Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bencana diartikan sebagai peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian materil, dan dampak psikologis. (Putra, et al.).
Dalam kurun waktu 30 tahun terakhir di Indonesia terdapat peristiwa
bencana yang terjadi setiap tahun. Pasca meletusnya “Gunung Krakatau yang
menimbulkan Tsunami besar tahun 1883, setidaknya telah terjadi 17 Bencana
Tsunami besar di Indonesia selama hampir satu abad (1900-1996)” Hajianto
(2006). Bencana gempa dan Tsunami besar yang terakhir terjadi pada bulan
Desember tahun 2004 di Aceh dan sebagian Sumatera Utara, “lebih dari 150.000
orang meninggal dunia. Setelah gempa Aceh di akhir tahun 2004, pada tahun
2005 Pulau Nias dan sekitarnya juga dilanda gempa, sekitar 1.000 orang menjadi
korban, (Pusat data dan Analisa, 2006). Pada tahun 2010 bencana beruntun
menerjang Indonesia. Tsunami di Mentawai, banjir dan longsor di Wasior,
gunung meletus di Yogyakarta dan meletusnya gunung sinabung yang terjadi di
Kabupaten Karo (Putra, et al.).
Dalam situasi darurat bencana sering terjadi kegagapan penanganan dan
kesimpangsiuran informasi dan data korban maupun kondisi kerusakan, sehingga
mempersulit dalam pengambilan kebijakan untuk penanganan darurat bencana.
Sistem koordinasi juga sering kurang terbangun dengan baik, penyaluran bantuan,
distribusi logistic sulit terpantau dengan baik sehingga kemajuan kegiatan
penangan tanggap darurat kurang terukur dan terarah secara obyektif. Situasi dan
kondisi di lapangan yang seperti itu disebabkan belum terciptanya mekanisme
kerja pos komando dan koordinasi tanggap darurat bencana yang baik, terstruktur
dan sistematis (Muhammadiyah Disaster Manajemen Center, 2011). Secara umum
manajemen siklus penaggulangan bencana meliputi: 1) kejadian bencana (impact);
2) tanggap darurat (emergency response); 3) pemulihan (recovery); 4)
pembangunan (development); 5)pencegahan (preventation); 6) mitigasi
(mitigation); 7) kesiapsiagaan (preparedness), Kemenkes RI, (2006). Pengambilan
keputusan yang efektif dan efisien dalam merespon bencana mutlak ditopang oleh
informasi yang didapat oleh pihak pengambil keputusan. Jika informasi tidak
benar, bisa dipastikan keputusan akan salah dan intervensi yang dilakukan juga
tidak tepat (tidak efektif), juga sangat dimungkinkan menghambur-hamburkan
sumberdaya dan sumber dana (tidak effisien).
Profesi keperawatan bersifat luwes dan mencakup segala kondisi, dimana
perawat tidak hanya terbatas pada pemberian asuhan dirumah sakit saja melainkan
juga dituntut mampu bekerja dalam kondisi siaga tanggap bencana. Situasi
penanganan antara keadaan siagadan keadaan normal memang sangat berbeda,
sehingga perawat harus mampu secara skill dan teknik dalammenghadapi kondisi
seperti ini.
Kegiatan pertolongan medis dan perawatan dalam keadaan siaga bencana
dapat dilakukan oleh profesi keperawatan. Berbekal pengetahuan dan kemampuan
yang dimiliki seorang perawat bisa melakukan pertolongan siaga bencana dalam
berbagai bentuk
Dalam penulisan laporan ini akan dijelaskan pentingnya peran perawat
dalam situasi tanggap bencana, bentuk dan peran yang bisa dilakukan perawat
dalam keadaan tanggap bencana.

B. Tujuan
1. Mampu mengaplikasikan pelayanan gawat darurat pada kondisi bencana.
2. Mampu menguasai dan mengimplementasikan dasar-dasar ataupun langkah
utama dalam melakukan need assesment terhadap para korban.
3. Mampu melakukan evakuasi korban bencana.
4. Mampu melakukan triage lapangan saat terjadi bencana.
5. Mampu bekerja sama dengan tim penanggulangan bencana.
6. Mampu beradaptasi dan survive terhadap lingkungan pasca bencana terjadi.
C. Manfaat
1. Manfaat secara teoritis, antara lain:
a. Memberikan sumbangan kajian berbagai disiplin ilmu dalam membentu
meringankan beban dan meminimalisir jatuhnya korban yang diakibatkan
bencana alam.
b. Memperkaya kajian psikologi sosial dalam proses pasca bencana alam dan
saat memberikan bantuan kepada para korban.
2. Manfaat secara praktis, antara lain:
a. Mampu memberikan penanganan bencana yang komperhensif.
b. Meningkatkan sikap tanggung jawab, dapat dipercaya dan metalitas yang
bisa diandalkan dalam kehidupan berorganisasi, bermasyarakat serta
bernegara.
c. Adanya komitmen dan upaya yang sistematis, terarah, terkoordinasi,dan
efektif dari instansi/ lembaga terkait tingkat nasional/ daerah dalam upaya
tanggap bencana.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Bencana
1. Pengertian Bencana
Menurut UU No. 24 Tahun 2007, pengertian bencana adalah perisriwa
atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/ atau
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis (Sinaga, 2015).
Pengertian bencana menurut International Strategy for Disaster
Reduction (2004) adalah suatu gangguan serius terhadap aktivitas di
masyarakat yang menyebabkan kerugian luas pada kehidupan manusia dari
segi materi, ekonomi atau lingkungan dan melampaui kemampuan masyarakat
yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya
mereka sendiri. World Health Organization (WHO), mendefinisikan bencana
adalah Kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi,
kerugian kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan pelayanan
kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak
luar. Sedangkan Hodgetts & Jones dalam Sinaga (2015), bencana dengan
istilah “Major Incident”. “In health service terms a major incident can be
defined as any incident where the location, number,severity, or type of live
casualties requires extraordinary resources”.
2. Jenis- Jenis Bencana Di Indonesia
a. Bencana alam (Natural Disaster), yaitu kejadian-kejadian alami seperti
banjir, genangan, gempa bumi, gunung meletus dan lain sebagainya.
b. Bencana ulah manusia (Man-Made Disaster), yaitu kejadian-kejadian
karena perbuatan manusia seperti tabrakan pesawat udara atau kendaraan,
kebakaran, ledakan, sabotase dan lainnya.
c. Bencana berdasarkan cakupan wilayahnya terdiri atas:
 Bencana lokal, bencana ini memberikan dampak pada wilayah
sekitarnya yang berdekatan, misalnya kebakaran, ledakan, kebocoran
kimia dan lainnya.
 Bencana regional, jenis bencan ini memberikan dampak atau
pengaruh pada area geografis yang cukup luas dan biasanya
disebabkan leh faktor alam seperti alam, banjir, letusan gunung dan
lainnya.
3. Jenis- Jenis Bencana Yang Terjadi Di Sulawesi Tengah
 Kebakaran
 Banjir
 Gempa bumi, Tsunami dan Likuifaksi 28 September 2018
4. Kejadian Bencana Dalam 1 Tahun Terakhir Di Indonesia
 Longsor di Brebes, Jawa Tengah
 Gempa bumi di Lombok NTB
 Gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Palu dan Donggala, Sulawesi
Tengah
 Pesawat Lion Air jatuh di laut Karawang
 Banjir bandang di Mandailing Natal, Sumatera Utara
 Tsunami selat Sunda

B. Manajemen Bencana
1. Pra bencana
Tahapan manajemen bencana pada kondisi sebelum kejadian atau pra bencana
meliputi kesiagaan, peringatan dini dan mitigasi.
 Kesiap siagaan
Kesiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna.Kesiagaan adalah tahapan yang paling
strategis karena sangat menentukan ketahanan anggota masyarakat dalam
menghadapi datangnya suatu bencana.
 Peringatan dini
Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada semua pihak,
khususnya mereka yang potensi terkena bencana akan kemungkinan
datangnya suatu bencana di daerahnya masing-masing. Peringatan
didasarkan berbagai informasi teknis dan ilmiah yang dimiliki diolah atau
diterima dari pihak berwenang mengenai kemungkinan datangnya suatu
bencana.
 Mitigasi
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008, mitigasi
bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Mitigasi adalah upaya untuk mencegah atau mengurangi dampak
yang ditimbulkan akibat suatu bencana. Mitigasi harus dilakukan secara
terencana dan komprehensif melalui berbagai upaya dan pendekatan antara
lain:
 Pendekatan teknis
Secara teknis mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi dampak
suatu bencana misalnya membuat material yang tahan terhadap bencana,
dan membuat rancanagan pengaman, misalnya tanggul banjir, lumpur dan
lain sebagainya.
 Pendekatan manusia
Pendekatan manusia ditujukan untuk membentuk manusia yang
paham dan sadar mengenai bahaya bencana. Untuk itu perilaku dan cara
hidup manusia harus dapat diperbaiki dan disesuaikan dengan kondisi
lingkungan dan potensi bencana yang dihadapinya.
 Pendekatan admisnistratif
Pemerintah atau pimpinan organisasi dapat melakukan pendekatan
administratif dalam manajemen bencana, khususnya di tahap mitigasi
sebagai contoh:
 Penyususnan tata ruang dan tata lahan yang memperhitungkan aspek
risiko bencana
 Penerapan kajian bencana untuk setiap kegiatan dan pembangunan
industry berisiko tinggi.
 Menyiapkan prosedur tanggap darurat dan organisasi tanggap darurat di
setiap organisasi baik pemerintahan maupun industri berisiko tinggi.

2. Saat Bencana
Tahapan paling krusial dalam sistem manajemen bencana adalah saat
bencana sesungguhnya terjadi. Mungkin telah melalui proses peringatan dini,
maupun tanpa peringatan atau terjadi secara tiba-tba. Oleh karena itu diperlukan
langkah-langkah seperti tanggap darurat untuk dapat mengatasi dampak
bencana dengan cepat dan tepat agar jumlah korban atau kerugian dapat
diminimalkan.
a. Tanggap darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani
dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan
evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan sarana prasarana.
Tindakan ini dilakukan oleh Tim penanggulangan bencana yang dibentuk
dimasing-masing daerah atau organisasi.
Menurut PP No. 11, langkah-langkah yangdilakukan dalm kondisi
tanggap darurat antara lain:
 Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumberdaya, sehingga dapat diketahui dan diperkirakan magnitude
bencana, luas area yang terkena dan perkiraan tingkat kerusakannya.
 Penentuan status keadaan darurat bencana.
 Berdasarkan penilaian awal dapat diperkirakan tingkat bencana
sehingga dapat pula ditentukan status keadaan darurat. Jika tingkat
bencana terlalu besar dan berdampak luas, mungkin bencana tersebut
dapat digolongkan sebagai bencana nasional.
 Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana.
b. Langkah selanjutnya adalah melakukan penyelamatan dan evakuasi korban
bencana. Hal yang dapat dilakukan antara lain:
 Pemenuhan kebutuhan dasar
 Perlindungan terhadap kelompok rentan (anak-anak, lansia, orang
dengan keterbatasan fisik, pasien rumah sakit, dan kelompok yang
dikategorikan lemah)
 Pemulihan dengan segera sarana dan prasarana vital.
c. Penanggulangan bencana
Selama kegiatan tanggap darurat, upaya yang dilakukan adalah
menanggulangi bencana yang terjadi sesuai dengan sifat dan
jenisnya.Penanggulangan bencana memerlukan keahlian dan pendekatan
khusus menurut kondisi dan skala kejadian.
Tim tanggap darurat diharapkan mampu menangani segala bentuk
bencana.Oleh karena itu Tim tanggap darurat harus diorganisisr dan
dirancang untuk dapat menangani berbagai jenis bencana.

3. Pasca Bencana
Setelah bencana terjadi dan setelah proses tanggap darurat dilewati,
maka langkah berikutnya adalah melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.
a. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
public atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca
bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara
wajarsemua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
pascabencana.
b. Rekonstruksi
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan
sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, social, dan budaya, tegaknya
hukum, dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala
aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.

C. Konsep SAR
1. Pengertian SAR
SAR merupakan singkatan dari Search And Rescue yang mempunyai
arti usaha untuk melakukan percarian, pertolongan dan penyelamatan terhadap
keadaan darurat yang dialami baik manusia maupun harta benda yang berharga
lainnya.
Search And Rescue yang di ambil dari bahasa inggris yang artinya
pencari penyelamat apabila terjadi bencana yang merupakan lembaga
pemerintah yang sifatnya non atau tidak dalam kementrian yang memiliki
peran sebagai tim penanganan bencana yang cepat dan tanggap setiap kali di
butuhkan tindakan evakuasi korban.
Basarnas adalah singkatan dari kata Badan Search And Rescue
Nasional. Istilah badan seacrh and rescue nasional apabila disingkat menjadi
BASARNAS.
Di Indonesia sendiri, tim BASARNAS yang juga merupakan singkatan
dari kepanjangan Badan SAR Nasional yang merupakan bentukan pemerintah
yang ditugaskan untuk menjadi tim penyelamat setiap kali terjadi bencana
alam, baik itu banjir, longsor, maupun kecelakaan pesawat.

2. Hakekat SAR
SAR merupakan kegiatan kemanusiaan yang dilakukan secara suka rela
dan tanpa pamrih dan merupakan kewajiban moril bagi setiap individu yang
terlatih untuk melakukan pertolongan terhadap korban musibah secara cepat,
tepat dan efisien dengan memanfaatkan sumber daya/potensi yang ada, baik
sarana dan prasarana maupun manusia yang ada
Dalam Undang-Undang (UU) 29 tahun 2014 ini disebutkan, bahwa
penyelenggaraan Pencarian dan Pertolongan bertujuan di antaranya untuk: a.
Melakukan pencarian serta memberikan pertolongan, penyelamatan, dan
Evakuasi Korban secara cepat, tepat, aman, terpadu dan terkoordinasi; dan b.
Mencegah dan mengurangi kefatalan dalam Kecelakaan.

3. Sistem Informasi SAR


Dalam kegiatan SAR, komunikasi mempunyai peranan yang sangat
penting dan mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut :
 Sarana Pengindera Dini (early detecting), berfungsi untuk mendeteksi
adanya musibah pelayaran/ penerbangan, bencana dan musibah lainnya
sedini mungkin. Sarana ini dilaksanakan oleh BASARNAS dengan
pengoperasian LUT dan IDMCC.
 Sarana Koordinasi (early warning), berfungsi untuk dapat berkoordinasi
dan mendukung kegiatan operasi SAR baik secara internal antara
BASARNAS dengan Kantor SAR maupun secara ekstern seperti dengan
instansi/ organisasi berpotensi SAR, dan RCC negara tetangga.
 Sarana Komando dan Pengendali (command and control) berfungsi
untuk mengendalikan unsur-unsur yang terlibat dalam operasi SAR di
lapangan.
 Sarana Administrasi dan Logistik, Berfungsi untuk pembinaan Kantor
SAR dalam pelaksanaan pembinaan dan administrasi perkantoran
a. Sebagai sarana penginderaan dini dimaksudkan agar setiap musibah
dapat terdeteksi sedini mungkin, sumber informasi adanya musibah di
dapat dari :
1) Obyeknya sendiri, yaitu objek transportasi seperti pesawat
terbang atau kapal laut yang mengalami musibah bahkan personal
person yang memiliki becon dan mengaktifkan sinyal distress
alert dari lokasi musibah.
2) LUT (Local User Terminal), merupakan ground segment dari
COSPAS-SARSAT yang berfungsi untuk menerima sinyal dari
satelit untuk memperhitungkan posisi distress alert yang
dipancarkan oleh Beacon (ELT,EPIRB dan PLB).

System LUT (Local User Terminal) :

Sistem Satelit

LEOLUT untuk system LEOSAR


 Sistem LEOSAR (Low Earth Orbit SAR) merupakan sistem satelit
yang berorbit rendah dengan ketinggian 1000 km dengan membawa
instrumen SAR 121,5 MHz (sampai Feb 2009) dan 406 MHz.
 Konfigurasi sistem LEOSAR terdiri dari 8 satelit yaitu 2 satelit
COSPAS dan 6 satelit SARSAT.
 Rusia menyuplai satelit COSPAS pada ketinggian 1.000 km dengan
instrument SAR yang beroperasi pada 121.5 dan 406 MHz. Amerika
menyuplai satelit SARSAT dengan ketinggian 850 km, sedangkan
untuk Instrumen SAR 121,5 /243 MHz dan 406 MHz disuplai oleh
Kanada dan Perancis.

GEOLUT untuk system GEOSAR


 Sistem satelit berorbit stationer (di khatulistiwa) dengan ketinggian
35000 Km.
 Konstalasi GEOSAR berjumlah lima satelit, terdiri dari tiga satelit
yang disediakan oleh AS yaitu dua satelit GEOS East ( GEO E ) dan
satu GEOS West (GEO W ), satu satelit disediakan India (INSAT)
dan satu satelit lagi disediakan Uni-Eropa (Eumetsat MSG)
 Prinsip Efek Doppler tidak bisa diterapkan
3) ATC, SROP, sebagai instansi pemerintah yang mengatur lalu
lintas transportasi penerbangan (ATC) dan pelayaran (SROP).
Instansi ini memiliki peranan yang sangat penting dan menjadi
sumber informasi bagi musibah penerbangan atau pelayaran.
4) Instansi TNI dan Polri, selain melaksanakan tugas pokok masing-
masing kedua instansi ini juga memiliki sarana dan pasarana SAR
yang memadai serta potensi SAR yang cukup besar.
5) Pesawat terbang/ kapal laut/ siapapun yang melihat/ mendengar
adanya objek tersebut di sekitar lokasi musibah. Dalam dunia
rescue informasi itu sangat penting. Bahkan dalam dunia
pelayaran bila ada kapal laut yang tidak memberikan pertolongan
pada korban musibah atau tidak memberikan informasi musibah
yang terjadi di sekitarnya pada kapal lainnya maka akan diberikan
sanksi.
6) Organisasi swasta dan masyarakat :
• Perusahaan penerbangan/ pelayaran
• ORARI, RAPI dan PRSSNI
• Sumber lain

b. Sebagai Sarana koordinasi dimaksudkan agar terlaksananya


koordinasi yang baik dengan oranisasi atau instansi pemerintah yang
berpotensi serta potensi SAR, dan RCC negara tetangga dalam
menangani suatu musibah/ bencana. Koordinasi antara kantor pusat
BASARNAS dengan kantor SAR, dan unsur SAR lainnya, harus
terintegrasi dalam suatu jaringan komunikasi terpadu yang meliputi
komunikasi data dan suara (voice). System komunikasi untuk
koordinasi dapat dilihat pada diagram dibawah ini:

c. Sebagai Sarana komando dan pengendalian dimaksudkan agar pada


saat terjadi musibah SRU (SAR Rescue Unit) di lapangan dapat
dikendalikandan dikoordinasikan secara terpadu OSC (On Scene
Commender) atau SMC. Komunikasi antar SRU maupun SRU
dengan OSC/ SMC selama operasi SAR menjadi foktor pendukung
dalam pelaksanaan operasi SAR. Komunikasi yang digunakan dalam
lapangan biasanya menggunakan system komunikasi suara (voice)
yang dalam hal ini radio komunikasi VHF, HF, UHF atau telepon
satelit.

4. Pelaksanaan Evakuasi
Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan SAR Nasional No.22 tahun 2009
tentang Pedoman Penyelenggaraan Operasi SAR Pasal 2, operasi SAR
meliputi segala upaya dan kegiatan SAR sampai dengan evakuasi terhadap
korban, sebelum diadakan penanganan berikutnya. Rangkaian kegiatan SAR
terdiri atas 5 (lima) tahap yaitu tahap menyadari, tahap tindak awal, tahap
perencanaan, tahap operasi, dan tahap pengakhiran.
Struktur Organisasi tugas terdiri dari SRU yang berada di setiap Kantor
SAR yang selalu siap untuk tugas SAR dalam penanggulangan bencana dan
musibah lainnya. Penugasan SRU yang berasal dari instansi/ organisasi di luar
Basarnas dalam penyelenggaraan operasi SAR dilengkapi dengan surat
perintah dari instansi/ organisasi masing-masing. SRU di tiap lokasi musibah
dipimpin oleh seorang OSC yang berada di bawah SMC. Operasi SAR
diselenggarakan paling lama 7 (tujuh) hari semenjak SMC ditunjuk oleh
Kepala Badan SAR Nasional.
a. Penutupan penyelenggaraan operasi SAR dilakukan apabila:
- Operasi SAR dianggap selesai karena korban telah ditemukan dan
atau diselamatkan
- Operasi SAR dianggap selesai karena korban telah ditemukan dan
atau diselamatkan
- Hasil evaluasi SMC secara komprehensif tentang efektifitas
penyelenggaran operasi SAR telah maksimal dan rasional untuk
ditutup
b. Penyelenggaraan operasi SAR dapat diperpanjang apabila:
- Berdasarkan evaluasi SMC terhadap perkembangan penyelenggaran
operasi SAR
- Ditemukan tanda-tanda kehidupan atau keberadaan korban musibah
atau bencana
- Adanya permintaan dari pihak pemerintah daerah, perusahaan atau
pemilik kapal atau pesawat dan oleh pihak keluarga yang mengalami
musibah atau bencana. Dalam hal ini, biaya penyelenggaraan operasi
SAR dibebankan kepada pihak yang meminta.
c. Tahap pengakhiran (conclusion stage)
Merupakan tahap akhir operasi SAR, meliputi penarikan kembali SRU
dari lapangan ke posko, penyiagaan kembali tim SAR untuk menghadapi
musibah selanjutnya yang sewaktu-waktu dapat terjadi, evaluasi hasil
kegiatan, mengadaan pemberitaan (Press Release) dan menyerahkan
jenasah korban/ survivor kepada yang berhak serta mengembalikan SRU
pada instansi induk masing-masing dan pada kelompok masyarakat.

Gambar di bawah ini merupakan tahapan penanganan


musibah/ bencana oleh SMC.

5. Pelaksanaan Medical First Responden


Medical First Responder adalah Penolong yang pertama kali tiba di lokasi
kejadian, yang memiliki kemampuan medis dalam penanganan kasus gawat
darurat, yang terlatih untuk tingkat paling dasar.
Kewajiban MFR adalah:
a. Menjaga keselamatan diri, anggota tim, korban dan orang – orang
di sekitar
b. Menjangkau korban
c. Dapat mengenali dan mengatasi masalah yang mengancam jiwa
d. Meminta bantuan
e. Memberikan pertolongan pertama berdasarkan keadaan korban
f. Membantu pelaku pertolongan lainnya
g. Ikut menjaga kerahasiaan medis korban
h. Berkomunikasi dengan petugas lain yang terlibat
i. Mempersiapkan penderita untuk ditransport ke tempat pelayanan
medis
Kualitas seorang MFR adalah :
a. Tanggung jawab
b. Kemampuan bersosialisasi
c. Kejujuran
d. Kebanggaan (higiene, seragam, pendidikan)
e. Kematangan emosi
f. Berlaku profesional
g. Kondisi fisik baik
h. Kemampuan nyata terukur
Peralatan Dasar MFR
a. Sarung tangan
b. Kacamata pelindung
c. Baju pelindung
d. Masker penolong
e. Masker CPR/RJP

Perlindungan Diri
Dasar pemikirannya adalah semua darah dan cairan yang keluar dari
tubuh korban bersifat menular sehingga perlu untuk perlindungan terhadap
tubuh penolong sebagai upaya preventif.
Beberapa tindakan umum untuk menjaga diri adalah :
(1) Mencuci tangan
(2) Membersihkan alat
(Membersihkan : hanya menghilangkan bekas atau noda saja.
Disinfektan : memakai bahan pembunuh kuman. Sterilisasi : proses
khusus untuk menjadi bebas kuman)
(3) Memakai APD
Anatomi Manusia
Secara global tubuh manusia dibagi menjadi 4 bagian utama; Kepala
(Cranium), Leher, Batang Tubuh (togok), Alat Gerak (Ekstrimitas).

Penilaian / Pemeriksaan Korban

Penilaian keadaan (scene assessment) :


 Bagaimana kondisi saat itu
 Apakah kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi
 Bagaimana mengatasinya

Lokasi
Pada saat tiba di lokasi kejadian seorang MFR harus :
1) Memastikan keselamatannya (termasuk pemakaian APD)
2) Memastikan keselamatan penderita
3) Menentukan keadaan / kesan umum kejadian (mekanisme cedera) dan
mulai melakukan penilaian dini pada korban (bila sadar) perkenalkan diri
4) Mengenali dan mengatasi cedera / gangguan yang mengancam jiwa
5) Stabilkan dan teruskan pemantauan penderita

Sumber Informasi Langsung


1) Kejadian itu sendiri
2) Penderita (bila sadar)
3) Keluarga atau saksi
4) Mekanisme kecelakaan
5) Perubahan bentuk yang nyata atau cedera yang jelas
6) Gejala dan tanda yang spesifik suatu cedera atau penyakit
Penilaian Dini / Awal
Suatu proses untuk mengenali dan mengatasi keadaan yang dapat mengancam
keselamatan / nyawa korban. Langkah – langkah dalam melakukan penilaian
dini / awal terhadap korban antara lain :
1) Kesan Umum
Tentukan kasus trauma atau medis
2) Periksa respon / tingkat kesadaran
Ada 4 (empat) tingkatan yang umum dipakai untuk menentukan tingka
respon seseorang yaitu Alert (sadar), Verbal (suara),Painful (nyeri) dan
Unresponsive (Tidak ada respon sama sekali).
A = Alert, penderita sadar dan mengenali keberadaan dan lingkungannya
V = Verbal, penderita hanya bereaksi apabila dipanggil
P = Painful, penderita hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri
U = Unresponsive, penderita tidak bereaksi terhadap respon apapun.
Tidak membuka mata, tidak bereaksi terhadap suara atau sama sekali
tidak bereaksi terhadap rangsang nyeri. Seseorang dalam keadaan
tidak sadar yang berat tentunya memerlukan jalan napas yang baik
dan pertolongan pendukung lainnya.
3) Pastikan jalan napas (Airway) terbuka dengan baik
4) Nilai pernapasannya
5) Nilai sirkulasi dan hentikan perdarahan berat bila ada
6) Hubungi bantuan
Penilaian dini / awal harus diselesaikan dan semua keadaan yang
mengancam jiwa sudah harus ditanggulangi sebelum melanjutkan dengan
pemeriksaan fisik secara menyeluruh.

Pemeriksaan Fisik
 Penilaian dini dimaksudkan untuk dapat segera mengenali dan
mengatasi bahaya yang mengancam jiwa
 Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan yang meliputi seluruh
tubuh penderita. Tujuannya untuk menemukan berbagai tanda
sehingga memudahkan dalam penanganannya.
 Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis dan berurutan, biasanya
dimulai dari ujung kepala samapai ujung kaki, namun bisa berubah
sesuai kondisi korban.

Prinsip Pemeriksaan Korban


Pemeriksaan korban merupakan suatu keterampilan yang harus dilatih.
Tindakan ini melibatkan panca indera kita berupa :
 Penglihatan (inspection)
 Pendengaran (Auscultation)
 Perabaan (Palpation)

Pemeriksaan
Cara memeriksa korban kecelakaan (trauma) berbeda dengan penderita
penyakit (medis). Tanda-tanda dari suatu cedera dapat jelas terlihat dan
teraba. Masalah medis lebih berupa gejala yang dirasakan hanya oleh
penderita. Untuk mendapatkan data yang lengkap kita harus membuat
penderita menjelaskan gejalanya dengan baik dan jelas.
Trauma Medis
Wawancara 20 % 80 %
Pemeriksaan 80 % 20%

Pada cedera beberapa hal yang harus dicari adalah


 Perubahan Bentuk (Deformity)
 Luka Terbuka (Open Injury)
 Nyeri Tekan (Tenderness)
 Pembengkakan (Swelling)
Beberapa tanda mungkin sangat nyata, sedang yang lainnya mungkin
terlewati, biasanya pada cedera alat dalam dan cenderung serius.
Pada saat melakukan pemeriksaan selalu perhatikan penderita. Perhatian
menunjukkan bahwa kita bertujuan baik dan biasanya akan memudahkan kita
memperoleh data yang dibutuhkan.Pemeriksaan Fisik Ujung Kepala – Ujung
Kaki
1) Kepala
- Kulit kepala dan tulang tengkorak
- Telinga dan hidung
- Anak mata (pupil)
- Mulut
2) Leher
3) Dada
- Tampak luar, tulang dada, tulang rusuk
4) Perut
- Pemeriksaan ketegangan dinding perut
- Luka yang ada
5) Punggung
- Bagian dada belakang
- Tulang belakang
6) Panggul
- Tulang-tulang
- Bagian dalam
7) Kemaluan
8) Alat gerak bawah
9) Alat gerak atat
10) Riwayat Penderita
- Tanda dan Gejala (Sign and Simpton)
- Alergi (Allergies)
- Pengobatan (Meditation)
- Riwayat Penyakit Sekarang (Pertinent History)
- Makan/minum Terakhir (Last Oral Intake)
- Peristiwa (Event)
11) Tanda-tanda Vital
Parameter yang dikelompokkan dalam tanda vital adalah; Denyut nadi,
Frekuensi pernapasan, Suhu tubuh, Tekanan darah, Pupil mata.

D. Peran Perawat Terhadap Penanggulangan Bencana Dan Krisis Kesehatan


1. Peran dalam Pencegahan Primer
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra bencana ini,
antara lain:
a. Mengenali instruksi ancaman bahaya;
b. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency (makanan,
air, obat-obatan, pakaian dan selimut, serta tenda)
c. Melatih penanganan pertama korban bencana.
d. Berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan,
palang merah nasional maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam
memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman
bencana kepada masyarakat
2. Pendidikan kesehatan diarahkan kepada :
a. Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut)
b. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota
keluarga dengan kecurigaan fraktur tulang , perdarahan, dan pertolongan
pertama luka bakar
c. Memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas
kebakaran, rs dan ambulans.
d. Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa (misal
pakaian seperlunya, portable radio, senter, baterai)
e. Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau
posko-posko bencana
3. Peran Perawat dalam Keadaan Darurat (Impact Phase)
Biasanya pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan tepat
setelah keadaan stabil. Setelah bencana mulai stabil, masing-masing bidang
tim survey mulai melakukan pengkajian cepat terhadap kerusakan-kerusakan,
begitu juga perawat sebagai bagian dari tim kesehatan.
Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan
tindakan pertolongan pertama. Ada saat dimana ”seleksi” pasien untuk
penanganan segera (emergency) akan lebih efektif. (Triase )
 TRIASE
 Merah — paling penting, prioritas utama. keadaan yang
mengancam kehidupan sebagian besar pasien mengalami
hipoksia, syok, trauma dada, perdarahan internal, trauma kepala
dengan kehilangan kesadaran, luka bakar derajat I-II
 Kuning — penting, prioritas kedua. Prioritas kedua meliputi
injury dengan efek sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok
karena dalam keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat bertahan
selama 30-60 menit. Injury tersebut antara lain fraktur tulang
multipel, fraktur terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka
bakar derajat II
 Hijau — prioritas ketiga. Yang termasuk kategori ini adalah
fraktur tertutup, luka bakar minor, minor laserasi, kontusio,
abrasio, dan dislokasi
 Hitam — meninggal. Ini adalah korban bencana yang tidak dapat
selamat dari bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal
4. Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana
a. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan
sehari-hari
b. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian
c. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan
penanganan kesehatan di RS
d. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian
e. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus
bayi, peralatan kesehatan
f. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular
maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan
lingkungannya berkoordinasi dengan perawat jiwa
g. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas,
depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi
diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia,
fatigue, mual muntah, dan kelemahan otot).
BAB III
PEMBAHASAN

A. Manajemen Akut Respon Tanggap Darurat


a. Fungsi perawat dalam fase pre-impect
 Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan
dalam penanggulangan ancaman bencana.
 Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan, organisasi
lingkungan, palang merah nasional, maupun lembaga-lembaga
pemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan
menghadapi ancaman bencana.
 Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan
kesiapan masyarakat dalam mengahdapi bencana.
b. Fungsi perawat dalam fase impact
 Bertindak cepat
 Don’t promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan
pasti dengan maksud memberikan harapan yang besar pada korban yang
selamat.
 Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan
 Kordinasi dan menciptakan kepemimpinan
 Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang tarkait dapat
mendiskusikan dan merancang master plan of revitalizing, biasanya
untuk jangka waktu 30 bulan pertama.
c. Fungsi perawat dalam fase post impact
 Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, fisikologi
korban
 Stress fisikologi yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadi post
traumatic stress disorder (PTSD) yang merupakan sindrom dengan 3
kriteria utama. Pertama, gejala trauma pasti dapat dikenali. Kedua,
individu tersebut mengalami gejala ulang traumanya melalui flashback,
mimpi, ataupun peristiwa-peristiwa yang memacuhnya. Ketiga, individu
akan menunjukan gangguan fisik. Selain itu, individu dengan PTSD
dapat mengalami penurunan konsentrasi, perasaan bersalah dan
gangguan memori.
 Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerja
sama dengan unsure lintas sektor menangani maslah keehatan
masyarakat paska gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan
menuju keadaan sehat dan aman.

B. LAPORAN KEGIATAN
Hari/Tanggal : Senin, 29 April 2019
Aktivitas : Orientasi Ruangan dan Menerima Materi
Uraian Kegiatan :

NO Kegiatan Harian Gambar


1 Jam 07:30
Apel pagi

Jam 08.00
Orientasi lapangan

Jam 09: 00-10:00


Penerimaan /pengarahan kepala basarnas
oleh Bpk.Basrano

Jam 11.00-12.00
Regulasi Basarnas

Jam 13.00-14.00
Manajemen Evakuasi

Jam 16.00
Apel sore
Hari/Tanggal : Selasa, 30 April 2019
Aktivitas : Menerima Materi
Uraian Kegiatan :
NO Kegitan Harian Gambar
1 Jam : 07:30
Upacara Pagi

Jam 10.00-12.00
Pemindahan korban
- Darurat
- Tidak darurat

- Jam 16.00
Apel sore

Hari/Tanggal : Kamis, 02 Mei 2019


Aktivitas : Menerima Materi dan pengenalan peralatan evakuasi
Uraian Kegiatan :
No Kegiatan Gambar
1 Jam : 07:30
Apel pagi

Jam 09.00-10.00
Prosedur pelaksanaan BHD
- Resusitasi jantung paru

Jam 13.00-14.00
Pengenalan peralatan evakuasi

Jam 16.00
Apel sore
Hari/Tanggal : Jumat 03 Mei 2019
Aktivitas : Menerima Materi dan pengenalan alat komunikasi
Uraian Kegiatan :
No Kegiatan Gambar
1 Jam : 07:30
Apel pagi

Jam 09.00-10.00
Senam Aerobik

Jam 11.00-12.00
Triage

Jam 13.00-14.00
Patient Asessment

Jam 15.00
Pengenalan alat komunikasi

Jam 16.00
Apel sore
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bencana alam merupakan sebuah musibah yang tidak dapat diprediksi
kapan datangnya. Apabila bencana tersebut telah datang maka akan menimbulkan
kerugian dan kerusakan yang membutuhkan upaya pertolongan melalui tindakan
tanggap bencana yang dapat dilakukan oleh perawat.

B. Saran
Sebagai seorang calon perawat diharapkan bisa turut andil dalam melakukan
kegiatan tanggap bencana.Sekarang tidak hanya dituntut mampu memiliki
kemampuan intelektual namun harus memilki jiwa kemanusiaan melalui aksi siaga
bencana.
DAFTAR PUSTAKA

Efendi, Ferry. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan praktik dalam


keperawatan. Jakarta. Penerbit Salemba Medika, 2009.

Putra, A., Juwita, R., Risna, Alfiandi, R., Arnita, Y., M. Iqbal, et al. (n.d.). Peran Dan
Kepemimpinan Perawat Dalam Manajemen Bencana Pada Fase Tanggap
Darurat. Idea Nursing Journal Vol. VI No. 1.

Sinaga, S. N. (2015). Peran Petugas Kesehatan Dalam Menejemen Penanganan Bencana


Alam. Jurnal Ilmiah INTEGRITAS Vol. 1 No. 1 Januari 2015.

WWW. BASARNAS.GO.ID

Anda mungkin juga menyukai