Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

PADA KLIEN NY.T DENGAN GGK(CHRONIC KIDNEY DISEASE)

DIRUANG HEMODIALISA RSUD DR.M.HAULUSSY AMBON

DI SUSUN OLEH

NAMA : VIRALIN AGUSTA KEIYA

NIM : P07120317031

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KEMENKES KESEHATAN MALUKU

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN MASOHI

T.A 2018/2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

PADA KLIEN NY.T DENGAN GGK (CHRONIC KIDNEY DISEASE)

DIRUANG HEMODIALISA RSUD DR.M.HAULUSSY AMBON

DI SUSUN OLEH

NAMA : VIRALIN AGUSTA KEIYA

NIM : P07120317030

Mengesahkan,

CI. Lahan CI. Institusi

( ) ( )
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa yang telah
melimpahkan rahmat serta karunianya kepada kami khususnya bagi saya sehingga
saya dapat menyelesaikan penyusunan “Laporan Pendahuluan pada klien Ny.T
Dengan GGK Diruang Hemodialisa DIRSUD DR.M.HAULUSSY AMBON”

Saya sangat berharap Laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan saya . saya juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam
Laporan saya ini terdapat banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon saran dan masukan yang membangun demi perbaikan
masa depan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. KONSEP MEDIS
1) Definisi Gagal Ginjal Kronik (CKD)

Gagal ginjal kronis atau chronic kidney disease (CKD) adalah kegagalan
fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi
penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah. Gagal ginjal terjadi ketika
ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh atau melakukan fungsi
regulasinya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan
tubuh akibat gangguan eksresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan
metabolik, cairan, elektrolit serta asam-basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik
dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai peyakit urinary tract dan ginjal
(Arif Muttaqin, 2011).

2) Etiologi
Penyebab GGK menurut Price & Wilson (2006) dibagi menjadi delapan kelas,
antara lain:
a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik
b. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
c. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
d. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif
e. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal
f. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
g. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal
h. Nefropati obstruktif

Faktorpredisposisi:
1) Diabetes
2) Usia lebih dari 60 tahun
3) Penyakit ginjal congenital
4) Riwayat keluarga penyakit ginjal
5) Autoimmune (lupus erythematosus
6) Obstruksi renal (BPH dan prostitis)
7) Ras

Faktorpresipitasi:
1) Paparan toksin dan beberapa medikasi yang berlebih
2) Gaya hidup (hipertensi, atherosclerosis)
3) Pola makan (diet)

3) Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini
fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau
lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan
semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi
glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan
menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen
urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator
yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan
oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh
masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan
medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+)
yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan
tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium
bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga
terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal.
Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi,
disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka
yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak
berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga
metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat
di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat
dan keseimbangan parathormon.

Faktorygtidakdapatdimodifikasi: Faktorygdapatdimodifikasi:
Herediter, Usia>60, Jeniskelamin, DM, hipertensi, merokok,
Ras obstruksisalurankemih

Penurunanalirandarah renal
Primary kidney disease
Kerusakanginjalkarenapenyakit lain
Obstruksi outflow urine

BUN ↑ Penurunanfiltrasi glomerulus Serum creatinine ↑

Kerusakannefron

Hipertrofinefron yang tersisa

Kerusakanfungsinefronlebihlanjut

Chronic kidney disease (CKD)

Ggn. sekresi protein retensi Na Kerusakanselyg


memproduksi
EPO
sindrom uremia edema

Produksi EPO ↓
Perpospatemia pruritus kelebihan
Gangguan volume cairan
Integritas Produksieritrosit
urokrom perubahan Kulit ↓
tertimbun di beban jantung
warna kulit naik
kulit
Anemia

Toksisitas Enchepalo Penurunan hipertrofi


ureum di otak pati kesadaran ventrikel kiri Suplai O2 ↓

Ggn. asam - Mual Gangguan payah jantung


Metab.anaerob
basa Muntah nutrisi kiri

edema paru Asamlaktat ↑


Asidosis gangguan
metabolik pola nafas Cardiac
output ↓
ggn. pertukaran gas fatigue
4. Tanda Dan Gejala
1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,
gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum
meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin
c. Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin
→ Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi
terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup
dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang
mukosa lambung dan usus.
b. Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak
mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
c. Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3. Kelainan mata
4. Kardiovaskuler :
Hipertensi
Pitting edema
Edema periorbital
Pembesaran vena leher
Friction Rub Pericardial
5. Kelainan kulit
a. Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
a). Toksik uremia yang kurang terdialisis
b). Peningkatan kadar kalium phosphor
c). Alergi bahan-bahan dalam proses HD
b. Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di
bawah kulit
c. Kulit mudah memar
d. Kulit kering dan bersisik
e. rambut tipis dan kasar
6. Neuropsikiatri
7. Kelainan selaput serosa
8. Neurologi :
a. Kelemahan dan keletihan
b. Konfusi
c. Disorientas
d. Kejang
e. Kelemahan pada tungkai
f. rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan Perilaku
9. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi
ginjal yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian
perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR
menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien
menderita apa yang disebut Sindrom Uremik
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
 Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan
elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan
metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.
 Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan
lainnya

5. Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan Laboratorium
 Laju endap darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan
hipoalbuminemia
 Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan
 Hiperkalemia: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis
 Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia: umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein
 Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada
gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer)
 Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang
menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya
disebabkan retensi asam-basa organik pada gagal ginjal.
 Ht: menurun karena pasien mengalamii anemia Hb < 7-8 gr/dl
 BUN/Kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir.
Rasio BUN dan kreatinin = 12:1 – 20:1
 GDA: asidosis metabolic, PH <7,2
 Protein albumin : menurun
 Natrium serum : rendah, Nilai normal 40-220 mEq/l/hari tergantung
berapa banyak cairan dan garam yang dikonsumsi.
 Kalium, magnesium : meningkat
 Kalsium : menurun

 Pemeriksaan Urin
 Volume : biasanya < 400-500ml/24 jam atau bahkan tidak ada urin
(anuria)
 Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh zat
yang tidak terreabsorbsi maksimal atau terdiri dari pus, bakteri, lemak,
fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah,
Hb, mioglobin.
 Berat jenis : < 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal tubular
 Klirens kreatinin : mungkin menurun.
 Natrium : > 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
 Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan
kerusakan glumerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
 Osmolalitas: < 350 mOsm/kg, rasio urin/serum = 1:1

 Pemeriksaan Radiologi: ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai


derajat dari komplikasi yang terjadi
a. USG: untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostat.
b. IVP (Intra Vena Pielografi): untuk menilai sistem pelviokalises dan
ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada
keadaan tertentu, misalnya: usia lanjut, DM dan nefropati Asam urat.
c. Foto Polos Abdomen : untuk menilai bentuk dan besar ginjal dan
apakah ada batu atau obstruksi lain. Foto polos yang disertai dengan
tomogram memberikan hasil keterangan yang lebih baik.Dehidrasi akan
memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak
puasa.
d. Endoskopi : untuk menentukkan pelvis ginjal, batu, hematuria, dan
pengangkatan tumor selektif
e. Renogram: untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskuler, parenkim, eksresi), serta sisa fungsi ginjal.
f. EKG :untuk mengetahui kemungkinan hipertropi ventrikel kiri dan kanan,
tanda-tanda perikarditis, disritmia, gangguan elektrolit.
g. Renal anterogram :mengkaji terhadap sirkulasi ginjal dan ekstra
vaskularisasi serta adanya masa.
h. Rotgenthorak :mengetahui tanda-tanda kardio megali dan odema paru.

 Pemeriksaan Patologi Anatomi


 Biopsy ginjal : Dilakukan bila ada keraguan diagnostic gagal ginjal kronik
atau perlu diketahui etiologi daru penyakit ini

6. Penatalaksanaan
1) Konservatif
Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein)
Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan
hasil pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah
jika terdapat gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus
bernilai biologis (produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut
dapat mensuplai asam amino untuk perbaikan dan pertumbuhan sel.
Biasanya cairan diperbolehkan 300-600 ml/24 jam. Kalori untuk mencegah
kelemahan dari Karbohidrat dan lemak. Pemberian vitamin juga penting
karena pasien dialisis mungkin kehilangan vitamin larut air melalui darah
sewaktu dialisa.
a. Simptomatik
1) Hipertensi ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume
intravaskuler. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu
pembatasan cairan, diit rendah natrium, diuretik, digitalis atau
dobutamine dan dialisis. Asidosis metabolik pada pasien CKD
biasanya tanpa gejala dan tidak perlu penanganan, namun suplemen
natrium bikarbonat pada dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi
asidosis.
b. Terapi Pengganti
1) Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal mengatasi gagal
ginjal karena menghasilkan rehabilitasi yang lebih baik di banding
dialysis kronik dan menimbulkan perasaan sehat seperti orang
normal.Transplantasi ginjal merupakan prosedur menempatkan ginjal
yang sehat berasal dari orang lain kedalam tubuh pasien gagal ginjal.
Ginjal yang baru mengambil alih fungsi kedua ginjal yang telah
mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsinya.Seorang ahli
bedah menempatkan ginjal yang baru (donor) padasisi abdomen
bawah dan menghubungkan arteri dan vena renalis dengan ginjal yang
baru.Darah mengalir melalui ginjal yang baru yang akan membuat urin
seperti ginjal saat masih sehat atau berfungsi. Ginjal yang dicangkok
akan berasal dari dua sumber, yaitu donor hidup atau donor yang baru
saja meninggal (donor kadaver).
2) Cuci Darah (dialisis)
Dialisis adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami
difusi secara pasif melalui suatu membrane berporidaris atu
kompartemen cair menuju kompar
temen cair lainnya. Hemodialisis dan dialysis merupakan dua
teknik utama yang digunakan dalam dialysis, dan prinsip dasar
kedua teknik itu sama, difusi solute dan air dari plasma kelarutan
dialysis sebagai respons terhadap perbedaan konsentrasi atau
tekanan tertentu.
a) Dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan atau CAPD
Dialisis peritoneal adalah metode cuci darah dengan bantuan
membran selaput rongga perut (peritoneum), sehingga darah tidak
perlu lagi dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan seperti yang
terjadi pada mesin dialisis. CAPD merupakan suatu teknik dialisis
kronik dengan efisiensi rendah sehingga perlu diperhatikan kondisi
pasien terhadap kerentanan perubahan cairan (seperti pasien
diabetes dan kardiovaskular).
b) Hemodialisis klinis di rumah sakit
Cara yang umum dilakukan untuk menangani gagal ginjal di
Indonesia adalah dengan menggunakan mesin cuci darah (dialiser)
yang berfungsi sebagai ginjal buatan.
7. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme,
dan masukan diit berlebih.
b. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron. Tekanan Darah Tinggi. Karena salah satu fungsi
ginjal adalah mengatur tekanan darah,maka anda bisa mengalami
tekanan darah tinggi ketika terjadi gangguan kronis dari fungsi ginjal.
Selanjutnya kondisi demikian akan mempercepat peningkatan risiko
penyakit jantung.
d. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.(Smeltzer & Bare, 2002).
KONSEP DASAR HEMODIALISA

1. Definisi

Dialisis merupakan :

 Suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah
dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut.
 Suatu proses pembuatan zat terlarut dan cairan dari darah melewati membrane
semi permeable. Ini berdasarkan pada prinsip difusi; osmosis dan ultra filtrasi.

Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam


keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (ESRD;
end-stage renal disease) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi
permanent. Sehelai membrane sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerulus
serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya itu.

Bagi penderita GGK, hemodialisis akan mencegah kematian. Namun demikian,


hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu
mengimbangi hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan
dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien-pasien
ini harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya (biasanya 3 kali seminggu
selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru
melalui operasi pencangkokan yang berhasil. Pasien memerlukan terapi dialysis yang
kronis kalau terapi ini diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
mengendalikan gejala uremia.

2. Tujuan

Mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih


kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal dialysis.
Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus segera dikeluarkan
untuk mencegah kerusakan permanent atau menyebabkan kematian. Hemofiltrasi
digunakan untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan. Peritoneal dialysis
mengeluarkan cairan lebih lambat daripada bentuk-bentuk dialysis yang lain.
3. Indikasi

Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan
memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi :

1. Hiperkalemia ( K > 6 mEq/l)


2. Asidosis
3. kegagalan terapi konservatif
4. Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah
5. Kelebihan cairan.
6. Perikarditis dan konfusi yang berat.
7. Hiperkalsemia dan hipertensi.

4. Prinsip Hemodialisa

Prinsip mayor/proses hemodialisa :

1) Akses Vaskuler

Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kronik


biasanya memiliki akses permanent seperti fistula atau graf sementara. Akut memiliki
akses temporer seperti vascoth.

2) Membran semi permeable

Hal ini ditetapkan dengan dialyser actual dibutuhkan untuk mengadakan kontak
diantara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi.

3) Difusi

Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan


pemindahan zat terlarut adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang konsentrasi
tinggi ke area dengan konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi tercipta antara darah
dan dialisat yang menyebabkan pemindahan zat pelarut yang diinginkan. Mencegah
kehilangan zat yang dibutuhkan.
4) Konveksi

Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan


mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut.

5) Ultrafiltrasi

Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai ultrafiltrasi


artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe dari
tekanan dapat terjadi pada membrane :

a) Tekanan positip merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan dalam
membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan resisten
vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan positip “mendorong”
cairan menyeberangi membrane.

b) Tekanan negative merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membrane oleh
pompa pada sisi dialisat dari membrane tekanan negative “menarik” cairan
keluar darah.

c) Tekanan osmotic merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang


berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan
dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik cairan dari larutan lain
dengan konsentrasi yang rendah yang menyebabkan membrane permeable
terhadap air.

5. Perangkat Hemodialisa

a. Perangkat khusus

1) Mesin hemodialisa
2) Ginjal buatan (dializer) yaitu : alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa
metabolisme atau zat toksin laindari dalam tubuh. Didalamnya terdapat 2
ruangan atau kompartemen :

- kompartemen darah

- kompartemen dialisat.
3) Blood lines : selang yang mengalirkan darah dari tubuh ke dializer dan kembali
ke tubuh. Mempunyai 2 fungsi :

 Untuk mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa metablolisme.

 Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialysis.


 Alat-alat kesehatan :

 Tempat tidur fungsional


 Timbangan BB
 Pengukur TB
 Stetoskop
 Termometer
 Peralatan EKG
 Set O2 lengkap
 Suction set
 Meja tindakan.

 Obat-obatan dan cairan :

- Obat-obatan hemodialisa : heparin, frotamin, lidocain untuk anestesi.

- Cairan infuse : NaCl 0,9%, Dex 5% dan Dex 10%.

- Dialisat

- Desinfektan : alcohol 70%, Betadin, Sodium hypochlorite 5%

- Obat-obatan emergency.

6. Pedoman pelaksanaan hemodialisa

a. Perawatan sebelum hemodialisa

1) Sambungkan selang air dari mesin hemodialisa.

2) Kran air dibuka.

3) Pastikan selang pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk keluar
atau saluran pembuangan.
4) Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak.

5) Hidupkan mesin.

6) Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit.

7) Matikan mesin hemodialisis.

8) Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat.

9) Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin


hemodialisis.

10) Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap).

b. Menyiapkan sirkulasi darah.

1) Bukalah alat-alat dialisat dari setnya.

2) Tempatkan dialiser pada holder (tempatnya) dan posisi ‘inset’ (tanda


merah) diatas dan posisi ‘outset’ (tanda biru) dibawah.

3) Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung ‘inset’ dari dialiser.

4) Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung ‘outset’ adri dialiser dan
tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah.

5) Set infuse ke botol NaCl 0,9%-500 cc.

6) Hubungkan set infuse ke slang arteri.

7) Bukalah klem NaCl 0,9%. Isi slang arteri sampai keujung selang lalu klem.

8) Memutarkan letak dialiser dengan posisi ‘inset’ dibawah dan ‘ouset’ diatas,
tujuannya agar dialiser bebas dari udara.

9) Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin.

10) Buka klem dari infuse set ABL, UBL.


11) Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/mnt, kemudian
naikkan secara bertahap sampai 200 ml/mnt.

12) Isi buble tap dengan NaCl 0,9% sampai 3/4 cairan.

13) Memberikan tekanan secara intermitten pada UBL untuk mengalirkan udara
dari dalam dialiser, dilakukan sampai dengan dialiser bebas udara (tekanan tidak
lebih dari 200 mmHg).

14) Melakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc
yang terdapat pada botol (kalf). Sisanya ditampung pada gelas ukur.

15) Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru.

16) Sambungkan ujung biru UBL dengan ujung merah ABL dengan
menggunakan konektor.

17) Menghidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru 15-20
menit, untuk dialiser reuse dengan aliran 200-250 ml/mnt.

18) Mengembalikan posisi dialiser ke posisi semula dimana ‘inset’ diatas dan
‘outset’ dibawah.

19) Menghubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit
siap untuk dihubungkan dengan pasien (soaking).

c. Persiapan pasien.

1) Menimbang BB

2) Mengatur posisi pasien.

3) Observasi KU

4) Observasi TTV

5) Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya


mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti dibawah ini:

 Dengan interval A-V Shunt/fistula simino


 Dengan eksternal A-V Shunt/schungula.
 Tanpa 1-2 (vena pulmonalis).

7. Komplikasi yang terjadi

a) Hipotensi

Penyebab : terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi berlebihan,


obat-obatan anti hipertensi.

b) Mual dan muntah

Penyebab : gangguan GI, ketakutan, reaksi obat, hipotensi.

c) Sakit kepala

Penyebab : tekanan darah tinggi, ketakutan.

d) Demam disertai menggigil.

Penyebab : reaksi fibrogen, reaksi transfuse, kontaminasi bakteri pada sirkulasi darah.

e) Nyeri dada.

Penyebab : minum obat jantung tidak teratur, program HD yang terlalu cepat.

f) Gatal-gatal

Penyebab : jadwal dialysis yang tidak teratur, sedang.sesudah transfuse kulit kering.

g) Perdarahan amino setelah dialysis.

Penyebab : tempat tusukan membesar, masa pembekuan darah lama, dosis heparin
berlebihan, tekanan darah tinggi, penekanan, tekanan tidak tepat.

h) Kram otot

Penyebab : penarikan cairan dibawah BB standar. Penarikan cairan terlalu cepat (UFR
meningkat) cairan dialisat dengan Na rendah BB naik > 1kg. Posisi tidur berubah
terlalu cepat.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
I. Identitas diri klien
Nama : Ny. T Pendidikan : SMA
Umur : 53 tahun Pekerjaan : SMA
Jenis kelamin : Perempuan Tgl. Masuk : 2011
Alamat : Waeyame Tgl. Pengkajian :17-06-2019
Diagnosa medis : GGK

II. Keluhan utama


III. Riwayat keluhan
IV. Keluhan yang menyertai
V. PEMERIKSAAN FISIK :
A. Tanda Tanda Vital :
1. Kesadaran : composmentis, GCS : 15 (E =4 , V =5 , M =6 )
2. TTV
Pre (TD : 140/80 mmHg, N : 87 x/menit, S : 37,2oC, R = 20 x/menit).
Post (TD : 150/100mmHg, N : 93 x/menit, S : 36,8oC, R = 18 x/menit).
B. Body Of System
1. Sistem pernafasan
 Hidung
 Leher
 Dada
 Bentuk dada
 Perbandingan ukuran anterior-posterior dengan transversi.
 Gerakan dada
 Keadaan proxsesus xipoideus
 Suara nafas
 Apakah ada suara nafas tambahan ?
2. Sistem Kardiovaskuler
 Conjuntiva (anemia/tidak),bibir(pucat,syanosis)
 Arteri Carotis
 Tekanan vena jugularis
 Ukuran jantung
 Ictus Cordis/apeks
 Suara Jantung (mitral,tricuspidalis,S1,S2,bising aorta,murmur,gallop)
 Capilarry retiling time

3. Sistem pencernaan
 Sclera (ikterus/tidak)
 Bibir (lembab, kering, pecah-pecah, labio skizis)
 Mulut (stomatitis, apakah ada palatokizis,jumlah gigi, kemampuan
menelan, gerakan lidah)
 Gaster (kembung, gerakan peristaltik)
 Abdomen (periksa sesuai dengan organ dalam tiap kuadran)
 Anus (kondisi , spinkter ani, koordinasi)

4. Sistem indra
 Mata
 Kelopak mata, bulu mata, alis, lipatan epikantus dengan ujung
atas telinga.
 Visus (gunakan snellen card)
 Lapang pandang
 Hidung
 Penciuman, peri dihidung, trauma, mimisan.
 Sekret yang menghalangi penciuman
 Telinga
 Keadaan daun telinga, operasi telinga
 Kanal auditoris
 Membrane tympani
 Fungsi pendengaran

5. Sistem saraf
 Fungsi cerebral
 Status mental (orientasi, daya ingat, perhatian dan perhitungan,
bahasa)
 Kesadaran (eyes, motorik, verbal) dengan GCS
 Bicara (ekspresive dan resiptive)
 Fungsi cranial (saraf kranial I s/d XII)
 Fungsi motorik (massa, tonus dari kekuatan otot)
 Fungsi sensorik (suhu nyeri, getaran posisi dan diskriminasi)
 Fungsi cerebellum (koordinasi dan keseimbangan)
 Refleks (ekstermitas atas, bawah dan superfisial)
 Iritasi meningen (kaku kuduk, lasaque sign, kering sign, brudzinski
sign)

6. Sistem muskuloskeletal
 Kepala (bentuk kepala)
 Vertebrae (bentuk, gerakkan, ROM)
 Pelvis (Thomas test, trendelenberg test, ortolani/barlow test,ROM0
 Lutut(Mc Murray test, ballotement, ROM)
 Kaki (keutuhan ligamen, ROM)
 Bahu
 Tangan

7. Sistem integumen
 Rambut (distibusi ditiap bagian yubuh, texture, kelembaban,
kebersihan)
 Kulit (perubahan warna, temperatur, kelembaban, bulu kulit, erupsi,
tahi lalat, ruam, texture0
 Kuku ( warna, permukaan kuku, mudah patah, kebersihan)

8. Sistem endokrin
 Kelenjar tiroid
 Percepatan pertumbuhan
 Gejala kreatinisme atau gigantisme
 Ekskresi urine berlebihan, polydipsi, poliphagi
 Suhu tubuh yang tidak seimbang, keringat berlebihan, leher kaku
 Riwayat bekas air seni dikelilingi semut

9. Sistem perkemihan
 Edema palpebra
 Moon face
 Edema anasarka
 Keadaan kandung kemih
 Nocturia, dysuria, kening batu
 Penyakit hubungan seksual
10. Sistem reproduksi
 Wanita
 Payudara (puting, aerola, mammae, besar, perbandingan kiri dan
kanan)
 Labia mayora dan minora
 Keadaan hymen
 Haid pertama
 Siklus haid
 Laki –laki
 Keadaan gland penis (urethra)
 Testis (sudah turun/belum)
 Pertumbuhan rambut (kumis, janggut, ketiak)
 Pertumbuhan jakun
 Perubahan suara

11. Sistem imun


 Allergi (cuaca, debu, bulu binatang, zat kimia)
 Imunisasi
 Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca
 Riwayat transfusi dan reaksinya

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:

1) Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar


2) Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis
3) Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis,
perikarditis
4) Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah
5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan
yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
6) Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
3. Intervens Keperawatan
N DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA INTERVENSI
o KEPERAWATAN HASIL (NOC) KEPERAWATAN (NIC)

1 Ketidakefektifan pola Respiratory status ventil Airway Management


nafas ation’
1) Atur posisi yang nyaman
Respiratory status: Airw bagi klien yaitu semi
ay patency fowler

Vital sign status 2) Kaji faktor penyebab asi


dosis metabolik

3) Memonitor tanda –
Indikator
tanda vital
- Tidak sesak napas lagi
4) Ciptakan lingkungan
-
yang tenang dan batasi pe
Pernafasan kembali nor
ngunjung
mal 16-24 x/menit
5) Monitor frekuensi dan
-
irama pernafasan
menunjukkan jalan nafas
yang faten 6) Pantau laboratorium

- analisa gas darah


tanda vital dalam rentang berkelanjutan
normal
7) Berikan terapi O2 tambah
an
dengan kanula nasal/ mask
er sesuai indikasi

2 Ketidakefektifan Circulation status Peripheral Sensation Man


agement
perfusi jaringan Tissue perfusion :
perifer cerebral 1). Kaji secara konprehensi
f sirkulasi perifer (nadi, perif
Indikator :
er, edema, kapilary refil)
-
2). Monitor suhu, warna dan
Tekanan systole dan dia
kelembaban kulit
stole
dalam rentang nomal 3)Evaluasi nadi perifer dan
edema
- CRT < dari 2 detik
4). Ubah posisi klien minima
- Suhu kulit hangat
l setiap 2 jam sekali
- warna kulit normal
5). Monitor status cairan ma
- tidak ada edema perifer suk dan keluar

6). Dorong latihan ROM sel


ama bedrest

7). Diskusikan mengenai pe


nyebab perubahan sensasi

3 Kelebihan volume Electrolit and acid base Fluid Management


cairan balance
1) Kaji adanya edema ekstr
Fluid balance emitas termasuk kedalama
n edema
hydration
2) Istirahatkan / anjurkan
Indikator :
klien untuk tirah baring pad
a.Edema berkurang a saat edema masih terjadi

b.Keseimbangan antara i 3) Monitor vital sign


nput dan output
4) Ukur intake dan output s
c.Pitting edema tidak ada ecara akurat
lagi
5) pasang kateter urine jika
d. Produksi urine >600 ml diperlukan
/hari
6) Berikan oksigen tambah
an dengan kanula nasal/m
asker sesuai indikasi

7) Kolaborasi :

- Berikan diet tanpa garam

Berikan diet rendah protei


n tinggi kalori

Berikan diuretik, Contoh :


Furosemide,
spironolakton.

4 Ketidakseimbangan Nutritional status Nutritional Management


nutrisi kurang dari
Nutritional status : food 1). Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh
and fluid intake makanan

Weight Control 2). Kolaborasi dengan ahli


gizi untuk menentukan
Indikator :
jumlah kalori dan nutrisi
- yang dibutuhkan pasien
adanya peningkatan ber
3) anjurkan pasien untuk
at badan
meningkatkan protein dan
- tidak ada tanda- vitamin c
tanda mal nutrisi
4) yakinkan diet yang dim
- akan mengandung tinggi
menunjukkan peningka serat untuk mencegah ko
tan fungsi pengecapan nstipasi
dari menelan
5) berikan makanan
terpilih (sudah di
konsulkan dengan ahli
gizi)

Nutrition monitoring

6) monitoring adanya pen


urunan berat badan
7) monitoring lingkungan

selama makan

8) monitoring turgor kulit

4. Implemetasi Keperawatan
Implementasi merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan d
engan melaksanakan berbagai strategi kesehatan (tindakan keperawatan) yan
g telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara me
lakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for
planning and documenting patients care. Alihbahasa: Kariasa,I.M. Jakarta:
EGC; 2000
Fauciet al. 2008.Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th Edition. United States
of America: McGraw-Hill Companies, Inc.
Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2005. Brunner &Suddarth Textbook of Medical
Surgical Nursing 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson.2006. PatofisiologiKonsepKllinis Proses-proses
Penyakit.Jakarta : EGC
Nurko, Saul. 2006. Anemia in chronic kidney disease: Causes, diagnosis, treatment.
Cleveland Clinic Journal of Medicine. 73(3): 28

Anda mungkin juga menyukai