Referat Fixx
Referat Fixx
PENYUSUN:
YUYUN USRATIN , S.Ked
K1A1 11 071
PEMBIMBING:
dr. Dwiana Pertiwi. T. M.Sc., Sp.PD
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
A. DEFINISI
B. EPIDEMIOLOGI
3
mencapai 49,5 per 100.000 penduduk, dan case fatality rate (CFR) DBD di
tahun itu adalah 0,97%. (Kemenkes 2016) Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di
Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah
seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk.
C. ETIOLOGI
D. PATOGENESIS
Patogenesis terjadinya demam berdarah hingga saat ini masih
diperdebatkan. Dua teori yang banyak dianut pada DHF dan DSS adalah
Hipotesis immune enhancement dan hipotesis infeksi sekunder (teori
secondary hetelogous dengue infection). Berdasarkan data yang ada,
terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme Imunopatologis berperan dalam
terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue (Sudoyo,
2006)
Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DHF adalah:
4
a. Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan
dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi
komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Sel
target virus ini adalah sel monosit terutama dan sel makrofag
sebagai tempat replikasi.
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan
dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. TH1 akan
memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin. Sedangkan
TH2 memproduksi IL-4, IL-5,IL-6,dan IL-10.
c. Monosit dan makrofag berferan dalam fagositosis virus dengan
opsonisasi antibody.
5
Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara
tidak langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus
heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DHF
berat. Antibodi herterolog yang telah ada akan mengenali virus lain
kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc
reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari
proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok (WHO, 2016 ; BHJ, 2016).
E. MANIFESTASI KLINIS
6
Gambar 2.2 Manifestasi Infeksi Virus Dengue (4)
Bayi, anak dan orang dewasa yang telah terinfeksi virus dengue
pertama kali (infeksi primer) mungkin berkembang menjadi demam ringan
yang sulit dibedakan dengan infeksi virus. Ruam-ruam makulopapular
mungkin dapat menyertai demam atau muncul selama masa penurunan
suhu. Gejala saluran nafas atas dan pencernaan umumnya juga dapat
ditemui. (Hadinegoro SR. dkk .2012)
7
menggigil. Dapat pula dijumpai bentuk kurva suhu menyerupa pelana kuda
atau bifasik. Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan, juga nyeri
epigastrium disertai nyeri kolik. Gejala klinis lain yang sering adalah
fotofobia, keringat bercucuran, suara serak, batuk, epistaksis, dan disuria.
Kelainan darah tepi demam dengue adalah leukopenia selama periode pra
demam dan demam, neutrofilia relatif dan limfopenia, disusul oleh
neutropenia relatif dan limfositosis pada periode puncak penyakit dan pada
masa konvalesens. Eosinofil menurun atau menghilang pada permulaan dan
pada puncak penyakit, hitung jenis neutrofil bergeser ke kiri selama periode
demam, sel plasma meningkat pada periode puncak penyakit disertai
trombositopenia. Darah tepi menjadi normal kembali dalam 1 minggu.
(Hadinegoro SR. dkk .2012)
8
pada saat atau setelah demam menurun, yaitu antara hari sakit ke 3-7. Pada
sebagian besar kasus ditemukan tanda kegagalan peredaran darah, kulit
teraba lembab dan dingin, sianosis sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan
lambat. Anak tampak lesu, gelisah, dan secara cepat masuk dalam fase syok.
Pasien seringkali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok. Nyeri
perut hebat seringkali mendahului perdarahan gastrointestinal. Nyeri di
daerah retrosternal tanpa sebab jelas dapat memberikan petunjuk adanya
perdarahan gastroinstestinal yang hebat. Syok yang terjadi selama periode
demam biasanya mempunyai prognosis buruk. (Hadinegoro SR. dkk .2012)
Kulit pucat, dingin dan lembab, terutama pada ujung jari kaki, tangan
dan hidung, dan kuku menjadi biru. Hal ini disebabkan oleh sirkulasi
yang tidak memadai yang menyebabkan peningkatan aktivitas saraf
simpatis secara refleks.
Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun
kesadarannya menurun menjadi apatis, sopor, dan koma. Hal ini
disebabkan kegagalan sirkulasi serebral.
Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi
cepat dan lembut sampai tidak dapat diraba karena kolaps sirkulasi.
Tekanan nadi (pulse pressure) menyempit menjadi 20 mmHg atau
kurang.
Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80 mmHg atau kurang.
Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang
memasuki arteri renalis.
9
dan ureum darah meningkat. Pada beberapa kasus ditemukan asidosis
metabolik. Jumlah leukosit bervariasi antara leukopenia dan leukositosis.
Kadang ditemukan albuminuria yang bersifat sementara. (Hadinegoro SR.
dkk .2012)
10
Gambar 2.3 Manifestasi Expanded Dengue Syndrome (4)
F. KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan Kriteria diagnosis menurut WHO
tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris (Sudoyo dkk, 2006)
Kriteria klinis :
Demam tinggi mendadak,tanpa sebab yang jelas, atau riwayat demam
akut, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, biasanya bifasik (plana
kuda).
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
- Uji torniquet positif. - Ptekie, ekimosis, purpura.
11
- Perdarahan mukosa ( epitaksis atatu perdarahan gusi )
- Hematemesis atau melena.
Pembesaran hati
Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi,kaki dan tangan dingin,kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.
Kriteria Laboratoris :
Trombositopenia ( jumlah trombosit <100.000/Ul)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut :
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur
dan jenis kelamin.
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia.)
12
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat
adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru.
Ada 4 jenis pemeriksaan laboratorium yang digunakan yaitu :
Uji serologi:deteksi antibodi IgG dan IgM, uji HI
Isolasi virus
Deteksi RNA/DNA dengan tehnik Polymerase Chain Reaction
(PCR).
Deteksi antigen (pemeriksaan NS-I) Lebih Spesifisitas 100%
dan sensitivitas 92.3%
13
Dengan adanya Spesifisitas 100% dan sensitivitas 92.3%. Dengan
demikian pomakaian pemeriksaan ini akan dapat meningkatkan sensitivitas
dan spesifisitas untuk diagnosis infeksi dengue
b. Pemeriksaan radiologis
Pada foto thorak didapati efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat. Pemeriksaan foto
rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan ( pasien
tidur pada sisi badan sebelah kanan ).
H. DIAGNOSIS BANDING
2. Infeksi virus lainnya Measles, rubella and eksantem viral lainnya: Epstein-
Barr Virus (EBV), enterovirus, influenza, hepatitis A, Hantavirus.
Diagnosis banding dari demam berdarah dengue pada awal fase demam
meliputi spektrum penyakit yang luas seperti infeksi viral, bakterial dan
protozoa. Manifestasi perdarahan seperti tes torniket yang positif dan
leukopenia (<=5000 sel/mm3 ) mengarah ke infeksi dengue. Adanya
trombositopenia bersamaan dengan hemokonsentrasi membedakan DHF/DSS
dari penyakit yang lain. Pada pasien yang tidak terdapat hemokonsentrasi
bermakna akibat pendarahan yang berat dan atau terapi cairan intravena awal,
terdapatnya efusi pleura atau asites mengindikasinya adanya perembesan
plasma. Hipoproteinemia atau albuminemia menandakan adanya perembesan
14
plasna. Laju endap darah (LED) yang normal juga membantu membedakan
dengue dari infeksi bakteri dan syok septik. Harus diperhatikan bahwa pada
masa syok pun, LED pada dengue tetap <10mm/jam (WHO 2011)
I. PENATALAKSANAAN
15
Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan
dirawat.
2. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat.
Pasien yang tersangka DHF tanpa perdarahan spontan dan masif dan
tanpa syok maka diruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan
jumlah seperti rumus berikut ini : Volume cairan kristaloid per hari yang
diperlukan, sesuai rumus berikut :
16
4. Penatalaksanaan Perdarahan spontan pada DHF dewasa
17
Dan bila 24-48jam setelah renjatan teratasi TTV dan hematokrit
tetap stabil serta diuresis cukup, pemberian cairan infus bisa
dihentikan
Menurut Sudoyo dkk (2006) kriteria memulangkan pasien,
apabila memenuhi semua keadaan dibawah ini :
1. Tampak perbaikan secara klinis
2. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
3. Tidak dijumpai distress pernafasan (efusi pleura atau asidosis)
4. Hematokrit stabil
5. Jumlah trombosit cendrung naik > 50.000/nl
6. Tiga hari setelah syok teratasi
7. Nafsu makan membaik
J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi biasanya merupakan kelanjutan dari
keadaan syok, seperti asidosis metabolic, perdarahan yang dapat
menyebabkan DIC dan multi organ failure seperti disfungsi hati dan ginjal.
Yang lebih penting, terdapat komplikasi akibat terapi cairan yang
berlebihan, menyebabkan terjadinya efusi yang massif yang dapat
menyebabkan depresi dari pernapasan, oedem pulmonal hingga gagal
jantung. Kelainan elektrolit dan metabolik juga dapat ditemui seperti
hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia dan hiperglikemia
Terdapat berbagai komplikasi pada pasien dengan DHF yaitu
sebagai berikut :
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DHF dengan maupun tanpa syok
2. Kelainan ginjal berupa gagal ginjal akut akibat syok berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan (Sudoyo, 2006)
K. PENCEGAHAN
18
Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus perlu terus dilakukan secara berkelanjutan
sepanjang tahun khususnya pada musim 26 penghujan.
19
BAB III
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
Centers for Disease Control and Prevention. Dengue and Dengue Hemorrhagic
Fever. Diakses 2018 Mei 1 dari
https://www.cdc.gov/Dengue/resources/HealthCarePract.pdf.
Soedarmo, Poorwo SS. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Ed 2. 2012. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Depkes. Kendalikan DBD dengan PSN 3M Plus. [Online] 2016 Feb 7. Diakses
2018 Mei 1 dari www.depkes.go.id.
21