Anda di halaman 1dari 2

Carut Marut Studen Goverment

Awal Mei 2018 menjadi pertanda runtuhnya kepercayaan gubernur fakultas terhadap
pelaksanaan pemilwa, hal ini adalah buntut dari carut marutnya pelaksanaan yang dari tahun ke tahun
kurang tertata sehingga lunturlah kepercayaan publik terhadap pemilwa. Tidak usah jauh-jauh
mengukur kepercayaan publik, tinggal hitung saja berapa besar partisipasi mahasiswa yang
memberikan hak suaranya. Hal itulah yang setiap tahun menjadi permasalahan ketika pemilihan
datang jumlah suara yang diberikan tidak mencapai setengah dari jumlah mahasiswa kampus secara
keseluruhan. Sehingga semua berpendapat sudah menjadi fenomena yang biasa, tanpa adanya
progres pemecahan masalah yang berarti dan akhirnya tekesan dibiarkan saja.

Rasanya sulit untuk mendorong partisipasi mahasiswa jika student govermentnya saja kurang
sehat, sistem yang kurang terkoordinasi dari jajaran atas sampai bawah, partai mahasiswa yang tiba-
tiba muncul dan menghilang, Presiden di tingkatan fakultas, bahkan sampai penyelenggara pemilihan
umum yang tidak jelas posisi lembaganya dan bentuknya. Maka tidak heran kalau antar gubernur
fakultas tidak mengakui pemilwa ums 2018 sebagai pemilwa yang sah dan tidak mengakui pasangan
calon presiden dan wakil presiden terpilih. Puncaknya ketika sidang umum yang diselenggarakan mpm
partisipasi dari kama pun sangat minim peserta dan sekali lagi mendapatkan penolakan dari beberapa
gubernur fakultas, sehinggan masalah ini pun harus sampai dilimpahkan pada WR 3.

Dampak yang lebih memperhatinkan pun datang, di mulai dari awal april hingga sekarang BEM
U telah diputihkan tanpa ada pergantian (kekosongan jabatan) dan pastinya hal tersebut sangat
mengganggu hubungan ekternal kampus. Bisa kita bayangkan bersama, lebih dari 6 bulan kampus
tidak mempunyai pemerintahan pusat tanpa presiden mahasiswa dan bem u yang menaungi ukm
ormawa di bawahnya. Rencetan masalah pemilwa yang muncul sekarang ini seperti bom waktu di
masa lalu yang di tanggapi dengan telinga tertutup tanpa ada perbaikan sistem yang berarti sehingga
munculah bencana demokrasi kampus yang di barengi virus apatisme mahasiswa yang terus
berkembang menggerogoti tubuh student goverment yang sakit. Hal tersebut bila di biakan berlarut
tanpa adanya solusi pastinya kedepan akan merusak citra kampus sebagai universitas maju di
hadapan kampus lain maupun publik mahasiswa sendiri di masa depan.

Sudah saatnya kita tersadar sebagai bagian civitas akademik bahwa masalah pemilwa adalah
masalah bersama bukan hanya masalah kpum, gubernur fakultas, ataupun paslon capres cawapres
saja. Sesampainya masalah ini di limpahkan kepada wr 3 pun sampai sekaran belum terlihat jelas
progresnya, ini menjadi pertanda student goverment kurang mendapatkan perhatian dari pihak
universitas. Padahal prestasi universitas tidak bisa dipisahkan dengan kedewasaan student
govermentnya, dengan student goverment yang sehat maka lingkungan akademik pun ikut menjadi
sehat dan mendorong universitas lebih mendapatkan prestasi lainnya. Mahasiswa umum pun menjadi
bagian penting dari student goverment, tanpa adanya peran partisipasi mahasiswa terhadap jalanya
student goverment yang baik akan berdampak pada kurang terpenuhinya aspirasi dari para
mahasiswa. Sehingga sekarang ini kita membutuhkan pembenenahan sistem student goverment dari
tingkatan atas sampai kebawah dengan baik, peninjauan kembali peran dan kedudukan KPUM sebagai
organisasi atau lembaga yang independen, perbaikan sistem kepartaian yang hanya mucul dan hilang
saat pemilwa, serta yang terpenting menumbuhkan kembali kepercayaan publik terhadap student
goverment yang kampus kita miliki.

Anda mungkin juga menyukai