Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Hemorrhoid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis yang


tidak merupakan keadaan patologik. Hanya apabila hemorrhoid ini menyebabkan
keluhan atau penyulit, diperlukan tindakan.

Hemorrhoid dibedakan menjadi 2, yaitu:

1. Hemorrhoid interna, yaitu pleksus v.hemoroidalis superior di atas garis


mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemorrhoid interna ini merupakan
bantalan vaskuler di dalam jaringan submukosa pada rectum sebelah bawah.
Sering hemorrhoid terdapat pada tiga posisii primer, yaitu kanan-depan,
kanan-belakang, dan kiri-lateral. Hemorrhoid yang lebih kecil terdapat di
antara ketiga letak primer tersebut.
2. Hemorrhoid eksterna, yaitu pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid
inferior terdapat di sebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan di bawah
epitel anus.
Kedua pleksus hemorrhoid saling berhubungan secara longgar dan
merupakan awal dari aliran vena yang kembali bermula dari rectum sebelah
bawah dan anus. Pleksus hemoroid interna mengalirkan darah ke v.hemoroidalis
superior dan selanjutnya ke v.porta. Pleksus hemoroid eksternus mengalirkan
darah ke peredaran sistemik melalui daerah perineum dan lipat paha ke v.iliaka.

Hemoroid dapat menimbulkan gejala karena banyak hal. Faktor yang


memegang peranan kausal ialah mengedan pada waktu defekasi, konstipasi
menahun, kehamilan dan obesitas.
BAB II

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 27 thn
Status : Menikah
Agama : Hindu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Dewi Sartika

B. ANAMNESIS
Autoanamnesa, Selasa, tanggal 17 November 2015 Pukul 04.00 WIB
Keluhan Utama : Bab bercampur darah
Keluhan Tambahan :-
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk Rumah Sakit dengan keluhan BAB bercampur darah.
Keluhan disertai dengan terdapatnya benjolan yang keluar dari anus saat
buang air besar, sebesar 0,5 – 1 cm dan terasa menggaggu. Setiap ingin buang
air besar, benjolan tersebut keluar dari anus. Benjolan tidak dapat masuk
sendiri setelah buang air besar selesai, namun dapat masuk dengan bantuan
jari. Saat buang air besar disertai dengan darah, berwarna merah segar,
menetes saat feses keluar, kadang keluar menggumpal, darah tidak bercampur
dengan feses.
Keluhan benjolan yang keluar ini dirasakan sejak ± 4 tahun yang lalu,
saat pasien melahirkan anak yang pertama, pasien sering merasakan sulit
buang air besar, feses terasa keras sehingga pasien harus mengedan sangat
kuat, dan terkadang disertai nyeri saat buang air besar. Pasien jarang
mengkonsumsi makanan yang berserat, suka mengkonsumsi makanan pedas,
dan minum kurang dari 8 gelas per hari.
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat keganasan disangkal
 Riwayat penyakit jantung disangkal
 Riwayat diabetes melitus disangkal
 Riwayat sakit kuning disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Riwayat hemorrhoid disangkal
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat keganasan disangkal
 Riwayat penyakit jantung disangkal
 Riwayat diabetes melitus disangkal
 Riwayat sakit kuning disangkal

Riwayat Alergi Obat : disangkal


Riwayat Kebiasaan :
 Makanan : Pasien mengaku jarang mengkonsumi
makanan berserat, suka makanan pedas, dan sedikit minum air
putih (<8 Gelas per hari)
 Aktivitas : Pasien menyangkal sering melakukan aktifitas
yang berat, duduk atau berdiri yang lama.
 Pola defekasi : Rutin, 1 kali/hari (BAB posisi jongkok) namun
BAB terasa keras sehingga pasien harus mengedan untuk
mengeluarkan feses.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 88x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36, 4 ‘C

Kepala : Normocephal
Mata : Conjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Telinga : Bentuk normal, serumen -/-
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa basah
Gusi berdarah (-), lidah kotor (-)
Tonsil tidak membesar (T1-T2)
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis
Leher : Kelenjar tyroid tidak teraba membesar
Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
Thorax : Simetris bilateral
Pulmo : I= normochest, retraksi -/-, sela iga tidak melebar
P= vocal fremitus kanan = kiri
P= sonor pada seluruh lapang paru
A= suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : I= tidak tampak iktus cordis
P= iktus cordis teraba di ICS V
P= batas pinggang jantung ICS III LPSS
batas kiri jantung ICS V LMCS
batas kanan jantung ICS IV linea sternalis
dextra
A= BJ I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen : I = datar, jaringan parut (-)

A = bising usus (+) normal

P = timpani

P = defans muskuler (-), nyeri tekan (-)

hepar dan lien tidak teraba membesar

Ekstremitas : akral hangat, uedem -/-

Status Lokalis

Pemeriksaan colok dubur :

Inspeksi : Fisure (-), Abses (-), hematom perianal (-), skin tag (+), tampak
benjolan keluar dari anus

Palpasi : Tonus sphincter ani baik; ampulla recti tidak kolaps; mukosa rektum
licin; teraba massa di jam 3, 7 dan 11; nyeri tekan (+) pada jam 3,7
dan 11; pada sarung tangan didapatkan darah, lendir (+), feses (-).

Anoskopi : tidak dilakukan.


D. DIAGNOSIS KERJA
Hemorrhoid interna grade III

E. DIAGNOSIS BANDING

Polip anal
Fistula anal

F. PENATALAKSANAAN
Non farmakologi:
 Perubahan Pola hidup :
Makan-makanan berserat setiap hari, minum air putih minum 8
gelas sehari, banyak bergerak, banyak berjalan.
 Perubahan pola defekasi :
Hindari mengedan yang berlebih dan lama.

Farmakologi dan Bedah:

IVFD RL 20 tpm

Inj. Ranitidin 1a/12j

Inj. As. Tranexamat 1gr/8j

Rhodim 3 x 2 tab hari I-IV

2 x 2 tab hari V-VI

Borraginol salep

Transfuse PRC 2 Bag

G. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad fungsionam : Bonam
Quo ad sanactionam : Bonam
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. ANATOMI TRIGONUM ANALIS2

Trigonum analis dibatasi oleh (Gambar 1 dan 2):

1. Bagian belakang: ujung os coccygis


2. Sisi-sisinya: tuberositas ischiadicum dan ligamentum sacrotuberale yang
bertumpang tindih dengan musculus gluteus maximus.

Gambar 1. Trigonum analis laki-laki dilihat dari bawah (Netter, 2010)


Gambar 2. Trigonum analis dan trigonum urogenital pada perempuan dilihat
dari bawah (Netter, 2010)

Anus atau lubang bawah canalis analis terletak di garis tengah, dan di
samping kanan dan kiri terdapat fossa ischionalis. Kulit disekitar anus
dipersarafi oleh nervus rectalis (haemorrhoidalis) inferior (Gambar 3).
Pembuluh limfe kulit mengalirkan cairan limfe ke kelompok medial nodi
inguinales superficiales (Gambar 4).
Gambar 3. Innervasi trigonum analis (Netter, 2010)
Gambar 4. Aliran limfe canalis analis (Gray’s Anatomy, 2005)

CANALIS ANALIS2

Gambar 5. Canalis analis (Netter, 2010)


Lokasi dan Deskripsi

Panjang canalis analis kurang lebih 1 ½ inci (4 cm), berjalan ke bawah dan
belakang dari ampulla recti sampai anus (Gambar 5). Dinding lateral canalis
analis dipertahankan saling berdekatan oleh m. levator ani dan m. sphincter ani,
kecuali saat defekasi (Gambar 7).
Hubungan:
 Ke posterior: Di posterior berhubungan dengan corpus anococcygeum,
massa jaringan fibrosa yang terletak diantara canalis analis dan os coccygis
(Gambar 6)
 Ke lateral: Di lateral berhubungan dengan fossa ischioanalis yang berisi
lemak.
 Ke anterior: Pada laki-laki di anterior berbatasan dengan corpus perineale,
diaphragma urogenitale, urethra pars membranacea, dan bulbus penis
(Gambar 6). Pada perempuan, di anterior berhubungan dengan corpus
perineale, diaphragm urogenitale, dan bagian bawah vagina (Gambar 6)
Gambar 6. Potongan sagital pelvis perempuan dan laki-laki (Netter, 2010)

Gambar 7. Tunika muskularis canalis analis (Schwartz, 2010)

1 Struktur
a. Tunika Mukosa
Tunika mukosa di canalis analis terbagi menjadi 2 bagian, yaitu tunika
mukosa setengah bagian atas canalis analis dan tunika mukosa setengah
bagian bawah canalis analis.

Gambar 8. Tunika mukosa canalis analis (Snell, 2006)


Tunika mukosa setengah bagian atas canalis analis mempunyai struktur
anatomi sebagai berikut:

1. Dibatasi oleh epitel selapis kolumnar.


2. Mempunyai lipatan vertikal yang dinamakan columnae anales atau
columnae morgagni dan dihubungkan oleh plicae semilunares yang
dinamakan valvulae anales (sisa membran proctodeum)
3. Persarafannya sama seperti persarafan mukosa rektum berasal dari saraf
otonom plexus hypogastricus (Gambar 3). Mukosanya hanya peka
terhadap regangan.
4. Vaskularisasi berasal dari arteri yang memperdarahi usus belakang yaitu a.
rectalis superior, cabang dari a. mesenterica inferior. Aliran darah vena
terutama oleh v. rectalis superior, cabang dari v. mesenterica inferior dan
v. porta (Gambar 10).
5. Sistem limfatik terutama ke atas, di sepanjang a. rectalis superior menuju
nodi rectalis superior dan akhirnya ke nodi mesenterici inferior (Gambar
4).

Tunika mukosa setengah bagian bawah canalis analis mempunyai struktur


anatomi sebagai berikut:

1. Dibatasi oleh epitel berlapis gepeng yang secara bertahap bergabung


dengan epidermis perianal di anus (Gambar 8).
2. Tidak mempunyai columna anales (Gambar 8).
3. Persarafan berasal dari saraf somatik nervus rectalis inferior, sehingga
peka terhadap rasa nyeri, suhu, raba, dan tekan (Gambar 3).
4. Suplai arteri berasal dari a. rectalis inferior, cabang dari a. pudenda interna
(Gambar 9). Aliran darah vena oleh v. rectalis inferior, cabang v.
pudenda interna yang mengalirkan darahnya ke v. iliaca interna (Gambar
10).
5. Aliran limfe berjalan ke bawah menuju ke nodi superomediales dari nodi
inguinales superficiales (Gambar 4).

Pecten ossis pubis menunjukkan tempat pertemuan setengah bagian atas


dengan setengah bagian bawah canalis analis (Gambar 8).

b. Tunika Muskularis
Seperti pada bagian atas tractus intestinal, tunika muskularis terbagi atas
stratum longitudinal di bagian luar dan stratum sirkular di bagian dalam
(Gambar 7 dan 8).

Musculus Sphincter Ani


Canalis analis mempunyai m. sphincter ani internus yang bekerja
secara involunter dan m. sphincter ani externus yang bekerja secara volunter.
M. sphincter ani internus dibentuk oleh penebalan otot polos stratum
sirkular pada ujung atas canalis analis. M. sphincter ani internus diliputi oleh
lapisan otot lurik yang membentuk m. sphincter ani externus volunter
(Gambar 8).
M. sphincter ani externus dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
 Pars subcutanea, mengelilingi ujung bawah canalis analis dan tidak
melekat pada tulang.
 Pars superficialis, bagian belakang melekat pada os coccygis dan bagian
depan pada corpus perineale.
 Pars profunda, mengelilingi ujung atas canalis analis dan tidak melekat
pada tulang.
Kedua pars puborectalis musculus levator ani bergabung dengan
pars profunda m. sphincter ani externus. Serabut m. puborectalis pada kedua
sisi membentuk sebuah lengkung, yang di depan melekat pada kedua os pubis
dan berjalan di sekeliling junction anorectalis, menarik junction ke depan
sehingga canalis analis dan rectum membentuk sudut yang tajam.
Stratum longitudinal tunika muskularis canalis analis melanjutkan diri
ke atas sebagai stratum longitudinal tunika muskularis rectum. Otot tersebut
membentuk selubung utuh di sekitar canalis analis dan turun ke bawah pada
batas di antara m. sphincter ani internus dan externus. Sebagian stratum
longitudinal melekat pada tunika mukosa canalis analis, sedangkan lainnya
berjalan ke lateral ke dalam fossa ischioanalis atau melekat pada kulit
perianalis.
Pada perbatasan di antar rectum dan canalis analis (junction
anorektalis), m. sphincter ani internus, m. sphincter ani externus pars profunda
dan m. puborectalis membentuk cincin yang disebut cincin anorectalis dan
dapat diraba pada pemeriksaan rectal.

2 Vaskularisasi
Arteriae

Arteria rectalis superior memperdarahi setengah bagian atas canalis analis,


sedangkan arteria rectalis inferior memperdarahi setengah bagian bawahnya
(Gambar 9).
Gambar 9. Aliran arteri canalis analis (Schwartz, 2010)

Venae
Setengah bagian atas dialirkan oleh v. rectalis superior ke v. mesenterica
inferior, sedangkan setengah bagian bawah dialirkan oleh v. rectalis inferior ke v.
pudenda interna. Anastomosis v. rectalis membentuk anastomosis portal sistemik
yang penting  plexus hemorrhoidales (Gambar 10).
Pada tela submucosa canalis analis terdapat plexus venosus yang mengalirkan
darahnya ke atas melalui v. rectalis superior. Cabang-cabang kecil v. rectalis
media dan v. rectalis inferior berhubungan satu dengan yang lain dan dengan v.
rectalis superior melalui plexus ini. Oleh sebab itu plexus venosus rectalis
membentuk anastomosis portal sistemik yang penting karena v. rectalis superior
mengalirkan darahnya ke v. porta dan v. rectalis media serta v. rectalis inferior ke
sistem sistemik.
Gambar 10. Aliran vena canalis analis (Netter, 2010)

3 Sistem Limfatik
Cairan limfe dari setengah bagian atas canalis analis dialirkan ke nodi rectalis
superior dan nodi mesenterici inferior. Cairan limfe dari setengah bagian bawah
canalis analis dialirkan ke nodi superomediales nodi inguinales superficial
(Gambar 4).

4 Innervasi
Tunika mukosa setengah atas bagian canalis analis peka terhadap regangan
dan dipersarafi oleh serabut-serabut sensorik yang berjalan ke atas melalui plexus
hypogatricus. Setengah bagian bawah canalis analis peka terhadap nyeri, suhu,
dan raba serta dipersarafi oleh nervus rectalis inferior. Musculus sphincter ani
internus involunter dipersarafi oleh serabut simpatis dari plexus hypogastricus
inferior Musculus sphinter ani externus volunter dipersarafi oleh n. rectalis
inferior, cabang n. pudendus (Gambar 3), dan ramus perinealis n. sacralis
keempat.

DEFEKASI2

Waktu, tempat, dan frekuensi defekasi merupakan suatu kebiasaan. Beberapa


orang defekasi sekali sehari, beberapa orang beberapa kali sehari, dan beberapa orang
normal juga beberapa hari sekali.

Keinginan untuk defekasi dimulai dari perangsangan reseptor regangan di


dalam dinding rectum oleh adanya feces di dalam lumen rectum. Kegiatan defekasi
melibatkan reflex koordinasi yang mengakibatkan pengosongan colon descendens,
colon sigmoid, rectum dan canalis analis. Kegiatan ini dibantu oleh peningkatan
tekanan intraabdominal dengan kontraksi otot dinding anterior abdomen. Selanjutnya,
kontraksi tonik m. sphincter ani internus, m. sphincter ani externus, dan m.
puborectalis dihambat secara volunter, dan feces dikeluarkan melalui canalis analis.
Tergantung pada kelemasan tela submukosa, tunika mukosa bagian bawah canalis
analis menonjol melalui anus mendahului massa feces. Pada akhir defekasi, tunika
mukosa kembali ke canalis analis akibat tonus serabut-serabut longitudinal dinding
canalis analis serta kontraksi dan penarikan keatas oleh m. puborectalis. Kemudian
lumen canalis analis yang kosong ditutup oleh kontraksi tonik m. sphincter ani.

II.2. HEMOROID

Hemoroid adalah pelebaran pleksus hemorrhoidalis dan tidak merupakan


keadaan patologik. Tindakan hanya dilakukan bila hemoroid menimbulkan keluhan
atau penyulit. Kata hemoroid berasal dari kata haemorrhoides (Yunani) yang berarti
aliran darah (haem=darah, rhoos=aliran) jadi dapat diartikan sebagai darah yang
mengalir keluar.5 Bantalan hemoroid adalah hal yang normal sebagai bagian dari
canalis anal. Struktur bantalan hemoroid terdiri dari pembuluh darah, otot halus,
jaringan elastin dan penyambung dengan this tissue aid in continence untuk
mencegah kerusakan dari otot sfingter. Tiga kompleks hemoroid utama adalah canalis
anal transvers lateral kiri, kanan depan, dan kanan belakang. Halangan aliran darah
disekitar canalis anal dan peregangan memicu prolaps jaringan di canalis analis.
Seiring berjalannya waktu, sistem anatomi yang menunjang kompleks hemoroid
menjadi lemah, paparan jaringan ini kemudian keluar dari canalis anal dan
menyebabkankan cedera. Hemoroid diklasifikasikan menjadi hemoroid interna dan
eksterna.6

Hemoroid dapat menimbulkan gejala karena banyak hal. Faktor yang


memegang peranan ialah mengedan pada waktu defekasi, konstipasi menahun,
kehamilan, dan obesitas.5

Kebiasaan mengedan lama dan berlangsung kronik merupakan salah satu


risiko untuk terjadinya hemoroid. Peninggian tekanan saluran anus sewaktu
beristirahat akan menurunkan aliran balik vena, sehingga vena membesar dan
merusak jaringan ikat penunjang. Kejadian hemoroid diduga berhubungan dengan
faktor endokrin dan usia. Hubungan terjadinya hemoroid dengan seringnya seseorang
mengalami konstipasi, feses yang keras, multipara, riwayat hipertensi dan kondisi
yang menyebabkan vena-vena dilatasi hubungannya dengan kejadian hemoroid
masih belum jelas hubungannya.6

Hemoroid interna yang merupakan pelebaran cabang-cabang v. rectalis


superior (v. hemoroidalis) dan diliputi oleh mukosa. Cabang vena yang terletak pada
collum anales posisi jam 3,7, dan 11 bila dilihat saat paien dalam posisi litotomi
mudah sekali menjadi varises. Penyebab hemoroid interna diduga kelemahan
kongenital dinding vena karena sering ditemukan pada anggota keluarga yang sama.
Vena rectalis superior merupakan bagian paling bergantung pada sirkulasi portal dan
tidak berkatup. Jadi berat kolom darah vena paling besar pada vena yang terletak
pada paruh atas canalis analis. Disini jaringan ikat longgar submukosa sedikit
memberi penyokong pada dinding vena. Selanjutnya aliran balik darah vena dihambat
oleh kontraksi lapisan otot dinding rectum selama defekasi. Konstipasi kronik yang
dikaitkan dengan mengedan yang lama merupakan faktor predisposisi. Hemoroid
kehamilan sering terjadi akibat penekanan vena rectalis superior oleh uterus gravid.
Hipertensi portal akibat sirosis hati juga dapat menyebabkan hemoroid. Kemungkinan
kanker rectum juga menghambat vena rectalis superior.6

Hemoroid eksterna adalah pelebaran cabang-cabang vena rectalis


(hemorrhoidalis) inferior waktu vena ini berjalan ke lateral dari pinggir anus.
Hemoroid ini diliputi kulit dan sering dikaitkan dengan hemoroid interna yang sudah
ada. Keadaan klinik yang lebih penting adalah ruptura cabang-cabang v. rectalis
inferior sebagai akibat batuk atau mengedan, disertai adanya bekuan darah kecil pada
jaringan submukosa dekat anus. Pembengkakan kecil berwarna biru ini dinamakan
hematoma perianal.6

Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus, saling berhubungan secara


longgar dan merupakan awal dari aliran vena yang kembali bermula dari rectum
sebelah bawah dan anus. Pleksus hemoroid interna mengalirkan darah ke v. hemoroid
superior dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemoroid eksternus mengalirkan
darah ke peredaran sistemik melalui daerah perineum dan lipat paha ke daerah v.
Iliaka.2
a. Tipe Hemoroid

Hemoroid dibedakan atas hemoroid interna dan eksterna. 1

Gambar 11. Perbedaan hemoroid interna dan eksterna (Netter, 2010).

b. Gejala Klinis2

Banyak kasus anorektal, termasuk fissura, fistula, abses, atau iritasi dan gatal
(pruritus ani), memiliki gejala yang minimal dan akan menimbulkan kearah diagnosa
hemoroid yang keliru. Hemoroid biasanya tidak berbahaya. Tetapi pada kenyataanya
pasien dapat megalami perdarahan yang terus menerus sehingga dapat menimbulkan
anemia bahkan kematian.

 Hemoroid Eksterna2

Pada fase akut, hemoroid eksterna dapat menyebabkan nyeri, biasanya


berhubungan dengan adanya udem dan terjadi saat mobilisasi. Hal ini muncul sebagai
akibat dari trombosis dari v. hemorrhoid dan terjadinya perdarahan ke jaringan
sekitarnya. Beberapa hari setelah timbul nyeri, kulit dapat mengalami nekrosis dan
berkembang menjadi ulkus, akibatnya dapat timbul perdarahan.

Pada beberapa minggu selanjutnya area yang mengalami trombus tadi dapat
mengalami perbaikan dan meninggalkan kulit berlebih yang dikenal sebagai skin tag.
Akibatnya dapat timbul rasa mengganjal, gatal dan iritasi.

 Hemoroid Interna2

Gejala yang biasa adalah protrusio, pendarahan, nyeri tumpul dan pruritus.
Trombosis atau prolapsus akut yang disertai edema atau ulserasi luar biasa nyerinya.
Hemoroid interna bersifat asimtomatik, kecuali bila prolaps dan menjadi stangulata.
Tanda satu-satunya yang disebabkan oleh hemoroid interna adalah pendarahan darah
segar tanpa nyeri per rektum selama atau setelah defekasi. Gejala yang muncul pada
hemoroid interna dapat berupa:

1. Perdarahan

Merupakan gejala yang paling sering muncul dan biasanya merupakan awal
dari penyakit ini. Perdarahan berupa darah segar dan biasanya tampak setelah
defekasi apalagi jika fesesnya keras. Selanjutnya perdarahan dapat berlangsung lebih
hebat, hal ini disebabkan karena prolaps bantalan pembuluh darah dan mengalami
kongesti oleh sphincter ani.

2. Prolaps

Dapat dilihat adanya tonjolan keluar dari anus. Tonjolan ini dapat masuk
kembali secara spontan ataupun harus dimasukan kembali oleh tangan.

3. Nyeri dan rasa tidak nyaman


Nyeri biasanya ditimbulkan oleh komplikasi yang terjadi (seperti fisura, abses
dll) hemoroid interna sendiri biasanya sedikit saja yang menimbulkan nyeri. Kondisi
ini dapat pula terjadi karena terjepitnya tonjolan hemoroid yang terjepit oleh sphincter
ani (strangulasi).

4. Keluarnya Sekret

Walaupun tidak selalu disertai keluarnya darah, sekret yang menjadi lembab
sehingga rawan untuk terjadinya infeksi ditimbulkan akan menganggu kenyamanan
penderita dan menjadikan suasana di daerah anus.
Gambar 12. Stadium hemoroid interna (Skandalakis, 1999)

HEMOROID DALAM KEHAMILAN (PERUBAHAN FISIOLOGIS SAAT


HAMIL)5

Progesteron dan estrogen, adalah dua dari hormon yang penting saat kehamilan,
memperantai banyak perubahan fisiologis dalam kehamilan. Nilai normal
laboratorium pada wanita hamil harus dibedakan dengan yang tidak. Diafragma saat
kehamilan dapat meningkat sampai 4 cm, dan dinding dada bawah dapat melebar
hingga 7 cm. Perubahan ini juga terjadi pada keadaan patologis pada individu yang
tidak hamil yang memiliki penyakit jantung atau hati. Peningkatan progesteron,
diikuti dengan penurunan serum motilin, yang dapat dilihat dari adanya relaksasi otot
halus dan dapat terlihat efek multiple dari produksi di beberapa sistem organ. Dalam
abdomen, terjadi penurunan irama otot halus terlihat dari motilitas dan irama gaster.
Sfingter esophagus bawah juga ikut menurun, dan bila dikombinasikan dengan
tekanan intra-abdominal yang meningkat, menyebabkan peningkatan angka kejadian
refluks gastro-esofageal. Motilitas usus halus juga ikut berkurang, menyebabkan
waktu transit feses di dalam usus halus bertambah lama. Absorpsi nutrisi juga ikut
berubah. Kehamilan juga biasanya menyebabkan perubahan dengan manifestasi
konstipasi, disebabkan adanya peningkatan absorpsi natrium dan air di dalam kolon,
penurunan motilitas, dan adanya obstruksi mekanik dari uterus gravid. Peningkatan
tekanan di vena porta, yang akhirnya menyebabkan peningkatan tekanan di sirkulasi
kolateral vena, mengakibatkan dilatasi dari vena di gastroesofageal junction. Hal ini
penting hanya bila pasien memiliki varises esophagus dari sebelum hamil. Hasil
tersering dari peningkatan tekanan vena porta adalah dilatasi dari vena hemoroid yang
sering disebut “hemoroid” oleh pasien.

c. Diagnosa
 Inspeksi
Dilihat kulit di sekitar perineum dan dilihat secara teliti adakah jaringan/tonjolan
yang muncul.

 Palpasi

Diraba akan memberikan gambaran yang berat dan lokasi nyeri dalam canalis
analis. Dinilai juga tonus dari sphincter ani. Bisanya hemoroid sulit untuk diraba,
kecuali jika ukurannya besar. Pemeriksaan colok dubur diperlukan menyingkirkan
adanya karsinoma rectum. Jika sering terjadi prolaps, maka selaput lendir akan
menebal, bila sudah terjadi jejas akan timbul nyeri yang hebat pada perabaan.
 Anoskopi

Pada anoskopi dicari bentuk dan lokasi hemoroid, dengan memasukan alat
untuk membuka lapang pandang. Telusuri dari dalam keluar di seluruh lingkaran
anus. Tentukan ukuran, warna dan lokasinya.

 Proktosigmoidoskopi

Dilakukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses


radang atau keganasan di tingkat yang lebih tinggi, karena hemoroid merupakan
keadaan yang fisiologis saja ataukah ada tanda yang menyertai.

 Pemeriksaan Feses

Dilakukan untuk mengetahui adanya darah samar.

d. Diagnosa Banding

Jika terjadi rasa nyeri akut di daerah anus, harus dipikirkan adanya fisura ani, rasa
nyeri pada hemoroid jarang terjadi kecuali sudah timbul trombosis atau prolaps.
Fisura ani dapat dilihat di daerah anterior atau posterior dan abses perianal tampak
sebagai masa lunak yang berfluktuasi.

e. Terapi

1. Hemoroid externa

Trombosis akut pada hemoroid eksterna merupakan penyebab nyeri yang


konstan pada anus. Penderita umumnya berobat ke dokter pada fase akut (2- 3 hari
pertama). Jika keluhan belum teratasi, dapat dilakukan eksisi dengan anestesi lokal.
Kemudian dilanjutkan dengan pengobatan non operatif. Eksisi dianjurkan karena
trombosis biasanya meliputi satu pleksus pembuluh darah. Insisi mungkin tidak
sepenuhnya mengevakuasi bekuan darah dan mungkin menimbulkan pembengkakan
lebih lanjut dan perdarahan dari laserasi pembuluh darah subkutan. Incisi
tampaknya lebih sering menimbulkan skin tag daripada eksisi.4
2. Hemorrhoid Interna

Tabel I. Klasifikasi Hemorrhoid Interna6

Classification Treatment Options

1st Degree – No rectal prolapse  Diet


 Local & general drugs
 Sclerotherapy
 Infrared coagulation

2nd Degree – Rectal prolapse is  Sclerotherapy


spontaneously reducible  Infrared coagulation
 Banding [recurring banding may
require Procedure for Prolapse
and Hemorrhoids (PPH)]

3rd Degree – Rectal prolapse is manually  Banding


reducible  Hemorrhoidectomy
 Procedure for Prolapse and
Hemorrhoids (PPH)

4th Degree – Rectal prolapse irreducible  Hemorrhoidectomy


 Procedure for Prolapse and
Hemorrhoids (PPH)

Dikutip dari : Harrison's™ PRINCIPLES OF INTERNAL MEDICINE

- Non Invasive Treatment6


Diperuntukan bagi penderita dengan keluhan minimal. Yang disampaikan meliputi:

a. Nasehat

- Jangan mengedan terlalu lama


- Mengkonsumsi makanan yang berserat tinggi
- Membiasakan selalu defekasi, jangan ditunda
- Minum kira-kira 8 gelas sehari
b. Obat-obatan vasostopik

Kombinasi Diosmin dan Hesperidin (ardium) yang bekerja pada


vascular dan mikro sirkulasi dikatakan dapat menurunkan desensibilitas dan
stasis pada vena dan memperbaiki permeabilitas kapiler.6 Untuk terapi
hemoroid interna biasanya diberikan dosis Diosmin 1350 mg dan Hesperidin
150 mg 2x dalam sehari selama 4 hari dilanjutkan Diosmin 900 mg dan
Hesperidin 100 mg 2x sehari selama 3 hari. Beberapa peneliti juga mencoba
Diosmin 600 mg 3 x sehari selama 4 hari, dilanjutkan dengan 300 mg 2 x
sehari selama 10 hari dalam kombinasi Psyllium 11 gram sehari.

- Ambulatory Treatment

 Skleroterapi

Adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya Fenol 5 % dalam


minyak nabati, atau larutan quinine dan urea 5% yang disuntikan ke submukosa
dalam jaringan areolar longgar di bawah jaringan hemoroid. sclerotheraphy
dilakukan untuk menimbulkan peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotic dan
meninggalkan parut pada hemoroid. Secara teoritis, teknik ini bekerja dengan cara
mengoblitersi pembuluh darah dan memfiksasinya ke lapisan mukosa anorektal untuk
mencegah prolaps. Terapi ini cocok untuk hemoroid interna grade I yang disertai
perdarahan. Kontraindikasi teknik ini adalah pada keadaan inflammatory bowel
disease, hipertensi portal, kondisi immunocomprommise, infeksi anorektal, atau
trombosis hemoroid yang prolaps. Komplikasi skleroterapi biasanya akibat
penyuntikan cairan yang tidak tepat atau kelebihan dosis pada satu tempat.
Komplikasi yang paling sering adalah pengelupasan mukosa, kadang bisa
menimbulkan abses.6

Gambar 13. Skleroterapi (diambil dari: www.hcd2.bupa.co.uk/


fact_sheet/html/haemorrhoids.html)

 Infrared Coagulation

Teknik ini dilakukan dengan cara memberikan radiasi infra merah dengan lampu
tungsten-halogen yang difokuskan ke jaringan hemoroid dari reflector plate emas
melalui tabung polymer khusus. Sinar koagulator infra merah (IRC) menembus
jaringan ke submukosa dan dirubah menjadi panas, menimbulkan inflamasi, destruksi
jaringan di daerah tersebut. Daerah yang akan dikoagulasi diberi anestesi lokal
terlebih dahulu. Komplikasi biasanya jarang terjadi, umumnya berupa koagulasi pada
daerah yang tidak tepat.6
Gambar 14. Infrared coagulation (diambil dari: www.hcd2.bupa.co.uk/
fact_sheet/html/haemorrhoids.html)

 Cryotheraphy

Teknik ini didasarkan pada pembekuan dan pencairan jaringan yang secara teori
menimbulkan analgesia dan perusakan jaringan hingga terbentuk jaringan parut.6

 Rubber Band Ligation

Merupakan pilihan kebanyakan pasien dengan derajat I dan II yang tidak


menunjukkan perbaikan dengan perubahan diet, tetapi dapat juga dilakukan pada
hemoroid derajat III. Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat diatasi
dengan ligasi menurut Baron ini.6

Dengan bantuan anoskop, mukosa diatas hemoroid yang menonjol dijepit dan
ditarik atau dihisap kedalam lubang ligator khusus. Rubber band didorong dan ligator
ditempatkan secara rapat di sekeliling mukosa pleksus hemorrhoidalis. Nekrosis
karena iskemia terjadi dalam beberapa hari. Mukosa bersama rubber band akan lepas
sendiri. Fibrosis dan parut akan terjadi pada pangkalnya. Komplikasi yang sering
terjadi berupa edema dan trombosis.6

Untuk pasien dengan terapi laser dengan prolaps, Rubber Band Ligation
adalah cara terpilih di AS untuk terapi hemoroid internal. Dengan prosedur ini,
jaringan hemorrhoid ditarik ke dalam double-sleeved cylinder untuk menempatkan
karet disekeliling jaringan. Seiring dengan jalannya waktu, jaringan dibawahnya akan
mengecil.6

Gambar 15. Rubber Band Ligation (dari www.pph.com )


- Surgical Approach6

Hemorrhoidectomy

Merupakan metoda pilihan untuk penderita derajat III dan IV atau pada
penderita yang mengalami perdarahan yang berulang yang tidak sembuh dengan
cara lain. Penderita yang mengalami hemoroid derajat IV yang mengalami
trombosis dan nyeri yang hebat dapat segera ditolong dengan teknik ini. Prinsip
yang harus diperhatikan pada hemorrhoidectomy adalah eksisi hanya dilakukan
pada jaringan yang benar-benar berlebihan, dengan tidak mengganggu sphincter
ani.

Langkah-langkahnya adalah, pertama, anoderm harus dijaga selama operasi


dan hemorrhoidectomy tidak pernah dilakukan sebagai ekstirpasi radikal. Jaringan
yang patologis diangkat. Sphincter dengan hati-hati diekspos dan ditinggalkan
selama pengangkatan hemoroid. Kepastian hemostasis harus benar-benar
diperhatikan.

Di Amerika, teknik tertutup yang digambarkan oleh Ferguson dan Heaton


lebih dikenal karena:

- Mengambil jaringan patologis


- Perbaikan jaringan cepat
- Lebih nyaman
- Gangguan defekasi minimal
Hemorrhoidectomy terbuka dipopulerkan oleh Milligan-Morgan, tahun1973.
Ada 2 variasi daras tindakan bedah hemorrhoidectomy, yaitu:

1. Open hemorrhoidectomy
2. Closed hemorrhoidectomy
Perbedaannya tergantung pada apakah mukosa anorectal dan kulit perianal
ditutup atau tidak setelah jaringan hemorrhoid dieksisi dan diligasi.
Open Hemorrhoidectomy6

Dikembangkan oleh Milligen-Morgan, dilakukan apabila terdapat hemoroid


yang telah mengalami gangrenous atau meliputi seluruh lingkaran ataupun bila
terlalu sempit untuk masuk retractor. Teknik Open Hemorrhoidectomy (Miligan-
Morgan):

1. Posisi lithotomy
2. Infiltrasi kulit perianal dan submukosa dengan larutan adrenalin:saline = 1 :
300.000
3. Kulit diatas tiap jaringan hemorrhoid utama dipegang dengan klem arteri dan
ditarik
4. Ujung mukosa setiap jaringan hemorrhoid diperlakukan serupa diatas.
5. Insisi bentuk V pada anoderma dipangkal hemorrhoid kira-kira 1,5–3 cm dari
anal verge.
6. Jaringan hemorrhoid dipisahkan dari spincter interna dengan jarak 1,5–2 cm
7. Dilakukan diatermi untuk menjamin hemostasis
8. Dilakukan transfixion dengan chromic/catgut 0 atau 1-0 pada pangkal
hemorrhoid.
9. Eksisi jaringan hemorrhoid setelah transfiksi dan ligasi pangkal hemorrhoid

Closed Hemorrhoidectomy6

Dikembangkan oleh Ferguson dan Heaton. Ada 3 prinsip pada teknik ini, yaitu:

1. Mengangkat sebanyak mungkin jaringan vaskuler tanpa mengorbankan


anoderm.
2. Memperkecil serous discharge post op dan mempercepat proses penyembuhan
dengan cara mendekatkan anal kanal dengan epitel berlapis gepeng
(anoderm)
3. Mencegah stenosis sebagai komplikasi akibat komplikasi luka terbuka luas
yang diisi jaringan granulasi.
Indikasi :

1. Perdarahan berlebihan
2. Tidak terkontrol dengan rubber band ligation.
3. Prolaps hebat disertai nyeri.
4. Adanya penyakit anorectal lain.
Teknik-teknik closed hemorrhoidectomy

Ferguson Hemorrhoidectomy

- Posisi LLD
- Jaringan hemorrhoid diidentifikasi dan di klem
- Kulit diatas anal verge diincisi sampai anal kanal diatas jaringan
hemorrhoid
- Jar hemorrhoid external maupun internal dibebaskan dari bagian
subcutan spincter interna maupun eksterna dan dieksisi seluruhnya.
- Jaringan hemorrhoid yang tersisa diangkat dengan undermining
mukosa.
- Ligasi dengan catgut 2 – 0 atau 3 – 0, bias dengan dexon 4-0 atau 5 – 0
dengan vicril
Gambar 15. Ferguson Hemorrhoidectomy (diambil dari:
www.pph.com )

Operasi Hemoroid Tanpa Rasa Sakit

Pada saat ini telah banyak kemajuan pada teknik operasi dalam mengurangkan
rasa sakit pasca operasi, malahan pada akhir-akhir ini telah dikembangkan cara
operasi tanpa rasa sakit. Tenik operasi itu pertama kali dikembangkan oleh Longo,
seorang spesialis bedah bangsa Italia.5
Tindakan bedah hemoroid umumnya menyebabkan rasa sakit hebat, apabila
muko-kutan yakni bagian kulit tipis yang meliputi lubang anus terpaksa dilukai.
Bagian yang sangat sensitif Ano-Cutan, mempunyai sensor syaraf rasa raba dan rasa
sakit yang sangat rapat sebagaimana perabaan ujung jari tangan yang sangat nyeri
apabila terluka pada teknik operasi tanpa rasa sakit, bagian muko-kutan sengaja tidak
dilukai, dan pleksus hemoroid yang melipat keluar yang tidak mempunyai sensor rasa
sakit, dipotong dan difiksasi kembali kearah proksimal.5

Gambar 16. Stapled hemorrhodopexy (diambil dari: www.pph.com)

e. Tatalaksana Hemoroid pada Kehamilan7,8

Penanganan hemoroid pada wanita hamil terdiri dari kombinasi perbaikan


pola hidup dan pemberian obat-obatan. Jika diperlukan tindakan operasi untuk
hemoroid yang sulit diatasi secara konservatif, sebaiknya ditunda sampai ditunda
sampai janin viable (dapat hidup) dan dianjurkan dengan anestesi lokal.
1. Non farmakologis: perbaikan pola hidup, pola makan dan pola defekasi.
Perbaikan defekasi disebut bowel management programme (BMP) yang
terdiri dari diet cairan, serat tambahan, pelican feses dan perubahan perilaku
buang air. Dianjurkan posisi jongkok saat defekasi dan menjaga kebersihan
local dengan cara merendam anus dalam air selama 10-15 menit 3x sehari.
Edukasi untuk tidak banyak duduk atau tidur, banyak bergerak atau jalan.
Minum air 30-40 cc/kgBB/hari, dan mengkonsumsi banyak serat sekitar 30
gram/hari, seperti buah-buahan, sayuran, sereal dan bila perlu suplementasi
serat komersial.
2. Farmakologis:
a. Laxative: terdiri dari suplemen serat dan pelicin feses. Suplemen serat
yang banyak digunakan adalah psyllium atau isphagula Husk,
dianjurkan mengkonsumsi banyak air untuk mencegah konstipasi.
b. Simtomatik: untuk menghilangkan gatal, nyeri, atau kerusakan kulit di
daerah anus.
c. Hentikan perdarahan: campuran diosmin (90%) dan hesperidin (10%)
3. Invasif: bila pengobatan farmakologis dan non farmakologis tidak berhasil.
Tindakan minimal invasif yang dilakukan diantaranya: skleroterapi, ligasi
hemoroid, dan laser. Pembedahan dilakukan hanya pada hemoroid grade III
dan IV dengan penyulit prolaps, thrombosis, atau hemoroid yang besar
dengan perdarahan berulang. Pilihan pembedahan yang dilakukan adalah
hemoroidektomi baik secara terbuka maupun tertutup.
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien wanita usia 27 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan BAB
bercampur darah. Keluhan disertai dengan terdapatnya benjolan yang keluar
dari anus saat buang air besar. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, pasien ini didiagnosis menderita hemoroid interna
derajat III. Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan yang mendukung yaitu
pasien mengeluh BAB bercampur darah. Keluhan disertai dengan terdapatnya
benjolan yang keluar dari anus saat buang air besar, sebesar 0,5 – 1 cm dan
terasa menggaggu dan nyeri. Setiap ingin buang air besar, benjolan tersebut
keluar dari anus. Benjolan tidak dapat masuk sendiri setelah buang air besar
selesai, namun dapat masuk dengan bantuan jari. Saat buang air besar disertai
dengan darah, berwarna merah segar, menetes saat feses keluar, kadang keluar
menggumpal, darah tidak bercampur dengan feses.
Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar
karena kaya akan zat asam. Perdarahan luas dan intensif di pleksus
hemorhoidalis menyebabkan darah di vena tetap merupakan “darah arteri”.
Nyeri yang timbul kemungkinan akibat telah terjadi radang pada hemorhoid
tersebut karena pada asalnya hemoroid interna tidak nyeri.

Hemoroid interna dkelompokkan dalam empat derajat. Pada derajat I


hemoroid menyebabkan perdarahan merah segar tanpa nyeri pada waktu
defekasi. Pada stadium yang awal seperti ini tidak terdapat prolaps dan pada
pemeriksaan anoskopi terlihat hemoroid yang membesar menonjol ke dalam
lumen. Hemoroid interna derajat II menonjol melalui kanalis analis pada saat
mengedan ringan tetapi dapat masuk kembali secara spontan. Pada derajat III,
hemoroid menonjol saat mengedan dan harus didorong kembali sesudah
defekasi. Hemoroid interna derajat IV merupakan hemoroid yang menonjol
keluar dan tidak dapat didorong masuk. Pada pasien ini memenuhi kriteria
hemoroid interna grade III karena ada keluhan perdarahan dan tonjolan pada
lubang anus yang kadang harus didorong dengan jari agar masuk kembali.

Pada pemeriksaan fisik, inspeksi daerah anal perianal terlihat tonjolan


massa prolaps dari anus pada saat pasien diminta mengedan, padat kenyal,
Fisure (-), Abses (-), hematom perianal (-), skin tag (+), tampak benjolan
keluar dari anus. Dengan ukuran kurang lebih 0.5 cm x 1

Sedangkan pada pemeriksaan rectal touche teraba benjolan (+)


didapatkan mukosa rektum licin, teraba massa di jam 3, 7 dan 11, tidak nyeri
pada saat dipalpasi, TSA kuat (normal), sarung tangan terlihat feses (+) dan
darah (-). Untuk hemoroid interna asalnya tidak teraba pada pemeriksaan RT
sebab tekanan vena di dalamnya tidak cukup tinggi. Dapat teraba jika ada
trombus atau fibrosis. Colok dubur juga bertujuan untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma rektum. Usulan pemeriksaan untuk pasien ini adalah
proktosigmoideskopi yang dikerjakan untuk memastikan bahwa keluhan
bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat yang
lebih tinggi karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda
yang menyertai. Kadang perdarahan hemoroid yang berulang dapat
menyebabkan timbulnya anemia sehingga pemeriksaan laboratorium darah
juga diperlukan.

Terapi hemroid interna yang simtomatik harus ditetapkan secara


perorangan. Hemoroid adalah normal oleh karena itu tujuan terapi bukan
untuk menghilangkan pleksus hemoroidal, tetapi untuk menghilangkan
keluhan. Kebanyakan pasien hemoroid derajat I dan II dapat ditolong dengan
tindakan lokal yang sederhana disertai nasehat tentang makan. Makanan
sebaiknya terdiri atas makanan berserat tinggi. Makanan ini membuat
gumpalan isi usus besar, namun lunak sehingga mempermudah defekasi dan
mengurangi keharusan mengedan secara berlebihan. Supositoria dan salep
anus diketahui tidak mempunyai efek yang bermakna kecuali efek anastetik
dan astringen. hemoroid interna yang mengalami prolap karena udem
umumnya dapat dimasukkan kembali secara perlahan disusul dengan istirahat
baring dan kompres lokal untuk mengurangi pembengkakan. Rendam duduk
dengan cairan hangat juga dapat mengurangi nyeri. Apabila ada penyakit
radang usus besar yang mendasarinya, misalnya penyaki Chron, terapi medik
harus diberikan apabila hemoroid menjadi simtomatik. Terapi bedah dipilih
untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan pada penderita
hemoroid derajat III atau IV. Terapi bedah juga dapat dilakukan pada
penderita dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak sembuh dengan
cara terapi lainnya yang lebih sederhana. Pada kasus ini pasien didiagnosis
menderita hemoroid interna derajat III sehingga terapi yang dipilih adalah
terapi operatif, hemoroidektomi. Prinsip yang harus diperhatikan pada
hemoroidektomi adalah eksisi hanya dilakukan pada jaringan yang benar-
benar berlebihan. Eksisi sehemat mungkin dilakukan pada anoderm dan kulit
yang normal dengan tidak mengganggu sfingter anus. Hemoroidektomi pada
umumnya memberikan hasil yang baik. Sesudah terapi penderita harus diajari
untuk menghindari obstipasi dengan makan makanan serat agar dapat
mencegah timbulnya kembali gejala hemoroid.
DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Gastroenterology. Pregnancy in GIT Disorders. Available


from: http://d2j7fjepcxuj0a.cloudfront.net/wp-content/uploads/2011/07/institute-
PregnancyMonograph.pdf
2. Snell, Richard S, .2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih bahasa
Liliana Sugiharto; Ed 6. EGC : Jakarta.
3. Netter, Frank H. 2010. Netter’s Clinical Anatomy. 2nd edition. Saunders Elsevier:
Philadelpia
4. F. Charles Brunicardi. 2010. Schwartz's Principles of Surgery. 9th Edition. The
McGraw-Hill Companies, Inc: United States of America
5. Courtney M. Townsend Jr. 2007. Sabiston Textbook of Surgery. 18th edition.
Saunders, An Imprint of Elsevier: Philadelpia
6. Longo, et all. 2012. Harrison's™ PRINCIPLES OF INTERNAL MEDICINE. 18th
Edition. McGraw-Hill Companies, Inc: United States of America.
7. Arthur Staroselsky, et all. Hemorrhoids in Pregnancy. Canadian Fam
Physician. 2008 February; 54(2): 189–190. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2278306/
8. American College of Gastroenterology. 2013. Pregnancy in Gastrointestinal
Disorders. 2013: 4-6. Available from: http://d2j7fjepcxuj0a.cloudfront.net/wp-
content/uploads/2011/07/institute-PregnancyMonograph.pdf

Anda mungkin juga menyukai