem tersebut.
Dalam proses scaling, pertanyaan yang terkait dengan adhesi berkaitan dengan
bagaimana kristal dari proses scaling dapat menempel ke permukaan media.
Pertanyaan kuncinya adalah,
 Apakah nukleasi Kristal terbentuk dalam aliran dan tertransportasikan pada
permukaan pipa?
 Apakah Kristal terbentuk dan teraglomerasi pada bulk dan tertransportasikan
menuju permukaan saat mereka terpisahkan?
 Gaya apa yang bertanggungjawab dari proses adhesi Kristal?
Bagaimanapun juga, mekanisme transportasi tersebut tergantung dari pola aliran
yang terjadi, geometri pipa dan juga ukuran partikel.

Gambar 5.20
Interaksi Antara Kristal pada Larutan Bulk dan Permukaan Media

Tabel. III-6 Properti Kristal (1), Media (2), dan Lingkungan (3) yang
mempengaruhi Pengendapan Kristal pada Permukaan Media
Properti Kristal (1) Properti Media (2) Lingkungan (3)
Ukuran Partikel dan
Kekasaran Permukaan Salinitas
Persebaran Bentuk
Konsentrasi Tipe Material Temperatur
Laju Alir Pola Aliran
Proses penyatuan dari Kristal pada permukaan media tidak terjadi secara
langsung pada saat partikel menuju permukaan media, hal ini di karenakan adanya
batas energi pada deposisi.
5.4.1.3.5. Faktor yang mempengaruhi pembentukan scale CaCO3 antara lain:
 Pengaruh Temperatur
Semakin tinggi temperatur air, kelarutan CaCO3 akan semakin berkurang
sehingga kecenderungan terbentuknya scale akan semakin besar. Hal tersebut
ditunjukkan pada Gambar 3.21.

Gambar 5.21.
Hubungan Antara Temperatur dengan Kelarutan CaCO3 dan Tekanan
Parsial CO2

 Pengaruh Tekanan
Tekanan dalam hal ini adalah tekanan parsial CO2 yang harganya sama
dengan fraksi mol CO2 dikalikan dengan tekanan sistem. Jika suatu sistem
beroperasi pada tekanan 50 bar-a dan mengandung 20% mol CO2 maka tekanan
parsialnya adalah 10 bar-a.
Jumlah gas CO2 yang terlarut dalam air sebanding dengan tekanan parsial
CO2 dalam system, dan tekanan parsial CO2 sebanding dengan kelarutan CaCO3.
Karena jika kandungan CO2 dalam air meningkat, endapan kalsit dapat dilarutkan
dan diubah menjadi ion Ca2+ dan HCO3-. Hal tersebut ditunjukkan pada
persamaan berikut:
CaCO3 + H2O+ CO2 Ca2+ + HCO3-
CO2 yang terlarut dalam air akan terus melarutkan kalsit sampai CO2
habis dan kesetimbangan dapat tercapai, Barja, Almar (2014). Jika fluida
geothermal mengalami flashing dan fluida berubah menjadi dua fasa sehingga
CO2 terbebaskan, maka reaksi di atas akan bergeser ke kiri dan menyebabkan
pengendapan kalsit.
Jadi jika tekanan dalam system turun, tekanan parsial CO2 juga akan turun
dan CO2 yang terlarut juga dibebaskan sehingga CaCO3 akan mengendap, dan
sebaliknya. Pengaruh tersebut juga dapat dlihat pada Gambar 4.15.

Gambar 5.22.
Hubungan Tekanan Parsial CO2 dengan Kelarutan CaCO3 pada berbagai
Temperatur

 Pengaruh pH
Kandungan CO2 dalam air berpengaruh pada pH air dan juga pada
kelarutan CaCO3. Semakin besar pH, tekanan parsial CO2 semakin kecil,
sehingga kelarutan CaCO3 semakin rendah sehingga akan terbentuk scaling. Hal
tersebut ditunnjukkan pada Gambar 5.16.

Gambar 5.23.
Hubungan Tekanan Parsial CO2 dengan pH pada berbagai Temperatur

 Pengaruh Kejenuhan Larutan


Kejenuhan larutan adalah salah satu pendorong dari proses kristalisasi.
Derajat kejenuhan akan menentukan kecenderungan dari proses scaling pada
suatu aliran fluida. Scale akan terbentuk pada saat larutan fluida mencapai tingkat
kejenuhannya. Kejenuhan larutan ini juga mempengaruhi pertumbuhan Kristal
dan juga aglomerasi dari scale tersebut, yang akan mempengaruhi ukuran Kristal,
dan jumlah Kristal yang terendapkan.
 Pengaruh Kecepatan Fluida dan Kondisi Hidrodinamik
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kecepatan aliran, bilangan
Reynolds, shear stress, turbulensi dll mempengaruhi morfologi scale secara
anorganik dalam sistem aliran
Penelitian yang dilakukan Sutherland et al [46] menunjukkan bahwa aliran
turbulen meningkatkan kemungkinan pembentukan scale. Zhang et al [1],
mengamati bahwa tingkat scaling kalsium karbonat meningkat tajam dengan
peningkatan kecepatan aliran, yang menjadi relatif stabil ketika kecepatan di atas
0,5 m / s, tetapi di atas 0,7 m / s, tingkat scaling kalsium karbonat menurun, yang
kemungkinan terjadi karena shear stress yang meningkat akibat kecepatan aliran
yang tinggi.

 Pengaruh Kekasaran (Roughness) Permukaan


Proses Nukleasi tergantung pada sifat permukaan material, seperti sifat
korosif, muatan ionik dan absorptivitas. Jika permukaan media memiliki tingkat
kekasaran roughness yang rendah, maka akan mengurangi titik kontak dan akan
mengurangi kemungkinan proses adhesi.
Gunn __ telah menguji efek dari kekasaran pipa pada proses nukleasi dan
pertumbuhan Kalsium Sulfat menggunakan material stainless steel yang di
panaskan. Hasil dari penelitian tersebut adalah dengan meningkatnya kekasaran
permukaan dari baja, maka laju nukleasi dari Kalsium Sulfat akan meningkat
pula.
5.4.2. Identifikasi Problem Scale
Untuk mengidentifikasi terbentuknya scale dapat dilakukan berdasarkan
data hasil dari analisa fluida formasi. Data tersebut berupa komponen penyusun
fluida formasi seperti anion dan kation penyusun fluida tersebut, seperti Ca2+,
HCO3-, SO42-, dsb. Selain itu juga data fisik seperti pH, temperatur, tekanan,
warna, bentuk, dll.
Beberapa Metode juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya
scaling, seperti XRD, XRF, dan SEM. Analisa XRD (X-ray diffraction)
digunakan untuk mengidentifikasi struktur atom dan struktur molekul kristal.
Sedangkan analisa XRF (X-ray Fluorescence) digunakan untuk mengidentifikasi
elemen tertentu dalam sampel.
5.4.3. Perhitungan Perkiraan terjadinya Scaling
Dalam memperkirakan terjadinya scaling kalsit digunakan metode Stiff-
Davis. Metode ini menggunakan ionic strength (μ) sebagai koreksi terhadap total
konsentrasi garam dan temperatur. Persamaan yang digunakan untuk menentukan
harga ionic strength adalah sebagai berikut:
μ = 0.5 (C1Z12 + C2Z22 + C3Z32 + ...... + CnZn2)
dimana:
C = konsentrasi ion, mol/1000 gram air
Z = valensi ion
Untuk memperkirakan kecenderungan terjadinya scaling kalsit, digunakan
harga stability index (SI), dimana jika SI>0 maka terjadi scaling. Besarnya SI
dapat dihitung dengan persamaan:
SI = pH - (K + pCa + pAlk)
Dimana:
SI = Stability Index
pH = pH air sebenarnya
K = konstanta yang merupakan fungsi dari komposisi, salinitas, dan temperatur
air. Harga K didapat dari grafik pada Gambar 5.9.
Tabel V-8.
Faktor Konversi Perhitungan Ionic Strength
(Nasrudin Mahmud, “Analisa Air Formasi dalam Menentukan Kecendurungan
Pembentukan Scale pada Sumur X, Y, dan Z”, 2015)

Faktor Konversi, 
Ion
dari ppm dari meq/lt
Na+ 2,20 x 10-5 5,0 x 10-4
Ca2+ 5,00 x 10-5 1,0 x 10-3
Mg2+ 8,20 x 10-5 1,0 x 10-3
Fe3+ 8,10 x 10-5 1,5 x 10-3
Cl- 1,40 x 10-5 5,0 x 10-4
HCO3- 0,82 x 10-5 5,0 x 10-4
SO42- 2,10 x 10-5 1,0 x 10-3
CO32- 3,30 x 10-5 1,0 x 10-3
Sedangkan untuk pCa dan pCAlk ditentukan dengan persamaan berikut:
1
pCa = log(𝑚𝑜𝑙 Ca2+/liter)

dimana,
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐶𝑎2+
mol Ca2+ = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑀𝑜𝑙𝑒𝑘𝑢𝑙 𝐶𝑎
1
pAlk = log(𝑚𝑜𝑙 total alkalinitas/liter)
1
=log(𝑚𝑜𝑙 CO2− +mol HCO3/liter))

4,0
3,6

Temperature, o C
3,2
2,8 10
20
2,4 30
40
2,0
50
1,6
1,2 60

0,8 70
0,4
100 90 80
0
1,0 1,4 1,8 2,2 2,6 3,0 3,4 3,8
Ionic Strength
Gambar 5.24.
Harga K pada Berbagai Ionic strength
(Nasrudin Mahmud, “Analisa Air Formasi dalam Menentukan Kecendurungan
Pembentukan Scale pada Sumur X, Y, dan Z”, 2015)

Model perhitungan analitis untuk laju pembentukan scaling dalam


mekanisme yang berbeda masih belum dapat di mungkinkan.
Terdapat dua kejadian yang saling bertentangan dalam pembentukan scaling
pada pipa, yang pertama larutan Ca dan CO3 bercampur dan membentuk CaCO3
dalam bentuk padatan, dan larutan CaCO3 yang terendapkan karena perpindahan
panas dalam aliran pipa. Di sisi lain, scale yang terbentuk akan terkikis oleh aliran
fluida. Maka dari itu proses scaling adalah kombinasi dari proses pengendapan
dan juga pengikisan.
Total laju massa scale per luas area di hitung menggunakan pengurangan
antara laju pengendapan dan juga pengikisan,
𝑑𝑚 𝑑𝑚𝑑 𝑑𝑚𝑟
= −
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑𝑚 𝑑𝑚𝑑
Dimana adalah total mass rate dalam kg.m-2s-1, adalah deposition mas
𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑𝑚𝑟
rate dalam kg.m2.s-1., Dan adalah harga removal (pengikisan) mass rate
𝑑𝑡

dalam kg.m2.s-1.
Massa kristal per luas permukaan area pada waktu yang di tentukan 𝑡 + ∆𝑡
di hitung berdasarkan penjumlahan antara total massa per luas permukaan pada
suatu waktu ditambahkan dalam perhitungan laju massa dalam perhitungan time
step baru ∆𝑡:
𝑑𝑚
𝑚𝑡+∆𝑡 = 𝑚𝑡 + . ∆𝑡
𝑑𝑡
Tebal dari deposisi scaling kemudian di hitung sebagai total massa terdeposit per
luas area di bagi oleh densitas 𝑑𝑓 dari lapisan scaling.
𝑚𝑡+∆𝑡
𝑥𝑓 =
𝜌𝑓
Dimana 𝑥𝑓 adalah ketebalan dari lapisan scaling dalam meter dan 𝜌𝑓 adalah
densitas dari lapisan scaling yang dinyatakan dengan satuan kg.m-3.
5.4.4. Perhitungabn Laju Massa Deposisi Akibat Kristalisasi
Awalnya, ion sulfat dan kalsium di transportasikan dari bulk menuju
interface karena adanya proses difusi. Proses transfer massa ini di akibatkan oleh
adalnya perbedaan konstentrasi ∆𝐶1 = 𝑐𝐹 − 𝑐𝑓 :
𝑑𝑚𝑐
= 𝛽. (𝑐𝐹 − 𝑐𝑓 )
𝑑𝑡
𝑑𝑚𝑐
Dimana adalah laju massa kristalisasi dalam satuan kg.m-2.s-1., 𝛽
𝑑𝑡

adalah koefisien transfer massa dalam satuan m.s-1.


Kemudian ion-ion terbentuk menjadi kisi-kisi kristal. Perbedaan konsentrasi
mendasari hal tersebut. Investigasi sebelumnya yang di lakukan oleh Konak
menunjukan bahwa urutan reaksi berpengaruh dengan jumlah ion yang bertukar
pada reaksi kristalisasi. Kemudian mass flux dapat di hitung menggunakan
persamaan:
𝑑𝑚𝑐
= 𝑘𝑅 . (𝑐𝑓 − 𝑐𝑠 )2
𝑑𝑡
𝑘𝑅 adalah konstanta laju surface reaction, yang dapat di hitung menggunakan
pendekatan Arrhenius:
𝐸
𝑅.𝑇𝑓
𝑘𝑅 = 𝑘𝑅0 . 𝑒
Nilai berikut di ambil menggunakan konstanta konsentrasi reaksi 𝑘𝑅0 dan
reaction activation energy E:

𝑘𝑅0=7.07 𝑚4 .𝑘𝑔−1 .𝑠−1


𝐸 = 37143 𝐽. 𝑚𝑜𝑙 −1
𝑇𝑓 menunjukan temperatur permukaan pada lapisan scaling, 𝑐𝑠 adalah konsentrasi
dari saturasi dan di hitung sebagai fungsi dari 𝑇𝑓 :
∆𝐿 𝐻0 ∆𝑐𝑝
log(𝑐𝑠 ) = − + . log(𝑇𝑓 ) + 𝐶
2.3 𝑋 𝑅 𝑋 𝑇𝑓 𝑅
Dimana ∆𝐿 𝐻0 adalah entalpi larutan, ∆𝑐𝑝 adalah perbedaan dari kapasitas panas,
dan R adalah konstanta molar gas.
Jika di asumsikan bahwa seluruh ion yang berpindah dari batas fasa
mengendap, perhitungan tersebut selanjutnya dapat di gunakan untuk menghitung
laju massa dari deposisi kalsit tersebut.
𝑑𝑚𝑐 1 𝛽 1 𝛽 2 𝛽
= 𝛽. {2 . 𝑘 + ∆𝑐 − [4 . (𝑘 ) + 𝑘 . ∆𝑐]}
𝑑𝑡 𝑅 𝑅 𝑅

Dimana ∆𝑐 adalah total perbedaan konsentrasi:


∆𝑐 = ∆𝑐1 + ∆𝑐2 = 𝑐𝐹 − 𝐶𝑠
Koefisien transfer massa dapat di tentukan menggunakan fungsi dari Bilangan
Sherwood dan koefisien difusifitas:
𝑆ℎ. 𝐷
𝛽=
𝑑0
Pendekatan semi-empiris menurut Lammers di gunakan untuk menghitung
bilangan Sherwood:
𝑆ℎ = 0.034 ∙ 𝑅𝑒 0.875 ∙ 𝑆𝑐 0.333
Dimana,
𝑤∙𝑑0 ∙𝜌 𝜇
𝑅𝑒 = , 𝑆𝑐 = 𝜌∙𝐷
𝜇

5.4.5. Perhitungan Laju Massa Pengikisan


Pendekatan berikut adalah perhitungan yang biasa di gunakan untuk menghitung
laju massa pengikisan dari lapisan scaling pada pipa:
𝑑𝑚𝑟 𝐾 1
= ∙ 𝜌𝑓 ∙ (1 + 𝛿 ∙ ∆𝑇) ∙ 𝑑𝑝 ∙ (𝜌2 ∙ 𝜇 ∙ 𝑔)3 ∙ 𝑥𝑓 ∙ 𝑤 2
𝑑𝑡 𝑃
𝑤 melambangkan laju kecepatan rata-rata di atas lapisan scale. P melambangkan
gaya adhesi interkristalin. K adalah parameter yang menunjukan fault points pada
lapisan fouling. Berdasarkan penelitiannya, Krause menyarankan penggunaan
pendekatan berikut untuk menyatakan nilai K:
𝑃⁄ = 83.2 ∙ 𝑤 0.54
𝐾
𝜌𝑓 adakah densitas mean dari lapisan fouling. Harga tersebut dapat di hitung
sebagai fungsi dari total massa per satuan area dan perhitungan ketebalan mean
dari lapisan fouling,
𝑚
𝜌𝑓 =
𝑥𝑓
5.4.6. Perhitungan Ketebalan Lapisan Scaling dan Ketahanan Panasnya
𝑑𝑚
Total laju massa dihitung sebagai fungsi dari perbedaan antara
𝑑𝑡

pengendapan dan juga pengikisan.


Perhitungan dari rata-rata total ketebalan dari fouling layer sampai dengan
𝑡 + ∆𝑡 sama dengan perhitungab total massa per unit area. Perhitungan terseburt
adalah penjumlahan dari rata-rata total ketebalan endapan dari waktu t dan
pengendapan yang baru pada waktu ∆𝑡.
𝑑𝑚 ∆𝑡
𝑥𝑓,𝑡+∆𝑡 = 𝑥𝑓,𝑡 + ∙
𝑑𝑡 𝜌𝑓
Dengan asumsi konduktivitas panas yang konstan, maka ketahanan scaling
dapat di hitung dengan menggunakan persamaan:
𝑑1 𝑑1
𝑅𝑓 = 𝑙𝑛 ( )
2𝜋 ∙ ʎ𝑓 𝑑0
𝑑0 adalah diameter hidraulik dari aliran, yang kemudian di rumuskan:
𝑑0 = 𝑑1 − 2𝑥𝑓

Gambar 4.25 Struktur Lubang Sumur Panasbumi

5.4.7. Model Perhitungan Perpindahan Panas Pada Sumur Panasbumi


Pendekatan untuk perhitungan perpindahan panas sepanjang sumur
umumnya dapat mengggunakan persamaan berikut:
𝑞 = 𝜋 ∙ 𝑑1 ∙ 𝑘 ∙ (𝑇 − 𝑇𝑒 )
𝑇 adalah temperatur dari fluida yang berubah sepanjang aliran sumur, sedangkan
𝑇𝑒 adalah temperatur formasi yang dapat di hitung dengan:
𝑇𝑒 = 𝑇𝑒,0 + 𝑎 ∙ 𝑧
Nilai 𝑎 adalah gradient geothermal yang biasanya nilainya adalah 0.035 K/m.
𝑘 adalah koefsien perpindahan panas yang di hitung menggunakan persamaan:
1
𝑘=
𝑅1 + 𝑅2 + 𝑅3 + 𝑅4
Dimana,
𝑑1 𝑑 𝑑 𝑑 𝑑
𝑅1 = ℎ , 𝑅2 = 𝑅𝑓 , 𝑅3 = 2𝜋∙ʎ1 𝑙𝑛 (𝑑2 ) , 𝑅4 = 2𝜋∙ʎ1 𝑙𝑛 (𝑑3 )
𝑓 ∙𝜋∙𝑑0 𝑐𝑎𝑠 1 𝑐𝑒𝑚 2

𝑑
𝑅5 = 2𝜋∙ʎ1 𝑓(𝑡).
𝑓

𝑅5 melambangkan ketidakstabilan ketahanan konduksi panas dari formasi. Nilai


𝑓(𝑡) adalah fungsi waktu tanpa dimensi, nilai ini dapat di hitung sebagai fungsi
4√𝛼∙𝑡
𝑓(𝑡) = ln ( )− 0.29
𝑑3

𝑐𝑝 ∙ 𝑄 ∙ 𝑑𝑇 = −𝑞 ∙ 𝑑𝑧
Kombinasi dari perhitungan di atas menunjukan model perhitungan dari
kalkulasi kehilangan temperatur sepanjang sumur:
𝑑𝑇 𝜋 ∙ 𝑑1
=− ∙ 𝑘 ∙ (𝑇 − 𝑇𝑒 )
𝑑𝑧 𝑐𝑝 ∙ 𝑄
Gambar 4. 26
Workflow Perhitungan Laju Deposisi Scale CaCO3

5.5. Software CMG (Computer Modelling Group)


5.5.1. Pengenalan Simulator CMG
CMG (Computer Modelling Group) 2002.10 adalah program simulasi
reservoir yang dibuat oleh Computer Modelling Group Ltd., Calgary, Canada.
Program simulasi ini digunakan untuk melakukan simulasi reservoir. Program ini
dapat digunakan untuk reservoir satu fasa, dua atau multi fasa dan juga dapat
digunakan untuk membuat simulasi dengan dua dimensi atau tiga dimensi. CMG
memiliki tiga jenis simulator yaitu IMEX, GEM, dan STARS. Simulator IMEX
digunakan untuk kondisi isothermal, aliran simultan dari minyak, gas dan air yang
berhubungan dengan viskositas, gaya gravitasi dan gaya kapiler. Istilah Black Oil
melambangkan bahwa fasa hidrokarbon dipandang sebagai satu jenis cairan
homogen dan tidak ditinjau dari komposisi kimianya. Komposisi fasa dianggap
konstan walaupun kelarutan gas dalam minyak dan air diperhitungkan.
Simulator GEM digunakan untuk simulasi reservoir dengan jenis
compositional dimana komposisi cairan atau gas diperhitungkan terhadap
perubahan tekanan. Simulasi jenis ini banyak digunakan untuk studi perilaku
reservoir yang berisi volatile-oil dan gas condensate. Simulator STARS
digunakan untuk studi aliran fluida, perpindahan panas maupun reaksi kimia.
Simulasi ini juga banyak digunakan untuk studi injeksi uap panas (steam flood)
dan pada proses perolehan minyak tahap lanjut dengan metode in-situ combution.
Pada simulator CMG juga terdapat simulator WINPROP yaitu equation of
state untuk multifasa. WINPROP dapat digunakan untuk menganalisa kelakuan
fasa fluida reservoir pada sistem gas dan juga minyak, dan digunakan untuk
membuat properti komponen untuk simulator komposisional GEM, simulator
Black Oil IMEX, dan simulator thermal STARS. WINPROP biasanya digunakan
dalam pembuatan properti komponen yang akan digunakan sebagai data input
pada simulator komposisional GEM. Secara garis besar program simulasi pada
CMG terdiri dari tujuh bagian utama, yaitu : Technologies Launcher,
ModelBuilder, GridBuilder, Simulator (IMEX, GEM, STARS), Results Graph
dan Results 3D. Berikut ini akan dijelaskan secara ringkas tentang fungsi dari
masing-masing bagian simulator.
5.5.1.1. Technologies Launcher
”Technologies Launcher” berfungsi sebagai pusat program simulasi untuk
menjalankan semua bagian-bagian pada proses simulasi, dan mengatur file-file
masukan dan keluaran simulator, jadi dengan demikian semua bagian tersebut
seolah-olah tergabung menjadi satu bagian saja.

Gambar 4.23 CMG Technologies Launcher

5.5.1.2. Model Builder


”Model Builder” digunakan untuk mempersiapkan data input sebelum
dilakukan running. Tahapan-tahapan di dalam mempersiapkan data tersebut yaitu:
 Input/ output Control
 Reservoir Discription
 Component Properties
 Rock Fluid Data
 Initial Conditions
 Numerical Method Control
 Well and Recurrent Data

Gambar 3.24 CMG Model Builder


5.5.1.2.1. Input/Output Control
Pada tahapan ini ditentukan satuan yang akan dipakai dalam simulasi, serta
mengatur output-output yang diinginkan.
5.5.1.2.2. Reservoir Description
Tahapan ini digunakan untuk pembuatan model reservoir (pemilihan jenis
grid yang akan digunakan serta jumlah grid yang akan dipakai), memasukkan
sifat-sifat fisik reservoir (seperti porositas, permeabilitas, ketebalan reservoir,
kedalaman reservoir dan lain-lain). Di dalam tahapan ini juga dapat digunakan
untuk memasang aquifer (jika terdapat aquifer) serta meletakkan sumur-sumur
yang ada pada reservoir.
3.5.1.2.3. Component Properties
Langkah selanjutnya setelah pembuatan model beserta sifat-sifat fisik
reservoir selesai adalah memasukkan data-data fluida reservoir. Data-data tersebut
antara lain data jenis komponen fluida panasbumi, densitas, tekanan kritis,
temperatur kritis, kandungan NCG (non condensable gas). Pada penelitian
mengenai identifikasi scaling, pada component properties dapat di definisikan
reaksi yang mungkin terjadi antara komponen-komponen kimia yang terdapat
pada fluida panasbumi dan di mungkinkan membentuk endapan padatan melalui
proses reaksi kimia stoikiometri.
5.5.1.2.4. Rock-Fluid Data
Pada tahapan ini data-data yang dimasukkan adalah data permeabilitas
relatif. Data-data permeabilitas relatif tersebut dapat dimasukkan secara manual
(user input) maupun dengan menggunakan korelasi.

5.5.1.2.5. Initial Conditions


Tahapan ini mendefinisikan keadaan mula-mula reservoir, data-data awal
reservoir yang didefinisikan antara lain adalah Water Oil Contact, Gas Oil Contact
(pada proses simulasi reservoir minyak bumi), kedalaman datum, dan tekanan
reservoir.

VI. HASIL YANG DIHARAPKAN


Dapat menginvestigasi laju pengendapan scale pada sumur X dan
mengidentifikasi mekanisme pembentukannya. Sehingga dapat melakukan
pencegahan pada pembentukan silika scale.

VII. RENCANA PELAKSANAAN TUGAS AKHIR


Pelaksanaan tugas akhir ini direncanakan maksimal selama 5 (lima) bulan,
dengan tempat penelitian di STAR ENERGY GEOTHERMAL LTD. dengan
bantuan dari pembimbing lapangan (lapangan dan waktu penelitian belum
ditentukan) dan dilanjutkan dengan penyelesaian akhir di Jurusan Teknik
Perminyakan, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Yogyakarta dengan bantuan dosen pembimbing.
Dalam mengoptimalkan proses pekerjaan Skripsi ini, penulis juga merancang
perencanaan tahap pekerjaan Skripsi, berikut adalah tabel perencanaan tahap
pekerjaan Skripsi, dapat dilihat pada (Tabel VII-1.) :

Tabel VII-1. Perencanaan Tahap Pekerjaan Skripsi

MINGGU
No DISKRIPSI
II III I IV

1 Pengumpulan Data i. ii. iii. iv.

2 Pengolahan Data v. vi. vii. viii.

3 Evaluasi dan Analisa data Tracer Test ix. x. xi. xii.

4 Laporan xiii. xiv. xv. xvi.

( Nb: Dengan ini saya sangat berharap dapat melaksanakan Tugas Akhir saya di
STAR ENERGY LTD. mulai awal Januari 2019)

VIII. RENCANA DAFTAR PUSTAKA


1. Freeston, D.H. “Geothermal Technology: Teaching the Teachers Course
Stage III”. ITB. Bandung. 1996.
2. Kamah, M.Y. “Pemetaan Permeabilitas Potensial Sebagai Target Reservoir
Pada Area Panasbumi Ulubelu, Lampung (R163)”. Proceeding Of The 5th
Inaga Annual Scientific Conference & Exhibition. 2001.
3. Laporan Pengukuran Tekanan Cluster “X” Lapangan “Y”. PT. Pertamina
Geothermal Energy.
4. Laporan Uji Produksi Cluster “X” Lapangan “Y”. PT. Pertamina Geothermal
Energy.
5. Nurseto, S.T. “Kertas Kerja Wajib: Studi dan Hubungan Alterasi Pada
Sumur Pemboran a-1.4 dan a-1.5 di Proyek PT. Pertamina Geothermal
Energy Daerah Ulubelu-Propinsi Lampung”. Pertamina Learning Center.
2010.
6. Saptadji, N.M. “Aliran Fluida Dua Fasa di Dalam Sumur”. Teknik
Produksi Panasbumi. ITB : Bandung.
7. Saptadji, N.M. “Aliran Fluida Dua Fasa dan Penentuan Kehilangan
Tekanan”. Teknik Produksi Panasbumi. ITB : Bandung.
8. Saptadji, N.M. 1996. “Teknik Panas bumi”, Department Teknik
Perminyakan, ITB : Bandung.
9. Brown, Patrick: “Lectures on Geothermal Geology and Petrology”, United
Nation University, USA, 1984.
10. Rybach L., Muffler L.J.P., “Geothermal System : Principle and Case
Histories”. John Wiley and Son’s Ltd., New York,1981.
11. Grant A. Malcom, Donalsdon G. Ian, Bixely F. Paul: “Geothermal Reservoir
Engineering”, Academic Press Inc, New York, 1982.
12. Santoso, Djoko: “Eksplorasi Energi Panasbumi, Departemen Teknik
Geofisika,” ITB, Bandung, 2003.
13. W. M. Telford., L. P. Geldart., R. E. Sheriff., D. A. Keys: “Applied
Geophysics”, Cambridge University Press, United State of America, 1976
14. Wibowo, Andri Eko A. et al.: “Geothermal Energy Development Kamojang
Power Station”, Geothermal Energy New Zaeland Ltd, November 1976.
15. Axelsson, G., Bjorsson, G., and Montalvo, F. ,” Quantitative Interpretation of
Tracer Test Data,” Proceeding word Geothermal Congress 2005, antalya,
Turkey, 24-29 April 2005

Anda mungkin juga menyukai