Anda di halaman 1dari 10

Pajak Penghasilan

Pasal 15
Oleh:
Jefry Batara Salebu, SE.,M.Ec.Dev.,MPP
Pasal 15 UU PPh 1994 :
Norma Penghitungan Khusus untuk menghitung penghasilan netto dari Wajib
Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat
(1) atau ayat (3) ditetapkan Menteri Keuangan.

Ketentuan ini mengatur tentang Norma Penghitungan Khusus untuk golongan


Wajib Pajak tertentu, antara lain :
1. perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional,
2. perusahaan asuransi luar negeri Pasal 26
3. perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi untuk BUT
4. perusahaan dagang asing,
5. perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah
("build, operate, and transfer").

2
1. Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri
 Objek Pajak : Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari pengangkutan
orang dan/atau barang, termasuk penghasilan penyewaan kapal yang dilakukan dari :
• pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia;
• pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia;
• pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia; dan
• pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia.
 Norma Penghitungan Khusus Penghasilan neto : 4% (empat persen) dari peredaran
bruto.
 Pajak Terutang : 1,2% dari peredaran bruto dan bersifat final.
 Cara Pelunasan :
a. penghasilan dari charter dengan pemotong pajak, maka pihak yang membayar wajib
memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan atau
nilai pengganti
b. penghasilan selain karena hal di atas, maka Wajib Pajak perusahaan pelayaran
dalam negeri wajib menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos
dan Giro selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau
diperolehnya penghasilan
 Dalam hal Wajib Pajak membayar pajak di Luar negeri atas penghasilan yang diterima
atau diperolehnya di luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang termasuk
penyewaan kapal (PPh Pasal 24), pajak yang dibayar di luar negeri tersebut dapat
diperhitungkan dengan PPh yang terutang, untuk masing-masing negara setinggi-
tingginya 1,2% (satu koma dua persen) dari penghasilan yang diterima atau diperolehnya
diluar negeri tersebut. NOMOR 416/KMK.04/1996 14 Juni 1996
NOMOR SE - 29/PJ.4/1996 13 Agustus 1996 3
2. Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri
 Wajib Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri adalah
perusahaan penerbangan yang bertempat kedudukan di Indonesia
yang memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian charter
 Objek Pajak : semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau
nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak berdasarkan
perjanjian charter dari pengangkutan orang dan/atau barang yang
dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau
dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri
 Norma Penghasilan Neto : 6% dari Penghasilan bruto
 Pajak Terutang : 1,8% dari Peredaran bruto
 Pembayaran Pajak Penghasilan merupakan kredit pajak yang dapat
diperhitungkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan

NOMOR 475/KMK.04/1996 23 Juli 1996

4
3. Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri

Wajib Pajak : BUT


Objek Pajak : Penghasilan dari Pengangkutan orang
dan/atau barang dari pelabuhan ke pelabuhan di Indonesia
dan / atau dari pelabuhan Indonesia ke pelabuhan di luar
negeri.
Norma Penghasilan Neto : 6% dari peredaran Bruto
Tarif : 2,64% x peredaran bruto
Pelunasan PPh
• penghasilan dari charter PPh dipotong oleh pencarter
• penghasilan selain carter perusahaan pelayaran/penerbangan
LN menyetor sendiri
• Penghasilan lainnya dikenakan PPh sesuai ketentuan yang berlaku

NOMOR 417/KMK.04/1996
SE-32/PJ.4/1996
5
4. BUT yang Melakukan Kegiatan
Usaha di Bidang Pengeboran Minyak Bumi dan Gas Bumi
1. untuk menghitung penghasilan netto dari Bentuk Usaha Tetap yang melakukan
kegiatan usaha di bidang pengeboran minyak dan gas bumi secara internasional,
sukar dilaksanakan dengan seksama karena adanya kesulitan untuk menghitung
besarnya penyusutan atas peralatan pengeboran dan biaya operasional lainnya.
Untuk mengatasi kesulitan tersebut, penghitungan penghasilan netto tersebut
perlu diadakan.
2. penghasilan neto Wajib Pajak BUT dari kegiatan usaha pengeboran minyak dan gas
bumi dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Khusus sebesar 15%
dari penghasilan bruto;
3. penghasilan bruto tsb. adalah penghasilan bruto dari jenis-jenis penghasilan yang
tercantum dalam kontrak pengeboran minyak dan gas bumi yang bersangkutan;
4. penghasilan neto Wajib Pajak BUT dari kegiatan usaha selain pengeboran minyak
dan gas bumi tsb. dihitung berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-
Undang PPh.
5. WP berkewajiban membayar angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pajak
Penghasilan yang terutang pada akhir tahun berdasarkan Norma Penghitungan
Khusus Penghasilan Neto sebesar 15% dari jumlah bruto imbalan jasa pengeboran
yang diterima atau diperoleh. Tidak Final
628/KMK.04/1991
6
5. Perusahaan Dagang Asing / KPD

KEP-667/PJ./2001 mengatur penerapan Norma Penghitungan Khusus penghasilan neto bagi Wajib Pajak Luar
Negeri yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang/KPD di Indonesia sebagai berikut:

• Penghasilan neto ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari nilai ekspor bruto
• Pelunasan PPh adalah sebesar 0,44% dari nilai ekspor bruto dan bersifat final, perhitungannya:
- PPh atas penghasilan kena pajak terutang = 30% x 1% = 0,30%
- Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu
Bentuk Usaha Tetap (Branch Profit Tax/ BPT) (tarif 20%) = 20% x (1-0,30)% = 0,14%
- Total = 0,44%

Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut yang dimaksud dengan nilai ekspor bruto adalah semua nilai
pengganti atau imbalan yang diterima atau diperoleh WPLN yang mempunyai kantor perwakilan dagang di
Indonesia dari penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan yang berada atau bertempat kedudukan di
Indonesia.

Dalam SE-2/PJ.03/2008 butir 2 ditegaskan bahwa Wajib Pajak Luar Negeri yang dimaksud adalah WPLN yang
mempunyai Kantor Perwakilan Dagang/KPD (representative office/liaison office) di Indonesia yang berasal dari
negara yang belum mempunyai P3B dengan Indonesia. Hal ini lebih untuk menjelaskan bahwa karena tidak
adanya P3B, penerapan tarif Branch Profit Tax (BPT) dalam menghitung pajak yang terutang sepenuhnya
mengacu pada tarif BPT menurut ketentuan domestik Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 26 (4 ) UU
PPh yaitu 20%.

7
Contoh :
Armand Co. Jakarta adalah Kantor Perwakilan Dagang (KPD) dari Armand Co.
Ltd yang berasal dari Perancis (misal tidak memiliki P3B). Selama setahun,
Armand Co. Ltd telah menjual ke Indonesia melalui Armand Co. Jakarta
sebesar Rp 10 Milyar.
Berapa PPh Final Pasal 15 yang harus disetor sendiri oleh Armand Co. Jakarta?

Jawab :

0,44 % x Rp Rp 10 Milyar = Rp 44 juta

8
Contoh 1:
Penghitungan untuk KPD yang berasal dari Spanyol (anggota P3B). Tarif BPT dalam P3B
Indonesia dengan Spanyol (Spain, nomor 43 dari tabel SE terlampir) sebesar 10%.
Dengan demikian tarif pajak yang terutang adalah sebagai berikut:
PPh atas penghasilan kena pajak terutang 30% x 1% = 0,30 %

Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu Bentuk 10% x (1-0,3)% = 0,07%
Usaha Tetap (branch profit tax/ BPT) (tarif 10%)
Total = 0,37%

Contoh 2:
Penghitungan untuk KPD yang berasal dari Australia (anggota P3B). Tarif BPT dalam P3B
Indonesia dengan Australia (nomor 2 dari tabel SE terlampir) sebesar 15%.
Dengan demikian tarif pajak yang terutang adalah sebagai berikut:
PPh atas penghasilan kena pajak terutang 30% x 1% = 0,300%

Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu Bentuk 15% x (1-0,3)% = 0,105%
Usaha Tetap (branch profit tax/ BPT) (tarif 15%)
Total = 0,405%

9
6. Bangun Guna Serah (BOT)
1. Built Operate and Transfer adalah bentuk perjanjian kerjasama yang
dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor, yang
menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada
investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun
guna serah (BOT), dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut
kepada pemegang hak atas tanah setelah masa guna serah berakhir.
2. Atas penghasilan sebagaimana dimaksud terutang PPh sebesar 5% dari
jumlah bruto nilai yang tertinggi antara nilai pasar dengan NJOP
bangunan yang bersangkutan dan harus dilunasi selambat-lambatnya
tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa guna serah berakhir.
3. Pembayaran Pajak Penghasilan tsb. :
• bagi orang pribadi bersifat final
• bagi Wajib Pajak badan adalah merupakan pembayaran PPh Pasal 25
yang dapat diperhitungkan (tidak final)

10

Anda mungkin juga menyukai