Anda di halaman 1dari 47

AIDS

A. DEFINISI

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan

infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia

akibat infeksi virus HIV. Pengertian AIDS menurut beberapa ahli antara lain:

1. AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana mengalami

penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau kurang )dan

memiliki antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999)

2. AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir

dari infeksi oleh HIV. (Sylvia, 2005)

B. ETIOLOGI

HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau

virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili

lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam

deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2 adalah

lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.

Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus

hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa

protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein

Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan

duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-

2, yang pertama kali diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika barat (warga
senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis tetapi tampaknya kurang

patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Sylvia, 2005)

1. Cara Penularan

Cara penularan AIDS ( Arif, 2000 )antara lain sebagai berikut :

a. Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual

b. Melalui darah, yaitu:

· Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%

· Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,03%

· Terpapar mukosa yang mengandung HIV,risiko penularan 0,0051%

· Transmisi dari ibu ke anak :

a. Selama kehamilan

b. Saat persalinan, risiko penularan 50%

c. Melalui air susu ibu(ASI)14%

C. PATOFISIOLOGI

Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan

antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV

akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam

sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel

target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu lama.

Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih

yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang

terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel
serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian

menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.

Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut

CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda

yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Sel-sel

yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong.

Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem

kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya

membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV

menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh

dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.

Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3

tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4

sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV,

jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa

menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam

darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan

infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar

yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan

penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar

limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang

beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit

CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka

penderita menjadi rentan terhadap infeksi.


Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang

menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang

berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang

dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai

infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit

CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh

dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.

Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan

sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut “periode jendela” (window

period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20

bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini

disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang

lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi

HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang

lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012)

D. TANDA DAN GEJALA

Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada penderita

AIDS :

Panas lebih dari 1 bulan,

Batuk-batuk,

Sariawan dan nyeri menelan,

Badan menjadi kurus sekali,

Diare ,
Sesak napas,

Pembesaran kelenjar getah bening,

Kesadaran menurun,

Penurunan ketajaman penglihatan,

Bercak ungu kehitaman di kulit.

Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat

merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala

panas dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat beberapa

gejala bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau riwayat perilaku

yang mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV.

Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human

Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan

merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien

akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare,

neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.

Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi

1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi

opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia

interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis,

kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal

1.Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam
berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang

kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.

2.Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala

Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah

akan diperoleh hasil positif.

3.Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala

pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.

E. MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis infeksi HIV dapat disebabkan HIV-nya sendiri (sindrom retroviral

akut, demensia HIV), infeksi ofortunistik, atau kanker yang terkait AIDS. Perjalanan

penyakit HIV dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan jumlah CD4.(

Arif Mansjoer, 2000 )

1. Infeksi retroviral akut

Frekuensi gelaja infeksi retroviral akut sekitar 50-90%. Gambaran klinis menunjukkan

demam, pembesaran kelenjar, hepatoplemagali, nyeri tenggorokan, mialgia, rash seperti

morbili, ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, dan limfosit atipik. Sebagian pasien

mengalami gangguan neorologi seperti mrningitis asepik, sindrom Gillain Barre, atau

psikosis akut. Sindrom ini biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan.

2. Masa asimtomatik

Pada masa ini pasien tidak menunjukkan jegala,tetapi dapat terjadi limfadenopati

umum. Penurunan jumlah CD4 terjadi bertahap, disebut juga masa jendela (window

period).
3. Masa gejala dini

Pada masa ini julah CD4 berkisar antar 100-300. Gejala yang timbul adalah akibat

infeksi pneumonia bakterial, kandidosis vagina, sariawan, herped zoster, leukoplakia,

ITP, dan tuberkolosis paru. Masa ini dulu disebut AIDS Related Complex(ARC)

4. Masa gejala lanjut

Pada masa ini jumlah CD4 dibawah 200. Penurunan daya tahan ini menyebabkan risiko

tinggi rendahnya infeksi oportunistik berat atau keganasan

F. KOMPLIKASI

Adapun komplikasi kien dengan HIV/AIDS (Arif Mansjoer, 2000 ) antara lain :

1. Pneumonia pneumocystis (PCP)

2. Tuberculosis (TBC)

3. Esofagitis

4. Diare

5. Toksoplasmositis

6. Leukoensefalopati multifocal prigesif

7. Sarcoma Kaposi

8. Kanker getah bening

9. Kanker leher rahim (pada wanita yang terkena HIV)

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000) adalah

1. Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait dengan AIDS.

2. Telusuri perilaku berisiko yang memmungkinkan penularan.

3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait.

Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi.

4. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV, dan

pemeriksaan Rontgen.

Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah CD 4,

protein purufied derivative (PPD), serologi toksoplasma, serologi sitomegalovirus,

serologi PMS, hepatitis, dan pap smear.

Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4. Bila >500 maka

pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka diulang

tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi pneumonia pneumocystis carinii.

Pemberian profilaksi INH tidak tergantung pada jumlah CD4.

Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal pemberian

obat antiretroviral dan memantau hasil pengobatan.

Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD4 (mikroskop fluoresensi atau

flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus CD4 = (1/3 x jumlah limfosit

total)-8.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu (Endah

Istiqomah : 2009) :

a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik


Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,

nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah

kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien

dilingkungan perawatan kritis.

b. Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS,

obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan

menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang

jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human

Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3

c. Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat

replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini

adalah :

– Didanosine

– Ribavirin

– Diedoxycytidine

– Recombinant CD 4 dapat larut

d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka

perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses

keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi

AIDS.

2. Diet
Penatalaksanaan diet untuk penderita AIDS (UGI:2012) adalah

a. Tujuan Umum Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:

· Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan mempertimbangkan seluruh aspek

dukungan gizi pada semua tahap dini penyakit infeksi HIV.

· Mencapai dan mempertahankan berat badan secara komposisi tubuh yang diharapkan,

terutama jaringan otot (Lean Body Mass).

· Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi.

· Mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan relaksasi.

b. Tujuan Khusus Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:

· Mengatasi gejala diare, intoleransi laktosa, mual dan muntah.

· Meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang terlihat pada: pasien

dapat membedakan antara gejala anoreksia, perasaan kenyang, perubahan indra

pengecap dan kesulitan menelan.

· Mencapai dan mempertahankan berat badan normal.

· Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan (terutama jaringan otot).

· Memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan yang adekuat sesuai dengan

kemampuan makan dan jenis terapi yang diberikan.

c. Syarat-syarat Diet HIV/AIDS adalah:

· Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor stres, aktivitas

fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi sebanyak 13% untuk setiap kenaikan

Suhu 1°C.

· Protein tinggi, yaitu 1,1 – 1,5 g/kg BB untuk memelihara dan mengganti jaringan sel

tubuh yang rusak. Pemberian protein disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan hati.
· Lemak cukup, yaitu 10 – 25 % dari kebutuhan energy total. Jenis lemak disesuaikan

dengan toleransi pasien. Apabila ada malabsorpsi lemak, digunakan lemak dengan

ikatan rantai sedang (Medium Chain Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak

omega 3) diberikan bersama minyak MCT dapat memperbaiki fungsi kekebalan.

· Vitamin dan Mineral tinggi, yaitu 1 ½ kali (150%) Angka Kecukupan Gizi yang di

anjurkan (AKG), terutama vitamin A, B12, C, E, Folat, Kalsium, Magnesium, Seng dan

Selenium. Bila perlu dapat ditambahkan vitamin berupa suplemen, tapi megadosis

harus dihindari karena dapat menekan kekebalan tubuh.

· Serat cukup; gunakan serat yang mudah cerna.

· Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan gangguan fungsi

menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan diberikan bertahap dengan konsistensi

yang sesuai. Konsistensi cairan dapat berupa cairan kental (thick fluid), semi kental

(semi thick fluid) dan cair (thin fluid).

· Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu diganti (natrium,

kalium dan klorida).

· Bentuk makanan dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien. Hal ini sebaiknya

dilakukan dengan cara pendekatan perorangan, dengan melihat kondisi dan toleransi

pasien. Apabila terjadi penurunan berat badan yang cepat, maka dianjurkan pemberian

makanan melalui pipa atau sonde sebagai makanan utama atau makanan selingan.

· Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.

· Hindari makanan yang merangsang pencernaan baik secara mekanik, termik, maupun

kimia.

d. Jenis Diet dan Indikasi Pemberian


Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV, yaitu kepada pasien

dengan:

a. Infeksi HIV positif tanpa gejala.

b. Infeksi HIV dengan gejala (misalnya panas lama, batuk, diare, kesulitan menelan,

sariawan dan pembesaran kelenjar getah bening).

c. Infeksi HIV dengan gangguan saraf.

d. Infeksi HIV dengan TBC.

e. Infeksi HIV dengan kanker dan HIV Wasting Syndrome.

Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara oral,

enteral(sonde) dan parental(infus). Asupan makanan secara oral sebaiknya dievaluasi

secara rutin. Bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan enteral atau

parental sebagai tambahan atau sebagai makanan utama. Ada tiga macam diet AIDS

yaitu Diet AIDS I, II dan III.

1) Diet AIDS I

Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut, dengangejala panas tinggi,

sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut, kesadaran menurun, atau

segera setelah pasien dapat diberi makan.Makanan berupa cairan dan bubur susu,

diberikan selama beberapa hari sesuai dengan keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap

3 jam. Bila ada kesulitan menelan, makanan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam

bentuk kombinasi makanan cair dan makanan sonde. Makanan sonde dapat dibuat

sendiri atau menggunakan makanan enteral komersial energi dan protein tinggi.

Makanan ini cukup energi, zat besi, tiamin dan vitamin C. bila dibutuhkan lebih banyak

energy dapat ditambahkan glukosa polimer (misalnya polyjoule).

2) Diet AIDS II
Diet AIDS II diberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I setelah tahap akut

teratasi. Makanan diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap 3 jam. Makanan

ini rendah nilai gizinya dan membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan energy dan zat

gizinya, diberikan makanan enteral atau sonde sebagai tambahan atau sebagai makanan

utama.

3) Diet AIDS III

Diet AIDS III diberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau kepada

pasien dengan infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk makanan lunak atau biasa, diberikan

dalam porsi kecil dan sering. Diet ini tinggi energy, protein, vitamin dan mineral.

Apabila kemampuan makan melalui mulut terbatas dan masih terjadi penurunan berat

badan, maka dianjurkan pemberian makanan sonde sebagai makanan tambahan atau

makanan utama.
I. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan untuk penderita AIDS (Doenges, 1999) adalah

1. Aktivitas / istirahat.

Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, malaise

2. Sirkulasi.

Takikardia , perubahan TD postural, pucat dan sianosis.

3. Integritas ego.

Alopesia , lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa, depresi, marah, menangis.

4. Elimiinasi.

Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal, abses rektal.

5. Makanan / cairan.

Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, kesehatan gigi / gusi

yang buruk, dan edema.


6. Neurosensori.

Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk, apatis, dan respon melambat.

7. Nyeri / kenyamanan.

Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan pada sendi, penurunan rentang gerak,

dan gerak otot melindungi pada bagian yang sakit.

8. Pernafasan.

Batuk, Produktif / non produktif, takipnea, distres pernafasan.

2. Diagnosa, Intervensi dan Rasional Tindakan Keperawatan.

Diagnosa, intervensi dan rasional tindakan keperawatan (Doenges, 1999) adalah

1. Diagnosis Keperawatan : nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan

ditandai dengan keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot, ataksia, lemah otot

dan gelisah.

Hasil yang diharapkan : keluhan hilang, menunjukkan ekspresi wajah rileks,dapat

tidur atau beristirahat secara adekuat.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Kaji keluhan nyeri, perhatikan Mengindikasikan kebutuhan untuk

lokasi, intensitas, frekuensi dan intervensi dan juga tanda-tanda

waktu. Tandai gejala nonverbal perkembangan komplikasi.

misalnya gelisah, takikardia,


meringis.

Instruksikan pasien untuk Meningkatkan relaksasi dan perasaan

menggunakan visualisasi atau sehat.

imajinasi, relaksasi progresif,

teknik nafas dalam.

Dorong pengungkapan perasaan Dapat mengurangi ansietas dan rasa

sakit, sehingga persepsi akan intensitas

rasa sakit.

Berikan analgesik atau antipiretik M,emberikan penurunan nyeri/tidak

narkotik. Gunakan ADP (analgesic nyaman, mengurangi demam. Obat

yang dikontrol pasien) untuk yang dikontrol pasien berdasar waktu

memberikan analgesia 24 jam. 24 jam dapat mempertahankan kadar

analgesia darah tetap stabil, mencegah

kekurangan atau kelebihan obat-

obatan.

Lakukan tindakan paliatif misal Meningkatkan relaksasi atau


pengubahan posisi, masase, menurunkan tegangan otot.
rentang gerak pada sendi yang
sakit.

2. Diagnosis keperawatan : perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh

dihubungkan dengan gangguan intestinal ditandai dengan penurunan berat badan,

penurunan nafsu makan, kejang perut, bising usus hiperaktif, keengganan untuk

makan, peradangan rongga bukal.

Hasil yang harapkan : mempertahankan berat badan atau memperlihatkan

peningkatan berat badan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan,


mendemostrasikan keseimbangan nitrogen po;sitif, bebas dari tanda-tanda malnutrisi

dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.

INTERIVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Kaji kemampuan untuk mengunyah, Lesi mulut, tenggorok dan

perasakan dan menelan. esophagus dapat menyebabkan

disfagia, penurunan kemampuan

pasien untuk mengolah

makanan dan mengurangi

keinginan untuk makan.

Auskultasi bising usus Hopermotilitas saluran intestinal

umum terjadi dan dihubungkan

dengan muntah dan diare, yang

dapat mempengaruhi pilihan

diet atau cara makan.

Rencanakan diet dengan orang terdekat, Melibatkan orang terdekat dalam

jika memungkinakan sarankan rencana member perasaan

makanan dari rumah. Sediakan control lingkungan dan mungkin

makanan yang sedikit tapi sering meningkatkan pemasukan.

berupa makanan padat nutrisi, tidak Memenuhi kebutuhan akan

bersifat asam dan juga minuman makanan nonistitusional

dengan pilihan yang disukai pasien. mungkin juga meningkatkan


Dorong konsumsi makanan berkalori pemasukan.

tinggi yang dapat merangsang nafsu

makan

Batasi makanan yang menyebabkan Rasa sakit pada mulut atau

mual atau muntah. Hindari ketakutan akan mengiritasi lesi

menghidangkan makanan yang panas pada mulut mungkin akan

dan yang susah untuk ditelan menyebabakan pasien enggan

untuk makan. Tindakan ini akan

berguna untuk meningkatakan

pemasukan makanan.

Tinjau ulang pemerikasaan Mengindikasikan status nutrisi

laboratorium, misal BUN, Glukosa, dan fungsi organ, dan

fungsi hepar, elektrolit, protein, dan mengidentifikasi kebutuhan

albumin. pengganti.

Berikan obat anti emetic misalnya Mengurangi insiden muntah dan

metoklopramid. meningkatkan fungsi gaster

3. Diagnosa keperawatan : resiko tinggi kekurangan volume cairan

berhubungan dengan diare berat

Hasil yang diharapkan : mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membrane

mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda-tanda vital baik, keluaran urine adekuat secara

pribadi.

INTERVESI KEPERAWATAN RASIONAL


Pantau pemasukan oral dan Mempertahankan keseimbangan

pemasukan cairan sedikitnya 2.500 cairan, mengurangi rasa haus dan

ml/hari. melembabkan membrane mukosa.

Buat cairan mudah diberikan pada Meningkatkan pemasukan cairan

pasien; gunakan cairan yang mudah tertentu mungkin terlalu

ditoleransi oleh pasien dan yang menimbulkan nyeri untuk

menggantikan elektrolit yang dikomsumsi karena lesi pada mulut.

dibutuhkan, misalnya Gatorade.

Kaji turgor kulit, membrane mukosa Indicator tidak langsung dari status

dan rasa haus. cairan.

Hilangakan makanan yang potensial Mungkin dapat mengurangi diare

menyebabkan diare, yakni yang

pedas, berkadar lemak tinggi, kacang,

kubis, susu. Mengatur kecepatan atau

konsentrasi makanan yang diberikan

berselang jika dibutuhkan

Nerikan obat-obatan anti diare Menurunkan jumlah dan keenceran

misalnya ddifenoksilat (lomotil), feses, mungkin mengurangi kejang

loperamid Imodium, paregoric. usus dan peristaltis.

4. Diagnosa keperawatan : resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan

dengan proses infeksi dan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot

pernafasan)
Hasil yang diharapkan : mempertahankan pola nafas efektif dan tidak mengalami

sesak nafas.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Auskultasi bunyi nafas, tandai Memperkirakan adanya

daerah paru yang mengalami perkembangan komplikasi atau

penurunan, atau kehilangan ventilasi, infeksi pernafasan, misalnya

dan munculnya bunyi adventisius. pneumoni,

Misalnya krekels, mengi, ronki.

Catat kecepatan pernafasan, sianosis, Takipnea, sianosis, tidak dapat

peningkatan kerja pernafasan dan beristirahat, dan peningkatan

munculnya dispnea, ansietas nafas, menuncukkan kesulitan

pernafasan dan adanya kebutuhan

untuk meningkatkan pengawasan

atau intervensi medis

Tinggikan kepala tempat tidur. Meningkatkan fungsi pernafasan

Usahakan pasien untuk berbalik, yang optimal dan mengurangi

batuk, menarik nafas sesuai aspirasi atau infeksi yang

kebutuhan. ditimbulkan karena atelektasis.

Berikan tambahan O2 Yng Mempertahankan oksigenasi

dilembabkan melalui cara yang sesuai efektif untuk mencegah atau

misalnya kanula, masker, inkubasi memperbaiki krisis pernafasan

atau ventilasi mekanis


5. Diagnose keperawatan : Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan

produksi metabolisme ditandai dengan kekurangan energy yang tidak berubah atau

berlebihan, ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari, kelesuan,

dan ketidakseimbangan kemampuan untuk berkonsentrasi.

Hasil yang diharapkan : melaporkan peningkatan energy, berpartisipasi dalam

aktivitas yang diinginkan dalam tingkat kemampuannya.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Kaji pola tidur dan catat perunahan Berbagai factor dapat meningkatkan

dalam proses berpikir atau kelelahan, termasuk kurang tidur,

berperilaku tekanan emosi, dan efeksamping

obat-obatan

Rencanakan perawatan untuk Periode istirahat yang sering sangat

menyediakan fase istirahat. Atur yang dibutuhkan dalam

aktifitas pada waktu pasien sangat memperbaiki atau menghemat

berenergi energi. Perencanaan akan membuat

pasien menjadi aktif saat energy

lebih tinggi, sehingga dapat

memperbaiki perasaan sehat dan

control diri.

Dorong pasien untuk melakukan Memungkinkan penghematan

apapun yang mungkin, misalnya energy, peningkatan stamina, dan

perawatan diri, duduk dikursi, mengijinkan pasien untuk lebih aktif

berjalan, pergi makan tanpa menyebabkan kepenatan dan


rasa frustasi.

Pantau respon psikologis terhadap Toleransi bervariasi tergantung pada

aktifitas, misal perubahan TD, status proses penyakit, status nutrisi,

frekuensi pernafasan atau jantung keseimbangan cairan, dan tipe

penyakit.

Rujuk pada terapi fisik atau okupasi Latihan setiap hari terprogram dan

aktifitas yang membantu pasien

mempertahankan atau

meningkatkan kekuatan dan tonus

otot
HERPES ZOSTER

A. Definisi
Herpes Zoster adalah radang kulit akut dengan sifat khasnya yaitu terdapat vesikel yang
tersusun kelompok sepanjang persyarafan sensorik sesuai dengan dermatomnya dan biasanya
unilateral. (PurrawanJuradi, 1982 : 510).
Herpes Zoster adalah infeksi yang dialami mereka yang tidak mempunya kekebalan
terhadap varicella (misalnya mereka yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam
bentuk cacar air) (Brunner & Suddart Edisi 8,Vol 3)
Epidemiologi
Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim dan
tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara laki-laki dan
perempuan, angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Di negara maju seperti
Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di
Indonesia lebih kurang 1% setahun. Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita
varisela sebelumnya karena varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yaitu
virus varisela zoster. Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada di ganglion sensoris tetap
hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif kembali jika daya tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3
usia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% usia di bawah 20 tahun. Kurnia Djaya pernah
melaporkan kasus hepes zoster pada bayi usia 11 bulan.
Kesimpulan kelompok :
Herpes zooster adalah radang kulit yang disebabkan oleh virus varicella yang merupakan
penyakit kelanjutan dari cacar air.

B. Etiologi
Herpes Zoster disebabkan oleh virus varicella zoster (VVZ) dan tergolong virus berinti
DNA. Virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamily alfa herpes viridae.
Berdasarkan sifat biologis nya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat
hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamily yaitu alfa, beta, dan gama.Masa inkubasinya
14–21 hari.

a) Faktor Resiko Herpes zoster


1. Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat daya tahan tubuhnya
melemah. Makin tua usia penderita herpes zoster makin tinggi pula resiko terserang nyeri.
2. Orang yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised) seperti HIV dan leukimia.
Adanya lesi pada ODHA merupakan manifestasi pertama dari immunocompromised.
3. Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi.
4. Orang dengan transplantasi organ mayor seperti transplantasi sumsum tulang.
b) Factor pencetus kambuhnya Herpes zoster
1. Trauma / luka
2. Kelelahan
3. Demam
4. Alkohol
5. Gangguan pencernaan
6. Obat – obatan
7. Sinar ultraviolet
8. Haid
9. Stress
Secara umum, penyebab dari terjadinya herpes simpleks ini adalah sebagai berikut:
1. Herpes Virus Hominis (HVH).
2. Herpes Simplex Virus (HSV)
3. Varicella Zoster Virus (VZV)
4. Epstein Bar Virus (EBV)
5. Citamoga lavirus (CMV)

Namun yang paling sering herpes simpleks disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I
dan tipe II. Cara penularan melalui hubungan kelamin, tanpa melalui hubungan kelamin seperti :
melalui alat-alat tidur, pakaian, handuk,dll atau sewaktu proses persalinan/partus pervaginam
pada ibu hamil dengan infeksi herpes pada alat kelamin luar.
Perbedaan HSV tipe I dengan tipe II
HSV tipe I HSV tipe II
Predileksi Kulit dan mukosa di luar Kulit dan mukosa daerah
genetalia dan perianal
Kultur pada chorioallatoic Membentuk bercak kecil Membentuk pock besar
membran (CAM) dari telur dan tebal
ayam
Serologi Antibodi terhadap HSV Antibodi terhadap HSV
tipe I tipe II
Sifat lain Tidak bersifat onkogeni Bersifat onkogeni

Faktor pencetus replikasi virus penyebab herpes simpleks :


a) Herpes oro-labial.
 Suhu dingin.
 Panas sinar matahari.
 Penyakit infeksi (febris).
 Kelelahan.
 Menstruasi.
b) Herpes Genetalis
 Faktor pencetus pada herpes oro-labial.
 Hubungan seksual.
 Makanan yang merangsang.
 Alcohol.
c) Keadaan yang menimbulkan penurunan daya tahan tubuh:
 Penyakit DM berat.
 Kanker.
 HIV.
 Obat-obatan (Imunosupresi, Kortikosteroid).
 Radiasi.
Kesimpulan kelompok :
Penyebab herpes zooster adalah virus varicella zooster yang bisa terjadi pada
siapa saja yang mengalami penurunan immunitas tubuh, tidak pernah vaksinasi cacar pada masa
balita dan personal hygiene yang kurang. Herpes zooster dapat ditularkan melalui udara dan
kontak langsung dengan penderita. Masa inkubasi penyakit ini selama 10-21 hari.

C. Tanda dan gejala


a. Gejala prodromal
1. Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodomal yang berlangsung selama 1 – 4 hari.
2. Gejala yang mempengaruhi tubuh : demam, sakit kepala, fatigue, malaise, nusea, rash,
kemerahan, sensitive, sore skin ( penekanan kulit), nyeri, (rasa terbakar atau tertusuk), gatal dan
kesemutan.
3. Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung terus – menerus atau hilang timbul. Nyeri juga
bias terjadi selama erupsi kulit.
4. Gejala yang mempengaruhi mata :
Berupa kemerahan, sensitive terhadap cahaya, pembengkakan kelopak mata. Kekeringan mata,
pandangan kabur, penurunan sensasi penglihatan dan lain – lain.
b. Timbul erupsi kulit
1. Kadang terjadi limfa denopati regional
2. Erupsi kulit hamper selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh
satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian tubuh, yang tersering di daerah
ganglion torakalis.
3. Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian terbentuk papul – papul dan dalam
waktu 12 – 24 jam lesi berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah menjadi pastul
yang akan mongering menjadi krusta dalam 7 – 10 hari. Krusta dapat bertahan sampai 2 – 3
minggu kemudian mengelupas. Pada saat ini nyeri segmental juga menghilang.
4. Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ke – 4 dan kadang – kadang sampai hari ke 7
5. Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula hiperpigmentasi dan jaringan parut (pitted
scar)
6. Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan mereka lebih sensitive terhadap nyeri
yang dialami.
Kesimpulan kelompok :
Tanda gejala pada herpes zooster biasanya penderita mengalami demam, nyeri,
gatal-gatal pada kulit dan terasa panas pada bintil-bintil kemerahan yang ada di kulit.

D. Klasifikasi
1. Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian
ganglion gas seri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf trigeminus (N.V),
ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi
kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal
berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelaina nkulit timbul. Fotofobia, banyak keluar air mata,
kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.
2. Herpes zoster fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian
ganglion gas seri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral
pada kulit.
3. Herpes zoster brakialis
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
4. Herpes zoster torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
5. Herpes zoster lumbalis
Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
6. Herpes zoster sakralis
Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Kesimpulan kelompok :
Kelompok menyimpulkan pada kasus yang kami dapat merupakan herpes zooster
torakalis karena terjadi di daerah thorakal anterior dextra dan thorakalis posterior dekat axila
dextra.

E. Patofisiologi
Sesudah seseorang menderita cacar air, virus verisela- zoester yang diyakini sebagai
penyebab terjadinya penyakit ini hidup secara inaktif (dorman) di dalam sel-sel saraf di deket
otak dan medulla spinalis. Kemudian hari ketika virus yang laten ini mengalami reaktivitas, virus
tersebut berjalan lewat saraf perifer ke kulit. Virus varicella yang dorman di aktifkan dan timbul
vesikel-vesikel meradang unilateral di sepanjang satu dermatom. Kulit di sekitarnya mengalami
edema dan pendarahan. Keadaan biasanya di dahului atau di sertai nyeri hebat dan atau rasa
terbakar. Meskipun setiap saraf dapat terkena, tetapi saraf thorakal, lumbal, atau kranial agaknya
sering terserang. Herpes zoster dapat berlangsung selama kurang lebih 3 minggu.
Adanya keterlibatan saraf perifer secara local memberikan respon nyeri, kerusakan
integritas jaringan terjadi akibat adanya vesikula. Respon sistemik memberikan manifestasi
peningkatan suhu tubuh, perasaan tidak enak badan, dan gangguan gastrointestinal. Respon
psikologis pada kondisi adanya lesi pada kulit memberikan kecemasan dan gangguan gambaran
diri.
Kesimpulan kelompok :
Virus varicella masuk ke dalam tubuh pada saat tubuh dalam penurunan imunitas,
sehingga virus tersebar di dalam tubuh menimbulkan tiga respon yaitu
1. Respon inflamasi lokal yang menyebabkan kerusakan perifer dan menimbulkan nyeri dan
kerusakan integritas kulit
2. Respon inflamasi sistemik yang menimbulkan gangguan gastrointestinal yaitu mual dan
anoreksia
3. Respon psikologis yang mengakibatkan kondisi kerusakan jaringan kulit.

F. Komplikasi
a. Neuralgia pasca herpes
Ini adalah kompolasi paling umum, nyeri syaraf (neuralgia) akibat herpes zoster ini tetap
bertahan setelah lepuhan kulit menghilang. Masalah ini jarang terjadi pada orang yang dibawah
50 tahun, rasa nyeri biasanya secara bertahap menghilang dalam 1 bulan tetapi pada beberapa
orang dapat berlangsung berbulan-bulan bila tanpa pengobatan.
b. Infeksi Kulit
Kadang lepuhan terinfeksi oleh bakteri sehingga kulit disekitarnya menjadi merah
meradang. Jika hal ini terjadi maka diperlukan antibiotik.
c. Mata
Herpes zozter pada mata dapat menyebabkan peradanagn sebagian atau seluruh bagian
mata yang mengancam penglihatan.
d. Kelemahan atau layu otot
Kadang-kadang syaraf yang tekena dampak adalah syaraf motorik dan sensorik yang
sensitif. Hal ini dapat menimbulkan kelemahan pada otot-otot yang dikontrol oleh syaraf.
e. Komplikasi lain
Misalnya, infeksi oleh virus varicella zoster, atau penyebaran virus keseluruh tubuh ini
adalah komplikasi yang sanagt serius tapi jarang terjadi pada penderita herpes zoster dengan
sistem kekebalan tubuh yang melemah.
Kesimpulan kelompok :
Komplikasi pada herpes zooster meliputi neuralgia, infeksi kulit, mata dan kelemahan
otot

G. Pemeriksaan Diagnostik
Tujuan dari pemeriksaan dagnostik adalah dilakukan untuk membedakan dari impetigo,
kontak dermatitis dan herpes simpleks. Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan meliputi
beberapa hal :
1. Tzanck Smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan herpes zoster dan
herpes simplex.
2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan untuk membedakan diagnosis herpes
virus.
3. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit.
4. Pemeriksaan histopatologik.
5. Pemerikasaan mikroskop electron.
6. Kultur virus.
7. Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ.
8. Deteksi antibody terhadap infeksi virus
Kesimpulan kelompok :
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penyakit herpes zooster
terdapat 8 jenis pemeriksaan.

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Herpes zoster
a. Pengobatan
1) Pengobatan topical
 Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin untuk mencegah
vesikel pecah
 Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik atau kompres
dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20 menit
 Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep antibiotik (basitrasin / polysporin )
untuk mencegah infeksi sekunder selama 3 x sehari.
2) Pengobatan sistemik
 Drug of choice- nya adalah acyclovir yang dapat mengintervensi sintesis virus dan replikasinya.
Meski tidak menyembuhkan infeksi herpes namun dapat menurunkan keparahan penyakit dan
nyeri. Dapat diberikan secara oral, topical atau parenteral. Pemberian lebih efektif pada hari
pertama dan kedua pasca kemunculan vesikel. Namun hanya memiliki efek yang kecil terhadap
postherpetic neuralgia.
 Antiviral lain yang dianjurkan adalah vidarabine (Ara – A, Vira – A) dapat diberikan lewat infus
intravena atau salep mata.
 Kortikosteroid dapat digunakan untuk menurunkan respon inflamasi dan efektif namun
penggunaannya masih kontroversi karena dapat menurunkan penyembuhan dan menekan respon
immune.
 Analgesik non narkotik dan narkotik diresepkan untuk manajemen nyeri dan antihistamin
diberikan untuk menyembuhkan priritus.

b. Penderita dengan keluhan mata


Keterlibatan seluruh mata atau ujung hidung yang menunjukan hubungan dengan cabang
nasosiliaris nervus optalmikus, harus ditangani dengan konsultasi opthamologis. Dapat diobati
dengan salaep mata steroid topical dan mydriatik, anti virus dapat diberikan

c. Neuralgia Pasca Herpes zoster


 Bila nyeri masih terasa meskipun sudah diberikan acyclovir pada fase akut, maka dapat
diberikan anti depresan trisiklik ( misalnya : amitriptilin 10 – 75 mg/hari)
 Tindak lanjut ketat bagi penanganan nyeri dan dukungan emosional merupakan bagian
terpenting perawatan
 Intervensi bedah atau rujukan ke klinik nyeri diperlukan pada neuralgi berat yang tidak teratasi.
Pada prinsipnya, penanganan dari infeksi Herpes Simpleks Virus (HSV) ada 2 macam, yaitu:
1. Terapi Spesifik;
a) Infeksi primer
 Topikal : Penciclovir krim 1% (tiap 2 jam selama 4 hari) atau Acyclovir krim 5% (tiap 3 jam
selama 4 hari). Idealnya, krim ini digunakan 1 jam setelah munculnya gejala, meskipun juga
pemberian yang terlambat juga dilaporkan masih efektif dalam mengurangi gejala serta
membatasi perluasan daerah lesi. (Rekomendasi FDA & IHMF)
 Sistemik : Valacyclovir tablet 2 gr sekali minum dalam 1 hari yang diberikan begitu gejala
muncul, diulang pada 12 jam kemudian, atau Acyclovir tablet 400 mg 5 kali sehari selama 5 hari,
atau Famciclovir 1500 mg dosis tunggal yang diminum 1 jam setelah munculnya gejala
prodromal.

b) Infeksi Rekuren
Terapi rekuren ditujukan untuk mengurangi angka kekambuhan dari herpes genitalis,
dimana tingkat kekambuhan berbeda pada tiap individu, bervariasi dari 2 kali/tahun hingga lebih
dari 6 kali/tahun. Terdapat 2 macam terapi dalam mengobati infeksi rekuren, yaitu terapi
episodik dan terapi supresif.
 Terapi Episodik:
 Acycovir, 400 mg p.o 3 x/hr, 5 hr, atau 800 mg 2 x/hr, 5 hr, atau 800 mg p.o 3 x/hr,3 hr
 Valacyclovir, 500 mg p.o 2 x/hr 3 hr, atau 1 gr p.o 1x/hr, 5 hr
 Famciclovir, 125 mg p.o 2 x/hr,5 hr, atau 1 gr p.o 2 x/hr,1 hr
 Terapi Supresif:
 Acyclovir 400 mg p.o 2 x/hr selama 6 th, atau
 Famciclovir 250 mg p.o 2 x/hr selama 1 th, atau
 Valacyclovir 500 mg p.o 1x/hr selama 1 th, atau
 Valacyclovir 1 gr p.o 1x/hr selama 1 th

2. Terapi Non-Spesifik;
Pengobatan non-spesifik ditujukan untuk memperingan gejala yang timbul berupa nyeri
dan rasa gatal. Rasa nyeri dan gejala lain bervariasi, sehingga pemberian analgetik, antipiretik
dan antipruritus disesuaikan dengan kebutuhan individu. Zat-zat pengering yang bersifat
antiseptic juga dibutuhkan untuk lesi yang basah berupa jodium povidon secara topical untuk
mengeringkan lesi, mencegah infeksi sekunder dan mempercepat waktu penyembuhan. Selain itu
pemberian antibiotic atau kotrimoksasol dapat pula diberikan untuk mencegah infeksi sekunder.
Tujuan dari terapi tersebut masing-masing adalah untuk mempercepat proses
penyembuhan, meringankan gejala prodromal, dan menurunkan angka penularan.

Kesimpulan kelompok :
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penyakit herpes zooster berupa terapi
spesifik dan therapi non-spesifik.

I. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Biodata
Mencantumkan identitas klien : umur, jenis kelamin, pekerjaan,dll.
2. Keluhan utama
Alasan yang sering membawa klien penderita herpes datang berobat adalah nyeri pada
daerah terdapatnya vesikel berkelompok / lesi yang timbul.
3. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya, klien mengeluh sudah beberapa hari demam dan timbul rasa gatal / nyeri pada
dermatom yang terserang. Pada daerah yang terserang, mula – mula timbul papula berbentuk
urtika, setelah 1 – 2 hari timbul gerombolan vesikula. Kembangkan pola PQRST pada setiap
keluhan klien.
4. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya, keluarga atau teman dekat ada yang menderita penyakit herpes, atau klien
pernah kontak dengan penderita / terinfeksi virus ini.
5. Riwayat psikososial
Perlu dikaji bagaimana konsep diri klien terutama tentang gambaran diri / citra diri dan
harga diri. Disamping itu, perlu dikaji tingkat kecemasan klien dan informasi / pengetahuan yang
dimiliki tentang penyakit.
6. Kebutuhan sehari – hari
Perlu dikaji juga tentang pola tidur, aktivitas. Penyakit ini sering diderita oleh klien yang
mempunyai kebiasaan melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan dan
menggunakan alat-alat pribadi secara bersama-sama.

7. Pemeriksaan fisik
Inspeksi : kulit ditemukan adanya vesikel berkelompok (tanda yang khas pada herper
zoster). Kadang ditemukan vesikel yang berisi nanah dan darah disebut herpes zoster hemoragic.
Dapat ditemukan edema disekitar lesi, dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder.

b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d inflamasi jaringan
2. Kerusakan integritas kulit b.d deficit imunologis ( respon peradangan / lesi )
3. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan
4. Resiko infeksi b.d pemajanan melalui kontak ( langsung / tidak langsung )

c. Intervensi
Dx. I Nyeri akut b.d inflamasi jaringan
NOC : Tingkat Nyeri
Kriteria Hasil :
• Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
• Perubahan dalam TTV
• Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif
• Melaporkan kenyamanan fisik maupun psikologis

NIC : Penatalaksanaan nyeri


Intervensi :
1. kaji nyeri secara komphrehensif
2. observasi ketidaknyamanan non verbal
3. berikan informasi tentang nyeri
4. ajarkan teknik non farmakologi ( relaksasi, distraksi, terapi musik )
5. kendalikan factor lingkungan yang mempengaruhi respon pasien.
Dx. II Kerusakan integritas kulit b.d deficit imunologis ( respon peradangan / lesi )
NOC : Tissue Integrity
Kriteria Hasil :
• Integritas kulit bias dipertahankan
• Berkurangnya luka / lesi pada kulit
• Perfusi jaringan baik
• Mampu melindungi kulit dan memepertahankan kulit
• Perawatan alami

NIC : Pressure Management


Intervensi :
1. anjurkan pasien untuk mengenakan pakaian longgar
2. hindari kerutan pada tempat tidur
3. jaga kebersihan kulit agar tetaap bersih dan kering
4. mobilisasi pasien secara teratur
5. monitor kulit akan adanya kemerahan

Dx. III Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan


NOC : Citra tubuh
Kriteria Hasil :
• Kongruen antara realitas tubuh, ideal tubuh, dan wujud tubuh
• Kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh
• Mengidentifikasi kekuatan personal
• Memelihara hubungan social yang dekat dan hubungan personal

Intervensi :
1. pantau frekuensi pernyataan yang mengkritik diri
2. ajarkan keluarga pentingnya respon mereka terhadap peubahan tubuh
3. dengarkan pasien / keluarga secara aktif
4. beri dorongnan kepada pasien / keluarga untuk mengungkapkan perasaan
5. berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, peihara privasi.

Dx. IV Resko Infeksi b.d pemajanan melalaui kontak ( langsung / tidak langsung )
NOC : Pengendalian Infeksi
Kriteria Hasil :
• Memantau factor resiko lingkungan dan perilaju seseorang
• Menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan
• Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko
• Melaporkn tanda dan gejala infeksi

NIC : Pengendalian Infeksi


Intervensi :
1. pantau tanda / gejala infeksi
2. ajarkan pasien / pengunjung untuk mencuci tangan dengn benar
3. ajarkan pasien dan keluarga kapan harus melaporkan tanda / gejala infeksi
4. batasi jumlah pengunjung, bila diperlukan.

J. Konsep Legal dan Etik


a. Prinsip Etik
1. Respect (Hak untuk dihormati)
Perawat harus menghargai hak-hak pasien/klien.
2. Autonomy (hak pasien memilih)
Hak pasien untuk memilih treatment terbaik untuk dirinya.
3. Beneficence (Bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien)
Kewajiban untuk melakukan hal tidak membahayakan pasien/orang laindan secara aktif
berkontribusi bagi kesehatan dan kesejahteraan pasiennya.
4. Non-Maleficence (utamakan-tidak mencederai orang lain)
Kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugianatau cidera.
Prinsip : Jangan membunuh, menghilangkan nyawa orang lain, jangan menyebabkab nyeri atau
penderitaan pada orang lain, jangan membuat orang lain berdaya dan melukai perasaaan orang
lain.

5. Confidentiality (hak kerahasiaan)


Menghargai kerahasiaan terhadap semua informasi tentang pasien/klienyang
dipercayakan pasien kepada perawat.
6. Justice (keadilan)
Kewajiban untuk berlaku adil kepada semua orang. Perkataan adil sendiriberarti tidak
memihak atau tidak berat sebelah.
7. Fidelity (loyalty/ketaatan)
 Kewajiban untuk setia terhadap kesepakatan dan bertanggungjawabterhadap kesepakatan yang
telah diambil.
 Era modern, pelayanan kesehatan : Upaya Tim (tanggungjawab tidakhanya pada satu profesi).
80% kebutuhan dipenuhi perawat.
 Masing-masing profesi memiliki aturan tersendiri yang berlaku.
 Memiliki keterbatasan peran dan berpraktik dengan menurut aturan yangdisepakati.
8. Veracity (Truthfullness & honesty)
 Kewajiban untuk mengatakan kebenaran.
 Terkait erat dengan prinsip otonomi, khususnya terkait informed-consent
 Prinsip veracity mengikat pasien dan perawat untuk selalu mengutarakankebenaran
Hipertensi

2.1.1 Definisi

Imu pengobatan mendefinisikan hipertensi sebagai suatu peningkatan kronis (yaitu


meningkat secara berlahan-lahan, bersifat menetap) dalam tekanan darah arteri sistolik yang bisa
disebabkan oleh berbagai faktor, tetapi tidak peduli apa penyebabnya, mengikuti suau pola yang
khas. (Wolff.2006 : h 62)

Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140


mmHg atau tekanan diastoliknya sedikitnya 90 mmHg. Istilah tradisional tentang hipertensi
“ringan” dan “sedang” gagal menjelaskan pengaruh utama tekanan darah tinggi pada penyakit
kardiovaskular. (Anderson : 2006. h 582)

Darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu keadaan tekanan darah seseorang berada
pada tingkatan diatas normal. Konsekwensi dan keadaan ini adalah timbulnya penyakit yang
menggangu tubuh penderita. Dalam penyakit hipertensi merupakan masalah kesehatan dan
memerlukan penanggulangan dengan baik. (Sudjaswandi : 2002. h 17)

Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis dimana terjadi peningkatan
tekanan darah secara kronis (dalam jangka lama) penderita yang mempunyai sekurang-
kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan
mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah tinggi adalah salah satu resiko untuk stroke,
serangan jantung, gagal jantung, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis. (weblog,
wikipedia indonesia)

2.1.2 Anatomi Fisiologi

Sistem peredaran darah manusia terdiri atas jantung, pembuluh darah, dan saluran limfe.
Jantung merupakan organ penting yang memompa darah dan memelihara peredaran melalui
saluran tubuh.
Arteri membawa darah dari jantung
Vena membawa dara ke jantung
Kapiler menggabungkan arteri dan vena, terentang diantaranya dan merupakan jalan lalu
lintas antara makanan dan bahan buangan. Disini juga terjadi pertukaran gas dalam cairan ekstra
seluler atau intershil. Saluran limfe mengumpulkan, menggiring dan menyalurkan kembali ke
dalam limfenya yang dikeluarkan melalui dinaing kapiler halus untuk membersihkan jaringan.
Saluran limfe ini juga dapat dianggap menjadi bagian sistem peredaran.

Denyut arteri adalah suatu gelombang yang teraba pada arteri bila darah dipompa keluar
jantung. Denyut ini mudah diraba ditempat arteri temporalis diatas tulang temporal atau arteri
dorsalis pedis di belokan mata kaki. Kecepatan denyut jantung dalam keadaan sehat berbeda-
beda, dipengaruhi penghidupan, pekerjaan, makanan, umur dan emosi. Irama dan denyut sesuai
dengan siklus jantung jumlah denyut jantung 70 berarti siklus jantung 70 kali per menit.

Kecepatan normal denyut nadi per menit :


Pada bayi yang baru lahir 140
Selama tahun pertama 120
Selama tahun kedua 110
Pada umur 5 tahun 96-100
Pada umur 10 tahun 80-90
Pada orang dewasa 60-80
(Pearce. 2009 : h 151)

Tekanan Darah

Tekanan darah sangat penting dalam sirkulasi darah dan selalu diperlukan untuk daya
dorong yang mengalirkan darah didalam arteri, arteriola, kapiler dan sistem vena sehingga darah
didalam arteri, arteriola, kapiler dan sistem vena sehingga terbentuk aliran darah yang menetap.
Jantung bekerja sebagai pemompa darah dapat memindahkan darah dari pembuluh vena ke
pembuluh arteri. Pada sirkulasi tertutup aktivitas pompa jantug berlangsung dengan cara
mengadakan kontraksi dan relaksasi sehingga menimbulkan perubahan tekanan darah dan
sirkulasi darah. Pada tekanan darah didalam arteri kenaikan arteri pada puncaknya sekitar 120
mmHg tekanan ini disebut tekanan stroke. Kenaikan ini menyebabkan aorta mengalami distensi
sehingga tekanan didalamnya turun sedikit. Pada saat diastole ventrikel, tekanan aorta cenderung
menurun sampai dengan 80 mmHg. Tekanan ini dalam pemeriksaan disebut dengan tekanan
diastole.

Kecepatan Tekanan

Kecepatan aliran darah bergantung pada ukuran palung dari pembuluh darah. Darah
dalam aorta bergerak cepat, dalam arteri kecepatan berkurang dan sangat lambat pada kapiler,
dalam arteri kecepatan berkurang dan sangat lambat pada kapiler. Faktor lain yang membantu
aliran darah kejantung maupun gerakan otot kerangka mengeluarkan tekanan diatas vena,
gerakkan yang dihasilkan pernafasan dengan naik turunnya diafragma yang bekerja sebagai
pemopa, isapan yang dikeluarkan oleh atrium yang kosong sewaktu diastole menarik darah dari
vena dan tekanan darah arterial mendorong darah maju. Perubahan tekanan nadi pengaruhi oleh
faktor yang mempengaruhi tekanan darah, misalnya pengaruh usia dan penyakit arteriosklerosis.
Pada keadaan arteriosklorosis, olasitias pembuluh darah kurang bahkan menghilang sama sekali,
sehingga tekanan nadi meningkat.
Kecepatan aliran darah dibagian tengah dan pada bagian tepi (ferifer) yang dekat dengan
permukaan bagian dalam dinding arteri adalah sama, aliran bersifat sejajar yang konsentris
dengan arah yang sama jika dijumpai suatu aliran darah dalam arteri yang mengarah kesegala
jurusan sehingga memberikan gambaran aliran yang yang tidak lancer. Keadaan dapat terjadi
pada darah yang mengatur melalui bagian pembuluh darah yang mengalami sumbatan atau
vasokonstriksi. (Drs_H.Syaifuddin. 2006 : h 130)

2.1.3 Etiologi

Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan penanggulangan yang


baik. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi hipertensi seperti umur, obesitas,
asupan garam yang tinggi adanya riwayat hipertensi dalam keluarga.
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya disebut juga
hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus banyak faktor yang mempengaruhi seperti
genetik, lingkungan hiperaktivitas susunan saraf simpatis. Dalam defekekstesi Na peningkatan
Na dan Ca intra selular dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol,
merokok, serta polisitemia.
2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya
diketahui seperti penggunaan esterogen, penyakit ginjal. Hipertensi vascular renal dan hipertensi
yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain. (Arif Manjoer. 2001 : h 518)

Penyebab hipertensi lainnya adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kalenjar adrenal
yang menghasilkan hormone edinefrin (adrenalim) atau noredinefrin (noradrenalin) kegemukan
(obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas), stress, alkohol, atau garam dalam makanan bisa
memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang yang memiliki kenaikan yang diturunkan stress
cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu. Jika stress berlalu,
maka tekanan darah biasanya akan kembali normal. (Weblog, Wikipedia indonesia)

2.1.4 Patofisiologi

Pada stadium permulaan hipertensi hipertrofi yang terjadi adalah difusi (konsentik). Pada
masa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri. Pada stadium selanjutnya, karena penyakit
berlanjut terus, hipertrofi menjadi tak teratur dan akhirnya akibat terbatasnya aliran darah
koroner menjadi eksentrik, berkurangnya rasio antara masa dan volume jantung akibat
peningkatan volume diastolik akhir adalah khas pada jantung dengan hipertrofi eksentrik. Hal ini
diperlihatkan sebagai penurunan secara menyeluruh fungsi pompa (penurunan fraksieleksi)
penigkatan tegangan dinding ventrikel pada saat sistolik peningkatan konsumsi oksigen ke otot
jantung serta penurunan efek-efek mekanik pompa jantung. Diperburuk lagi bila disertai dengAn
penyakit dalam jantung koroner.
Walaupun tekanan perkusi koroner meningkat, tahanan pembumluh darah koroner juga
meningkat sehingga cadangan aliran darah koroner berkurang. Perubahan hemodinamik sirkulasi
koroner pada hipertensi berhubungan erat dengan derajat hipertrofi otot jantung.
Ada 2 faktor utama penyebab penurunan cadangan aliran darah koroner yaitu :
1. Penebalan arteriol koroner, yaitu bagian dari hipertrofi otot polar dalam resitensi seluruh badan.
Kemudian terjadi valensi garam dan air mengakibatkan berkurangnya compliance pembuluh ini
dan meningkatnya tahanan perifer.
2. Peningkatan hipertrofi mengakibatkan berkurangnya kepadatan kapiler per unit otot jantung bila
timbul hipertrofi menjadi faktor utama pada stadium lanjut dan gambaran hemodinamik ini
Jadi faktor koroner pada hipertensi berkembang menjadi akibat penyakit meskipun
tampak sebagai penyebab patologis yang utama dari gangguan aktivitas mekanik ventrikel kiri.
(Arif Manjoer. 2001 : h 441)

2.1.5 Tanda dan Gejala

Pemeriksaan yang paling sederhana adalah palpasi hipertensi karateristik lama, untuk
bertambah bila terjadi dibatasi ventrikel kiri iktusikordis bergerak kiri bawah, pada kultasi Pasien
dengan hipertensi konsentri dapat ditemukan 5 bila sudah terjadi jantung didapatkan tanda-tanda
rusiensi mitra velature. (Arif Mansjoer. 2001 : h 442)
Pada stadium ini hipertensi, tampak tanda-tanda rangsangan sipatis yang diakibatkan
peningkatan aktivitas system neohormonal disertai hipertomia pada stadium, selanjutnya
mekanisme kopensasi pada otot jantung berupa hiperpeuti. (Arir Mansjoer. 2001 : h 442)
Gambaran klinis seperti sakit kepala adalah serta gejala gangguan fungsi distolik dan
peningkatan tekanan pengsien ventrikel walaupun fungsi distolik masih normal, bila berkembang
terus terjadi hipertensi eksentri dan akhirnya menjadi dilarasi ventrikel kemudian gejal banyak
datang. Stadium ini kadang kala disertai dengan sirkulasi ada cadangan aliran darah ovoner dan
makin membentuk kelaianan fungsi mekanik/pompa jantung yang selektif. (Mansjor, 2001 : h
442)

2.1.6 Komplikasi

Organ-organ tubuh sering terserang akibat hipertensi antara lain masa berupa pendarahan
vetria, bahkan gangguan pada penglihatan sampai kebutahan, gagal jantung, pecahnya darah
otak. (Arif Mansjoer, 2001)

2.1.7 Penatalaksanaan

Pengbobatan dirujukan untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal, pengobatan


jantung karena hipertensi, mengurangi morbilitas dan moralitas terhadap penyakit kardiovascular
dan menurunkan faktor resiko terhadap penyakit kardiovascular semaksimal mungkin.
Untuk menurunkan tekanan darah, dapat ditujukan 3 faktor fisiologis yaitu : menurunkan
isi cairan intravascular dan non darah dengan neolistik menurunkan aktivitas susunan saraf
simpatis dan respon kardiovascular terhadap rangsangan tahanan prifer dengan obat vasediator.
(Arif Manjoer, 2001)

2.1.8 Pencegahan

1. Berhenti merokok secara total dan tidak mengkonsumsi alkohol


2. Melakukan antisipasi fisik secara teratur atau berolaraga secara teratur dapat mengurangi
ketegangan pikiran (strees) membantu menurunkan berat badan, dapat membakar lemak yang
berlebihan.
3. Diet rendah garam atau makanan, kegemukan (kelebihan berat badan harus segera di kurangi)
4. Latihan ohlaraga yang dapat seperti senam aerobic, jalan cepat, dan bersepeda paling sedikit 7
kali dalam seminggu.
5. Memperbanyak minum air putih, minum 8- 10 gelas/ hari.
6. Memeriksakan tekanan darah secara normal / berkala terutama bagi seseorabg yang memiliki
riwayat penderita hipertensi.
7. Menjalani gaya hidup yang wajar mempelejari cara yang tepat untuk mengendalikan stress.
(Bambang Sadewo, 2004)

2.1.9 Pengobatan

Jenis-jenis pengobatan

1. Arti hipertensi non Farmokologis

Tindakan pengobatan supparat, sesuai anjuran dari natural cammitoe dictation evalution
treatmori of high blood preasure
a. Tumpukan berat badan obesitas
b. Konsumsi garam dapur
c. Kurangi alkohol
d. Menghentikan merokok
e. Olaraga teratur
f. Diet rendah lemak penuh
g. Pemberian kalium dalam bentuk makanan sayur dan buah

2. Obat anti hipertensi


a. Dioverika, pelancar kencing yang diterapkan kurangin volume input
b. Penyakit beta (B.Blocker)
c. Antoganis kalsium
d. Lanbi ACE (Anti Canvertity Enzyine)
e. Obat anti hipertensi santral (simpatokolim)
f. Obat penyekar ben
g. Vasodilatov
(Arif Mansjoer, 2001, 522)

3. Perubahan gaya hidup

Dilain pihak gaya hidup yang baik untuk menghindari terjangkitnya penyakit hipertensi dan
berbagai penyakit digeneratif lainnya.
 Mengkurangi konsumsi garam
 Melakukan olaraga secara teratur dan dinamik
 Membiasakan bersikap dinamik seperti memilih menggunakan tangga dari pada limfa
 Menghentikan kebiasaan merokok
 Menjaga kestabilan BB
Menjauhkan dan menghindari stress dengan pendalaman angka sebagai salah satu upayahnya.

2.1.10 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum melakukan terapi bertujuan


menentukan adanya kerusakan organ dan faktor lain atau mencari penyebab hipertensi, biasanya
diperiksa unaralis darah perifer lengkap kemih darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah
puasa, kolestrol total, kolestrol HDI, dan EKG).
Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain seperti klirens kreatinin protein urine
24 jam, asam urat, kolestrol LDL, TSH dan ekokardiografi.
(Mansjoer Arif,2000 : 49)

2.2 Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek
keperawatan. Hal ini biasanya disebut sebagai suatu pendekatan problem solving yang
memerlukan ilmu teknik dan keterampilan interversional dan ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan klien.
(Iyert el, al, 1996)

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian adalah langkah pertama dari proses keperawatan melalui kegiatan


pengumpulan data atau perolehan data yang akurat dapat pasien guna mengetahui berbagai
permasalahan yang ada.
(Aziz Alimul. 2009 : h 85)

Adapun pengkajian pada pasien hipertensi menurut Doengoes, et al (2001) adalah


1. Aktivitas istirahat
Gejala : Kelelahan umum, kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup
Tanda : - Frekuensi jantung meningkat
- Perubahan trauma jantung (takipnea)

2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi ateros klerosis, penyakit jantung koroner / katup dan penyakit
screbiovakuolar, episode palpitasi, perpirasi.
Tanda : - Kenaikan TD (pengukuran serial dan kenaikan TD diperlukan untuk menaikkan diagnosis
- Hipotensi postural (mungkin berhubungan dengan regimen otak)
- Nada denyutan jelas dari karotis, juguralis, radialis
- Denyut apical : Pm, kemungkinan bergeser dan sangat kuat
- Frekuensi/irama : Tarikardia berbagai distrimia
- Bunyi, jantung terdengar S2 pada dasar S3 (CHF dini) S4 (pengerasan vertikel kiri / hipertrofi
vertical kiri).

3. Integritas ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi eufuria atau jarah kronis (dapat
mengidentifikasi kerusakan serebral ) faktor-faktor inulhfel, hubungan keuangan yang berkaitan
dengan pekerjaan.
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontiniu perhatian, tangisan yang meledak, gerak
tangan empeti otot muka tegang (khususnya sekitar mata) gerakkan fisik cepat, pernafasan
mengelam peningkatan pola bicara.

4. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal sakit ini atau yang lalu

5. Makanan/Cairan
Gejala : Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak, tinggi
kolestrol, mual, muntah, perubahan berat badan (meningkatkan/menurun) riwayat pengguna
diuretik.
Tanda : - Berat badan normal atau obesitas
- Adanya edema (mungkin umum atau tertentu)
- Kongestiva
- Glikosuria (hampir 10% hipertensi adalah diabetik).

6. Neurosensori
Gejala : - Keluhan pening/pusing
- Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan setelah
beberapa jam)
- Episode kebas dan kelemahan pada satu sisi tubuh
- Gangguan penglihatan
- Episode epistaksis
Tanda : - Status mental perubahan keterjagaan orientasi, pola isi bicara, efek, proses fikir atau memori.

7. Nyeri/Ketidak nyamanan
Gejala : - Angma (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung)
- Nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudikasi
- Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya
- Nyeri abdomen / massa

8. Pernapasan
Gejala : - Dispenea yang berkaitan dengan aktivitas kerja
- Riwayat merokok, batuk dengan / tanpa seputum
Tanda : - Distres respirasi
- Bunyi nafas tambahan
- Sianosis

9. Keamanan
Gejala : - Gangguan koordinas / cara berjalan
- Hipotesia pastural
Tanda : - Frekuensi jantung meningkat
- Perubahan trauma jantung (takipnea)

10. Pembelajaran/Penyebab
Gejala : Faktor resiko keluarga : hipertensi, aterosporosis, penyakit jantung, DM

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga atau


masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau
potensial. (Aziz Alimul, 2009 : h 92)
Nanda menyatakan bahwa diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon
individu. Keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial. Sebagai
dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan
kewenangan perawat. Semua diagnosa keperawatan harus didukung oleh data. Dimana menurut
Nanda diartikan sebagai defensial arakteristik definisi karakteristik tersebut dinamakan tanda dan
gejala suatu yang dapat diobservasi dan gejala sesuai yang dirasakan oleh klien.
Menurut Doengoes, et al (2001), diagnosa keperawatan yang mungkin ditemukan
pada pasien dengan hipertensi adalah :
1. Curah jantung, penurunan, resiko tinggi terhadap b/d peningkatan afterload, vasokontriksi,
iskemia miokardia, hipertrofi d/d tidak dapat diterapkan adanya tanda-tanda dan gejala yang
menetapkan diagnosis aktual
2. Nyeri (akut), sakit kepala b/d peningkatan tekanan vaskuler selebral d/d melaporkan tentang
nyeri berdenyut yang terletak pada regiu suboksipital. Terjadi pada saat bangun dan hilang secara
spontan setelah beberapa waktu
3. Intoleran aktivitas b/d kelemahan umum d/d laporan verbal tentang kelebihan atau kelemahan
4. Nutrisi, perubahan lebih dari kebutuhan tubuh b/d masukan berlebihan dengan kebutuhan
merabolik d/d berat badan 10%-20% lebih dari ideal untuk tinggi dan bentuk tubuh
5. Koping, individual, infektif b/d krisis situasional/maturasional, perubahan hidup beragam d/d
menyatakan ketidak mampuan untuk mengatasi atau meminta bantuan
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi rencana pengobatan b/d kurang
pengetahuan / daya ingat d/d menyatakan masalah, meminta informasi.

2.2.3 Perencanaan

Perencanaan adalah proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan


untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi masalah pasien.
(Aziz Alimul. 2009 : h 106)
Perencanaan keperawatan pada pasien dengan hipertensi menurut dongoes et al (2000)
adalah :

Diagnosa keperawatan I

Curah jantung, penurunan, resiko tinggi terhadap b/d peningkatan afterload,


vasokontruksi, iskemia miorkadia, hipertrofi b/d tidak dapat diterapkan adanya tanda-tanda dan
gejala yang menetapkan diagnosis actual.

Intervensi :

 Pantau TD
 Catat keberadaan
 Aukultasi tonus jantung dan bunyi nafas
 Berikan lingkungan yang tenang, nyaman, kurang aktivitas/keributan lingkungan
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi

Rasionalisasi

 Perbandingan dari tekanan memberi gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang
masalah kaskuler
 Mencerminkan efek dari kosakontraksi (peningkatan SVR 0 dan kongesti vena)
 Dapat mengidentifikasi kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik
 Adanya pucat, dingin, kulit, lembab dan masa pengisian kapiler lambat mungkin keterkaitan
dengan kosokentreksi atau mencerminkan kekomposisi/penurunan curah jantung
 Dapat mengidentifikasi gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler
 Membantu untuk menurunkan rangsang simpatis meningkatkan relaksasi
 Menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi TP dan perjalanan penyakit hipertensi
 Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang sehingga tak
menurunkan TD
 Karena efek samping obat tersebut maka penting untuk menggunakan obat dalam jumlah
penting sedikit dan dosis paling rendah.

Diagnosa Keperawatan II

Nyeri (akut), sakit kepala b/d peningkatan tekanan vaskuler selebral d/d melaporkan
tentang nyeri berdenyut yang terletak pada regium suboksipital. Terjadi pada saat bangun dan
hilang secara spontan setelah beberapa waktu.

Intervensi :

 Kaji respon pasien terhadap aktivitas


 Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas
 Instruksikan pasien terhadap teknik penghematan energi

Rasionalisasi :

 Tekhnik menghemat energy, mengurangi penggunaan energy, membantu keseimbangan antara


suplai dan kebutuhan oksigen
 Kemajuan aktifitas berharap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba

Diagnosa keperawatan III

Intoleran aktivitas b/d kelemahan umum b/d laporan verbal tentang kelebihan atau
kelemahan.

Intervensi :

 Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan lemak, garam dan gula
sesuai indikasi
 Tetapkan keinginan pasien menurunkan berat badan
 Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet
Rasionalisasi :

 Meminimalkan stimulus / meningkatkan relaksasi


 Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan yang memperlambat / memblok
respon simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komlikasinya
 Aktifitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala adanya peningkatan
tekanan vaskuler serebral
 Pusing dan penglihatan kabur sehingga b/d sakit kepala
 Menurunkan / mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang system saraf simfatis
 Dapat mengurangi tegangan dan ketidak nyamanan yang diperberat.

Diagnosa IV

Nutrisi perubahan lebih dari kebutuhan tubuh b/d masukan berlebihan dengan kebutuhan
merabolik d/d berat badan 10%-20% lebih dari ideal untuk tinggi dan bentuk tubuh.

Intervensi :

 Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi prilaku


 Saraf laporan gangguan tidur
 Bantu pasien untuk mengidentifikasi sresor spesifik dan kemungkinan startegi untuk
mengatasinya
 Dorong pasien untuk mengevaluasi prioitas tubuh.

Rasionalisasi :

 Kegemukan adalah resiko tambahan pada tekanan darah tinggi karena disproporsi antara
kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan dengan peningkatan masa tubuh
 Kesalahan kebiasaan makanan menunjang terjadinya ateroskelrosis dan kegemukan yang
merupakan preposisi untuk hipertensi dan komlikasinya
 Motivasi untuk penurunan berat badan adalah internal, individu harus berkeinginan untuk
menurunkan berat badan, bila tidak maka program sama sekali tidak berhasil
 Mengindikasikan kekuatan/kelemahan dalam menentukan kebutuhan individu untuk
penyesuaian / penyuluhan
 Penurunan masukan kalori seseorang sebanyak 50 kalori per hari secara teori dapat menurunkan
BB 0,5 kg/hari
 Membantu untuk memfokuskan perhatian pada faktor mana pasien telah/dapat mengontrol
perubahan
 Penting untuk mencegah perkembangan heterogenesis
 Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual.

Diagnosa V

Koping, individual, infektif b/d krisis situasional / maturasional, perubahan hidup


beragam d/d menyatakan ketidak mampuan untuk mengatasi atau meminta bantuan.
Intervensi :

 Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar


 Tetapkan dan nyatakan batas Hd normal
 Bantu pasien untuk mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskular
 Bahan pentingnya menghentikan merokok

Rasionalisasi :

 Mekanisme adaptif perlu untuk mengubah pola hidup seseorang mengatasi hipertensi klanik
menginterasikan tetapi yang diharuskan ke dalam kehidupan sehari-hari
 Manifestasi mekanisme koping maladaftif mungkin merupakan indicator yang ditekan dan
diketahui telah menjadi penentu utama TD distolik
 Fokus perhatian pasien pada realitas situasi yang ada relative terhadap pandangan pasien tentang
apa yang diinginkan
 Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara realistik untuk menghindari rasa yang tidak
menentu dan tidak berdaya.

Diagnosa keperawatan IV

Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi rencana pengobatan b/d


pengetahuan / daya ingat d/d menyatakan masalah, menerima informasi

Intervensi :

 Bela penguatan pentingnya kerjasama dalam regimen pengobatan dan mempertahankan


perjanjian tindak lanjut
 Jelaskan tentang obat yang diresep bersamaan dengan rasional
 Sarankan untuk sering mengubah posisi, olaraga kaki saat baring

Rasionalisasi :

 Bila pasien tidak menerima realities bahwa membutuhkan pengobatan kontinyu, maka
perubahan perilaku tidak akan dipertahanakan
 Pemahaman bahwa TD tinggi dapat terjadi tanpa gejala adalah ini untuk memungkinkan pasien
melanjutkan pengobatan meskipun ketidak merasa sehat
 Faktor-faktor ini telah menunjukkan hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit
kardiovaskular
 Nikotin meningkatakan pelepasan katekolomamin, mengakibatkan peningkatan frekwensi
jantung, TD fasokontriksi, mengurangi oksigenasi jaringan dan meningkatkan beban kerja
miokardium.
(Doengoes et al, 2001 : 41-49)

2.2.4 Implementasi

Implementasi adalah proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategis


keperawatan (tindakan keperawatan) yaitu telah direncanakan. (Aziz Alimuml. 2001 : h 11)
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan pencegahan penyakit. Pemulihan kesehatan
dan mempasilitas koping perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan
baik. Jika klien mempunyai keinginan untuk berpatisipasi dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan selama tahap pelaksanaan perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih
tindakan perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien tindakan.

Adapun implementasi pada pasien hipertensi adalah :

Diagnosa keperawatan I :

 Memantau TD
 Mencatat keberadaan
 Aukultasi tonus jantung dan bunyi nafas
 Memberikan lingkungan yang tenang, nyaman, kurang aktivitas / keributan lingkungan
 Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi

Diagnosa keperawatan II :

 Mengkaji respon pasien terhadap aktivitas


 Memberikan dorongan untuk melakukan aktivitas
 Mengintruksikan pasien terhadap teknik penghematan energy

Diagnosa keperawatan III :

 Membicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan lemak, garam dan
gula sesuai indikasi
 Menetapkan keinginan pasien menurunkan berat badan
 Mengkaji ulang masukkan kalori harian dan pilihan diet

Diagnosa keperawatan IV

 Mengkaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi prilaku


 Mencatat laporan gangguan tidur
 Membantu pasien untuk mengidentifikasi stesor spesifik dan kemungkinan strategi untuk
mengatasinya
 Mendorong pasien untuk mengevaluasi prioritas tubuh

Diagnosa keperawatan V

 Mengkaji kesiapan dan hambatan dalam belajar


 Menetapkan dan nyatakan batas Hd normal
 Membantu pasien untuk mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskuler
 Membahas pentingnya menghentikan merokok
Diagnosa keperawatan VI :

 Memberi penguatan pentingnya kerjasama dalam regimen pengobatan dan mempertahankan


perjanjian tindak lanjut
 Menjelaskan tentang obat yang diresep bersamaan dengan rasional
 Menyarankan untuk sering mengubah posisi, olaraga kaki saat baring

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi adalah tahap terakhir proses keperawatan dengan cara menilai sejauh mana
tujuan diri rencana keperawatan tercapai atau tidak. (Aziz Alimul. 2009 : hi 12)
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
Hal ini dapat dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien
terhadap tindakan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil keputusan:
1. Mengakhiri tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan)
2. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang lebih lama untuk
mencapai tujuan)
(lyer, at al, 1996)

Adapun evaluasi keperawatan pada pasien dengan hipertensi adalah :

Diagnosa I

 Berpatisipasi dalam aktivitas yang menurunkan Td beban kerja jantung


 Mempertahankan Td dalam rentang individu yang dapat diterima
 Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal pasien
Diagnosa II

 Berpatisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan


 Melaporkan tindakan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur
 Menunjukkan penurunan dalam tanda intoleransi fisiologi

Diagnosa III

 Melaporkan nyeri / ketidak nyamanan hilang / terkontrol


 Mengungkan metode yang memberikan pengurangan
 Mengikuti reqman farmokologi yang diresepkan

Diagnosa IV

 Mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan kegemukan


 Menunjukkan perubahan pola makan
 Melakukan / mempertahankan program olaraga yang tepat seacar individual

Diagnosa V

 Mengidentifikasi prilaku koping efektif konsekuensinya


 Mendemontrasikan penggunaan keterampilan / metode koping efektif

Diagnosa VI

 Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen


 Mempertahankan Td dalam perimeter normal

Anda mungkin juga menyukai