Laporan Basarnas
Laporan Basarnas
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana diartikan sebagai peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian materil, dan dampak psikologis. (Putra, et al.).
Dalam kurun waktu 30 tahun terakhir di Indonesia terdapat peristiwa
bencana yang terjadi setiap tahun. Pasca meletusnya “Gunung Krakatau yang
menimbulkan Tsunami besar tahun 1883, setidaknya telah terjadi 17 Bencana
Tsunami besar di Indonesia selama hampir satu abad (1900-1996)” Hajianto
(2006). Bencana gempa dan Tsunami besar yang terakhir terjadi pada bulan
Desember tahun 2004 di Aceh dan sebagian Sumatera Utara, “lebih dari 150.000
orang meninggal dunia. Setelah gempa Aceh di akhir tahun 2004, pada tahun
2005 Pulau Nias dan sekitarnya juga dilanda gempa, sekitar 1.000 orang menjadi
korban, (Pusat data dan Analisa, 2006). Pada tahun 2010 bencana beruntun
menerjang Indonesia. Tsunami di Mentawai, banjir dan longsor di Wasior,
gunung meletus di Yogyakarta dan meletusnya gunung sinabung yang terjadi di
Kabupaten Karo (Putra, et al.).
Dalam situasi darurat bencana sering terjadi kegagapan penanganan dan
kesimpangsiuran informasi dan data korban maupun kondisi kerusakan, sehingga
mempersulit dalam pengambilan kebijakan untuk penanganan darurat bencana.
Sistem koordinasi juga sering kurang terbangun dengan baik, penyaluran bantuan,
distribusi logistic sulit terpantau dengan baik sehingga kemajuan kegiatan
penangan tanggap darurat kurang terukur dan terarah secara obyektif. Situasi dan
kondisi di lapangan yang seperti itu disebabkan belum terciptanya mekanisme
kerja pos komando dan koordinasi tanggap darurat bencana yang baik, terstruktur
dan sistematis (Muhammadiyah Disaster Manajemen Center, 2011). Secara umum
manajemen siklus penaggulangan bencana meliputi: 1) kejadian bencana (impact);
2) tanggap darurat (emergency response); 3) pemulihan (recovery); 4)
pembangunan (development); 5)pencegahan (preventation); 6) mitigasi
(mitigation); 7) kesiapsiagaan (preparedness), Kemenkes RI, (2006). Pengambilan
keputusan yang efektif dan efisien dalam merespon bencana mutlak ditopang oleh
informasi yang didapat oleh pihak pengambil keputusan. Jika informasi tidak
benar, bisa dipastikan keputusan akan salah dan intervensi yang dilakukan juga
tidak tepat (tidak efektif), juga sangat dimungkinkan menghambur-hamburkan
sumberdaya dan sumber dana (tidak effisien).
Profesi keperawatan bersifat luwes dan mencakup segala kondisi, dimana
perawat tidak hanya terbatas pada pemberian asuhan dirumah sakit saja melainkan
juga dituntut mampu bekerja dalam kondisi siaga tanggap bencana. Situasi
penanganan antara keadaan siagadan keadaan normal memang sangat berbeda,
sehingga perawat harus mampu secara skill dan teknik dalammenghadapi kondisi
seperti ini.
Kegiatan pertolongan medis dan perawatan dalam keadaan siaga bencana
dapat dilakukan oleh profesi keperawatan. Berbekal pengetahuan dan kemampuan
yang dimiliki seorang perawat bisa melakukan pertolongan siaga bencana dalam
berbagai bentuk
Dalam penulisan laporan ini akan dijelaskan pentingnya peran perawat
dalam situasi tanggap bencana, bentuk dan peran yang bisa dilakukan perawat
dalam keadaan tanggap bencana.
B. Tujuan
1. Mampu mengaplikasikan pelayanan gawat darurat pada kondisi bencana.
2. Mampu menguasai dan mengimplementasikan dasar-dasar ataupun langkah
utama dalam melakukan need assesment terhadap para korban.
3. Mampu melakukan evakuasi korban bencana.
4. Mampu melakukan triage lapangan saat terjadi bencana.
5. Mampu bekerja sama dengan tim penanggulangan bencana.
6. Mampu beradaptasi dan survive terhadap lingkungan pasca bencana terjadi.
C. Manfaat
1. Manfaat secara teoritis, antara lain:
a. Memberikan sumbangan kajian berbagai disiplin ilmu dalam membentu
meringankan beban dan meminimalisir jatuhnya korban yang diakibatkan
bencana alam.
b. Memperkaya kajian psikologi sosial dalam proses pasca bencana alam dan
saat memberikan bantuan kepada para korban.
2. Manfaat secara praktis, antara lain:
a. Mampu memberikan penanganan bencana yang komperhensif.
b. Meningkatkan sikap tanggung jawab, dapat dipercaya dan metalitas yang
bisa diandalkan dalam kehidupan berorganisasi, bermasyarakat serta
bernegara.
c. Adanya komitmen dan upaya yang sistematis, terarah, terkoordinasi,dan
efektif dari instansi/ lembaga terkait tingkat nasional/ daerah dalam upaya
tanggap bencana.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bencana
1. Pengertian Bencana
Menurut UU No. 24 Tahun 2007, pengertian bencana adalah perisriwa
atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/ atau
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis (Sinaga, 2015).
Pengertian bencana menurut International Strategy for Disaster
Reduction (2004) adalah suatu gangguan serius terhadap aktivitas di
masyarakat yang menyebabkan kerugian luas pada kehidupan manusia dari
segi materi, ekonomi atau lingkungan dan melampaui kemampuan masyarakat
yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya
mereka sendiri. World Health Organization (WHO), mendefinisikan bencana
adalah Kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi,
kerugian kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan pelayanan
kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak
luar. Sedangkan Hodgetts & Jones dalam Sinaga (2015), bencana dengan
istilah “Major Incident”. “In health service terms a major incident can be
defined as any incident where the location, number,severity, or type of live
casualties requires extraordinary resources”.
2. Jenis- Jenis Bencana Di Indonesia
a. Bencana alam (Natural Disaster), yaitu kejadian-kejadian alami seperti
banjir, genangan, gempa bumi, gunung meletus dan lain sebagainya.
b. Bencana ulah manusia (Man-Made Disaster), yaitu kejadian-kejadian
karena perbuatan manusia seperti tabrakan pesawat udara atau kendaraan,
kebakaran, ledakan, sabotase dan lainnya.
c. Bencana berdasarkan cakupan wilayahnya terdiri atas:
Bencana lokal, bencana ini memberikan dampak pada wilayah
sekitarnya yang berdekatan, misalnya kebakaran, ledakan, kebocoran
kimia dan lainnya.
Bencana regional, jenis bencan ini memberikan dampak atau
pengaruh pada area geografis yang cukup luas dan biasanya
disebabkan leh faktor alam seperti alam, banjir, letusan gunung dan
lainnya.
3. Jenis- Jenis Bencana Yang Terjadi Di Sulawesi Tengah
Kebakaran
Banjir
Gempa bumi, Tsunami dan Likuifaksi 28 September 2018
4. Kejadian Bencana Dalam 1 Tahun Terakhir Di Indonesia
Longsor di Brebes, Jawa Tengah
Gempa bumi di Lombok NTB
Gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Palu dan Donggala, Sulawesi
Tengah
Pesawat Lion Air jatuh di laut Karawang
Banjir bandang di Mandailing Natal, Sumatera Utara
Tsunami selat Sunda
B. Manajemen Bencana
1. Pra bencana
Tahapan manajemen bencana pada kondisi sebelum kejadian atau pra bencana
meliputi kesiagaan, peringatan dini dan mitigasi.
Kesiap siagaan
Kesiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna.Kesiagaan adalah tahapan yang paling
strategis karena sangat menentukan ketahanan anggota masyarakat dalam
menghadapi datangnya suatu bencana.
Peringatan dini
Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada semua pihak,
khususnya mereka yang potensi terkena bencana akan kemungkinan
datangnya suatu bencana di daerahnya masing-masing. Peringatan
didasarkan berbagai informasi teknis dan ilmiah yang dimiliki diolah atau
diterima dari pihak berwenang mengenai kemungkinan datangnya suatu
bencana.
Mitigasi
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008, mitigasi
bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Mitigasi adalah upaya untuk mencegah atau mengurangi dampak
yang ditimbulkan akibat suatu bencana. Mitigasi harus dilakukan secara
terencana dan komprehensif melalui berbagai upaya dan pendekatan antara
lain:
Pendekatan teknis
Secara teknis mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi dampak
suatu bencana misalnya membuat material yang tahan terhadap bencana,
dan membuat rancanagan pengaman, misalnya tanggul banjir, lumpur dan
lain sebagainya.
Pendekatan manusia
Pendekatan manusia ditujukan untuk membentuk manusia yang
paham dan sadar mengenai bahaya bencana. Untuk itu perilaku dan cara
hidup manusia harus dapat diperbaiki dan disesuaikan dengan kondisi
lingkungan dan potensi bencana yang dihadapinya.
Pendekatan admisnistratif
Pemerintah atau pimpinan organisasi dapat melakukan pendekatan
administratif dalam manajemen bencana, khususnya di tahap mitigasi
sebagai contoh:
Penyususnan tata ruang dan tata lahan yang memperhitungkan aspek
risiko bencana
Penerapan kajian bencana untuk setiap kegiatan dan pembangunan
industry berisiko tinggi.
Menyiapkan prosedur tanggap darurat dan organisasi tanggap darurat di
setiap organisasi baik pemerintahan maupun industri berisiko tinggi.
2. Saat Bencana
Tahapan paling krusial dalam sistem manajemen bencana adalah saat
bencana sesungguhnya terjadi. Mungkin telah melalui proses peringatan dini,
maupun tanpa peringatan atau terjadi secara tiba-tba. Oleh karena itu diperlukan
langkah-langkah seperti tanggap darurat untuk dapat mengatasi dampak
bencana dengan cepat dan tepat agar jumlah korban atau kerugian dapat
diminimalkan.
a. Tanggap darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani
dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan
evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan sarana prasarana.
Tindakan ini dilakukan oleh Tim penanggulangan bencana yang dibentuk
dimasing-masing daerah atau organisasi.
Menurut PP No. 11, langkah-langkah yangdilakukan dalm kondisi
tanggap darurat antara lain:
Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumberdaya, sehingga dapat diketahui dan diperkirakan magnitude
bencana, luas area yang terkena dan perkiraan tingkat kerusakannya.
Penentuan status keadaan darurat bencana.
Berdasarkan penilaian awal dapat diperkirakan tingkat bencana
sehingga dapat pula ditentukan status keadaan darurat. Jika tingkat
bencana terlalu besar dan berdampak luas, mungkin bencana tersebut
dapat digolongkan sebagai bencana nasional.
Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana.
b. Langkah selanjutnya adalah melakukan penyelamatan dan evakuasi korban
bencana. Hal yang dapat dilakukan antara lain:
Pemenuhan kebutuhan dasar
Perlindungan terhadap kelompok rentan (anak-anak, lansia, orang
dengan keterbatasan fisik, pasien rumah sakit, dan kelompok yang
dikategorikan lemah)
Pemulihan dengan segera sarana dan prasarana vital.
c. Penanggulangan bencana
Selama kegiatan tanggap darurat, upaya yang dilakukan adalah
menanggulangi bencana yang terjadi sesuai dengan sifat dan
jenisnya.Penanggulangan bencana memerlukan keahlian dan pendekatan
khusus menurut kondisi dan skala kejadian.
Tim tanggap darurat diharapkan mampu menangani segala bentuk
bencana.Oleh karena itu Tim tanggap darurat harus diorganisisr dan
dirancang untuk dapat menangani berbagai jenis bencana.
3. Pasca Bencana
Setelah bencana terjadi dan setelah proses tanggap darurat dilewati,
maka langkah berikutnya adalah melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.
a. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
public atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca
bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara
wajarsemua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
pascabencana.
b. Rekonstruksi
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan
sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, social, dan budaya, tegaknya
hukum, dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala
aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.
C. Konsep SAR
1. Pengertian SAR
SAR merupakan singkatan dari Search And Rescue yang mempunyai
arti usaha untuk melakukan percarian, pertolongan dan penyelamatan terhadap
keadaan darurat yang dialami baik manusia maupun harta benda yang berharga
lainnya.
Search And Rescue yang di ambil dari bahasa inggris yang artinya
pencari penyelamat apabila terjadi bencana yang merupakan lembaga
pemerintah yang sifatnya non atau tidak dalam kementrian yang memiliki
peran sebagai tim penanganan bencana yang cepat dan tanggap setiap kali di
butuhkan tindakan evakuasi korban.
Basarnas adalah singkatan dari kata Badan Search And Rescue
Nasional. Istilah badan seacrh and rescue nasional apabila disingkat menjadi
BASARNAS.
Di Indonesia sendiri, tim BASARNAS yang juga merupakan singkatan
dari kepanjangan Badan SAR Nasional yang merupakan bentukan pemerintah
yang ditugaskan untuk menjadi tim penyelamat setiap kali terjadi bencana
alam, baik itu banjir, longsor, maupun kecelakaan pesawat.
2. Hakekat SAR
SAR merupakan kegiatan kemanusiaan yang dilakukan secara suka rela
dan tanpa pamrih dan merupakan kewajiban moril bagi setiap individu yang
terlatih untuk melakukan pertolongan terhadap korban musibah secara cepat,
tepat dan efisien dengan memanfaatkan sumber daya/potensi yang ada, baik
sarana dan prasarana maupun manusia yang ada
Dalam Undang-Undang (UU) 29 tahun 2014 ini disebutkan, bahwa
penyelenggaraan Pencarian dan Pertolongan bertujuan di antaranya untuk: a.
Melakukan pencarian serta memberikan pertolongan, penyelamatan, dan
Evakuasi Korban secara cepat, tepat, aman, terpadu dan terkoordinasi; dan b.
Mencegah dan mengurangi kefatalan dalam Kecelakaan.
Sistem Satelit
4. Pelaksanaan Evakuasi
Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan SAR Nasional No.22 tahun 2009
tentang Pedoman Penyelenggaraan Operasi SAR Pasal 2, operasi SAR
meliputi segala upaya dan kegiatan SAR sampai dengan evakuasi terhadap
korban, sebelum diadakan penanganan berikutnya. Rangkaian kegiatan SAR
terdiri atas 5 (lima) tahap yaitu tahap menyadari, tahap tindak awal, tahap
perencanaan, tahap operasi, dan tahap pengakhiran.
Struktur Organisasi tugas terdiri dari SRU yang berada di setiap Kantor
SAR yang selalu siap untuk tugas SAR dalam penanggulangan bencana dan
musibah lainnya. Penugasan SRU yang berasal dari instansi/ organisasi di luar
Basarnas dalam penyelenggaraan operasi SAR dilengkapi dengan surat
perintah dari instansi/ organisasi masing-masing. SRU di tiap lokasi musibah
dipimpin oleh seorang OSC yang berada di bawah SMC. Operasi SAR
diselenggarakan paling lama 7 (tujuh) hari semenjak SMC ditunjuk oleh
Kepala Badan SAR Nasional.
a. Penutupan penyelenggaraan operasi SAR dilakukan apabila:
- Operasi SAR dianggap selesai karena korban telah ditemukan dan
atau diselamatkan
- Operasi SAR dianggap selesai karena korban telah ditemukan dan
atau diselamatkan
- Hasil evaluasi SMC secara komprehensif tentang efektifitas
penyelenggaran operasi SAR telah maksimal dan rasional untuk
ditutup
b. Penyelenggaraan operasi SAR dapat diperpanjang apabila:
- Berdasarkan evaluasi SMC terhadap perkembangan penyelenggaran
operasi SAR
- Ditemukan tanda-tanda kehidupan atau keberadaan korban musibah
atau bencana
- Adanya permintaan dari pihak pemerintah daerah, perusahaan atau
pemilik kapal atau pesawat dan oleh pihak keluarga yang mengalami
musibah atau bencana. Dalam hal ini, biaya penyelenggaraan operasi
SAR dibebankan kepada pihak yang meminta.
c. Tahap pengakhiran (conclusion stage)
Merupakan tahap akhir operasi SAR, meliputi penarikan kembali SRU
dari lapangan ke posko, penyiagaan kembali tim SAR untuk menghadapi
musibah selanjutnya yang sewaktu-waktu dapat terjadi, evaluasi hasil
kegiatan, mengadaan pemberitaan (Press Release) dan menyerahkan
jenasah korban/ survivor kepada yang berhak serta mengembalikan SRU
pada instansi induk masing-masing dan pada kelompok masyarakat.
Perlindungan Diri
Dasar pemikirannya adalah semua darah dan cairan yang keluar dari
tubuh korban bersifat menular sehingga perlu untuk perlindungan terhadap
tubuh penolong sebagai upaya preventif.
Beberapa tindakan umum untuk menjaga diri adalah :
(1) Mencuci tangan
(2) Membersihkan alat
(Membersihkan : hanya menghilangkan bekas atau noda saja.
Disinfektan : memakai bahan pembunuh kuman. Sterilisasi : proses
khusus untuk menjadi bebas kuman)
(3) Memakai APD
Anatomi Manusia
Secara global tubuh manusia dibagi menjadi 4 bagian utama; Kepala
(Cranium), Leher, Batang Tubuh (togok), Alat Gerak (Ekstrimitas).
Lokasi
Pada saat tiba di lokasi kejadian seorang MFR harus :
1) Memastikan keselamatannya (termasuk pemakaian APD)
2) Memastikan keselamatan penderita
3) Menentukan keadaan / kesan umum kejadian (mekanisme cedera) dan
mulai melakukan penilaian dini pada korban (bila sadar) perkenalkan diri
4) Mengenali dan mengatasi cedera / gangguan yang mengancam jiwa
5) Stabilkan dan teruskan pemantauan penderita
Pemeriksaan Fisik
Penilaian dini dimaksudkan untuk dapat segera mengenali dan
mengatasi bahaya yang mengancam jiwa
Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan yang meliputi seluruh
tubuh penderita. Tujuannya untuk menemukan berbagai tanda
sehingga memudahkan dalam penanganannya.
Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis dan berurutan, biasanya
dimulai dari ujung kepala samapai ujung kaki, namun bisa berubah
sesuai kondisi korban.
Pemeriksaan
Cara memeriksa korban kecelakaan (trauma) berbeda dengan penderita
penyakit (medis). Tanda-tanda dari suatu cedera dapat jelas terlihat dan
teraba. Masalah medis lebih berupa gejala yang dirasakan hanya oleh
penderita. Untuk mendapatkan data yang lengkap kita harus membuat
penderita menjelaskan gejalanya dengan baik dan jelas.
Trauma Medis
Wawancara 20 % 80 %
Pemeriksaan 80 % 20%
B. LAPORAN KEGIATAN
Hari/Tanggal : Senin, 29 April 2019
Aktivitas : Orientasi Ruangan dan Menerima Materi
Uraian Kegiatan :
Jam 08.00
Orientasi lapangan
Jam 11.00-12.00
Regulasi Basarnas
Jam 13.00-14.00
Manajemen Evakuasi
Jam 16.00
Apel sore
Hari/Tanggal : Selasa, 30 April 2019
Aktivitas : Menerima Materi
Uraian Kegiatan :
NO Kegitan Harian Gambar
1 Jam : 07:30
Upacara Pagi
Jam 10.00-12.00
Pemindahan korban
- Darurat
- Tidak darurat
- Jam 16.00
Apel sore
Jam 09.00-10.00
Prosedur pelaksanaan BHD
- Resusitasi jantung paru
Jam 13.00-14.00
Pengenalan peralatan evakuasi
Jam 16.00
Apel sore
Hari/Tanggal : Jumat 03 Mei 2019
Aktivitas : Menerima Materi dan pengenalan alat komunikasi
Uraian Kegiatan :
No Kegiatan Gambar
1 Jam : 07:30
Apel pagi
Jam 09.00-10.00
Senam Aerobik
Jam 11.00-12.00
Triage
Jam 13.00-14.00
Patient Asessment
Jam 15.00
Pengenalan alat komunikasi
Jam 16.00
Apel sore
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bencana alam merupakan sebuah musibah yang tidak dapat diprediksi
kapan datangnya. Apabila bencana tersebut telah datang maka akan menimbulkan
kerugian dan kerusakan yang membutuhkan upaya pertolongan melalui tindakan
tanggap bencana yang dapat dilakukan oleh perawat.
B. Saran
Sebagai seorang calon perawat diharapkan bisa turut andil dalam melakukan
kegiatan tanggap bencana.Sekarang tidak hanya dituntut mampu memiliki
kemampuan intelektual namun harus memilki jiwa kemanusiaan melalui aksi siaga
bencana.
DAFTAR PUSTAKA
Putra, A., Juwita, R., Risna, Alfiandi, R., Arnita, Y., M. Iqbal, et al. (n.d.). Peran Dan
Kepemimpinan Perawat Dalam Manajemen Bencana Pada Fase Tanggap
Darurat. Idea Nursing Journal Vol. VI No. 1.
WWW. BASARNAS.GO.ID