Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN DEMENSIA

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Pengertian
Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kerusakan fungsi
kognitif global yang biasanya bersifat progresif dan mempengaruhi aktivitas social dan okupasi
yang normal juga aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). (Mickey Stanley, 2006)
Sindrom demensia dapat didefinisikan sebagai deteriorasi kapasitas intelektual dapat
diakibatkan oleh pnyakit di otak. Sindrom ini ditandai olah gangguan kognitif, emosional, dan
psikomotor. (Lumbantobing, 2006)
Demensia tipe alzhimer adalah proses degenerative yang terjadi pertama-tama pada sel
yang terletak pada dasar otak depan yang mengirim informasi ke korteks serebral dan hipokampus.
Sel yang terpengaruh pertama kali kehilangan kemampuannya untuk mengeluarkan asetilkolin lalu
terjadi degenerasi. Jika degenerasi ini mulai berlangsung, dewasa ini tidak ada tindakan yang dapat
dilakukan untuk menghidupkan kembali sel-sel atau menggantikannya.(Kushariyadi, 2010)
B. Etiologi
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya
gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara
sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar
peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit
Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy body, demensia frontotemporal
dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.
Tiap penyakit yang melibatkan otak dapat menyebabkan demensia, misalnya : gangguan
peredaran darah di otak, radang, neoplasma, gangguan metabolic, penyakit degenerative. Semua
hal ini harus ditelusuri. Gejala atau kelainan yang menyertai demensia kita teliti. Sering diagnose
– etiologi dapat ditegakkan melalui atau dengan bantuan kelainan yang menyertai, seperti :
hemiparese, gangguan sensibilitas, afasia, apraksia, rigiditas, tremor. (Lumbantobing, 2006)

Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer. Alzhaimer
adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di
transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami
gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir.

C. Klasifikasi
 Demensia Tipe Alzheimer
Dari semua pasien dengan demensia, 50 – 60 % memiliki demensia tipe ini.
Orang yang pertama kali mendefinisikan penyakit ini adalah Alois Alzheimer
sekitar tahun 1910. Demensia ini ditandai dengan gejala :
1. Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
2. Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia,
gangguan fungsi eksekutif,
3. Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
4. Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan)
5. Kehilangan inisiatif.
Demensia pada penyakit Alzheimer belum diketahui secara pasti
penyebabnya, walaupun pemeriksaan neuropatologi dan biokimiawi post mortem
telah ditemukan lose selective neuron kolinergik yang strukturnya dan bentuk
fungsinya juga terjadi perubahan.
 Demensia Vaskuler
Penyakit ini disebabkan adanya defisit kognitif yang sama dengan
Alzheimer tetapi terdapat gejala-gejala / tanda-tanda neurologis fokal seperti :
1. Peningkatan reflek tendon dalam,
2. Respontar eksensor,
3. Palsi pseudobulbar,
4. Kelainan gaya berjalan,
5. Kelemahan anggota gerak.
Demensia vaskuler merupakan demensia kedua yang paling sering pada
lansia, sehingga perlu dibedakan dengan demensi Alzheimer. Pencegahan pada
demensia ini dapat dilakukan dengan menurunkan faktor resiko misalnya ;
hipertensi, DM, merokok, aritmia. Demensia dapat ditegakkan juga dengan MRI dan
aliran darah sentral. Pedoman diagnostik penyakit demensia vaskuler :
1. Terdapat gejala demensia
2. Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata
3. Onset mendadak dengan adanya gejala neurologis fokal
D. Tanda dan Gejala
Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sebagai berikut :
1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi
bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun,
tempat penderita demensia berada
3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita
yang sama berkali-kali
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama
televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan
gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa
perasaan-perasaan tersebut muncul.
5. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah
E. Patofisiologi
Penyakit Alzheimer mengakibatkan sedikitnya dua per tiga kasus demensia. Penyebab
spesifik penyakit Alzheimer belum diketahui, meskipun tampaknya genetika berperan dalam hal
itu. Teori-teori lain yang pernah popular, tetapi saat ini kurang mendukung, antara lain adalah efek
toksik dari aluminium, virus yang berkembang perlahan sehingga menimbulkan respon atau imun,
atau defisiensi biokimia. Dr. Alois Alzheimer pertama kali mendeskripsikan dua jenis struktur
abnormal yang ditemukan pada otak mayat yang menderita penyakit Alzheimer:plak amiloid dan
kekusutan neurofibril trdapat juga penurunan neurotransmitter tertentu, terutama asetilkolin. Area
otak yang terkena penyakit Alzheimer terutama adalah korteks serebri dan hipokampus, keduanya
merupakan bagian penting dalam fungsi kognitif dan memori.
Amiloid menyebabkan rusaknya jaringan otak. Plak amiloid berasal dari protei yang lebih
besar, protein precursor amiloid (amyloid precursor protein[APP]). Keluarga-keluarga dngan
awitan dini penyakit Alzheimer yang tampak sebagaisesuatu yang diturunkan telah menjalani
penelitian, dan beberapa diantaranya mengalami mutasi pada gen APP-nya. Mutasi genAPP
lainnya yang berkaitan dengan awitan lambat AD dan penyakit serebrovaskular juga telah
diidentifikasi. Terdapat peningkatan risiko awitan lambat penyakit Alzheimer dengan menurunnya
alel apo E4 pada kromosom 19. Simpul neurofibriler adalah sekumpulan serat-serat sel saraf yang
saling berpilin,yang disebut pasangan filamen heliks. Peran spesifik dari simpul tersebut pada
penyakit ini sedang diteliti. Asetilkolin dan neurotransmiter merupakan zat kimia yang diperlukan
untuk mengirim pesan melewati system saraf. Deficit neurotransmiter menyebabkan pemecahan
proses komunikasi yang kompleks di antara sel-sel pada system saraf. Tau dalah protein dalam
cairan srebrospinal yang jumlahnya sudah meningkat sekalipun pada penyakit Alzheimer tahap
awal. Temuan-temuan yang ada menunjukan bahwa penyakit Alzheimer dapat bermula di tingkat
selular, dengan atau menjadi penanda molecular di sel-sel tersebut.
Demensia multi-infark adalah penyebab demensia kedua yang paling banyak terjadi.
Pasien-pasien yang menderita penyakit serebrovaskular yang seperti namanya, berkembang
menjadi infark multiple di otak. Namun, tidak semua orang yang menderita infark serebral multiple
mengalami demensia. Dalam perbandingannya dengan penderita penyakit Alzheimer, orang-orang
dengan demensia multi infark mengalami awitan penyakit yang tiba-tiba, lebih dari sekedar
deteriorasi linear pada kognisi dan fungsi, dan dapat menunjukan beberapa perbaikan di antara
peristiwa-peristiwa serebrovaskular.
Sebagian besar pasien dengan penyakit Parkinson yang menderita perjalanan penyakiy
yang lama dan parah akan mengalami demensia. Pada satu studi, pasien-pasien diamati selama 15
sampai 18 tahun setelah memasuki program pengobatan levodopa, dan 80% di antaranya
menderita demensia sedang atau [parah sebelum akhirnya meninggal dunia. (Mickey Stanley,
2006)
F. Pemeriksaan Diagnosis
Pemeriksaan diagnosis difokuskan pada hal-hal berikut ini:
1. Pembedaan antara delirium dan demensia
2. Bagian otak yang terkena
3. Penyebab yang potensial reversible
4. Perlu pembedaan dan depresi (ini bisa diobati relatif mudah)
5. Pemeriksaan untuk mengingat 3 benda yg disebut
6. Mengelompokkan benda, hewan dan alat dengan susah payah
7. Pemeriksaan laboratonium, pemeriksaan EEC
8. Pencitraan otak amat penting CT atau MRI
G. Penatalaksanaan
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang disfungsional
dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan dilakukan tepat pada waktunya.
Riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium, termasuk pencitraan otak
yang tepat, harus dilakukan segera setelah diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita akibat suatu
penyebab demensia yang dapat diobati, terapi diarahkan untuk mengobati gangguan dasar.
Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah untuk memberikan perawatan
medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan farmakologis
untuk gejala spesifik, termasuk gejala perilaku yang mengganggu. Pemeliharaan kesehatan fisik
pasien, lingkungan yang mendukung, dan pengobatan farmakologis simptomatik diindikasikan
dalam pengobatan sebagian besar jenis demensia. Pengobatan simptomatik termasuk pemeliharaan
diet gizi, latihan yang tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian terhadap masalah visual dan
audiotoris, dan pengobatan masalah medis yang menyertai, seperti infeksi saluran kemih, ulkus
dekubitus, dan disfungsi kardiopulmonal. Perhatian khusus karena diberikan pada pengasuh atau
anggota keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah psikologis saat mereka
merawat pasien selama periode waktu yang lama.
Jika diagnosis demensia vaskular dibuat, faktor risiko yang berperan pada penyakit
kardiovaskular harus diidentifikasi dan ditanggulangi secara terapetik. Faktor-faktor tersebut
adalah hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, penyakit jantung, diabetes dan ketergantungan alkohol.
Pasien dengan merokok harus diminta untuk berhenti, karena penghentian merokok disertai
dengan perbaikan perfusi serebral dan fungsi kognitif.
Obat untuk demensia
1. Cholinergic-enhancing agents
Untuk terapi demensia jenis Alzheimer, telah banyak dilakukan penelitian. Pemberian
cholinergic-enhancing agents menunjukkan hasil yang lumayan pada beberapa
penderita; namun demikian secara keseluruhan tidak menunjukkan keberhasilan sama
sekali. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa demensia alzheimerntidak semata-
mata disebabkan oleh defisiensi kolinergik; demensia ini juga disebabkan oleh
defisiensi neurotransmitter lainnya. Sementara itu, kombinasi kolinergik dan
noradrenergic ternyata bersifat kompleks; pemberian obat kombinasi ini harus hati-hati
karena dapat terjadi interaksi yang mengganggu sistem kardiovaskular.
2. Cholinedan lecithin
Defisit asetilkolin di korteks dan hipokampus pada demensia Alzheimer dan hipotesis
tentang sebab dan hubungannya dengan memori mendorong peneliti untuk
mengarahkan perhatiannya pada neurotransmitter. Pemberian prekursor, cholinedan
lecithin merupakan salah satu pilihan dan memberi hasil lumayan, namun demikian
tidak memperlihatkan hal yang istimewa. Dengancholine ada sedikit perbaikan
terutama dalam fungsi verbal dan visual. Denganlecith in hasilnya cenderung negatif,
walaupun dengan dosis yang berlebih sehingga kadar dalam serum mencapai 120
persen dan dalam cairan serebrospinal naik sampai 58 persen.
3. Neuropeptide, vasopressin dan ACTH
Pemberian neuropetida, vasopressin dan ACTH perlu memperoleh perhatian.
Neuropeptida dapat memperbaiki daya ingat semantik yang berkaitan dengan informasi
dan kata-kata. Pada lansia tanpa gangguan psiko-organik, pemberian ACTH dapat
memperbaiki daya konsentrasi dan memperbaiki keadaan umum.
4. Nootropic agents
Dari golongan nootropic substances ada dua jenis obat yang sering digunakan dalam
terapi demensia, ialahnicer goline dan co-dergocrine mesylate. Keduanya berpengaruh
terhadap katekolamin. Co-dergocrine mesylate memperbaiki perfusi serebral dengan
cara mengurangi tahanan vaskular dan meningkatkan konsumsi oksigen otak. Obat ini
memperbaiki perilaku, aktivitas, dan mengurangi bingung, serta memperbaiki kognisi.
Disisi lain,nicergoline tampak bermanfaat untuk memperbaiki perasaan hati dan
perilaku.
5. Dihydropyridine
Pada lansia dengan perubahan mikrovaskular dan neuronal, L-type calcium channels
menunjukkan pengaruh yang kuat. Lipophilic dihydropyridine bermanfaat untuk
mengatasi kerusakan susunan saraf pusat pada lansia. Nimodipin bermanfaat untuk
mengembalikan fungsi kognitif yang menurun pada lansia dan demensia jenis
Alzheimer. Nimodipin memelihara sel-sel endothelial/kondisi mikrovaskular tanpa
dampak hipotensif; dengan demikian sangat dianjurkan sebagai terapi alternatif untuk
lansia terutama yang mengidap hipertensi esensial.
H. Pencegahan dan Perawatan
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya
adalah :
1. Menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak, seperti
masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat adiktif
yang berlebihan.
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap
hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif.
4. Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
5. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki
persamaan minat atau hobi.
6. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam
kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Tanda dan Gejala yang ditemukan pada saat melakukan pengkajian pada pasien dengan
demensia adalah sebagai berikut :
 Kesukaran dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari
 Pelupa
 Sering mengulang kata-kata
 Tidak mengenal dimensi waktu, misalnya tidur di ruang makan
 Cepat marah dan sulit di atur.
 Kehilangan daya ingat
 Kesulitan belajar dan mengingat informasi baru
 Kurang konsentrasi
 Kurang kebersihan diri
 Rentan terhadap kecelakaan: jatuh
 Tremor
 Kurang koordinasi gerakan
2. Diagnosa keperawatan
1. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi neuron
ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi, tidak
mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi atau
integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi, gangguan tidur,
nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.
3. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak cemas, mudah
tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku curiga, dan
tingkah laku agresif.
4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori ditandai dengan
keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu
menentukan kebutuhan/ waktu tidur.
5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, frustasi atas
kehilangan kemandiriannya ditandai dengan penurunan kemampuan melakukan
perawatan diri.
6. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan pemecahan masalah tidak adekuat
ditandai dengan cepat marah, curiga, mudah tersinggung.
7. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan persepsi ditandai dengan
disorientasi tempat, orang dan waktu.
8. Risiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mudah lupa, kemunduran hobi, perubahan sensori.
9. Risiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan, kelemahan, otot
tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.
5. Evaluasi

Mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk menjalani konsekuensi.

2) Perubahan persepsi sensori tidak terjadi atau terkontrol.

3) Mampu beradaptasi pada perubahan lingkungan dan aktivitas.

4) Perubahan pola tidur tidak terjadi atau terkontrol.

5) Perawatan diri dapat terpenuhi.

6) Klien menyatakan penerimaan diri terhadap situasi.

7) Teknik/metode klien komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan meningkatkan
kemampuan berkomunikasi

8) Nutrisi klien seimbang

9) Risiko cedera tidak terjadi.

Anda mungkin juga menyukai