Anda di halaman 1dari 8

STUDI KASUS : PENANGANAN SCHOOL-REFUSAL PADA SISWA

SEKOLAH DASAR BERBASIS KELUARGA

Titisa Ballerina
Fakultas Psikologi, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
Email : titisaballerina@ustjogja.ac.id

ABSTRACT
School-refusal behavior is defined as absenteeism in schools, there are barriers to leaving for school
or barriers to being in school. Interventions to deal with school-refusal behavior can be done in school
settings, families and on children directly. This case study aims to implement family-based school-
refusal interventions. The main question in this study is how to improve the presence of children who
experience school-refusal? The process has been done are: (1) assess the subject; (2) analyze the
problem; (3) arrange interventions for the subject; (4) implementing interventions; (5) evaluating the
effect of intervention. The conclusion of this study is that there is an increase in school attendance after
family-based interventions. The conclusion of this study is that school-refusal intervention in elementary
school children requires cooperation between family and school.

Keywords : case study, family-based interventions, school-refusal

PENDAHULUAN mau masuk sekolah. Subjek dapat


Lingkungan terdekat anak adalah keluarga mengikuti proses belajar mengajar di
dan sekolah, sehingga tidak dapat sekolah dengan nyaman setelah semester
dipungkiri lingkungan keluarga dan sekolah dua. Pada saat penelitian subjek sudah kelas
memiliki peran yang besar dalam proses 2 SD dan permasalahan tidak mau
perkembangan anak. Pada saat ini, sebagian berangkat sekolah berulang kembali,
besar waktu anak digunakan di lingkungan setelah libur semester, subjek harus
sekolah, namun disisi lain terdapat beberapa beradaptasi lagi dengan situasi sekolah.
anak yang tidak menikmati waktunya di Jumlah ketidakhadiran subjek semakin
sekolah. Terdapat beberapa anak yang bertambah tiap bulannya, data tiap bulan
justru menolak untuk berangkat maupun menunjukkan bahwa subjek tidak masuk
berada di sekolah. Kasus school-refusal sebanyak 12 kali. Guru dan orangtua
cukup banyak ditemukan. Berdasarkan mengalami kesulitan untuk mengetahui
hasil FGD dengan 12 guru sekolah dasar di sebab subjek tidak mau berangkat sekolah.
Kota Yogyakarta (FGD, Guru, 2017), dapat Guru juga mengalami kesulitan untuk
diketahui bahwa setidaknya ada tiga hingga menilai perkembangan belajar subjek
lima kasus siswa menolak untuk berangkat karena jarang masuk sekolah.
sekolah atau membolos sekolah untuk Berdasarkan hal tersebut maka tujuan
masing-masing sekolah. Angka dalam penelitian ini adalah (1) untuk
kemunculan kasus school-refusal secara mengetahui cara meningkatkan jumlah
internasional 2,4% adalah (Setzer & kehadiran di sekolah pada anak SD yang
Salzhauer, 2006), dan kasus tersebut juga mengalami school-refusal, dan (2) untuk
dialami oleh siswa berusia 7 hingga 16 mengetahui apakah cara tersebut dapat
tahun. berhasil meningkatkan jumlah kehadiran
Pada penelitian ini subjek menolak anak di sekolah.
berangkat sekolah sejak kelas 1 SD. Hal
tersebut dikarenakan subjek masih dalam METODE PENELITIAN
masa awal sekolah, namun saat semester Pendekatan penelitian yaitu penelitian
kedua subjek sudah dapat beradaptasi dan kualitatif dengan desain penelitian studi

SOSIOHUMANIORA - Vol.4, No.1, Februari 2018 - Jurnal LP3M - Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta 15
kasus. Tujuan dari penelitian kualitatif untuk berangkat sekolah karena merasa
adalah memahami suatu fenomena dan apa takut pada pelajaran yang belum dikuasai.
yang dialami oleh subjek penelitian Subjek tidak mengungkapkan apa yang
(Moleong, 2009). Studi kasus merupakan dirasakannya, sehingga guru dan orangtua
metode untuk mempelajari dan memahami tidak tahu harus bagaimana dalam
individu maupun kelompok secara membantu subjek agar mau berangkat
mendalam dan menyeluruh, agar dapat sekolah lagi. Subjek kurang mampu dalam
membantu subjek (Winkle & Hastuti, berinteraksi sosial, hal tersebut ditunjukkan
2004). dari kurangnya inisiatif dari subjek untuk
Subjek penelitian ini adalah satu anak memulai interaksi dengan orang lain
SD yang mengalami school-refusal. Pada terlebih dulu.
saat penelitian, subjek berusia 7 tahun 10 Pada seting sekolah, subjek tidak
bulan. Subjek berjenis kelamin perempuan. terlalu dekat dengan guru dan teman. Pada
Subjek berada dijenjang kelas II SD. seting rumah, subjek dekat dengan orangtua
Prosedur yang digunakan dalam terutama ibu, namun ibu sudah berangkat
penelitian ini adalah (1) asemen terhadap bekerja sejak subuh. Hal tersebut
subjek, (2) analisis permasalahan subjek, berdampak pada motivasi subjek untuk
(3) penyusunan intervensi untuk subjek, (4) berangkat sekolah. Subjek kurang
penerapan intervensi, dan (5) Evaluasi mendapatkan dukungan sosial untuk
intervensi. Sedangkan metode yang berangkat sekolah. Subjek sebenarnya
digunakan untuk mengumpulkan data dapat mengikuti KBM, membaur dengan
dilakukan dilakukan melalui wawancara, teman saat istirahat, dan mengikuti kegiatan
observasi, dokumen learning history, dan market day. Kelemahan subjek adalah
tes psikologis. Analisis data penelitian kurang memiliki inisiatif untuk berinteraksi
menggunakan teknik deskriptif kualitatif. dengan orang lain. Subjek cenderung pasif
Proses analisis data yaitu pengumpulan dan menunggu diminta atau ditanya. Pada
data, reduksi data, penyajian data, dan saat tidak masuk sekolah, kegiatan yang
penarikan kesimpulan. dilakukan oleh subjek di rumah adalah
melihat televisi, bermain game, atau
HASIL DAN PEMBAHASAN bermain dengan teman-teman di
Hasil Asesmen kampungnya.
Subjek memiliki kemampuan kognitif
yang sesuai dengan usianya dan termasuk Analisis Permasalahan
pada kategori rata-rata. Subjek sebenarnya Perilaku school-refusal didefinisikan
dapat mengikuti pelajaran dan mendapat sebagai ketidakhadiran di sekolah, terdapat
nilai yang cukup baik, namun semenjak hambatan untuk berangkat ke sekolah atau
jarang masuk sekolah subjek mengalami hambatan untuk berada di sekolah (Kearney
kesulitan dalam pelajaran. Subjek belum & Silverman, 1993). Hal tersebut sesuai
hafal perkalian dan pembagian pada mata dengan kondisi subjek, yaitu subjek
pelajaran matematika. Subjek juga belum memiliki hambatan untuk berangkat
mampu menyusun kalimat untuk menjawab sekolah dan sulit mempertahankan diri
soal esai pada mata pelajaran PPKn. Subjek untuk berada di sekolah. Subjek menolak
juga belum mampu belajar sendiri di rumah. untuk berangkat sekolah, walaupun berhasil
Hal tersebut berdampak pada kemampuan sampai di sekolah namun subjek tidak dapat
subjek dalam memahami pelajaran di bertahan lama berada di sekolah. Subjek
sekolah. mengikuti ayahnya pulang. Menurut
Subjek belum dapat mengungkapkan Kearney & Silverman perilaku school-
dan mengendalikan perasaannya. Hal refusal bertujuan untuk menghindari efek
tersebut menyebabkan subjek menolak negatif dari suatu stimulus, melarikan diri
untuk berangkat sekolah. Subjek tidak mau dari situasi evaluatif, mendapatkan

16 SOSIOHUMANIORA - Vol.4, No.1, Februari 2018 - Jurnal LP3M - Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta
perhatian dari figur lekat, atau mendapatkan panjang yaitu seperti kesenjangan ekonomi,
suatu keuntungan yang dapat langsung permasalahan pernikahan dan pekerjaan,
dirasakan (Keeley & Wiens, 2007). Hal membutuhkan pendampingan psikiater,
tersebut sesuai dengan permasalahan subjek ketidakmampuan beradaptasi sosial (Berg
yang ingin menghindari perasaan takut pada & Jackson, dalam Kearney & Bates, 2005).
pelajaran yang belum dikuasai yaitu Faktor lain yang dapat menyebabkan
matematika dan PPKn, ingin mendapatkan perilaku school-refusal adalah kurangnya
perhatian orangtuanya, dan mendapatkan dukungan sosial pada anak (Kearney &
keuntungan saat tidak berangkat sekolah Hugelshofer, 2000). Pada tahap
yaitu dapat melihat televisi atau memainkan perkembangan subjek saat ini, lingkungan
game. terdekat memiliki peranan yang sangat
Terdapat beberapa stressor yang dapat penting (Santrock, 2002). Lingkungan
memicu munculnya perilaku school- terdekat subjek adalah keluarga dan
refusal, termasuk permasalahan keluarga, sekolah. Subjek masih sangat
perceraian orangtua, perubahan yang terjadi membutuhkan dukungan dari keluarga saat
di sekolah, masa transisi di rumah atau akan berangkat sekolah, namun ibu sudah
sekolah, penyakit, dan pengalaman tidak berangkat kerja dari subuh dan ayah juga
menyenangkan (Kearney dan Bates, 2005). harus bekerja setelah mengantar subjek. Hal
Pada kasus ini, subjek menunjukkan pola tersebut berdampak pada motivasi subjek
perilaku menolak berangkat ke sekolah untuk berangkat sekolah. Subjek memiliki
setiap masa transisi sekolah, seperti saat banyak kekhawatiran untuk berangkat
kenaikan kelas atau setelah libur sekolah. sekolah, namun kurang mendapatkan
Subjek sulit untuk beradaptasi kembali pada dukungan.
situasi sekolah, sehingga tidak mau Flakierska-Praquin, Lindstrom, dan
berangkat sekolah. Gillberg (Kearney, 2007) menyebutkan
Subjek takut pada mata pelajaran bahwa perilaku school-refusal memiliki
yang belum dikuasai yaitu matematika dan dampak antara lain performansi akademik
PPKn, kurang mampu beradaptasi sosial menurun. Subjek mengalami kesulitan
khususnya pada masa transisi sekolah. dalam pelajaran karena jarang masuk
Supervisi terhadap perilaku anak dari sekolah. Hal tersebut juga berdampak pada
orangtua juga belum maksimal. Orangtua nilai akademik subjek. Guru juga kesulitan
cenderung menuruti keinginan subjek, untuk melakukan evaluasi karena subjek
ketika subjek sangat sulit dibujuk untuk jarang masuk sekolah.
berangkat sekolah. Kerjasama antara Kearney dan Silverman (1993)
orangtua dan guru juga belum terjalin dalam menyebutkan bahwa perilaku school-
menangani permasalahan subjek. Orangtua refusal memiliki empat fungsi, yaitu : (a)
dan guru masih melakukan upaya masing- menghindari rasa takut pada situasi tertentu;
masing tanpa berkoordinasi. Hal tersebut (b) menghindari situasi sosial di sekolah; (c)
sesuai dengan tinjauan pustaka penyebab mencari perhatian agar dapat dekat dengan
perilaku school-refusal dapat digolongkan figur lekat; dan (d) tidak masuk sekolah
menjadi dua, yaitu penyebab jangka pendek agar dapat melakukan hal yang lebih
dan penyebab jangka panjang. Penyebab menyenangkan. Berdasarkan empat fungsi
jangka pendek yaitu seperti stres dalam dari school-refusal di atas dapat dikatakan
keluarga, permasalahan akademik, konflik bahwa subjek pada awalnya memiliki
keluarga, kurangnya supervisi terhadap ketakutan pada awal masuk sekolah setelah
perilaku anak, kurangnya komunikasi masa transisi, subjek juga takut pada
antara orangtua dengan pihak sekolah pelajaran yang belum dikuasai sehingga
(Kearney & Hugelshofer, 2000), dan tidak mau berangkat sekolah. Subjek
pengalaman di sekolah (Kearney dalam kesulitan pada pelajaran matematika,
Kearney dan Bates, 2005). Penyebab jangka karena belum hafal perkalian dan

SOSIOHUMANIORA - Vol.4, No.1, Februari 2018 - Jurnal LP3M - Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta 17
pembagian. Subjek kesulitan pada pelajaran 1. Meningkatkan monitoring harian
PPKn, karena kurang mampu dalam kehadiran siswa.
menyusun kalimat untuk menjawab soal 2. Memberikan feedback kepada orangtua
esai. mengenai ketidakhadiran anaknya.
Subjek kemudian menunjukkan 3. Memberikan penghargaan pada siswa
perilaku mencari perhatian pada orangtua atas kehadirannya.
yaitu dengan mengeluh sakit, memeluk erat 4. Melakukan mediasi dan mencari solusi
ayahnya saat diantar sekolah, bahkan dari permasalahan anak dengan orang
menangis apabila ditinggal oleh ayahnya. tua.
Orangtua kesulitan membujuk subjek untuk 5. Meningkatkan partisipasi anak dalam
masuk sekolah. Orangtua juga memiliki kegiatan ekstrakulikuler atau kegiatan
pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan. sosial lainnya yang mendukung.
Pada akhirnya orangtua menuruti keinginan 6. Memodifikasi secara berkala bentuk
subjek untuk tidak berangkat ke sekolah. PR yang diberikan.
Pada saat subjek tidak berangkat sekolah, Intervensi behavioristik untuk anak
kegiatan yang dilakukan di rumah adalah yang mengalami school-refusal dapat
melihat televisi, memainkan game dilaptop, menggunakan Contingent Reinforcement
atau bermain dengan teman-teman di untuk kehadiran sekolah (Pina, Zerr,
kampung. Hal tersebut merupakan hal yang Gonzales, & Ortiz, 2009). Pengertian
lebih menyenangkan dibanding berangkat behavioral contingency mengacu pada
ke sekolah. Subjek kemudian mengulang suatu perilaku yang harus dilakukan untuk
perilaku tersebut agar mendapatkan hal mendapatkan sebuah konsekuensi atau
menyenangkan tersebut. suatu perilaku yang harus dilakukan agar
Perilaku subjek tersebut dapat terdapat konsekuensi tertentu yang
dijelaskan menggunakan teori mengikuti. Positive reinforcement
behaviorisme. Behaviorisme (Santrock, contingency mengacu pada suatu perilaku
2002) adalah studi ilmiah mengenai respon yang harus dilakukan agar mendapatkan
perilaku yang dapat diamati berdasarkan positive reinforcer (penguat positif).
determinan lingkungannya. Skinner Kontingensinya diwujudkan secara positif
(Slavin, 2008) menyebutkan bahwa dengan spesifikasi perilaku, penguat positif
perilaku yang diikuti konsekuensi positif yang jelas dan keadaan yang jelas bilamana
akan diulang, sedangkan apabila penguat positif tersebut muncul (Sundel &
mendatangkan konsekuensi negatif akan Sundel, 2005).
tidak diulang. Sundel & Sundel (2005)
menambahkan bahwa positive
Penyusunan Intervensi reinforcement akan lebih efektif apabila
Intervensi untuk mengatasi perilaku diterapkan secara kontingensi. Kontingensi
school-refusal dapat dilakukan pada setting menunjukkan adanya stimulus yang
sekolah, keluarga dan terhadap subjek spesifik, respon yang spesifik, dan
langsung (Kearney & Bates, 2005). Hasil reinforcement yang spesifik juga. Pada
penelitian Manurung (2012) juga kasus ini, penerapan Positive
menunjukkan bahwa anak dengan school Reinforcement pada subjek membutuhkan
refusal masih dapat melanjutkan sekolah bantuan dari orangtua dan guru untuk dapat
selama terdapat kerja sama antara orangtua membentuk perilaku yang diharapkan.
dan sekolah. Pada setting sekolah Kearney Tujuan dari intervensi yang dilakukan
dan Bates (2005) menyebutkan bahwa salah adalah meningkatkan perilaku defisit, yaitu
satu cara untuk mengatasi wujud school- hadir di sekolah pada hari efektif sekolah.
refusal yaitu ketidakhadiran, dapat Tahapan perencanaan intervensi menurut
dilakukan dengan cara: Sundel & Sundel (2005) yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut :

18 SOSIOHUMANIORA - Vol.4, No.1, Februari 2018 - Jurnal LP3M - Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta
1. Menetapkan teknik modifikasi perilaku adalah suatu pendekatan untuk mengatasi
yang digunakan beserta prosedur masalah perilaku anak dengan
penerapannya, yaitu positive- menggunakan prosedur di mana orangtua
reinforcement. dilatih untuk mengubah perilaku anak
2. Melibatkan orangtua dan guru dalam mereka di rumah.
merancang intervensi. Pada kasus ini Materi Parent-Training mencakup
menentukan stimulus, konsekuensi dan pengetahuan mengenai instruksi dalam
reinforcement yang sesuai untuk prinsip-prinsip pembelajaran sosial yang
subjek. Reinforcement dari orangtua mendasari teknik pengasuhan. Orangtua
adalah membelikan es krim coklat dilatih dalam mengenali, memantau dan
kesukaan subjek apabila dapat hadir di mengendalikan perilaku anak
sekolah setidaknya 3 kali dalam menggunakan prosedur penguatan positif,
seminggu. Reinforcement dari guru termasuk pujian dan bentuk lain dari
adalah memberikan surat yang berisi perhatian orangtua yang positif dan sistem
ucapan terima kasih atas kehadiran token. Orangtua juga dilatih menggunakan
subjek. prosedur extinction dan prosedur hukuman
3. Menentukan stimulus dari lingkungan ringan, seperti pengabaian dan time–out
natural subjek untuk sebagai pengganti hukuman fisik
menggeneralisasikan dan menjaga (McMahon, 2006).
perilaku yang ditingkatkan.
4. Membuat kontrak intervensi (tertulis Hasil dan Evaluasi Intervensi
maupun lisan). Kesepakatan yang Hasil intervensi yang dilakukan
dilakukan tidak menggunakan kontrak adalah sebagai berikut :
tertulis, hanya kesepakatan secara 1. Pada minggu pertama dan kedua
lisan. merupakan baseline perilaku subjek,
5. Menerapkan teknik dan prosedur yang dimana subjek sama sekali tidak masuk
telah disusun. sekolah selama dua minggu.
6. Mencatat perkembangan subjek yang 2. Pada minggu ketiga, subjek hadir di
dilakukan oleh praktikan, guru, dan sekolah sehari penuh sebanyak 2 kali
orangtua. 3. Pada minggu keempat, subjek hadir di
7. Melakukan evaluasi program. sekolah sehari penuh sebanyak 4 kali
Intervensi yang dapat diberikan 4. Pada minggu kelima, subjek hadir di
kepada orangtua adalah dengan Parent- sekolah sehari penuh sebanyak 4 kali
Training dengan tujuan agar orangtua dapat 5. Pada minggu keenam, subjek hadir di
bersikap secara tepat terhadap sekolah sehari penuh sebanyak 3 kali
permasalahan subjek. McMahon (2006) Adapun hasil intervensi dapat dilihat pada
menyebutkan bahwa Parent Training (PT) grafik 1.

SOSIOHUMANIORA - Vol.4, No.1, Februari 2018 - Jurnal LP3M - Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta 19
Grafik 1. Hasil Intervensi
Jumlah kehadiran

4 4
3
2

0 0
Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV Minggu V Minggu VI
(baseline tidak (baseline tidak
masuk sama masuk sama
sekali) sekali)

Gambar 1. Hasil intervensi


Berdasarkan hasil intervensi yang intervensi yang dilakukan dapat mencapai
telah dipaparkan di atas dapat dikatakan target, hal tersebut disebabkan oleh
bahwa target telah tercapai. Subjek sudah setidaknya dua hal, yaitu (1) adanya
hadir di sekolah sehari penuh minimal 3 kali kesesuaian pemilihan metode penanganan
dalam seminggu. Pada minggu ketiga berdasar permasalahan subjek, dan (2)
subjek masih beradaptasi setelah dua adanya kerja sama antara keluarga dan
minggu tidak masuk sekolah. Pada minggu sekolah.
keempat, ibu subjek tidak berjualan di pasar Rekomendasi yang dapat diberikan
sehingga dapat mendampingi subjek di pagi kepada orangtua dan guru adalah dalam
hari untuk berangkat sekolah. Subjek penerapan positive-reinforcement,
memang sudah mau hadir di sekolah, diperlukan variasi wujud reinforcement
namun masih ditunggu oleh ibunya. Pada sesuai keadaan subjek. Hal tersebut
minggu kelima, subjek juga masih ditunggu bertujuan agar subjek tidak bosan dengan
oleh ibunya. Pada minggu keenam subjek reinforcement yang diperoleh. Hal yang
hanya tiga kali berangkat, namun sudah perlu diperhatikan untuk melanjutkan
berangkat sekolah tanpa ditunggu oleh intervensi adalah sedikit demi sedikit
orangtua. membiasakan subjek untuk tidak ditunggu
oleh ibunya. Subjek juga membutuhkn
KESIMPULAN dukungan secara akademik untuk mengejar
Kesimpulan dari studi ini adalah ketertinggalannya, dapat diberikan
terdapat peningkatan kehadiran subjek di pelajaran tambahan di rumah maupun di
sekolah, setelah mendapat intervensi sekolah. Orangtua dapat menggunakan
berbasis keluarga. Anak yang mengalami soal-soal yang ada pada lembar kerja yang
school-refusal membutuhkan asesmen dan diberikan guru untuk subjek.
penanganan personal, dimana dapat saja Keterbatasan penelitian ini adalah
tiap anak memiliki sebab yang berbeda jumlah subjek perlu ditambah agar dapat
sehingga memerlukan penanganan yang dilakukan generalisasi pada kasus yang
berbeda. Penanganan yang paling tepat lebih luas, belum adanya kriteria inklusi
adalah penanganan yang sesuai dengan subjek penelitian secara lebih terperinci,
kebutuhan anak. Pada penelitian ini, dan waktu penerapan intervensi perlu

20 SOSIOHUMANIORA - Vol.4, No.1, Februari 2018 - Jurnal LP3M - Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta
ditambah agar dapat diketahui jangka efek
intervensi yang diberikan. McMahon, R. J. (2006). Parent Training
Interventions for Preschool-Age
DAFTAR PUSTAKA Children. Encyclopedia on Early
Kearney, C. A. (2007). Forms and Childhood Development, USA.
Functions of School Refusal Behavior
in Youth : an Empirical analysis of Moleong, L. J. (2009). Metode Penelitian
Absenteeism Severity. Journal of Kualitatif. Jakarta: Universitas
Child Psychology and Psychiatry , Indonesia.
Voumel 48. Number 1. 53-61.
Pina, A. A., Zerr, A. A., Gonzales, N. A., &
Kearney, C. A., & Bates, M. (2005). Ortiz, C. D. (2009). Psychosocial
Addresing School Refusal Behavior : Intervention for School Refusal
Suggestions for Frontline Behavior in Children and
Proffesionals. Journal of Children Adolescents. Journal of Child
and School , Volume 27. Number 4. Development Perspectives, Volume
207-216. 3. Number 1. 11-20.

Kearney, C. A., & Hugelshofer, D. S. Santrock, J. W. (2002). Terjemahan :


(2000). Systemic and Clinical Perkembangan Masa Hidup. Edisi 5.
Strategies for Preventing School Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga .
Refusal Behavior in Youth . Journal
of Cognitive Psychotherapy : an Slavin, R. E. (2008). Terjemahan :
International Quaterly , Volume 14. Psikologi Pendidikan, Teori dan
Number 1. 51-65. Praktik Edisi Kedelapan, Jilid 1.
Jakarta: PT. Indeks.
Kearney, C. A., & Silverman, W. K. (1993).
Measuring The Function of School Seetzer, N. & Salzhauer, A. (2006).
Refusal Behavior : The School Understanding School Refusal.
Refusal Assessment Scale. Journal of Diambil dari www.aboutkids.org.
Clinical Child Psychology, (22) 85-
96. Sundel, M., & Sundel, S. S. (2005).
Behavior Change in The Human
Keeley, M. L., & Wiens, B. A. (2007). Services : Behavioral and Cognitive
Family Influences on Treatment Principles and Application, 5th
Refusal in School-linked Mental edition. United States: Sage
Health Services. Jornal of Child and Publications, Inc.
Family Studies, 17:109–126.
Winkle, W. S., & Hastuti, S. (2004).
Manurung, N. (2012). School-refusal pada Bimbingan dan konseling di institusi
anak sekolah dasar. Jurnal Psikologi pendidikan. Jakarta: Media Abadi.
Undip. Vol. 11, No.1, April 2012.

SOSIOHUMANIORA - Vol.4, No.1, Februari 2018 - Jurnal LP3M - Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta 21
22 SOSIOHUMANIORA - Vol.4, No.1, Februari 2018 - Jurnal LP3M - Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai