Anda di halaman 1dari 8

8

Metode Penelitian ukuran nanopartikel yang terbentuk akibat


penambahan waktu sonikasi.
Pembuatan Nanopartikel Kitosan
(Ambarsari et al. 2009) Penentuan Ukuran dan Morfologi
Kitosan dilarutkan dalam asam asetat 2% Nanopartikel dengan Mikroskop Elektron
sehingga diperoleh konsentrasi kitosan 2%. Payaran (SEM) (Modifikasi Desai & Park
Campuran diaduk dengan magnetic stirrer 2005)
untuk mempercepat pelarutan. Larutan kitosan Serbuk nanopartikel kitosan diletakkan
kemudian dibagi dalam 4 Erlenmeyer dengan pada potongan kuningan (stub) berdiameter 1
volume masing-masing 100 mL. Erlenmeyer 1 cm dengan menggunakan selotip dua sisi.
dan 2 ditambahkan dengan masing-masing 50 Selanjutnya serbuk tersebut dibuat menjadi
mL TPP 0,5% sedangkan Erlenmeyer 3 dan 4 konduktif secara elektrik dengan seberkas
tidak ditambahkan dengan TPP. Larutan sinar platina lapis tipis dari coater selama 30
kemudian disonikasi dengan ultrasonikator. detik pada tekanan dibawah 2 Pa dan kuat
Erlenmeyer 1 dan 3 disonikasi selama 30 arus 30 mA. Foto diambil pada tegangan
menit dengan pulsa hidup 5 detik dan pulsa elektron 10 kV dengan perbesaran yang
mati 1 detik. Erlenmeyer 2 dan 4 disonikasi diinginkan.
selama 60 menit dengan pulsa hidup 5 detik
dan pulsa mati 1 detik. Keempat larutan Karakterisasi Gugus Fungsi Nanopartikel
kitosan yang telah disonikasi dikeringkan. dengan Fourier Transform Infra Red
Pengeringan dilakukan dengan dua metode (FTIR) (Kencana 2009)
yaitu pengeringan beku dan pengeringan Sebanyak 2 mg sampel nanopartikel
semprot untuk mengetahui bentuk kitosan dicampur dengan 100 mg KBr untuk dibuat
kering yang dapat dikarakterisasi. pelet dengan pencetak vakum. Pelet yang
terbentuk dikenai sinar infra merah pada
Pembuatan Nanopartikel Ekstrak jangkauan bilangan gelombang 4000 – 400
Temulawak Tersalut Kitosan (Modifikasi cm-1. Latar belakang penyerapan dihilangkan
Kim et al. 2006) dengan cara pelet KBr dijadikan satu pada
Kitosan dilarutkan dalam asam asetat 2% setiap pengukuran.
sehingga diperoleh konsentrasi kitosan 2%.
Campuran diaduk dengan magnetic stirrer Karakterisasi Derajat Kristalinitas
untuk mempercepat pelarutan. Disiapkan 2 Nanopartikel dengan Difraksi Sinar X
labu Erlenmeyer yang diisi dengan 100 mL (XRD) (Kencana 2009)
larutan kitosan 2%. Tiap Erlenmeyer Sebanyak 200 mg sampel dicetak langsung
ditambahkan 50 mL TPP 0.5%. Erlenmeyer 1 pada cetakan aluminium berukuran 2 x 2,5 cm
ditambahkan dengan 1 mL ekstrak temulawak dengan bantuan perekat. Derajat kristalinitas
5% larut dalam etanol 70% sedangkan ditentukan menggunakan XRD dengan
Erlenmeyer 2 tidak ditambahkan dengan sumber sinar dari tembaga pada panjang
ekstrak temulawak. Kedua sampel kemudian gelombang 1,5406 Ǻ.
disonikasi selama 30 menit. Kedua larutan
kitosan yang telah disonikasi dikeringkan HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan pengering semprot sehingga diperoleh
sampel dalam bentuk serbuk. Nanopartikel Kitosan
Serbuk kitosan-TPP dilarutkan kembali Optimalisasi pembuatan nanopartikel
dalam 100 mL asam asetat 2% dan 50 mL kitosan menggunakan tiga variasi yaitu
akuades. Untuk mempercepat pelarutan, penambahan TPP, waktu ultrasonikasi, dan
digunakan magnetic stirrer dengan seleksi metode pengeringan. Penambahan TPP
pemanasan. Sebanyak 1 mL ekstrak bertujuan untuk membentuk ikatan silang
temulawak 5% ditambahkan dalam larutan ionik antar melekul kitosan sehingga dapat
kitosan-TPP. Campuran disonikasi kembali digunakan sebagai bahan penjerap (Mi et al.
selama 30 menit kemudian dikeringkan 1999). Ultrasonikasi digunakan untuk
dengan pengering semprot. Sampel kering memecah molekul polimer menjadi berukuran
dikarakterisasi dengan SEM untuk lebih kecil dengan energi ultrasonik. Semakin
memperoleh ukuran partikel. lama waktu ultrasonikasi, proses pemecahan
Setelah diperoleh tahapan pembuatan molekul polimer kitosan akan terus berjalan.
nanopartikel terpilih, dilakukan variasi waktu Menurut Kencana (2009), bobot molekul
sonikasi selama 30 dan 60 menit untuk kitosan mengalami penurunan signifikan
mengetahui apakah masih terdapat perbedaan antara waktu ultrasonikasi 8 menit dan 60
9

menit. Penurunan bobot molekul ini


a b
menunjukkan polimer kitosan mengalami
pemecahan molekul selama proses
ultrasonikasi. Variasi waktu ultrasonikasi
yang digunakan adalah 30 dan 60 menit untuk
melihat pengaruh waktu ultrasonikasi
terhadap ukuran partikel. Seleksi metode
pengeringan dilakukan untuk memperoleh
bentuk kering sampel nanopartikel sehingga c d
dapat dikarakterisasi. Metode pengeringan
yang diseleksi adalah pengeringan beku dan
pengeringan semprot. Karakterisasi ukuran
dan morfologi partikel dilakukan dengan
SEM. Karakterisasi gugus fungsi dengan
FTIR dan karakterisasi derajat kristalinitas
dengan XRD dilakukan apabila telah Gambar 4 Hasil ultrasonikasi dengan
diperoleh sediaan nanopartikel ekstrak penambahan TPP selama 30 menit
temulawak. (a), 60 menit (b) serta tanpa
Kitosan yang digunakan dalam penelitian penambahan TPP selama 30 menit
ini adalah kitosan larut asam. Larutan kitosan (c) dan selama 60 menit (d).
2% tersebut diberi dua perlakuan yaitu
penambahan TPP 0,5% dan tanpa Sampel yang telah dikeringkan dengan
penambahan TPP. Selain itu, dilakukan variasi pengering semprot kemudian dihitung
waktu sonikasi 30 dan 60 menit untuk masing- rendemennya. Rendemen dari 150 mL sampel
masing sampel. Perlakuan ini bertujuan larutan nanopartikel kitosan ditunjukkan pada
membandingkan ukuran dan kestabilan Tabel 2. Secara umum, rendemen yang
partikel setelah proses sonikasi dan diperoleh setelah pengeringan baik untuk
pengeringan. Hasil sonikasi menunjukkan sampel nanopartikel kitosan maupun
sampel dengan penambahan TPP berbusa nanopartikel kitosan-TPP di bawah 50%.
sedangkan sampel tanpa penambahan TPP Rendahnya rendemen yang diperoleh
tidak berbusa (Gambar 4). Tripolifosfat disebabkan beberapa sampel menempel pada
merupakan senyawa pengkelat yang dijadikan tabung pengering semprot. Hal ini disebabkan
bahan baku pembuatan deterjen. Fosfat alat tidak mampu mempertahankan suhu
memiliki fungsi antara lain meningkatkan pengeringan semprot secara stabil. Suhu pada
emulsifikasi serta mengurangi penggunaan awal penyemprotan sebesar 140 ºC (inlet) dan
surfaktan (Madsen et al. 2001). suhu saat sampel keluar dari tabung penguap
Sampel hasil ultrasonikasi dikeringkan sebesar 80 ºC (outlet). Suhu inlet di bawah
dengan dua cara yaitu pengeringan beku dan 140 ºC menyebabkan sampel tidak bisa kering
pengeringan semprot. Kedua cara pengeringan secara sempurna sehingga menempel pada
tersebut menghasilkan bentuk sampel kering dinding tabung pengering semprot (Zuidam &
yang berbeda. Pengeringan beku Nedovic 2010).
menghasilkan sampel kering berbentuk Pengeringan semprot banyak digunakan
lembaran kuning seperti plastik sedangkan untuk sampel yang mengandung partikel yang
hasil pengeringan semprot berbentuk serbuk larut dalam air, memiliki sifat kristalinitas dan
putih. Pengeringan beku menggunakan prinsip mudah berdifusi. Selain itu, sampel yang
sublimasi air dalam bentuk beku. Sampel dikeringkan dengan pengering semprot harus
amorf cenderung membentuk gel apabila tahan terhadap panas (Patel et al. 2009).
dikeringkan dengan pengering beku sehingga
kitosan kering yang diperoleh berbentuk Tabel 2 Rendemen nanopartikel kitosan hasil
lembaran seperti plastik (Jennings 1999). pengeringan semprot pada tiap waktu
Kitosan hasil pengeringan semprot berbentuk sonikasi
serbuk putih. Pengeringan semprot Rendemen
menggunakan panas untuk menghilangkan air Sampel 30 menit 60 menit
pada kitosan. Penguapan dilakukan pada saat gram % gram %
larutan sampel disemprotkan (Patel et al.
Kitosan 0,652 32,58 0,804 40,21
2009). Pada tahap selanjutnya, pengeringan
Kitosan 0,833 37,02 0,614 27,31
sampel beku tidak digunakan karena tidak
+ TPP
diperoleh gambaran partikel oleh SEM.
10

Setelah diperoleh nanopartikel kering, berikatan silang sehingga peluang terjadi


sampel dikarakterisasi secara fisik. penggumpalan semakin besar (Desai & Park
Karakterisasi fisik partikel dilakukan dengan 2005). Penggumpalan dapat dikurangi dengan
mikroskop elektron payaran (scanning mempersingkat jarak waktu antara sonikasi
electron microscopy/ SEM). Mikroskop dengan pengeringan semprot.
elektron payaran digunakan untuk mengamati Morfologi partikel kitosan berdasarkan
morfologi dan menentukan ukuran foto SEM memiliki bentuk bulat dengan
nanopartikel. Metode ini merupakan cara permukaan kasar dan berkerut. Nanopartikel
yang efisien dalam memperolah gambar kitosan dan nanopartikel kitosan-TPP
permukaan spesimen. Cara kerja mikroskop memiliki bentuk permukaan partikel yang
ini adalah dengan memancarkan elektron ke sama. Menurut Desai & Park (2005),
permukaan spesimen. Informasi tentang penambahan TPP pada kitosan tidak akan
permukaan partikel dapat diperoleh dengan mempengaruhi morfologi permukaan
pengenalan probe dalam lintasan pancaran nanopartikel yang dihasilkan karena TPP
elektron yang mengenai permukaan partikel. hanya membentuk ikatan ionik antar molekul
Informasi juga dapat dibawa oleh probe yang kitosan. Perubahan morfologi nanopartikel
menangkap elektron pada terowongan antara kitosan akan berubah apabila ada bahan
permukaan partikel spesimen dengan tip pengisi dalam kitosan.
probe atau sebuah probe yang menangkap Rentang ukuran partikel dari keempat
gaya dorong antara permukaan dengan tip perlakuan sulit ditentukan karena banyaknya
probe (Poole & Owens 2003). Data yang partikel yang menggumpal dan beragamnya
diperoleh dari SEM berupa foto dua dimensi ukuran partikel yang diperoleh (Gambar 5).
yang menampilkan permukaan spesimen. Berdasarkan data foto SEM, ukuran partikel
Menurut Kencana (2009), penentuan sampel kitosan dengan perlakuan penambahan
ukuran partikel ditentukan oleh bentuk TPP dan ultrasonikasi 60 menit tidak bisa
partikel kitosan. Foto SEM pada sampel ditentukan karena terjadi penggumpalan yang
pengeringan semprot menunjukkan bahwa sangat banyak. Rentang ukuran nanopartikel
nanopartikel memiliki bentuk menyerupai yang dapat diamati disajikan dalam Tabel 3.
bola. Oleh karena itu, ukuran partikel Beragamnya ukuran partikel disebabkan tidak
ditentukan dengan mengukur diameter semua molekul kitosan terpecah pada saat
nanopartikel kitosan. ultrasonikasi. Pada bagian terluar larutan
Sampel pengeringan beku dan pengeringan kitosan dalam Erlenmeyer tidak memperoleh
semprot menghasilkan foto SEM yang energi yang cukup dari ultrasonikator untuk
berbeda. Nanopartikel kitosan hasil memecah molekul kitosan. Derajat deasetilasi
pengeringan beku tidak dapat diambil gambar kitosan juga berpengaruh terhadap pemecahan
partikelnya oleh SEM. Bentuk kering molekul. Semakin rendah derajat deasetilasi
nanopartikel berupa membran pada sampel maka gugus asetil pada molekul kitosan
pengeringan beku menyebabkan sampel semakin banyak sehingga bobot molekulnya
kurang konduktif walaupun telah diberi semakin besar. Besarnya molekul kitosan
pelapis platina. Menurut Poole & Owens memerlukan energi ultrasonikasi yang lebih
(2003), kondisi ini menyebabkan elektron tinggi untuk memecah molekul (Kencana
yang dipancarkan pada permukaan partikel 2009).
tidak dapat terdeteksi. Karena sampel Berdasarkan hasil yang diperoleh,
pengeringan beku tidak dapat diambil foto nanopartikel kitosan dengan ukuran terkecil
SEM, maka metode pengeringan ini tidak dihasilkan melalui perlakuan penambahan
digunakan pada tahap selanjutnya. TPP dengan ultrasonikasi selama 30 menit
Sampel nanopartikel kitosan hasil dan pengeringan sampel dengan pengering
pengeringan semprot terlihat oleh SEM semprot. Perlakuan ini digunakan untuk tahap
berupa partikel aglomerat putih (Gambar 5). pembuatan nanopartikel ekstrak temulawak
Penggumpalan ini disebabkan larutan kitosan tersalut kitosan.
tidak diberi surfaktan (Kencana 2009). Selain
itu, jarak waktu antara sonikasi dengan Tabel 3 Rentang diameter nanopartikel
pengeringan semprot yang terlalu lama dapat kitosan hasil pengeringan semprot
mengakibatkan terjadinya penggumpalan. Perlakuan waktu sonikasi
Penggumpalan lebih banyak terjadi pada Perlakuan 30 menit 60 menit
larutan kitosan yang diberi TPP dibanding (nm) (nm)
tanpa penambahan TPP. Penambahan TPP Kitosan 384 – 6900 577 – 4800
mengakibatkan molekul-molekul kitosan Kitosan + TPP 267 - 3000 -
11

a b

c d

Gambar 5 Foto SEM kitosan tanpa TPP sonikasi 30 menit (a), 60 menit (b) serta dengan TPP
sonikasi 30 menit (c), dan 60 menit (d) pada perbesaran 3000 kali dengan skala 2,7 cm :
5000 nm. Partikel terbesar dalam lingkaran kuning dan terkecil lingkaran merah (inset).

Nanopartikel Ekstrak Temulawak Tersalut kurkumin dan xantorizol memiliki bobot


Kitosan molekul lebih kecil. Kurkumin memiliki
Nanopartikel ekstrak temulawak dibuat bobot molekul 368 Da sedangkan xantorizol
dengan menggunakan perlakuan terpilih pada memiliki bobot molekul 218 Da (Sidik et al.
tahap pembuatan nanopartikel kitosan yaitu 1995). Senyawa-senyawa aktif tersebut
penambahan TPP dan ultrasonikasi 30 menit diharapkan dapat terjerap dalam kitosan.
dengan pengeringan semprot. Pembuatan Kedua sampel yang telah dikeringkan
sediaan nanopartikel ekstrak temulawak dengan pengering semprot kemudian dihitung
tersalut kitosan dilakukan dengan rendemennya. Sebanyak 151 mL larutan
membandingkan dua perlakuan penambahan nanopartikel kitosan-ekstrak temulawak sekali
ekstrak temulawak sebelum ultrasonikasi 30 ultrasonikasi diperoleh 0,862 gram
menit dan setelah pengeringan (dua kali nanopartikel kering sedangkan larutan
ultrasonikasi). Perlakuan ini bertujuan nanopartikel kitosan-ekstrak temulawak dua
mengamati pengaruh tahap penambahan kali ultrasonikasi dengan volume yang sama
ekstrak temulawak terhadap bentuk dan diperoleh 0,126 gram nanopartikel kering.
ukuran optimal nanopartikel. Perlakuan Persentase rendemen yang diperoleh dari
pertama adalah penyediaan nanopartikel kedua perlakuan masih di bawah 50% (Tabel
kitosan sekaligus penambahan ekstrak 4).
temulawak dengan sekali ultrasonikasi
kemudian dikeringkan. Perlakuan kedua Tabel 4 Rendemen nanopartikel ekstrak
adalah penyediaan nanopartikel kitosan temulawak hasil sekali dan dua kali
terlebih dahulu dalam bentuk serbuk ultrasonikasi
kemudian dilarutkan kembali dengan Rendemen
Sampel
penambahan ekstrak temulawak diikuti oleh gram %
ultrasonikasi kedua dan dikeringkan. Kitosan+TPP+ekstrak 0,862 37,48
Kitosan yang digunakan dalam penelitian temulawak (sekali
ini memiliki bobot molekul 800 kDa ultrasonikasi)
sedangkan ekstrak temulawak yang digunakan
merupakan ekstrak kasar dengan bobot Nanokitosan+ekstrak
0,126 5,47
molekul cukup besar. Akan tetapi, komponen temulawak (dua kali
senyawa aktif ekstrak temulawak seperti ultrasonikasi)
12

Kedua sampel perlakuan yang telah Berdasarkan hasil yang diperoleh pada
dikeringkan kemudian dikarakterisasi dengan kedua tahap penelitian, ukuran nanopartikel
SEM. Hasil foto SEM menunjukkan kitosan kosong lebih kecil dibandingkan
perlakuan penambahan ekstrak temulawak nanopartikel kitosan yang terisi oleh ekstrak
setelah pengeringan (dua kali ultrasonikasi) temulawak dengan waktu sonikasi yang sama.
terlihat lebih seragam daripada perlakuan Nanopartikel kitosan kosong dengan
penambahan ekstrak temulawak sebelum penambahan TPP pada awal penelitian
ultrasonikasi. Selain itu, rentang ukuran memiliki rentang ukuran 267 - 3000 nm
partikel pada perlakuan kedua lebih kecil sedangkan ukuran nanopartikel kitosan-
dengan diameter partikel 400 – 3600 nm ekstrak temulawak antara 400 - 5000 nm.
sedangkan rentang ukuran partikel pada Data tersebut memperlihatkan bahwa
perlakuan pertama berkisar 400 – 5000 nm pengisian ekstrak temulawak ke dalam
(Gambar 6). Hasil ini menunjukkan bahwa nanopartikel kitosan mengakibatkan ukuran
ultrasonikasi kedua masih dapat memecah partikel menjadi lebih besar.
partikel kitosan-ekstrak temulawak. Mekanisme penjerapan ekstrak temulawak
Perbedaan keseragaman nanopartikel antara diduga merupakan penjerapan fisik dengan
kedua sampel disebabkan proses pemberian bantuan energi ultrasonikasi. Hal ini
energi ultrasonikasi untuk pemecahan partikel disebabkan senyawa aktif dalam ekstrak
pada sampel dua kali ultrasonikasi lebih temulawak dan kitosan tidak memiliki muatan
banyak dibandingkan dengan satu kali sehingga tidak ada ikatan ionik yang terjadi.
ultrasonikasi. Akan tetapi, ukuran partikel Menurut Mi et al. (1999), kitosan akan
terkecil yang diperoleh dari kedua perlakuan berikatan silang dengan TPP membentuk
relatif sama yaitu sebesar 400 nm. butiran manik-manik yang memiliki pori-pori.
Indikasi penyalutan ekstrak temulawak Pori-pori tersebut dapat digunakan untuk
oleh kitosan dapat dilihat dari morfologi menjerap bahan seperti logam atau obat-
nanopartikel yang dihasilkan dari foto SEM. obatan. Berdasarkan penelitian Kencana
Menurut Desai & Park (2005), nanokitosan (2009), energi ultrasonikasi dapat memberikan
yang telah terisi dengan senyawa obat tekanan terhadap partikel ekstrak temulawak
memiliki bentuk seperti bola dan morfologi sehingga masuk dalam kitosan melalui pori-
permukaan partikel yang lebih halus. pori hasil ikatan silang partikel kitosan dengan
Nanokitosan yang tidak terisi dengan senyawa TPP. Akan tetapi, diperlukan penelitian
obat cenderung memiliki bentuk tidak lanjutan mengenai mekanisme penjerapan
beraturan dan memiliki morfologi permukaan ekstrak temulawak oleh nanopartikel kitosan.
partikel yang cekung. Selain itu, konsentrasi Hasil perbandingan kedua perlakuan
TPP yang ditambahkan akan mempengaruhi tersebut menunjukkan teknik penambahan
porositas kitosan. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak temulawak setelah diperoleh
TPP menyebabkan ikatan silang dengan nanopartikel kitosan kering dengan
kitosan semakin banyak sehingga pori-pori ultrasonikasi 30 menit menghasilkan rentang
kitosan-TPP semakin kecil. Ukuran pori ukuran lebih kecil. Selanjutnya, teknik ini
kitosan-TPP yang terlalu kecil dapat akan digunakan untuk menentukan pengaruh
menyebabkan ekstrak temulawak sulit masuk waktu ultrasonikasi 60 menit terhadap ukuran
ke dalam kitosan. nanopartikel ekstrak temulawak.

a b

Gambar 6 Foto SEM nanopartikel temulawak dengan sekali ultrasonikasi (a) dan dua kali
ultrasonikasi 30 menit (b) pada perbesaran 4000 kali dengan skala 3,1 cm : 5000 nm.
Partikel terbesar dalam lingkaran kuning sedangkan partikel terkecil dalam lingkaran
merah (inset).
13

Pengaruh Ultrasonikasi 30 menit dan 60 oleh semua partikel dalam larutan kitosan.
menit Pemecahan molekul kitosan ini terjadi apabila
Nanopartikel ekstrak temulawak tersalut frekuensi gelombang yang dikeluarkan
kitosan yang memiliki keseragaman tinggi dan ultrasonikator mengalami resonansi dengan
ukuran terkecil diperoleh dengan perlakuan frekuensi molekul kitosan. Resonansi
dua kali ultrasonikasi selama 30 menit. Akan merupakan peristiwa ikut bergetarnya suatu
tetapi belum diketahui apakah penambahan benda akibat gelombang dari sumber (Tipler
waktu ultrasonikasi masih berpengaruh 1998).
terhadap ukuran nanopartikel ekstrak Keragaman ukuran nanopartikel ekstrak
temulawak dengan teknik penambahan ekstak temulawak tersalut kitosan yang diperoleh
temulawak setelah terbentuk nanopartikel pada penelitian ini cukup besar. Menurut
kitosan kering. Variasi waktu sonikasi selama Poulain & Nakache (1997), keragaman ini
30 menit dan 60 menit dilakukan untuk dapat dikurangi dengan ultrafiltrasi atau
mengetahui apakah ukuran nanopartikel ultrasentrifugasi. Ultrafiltrasi dengan alat
ekstrak temulawak masih bisa dioptimalkan mikrokonsentrator yang dilengkapi membran
dengan penambahan waktu ultrasonikasi. ultrafiltrasi dapat memisahkan nanopartikel
Kedua sampel nanopartikel kitosan- dengan mikropartikel. Mikrokonsentrator ini
ekstrak temulawak kering yang diperoleh bahkan dapat digunakan untuk seleksi
diamati ukuran dan morfologi partikel dengan nanopartikel yang telah terisi atau belum
SEM. Hasil foto SEM yang diperoleh terisi. Ultrasentifugasi dengan pendingin pada
menunjukkan nanopartikel ekstrak temulawak kecepatan 20.000 rpm selama 45 menit dapat
dengan dua kali ultrasonikasi selama 30 menit memisahkan nanopartikel yang telah terisi
memiliki rentang ukuran 647 - 3529 nm pada bagian pelet dan nanopartikel yang tidak
sedangkan sampel yang sama dengan waktu terisi pada bagian supernatan.
ultrasonikasi 60 menit berukuran 470 – 3000 Letak ekstrak temulawak tidak dapat
nm (Gambar 7). Perbedaan ukuran ini diketahui dari foto SEM. Salah satu metode
memperlihatkan bahwa masih ada efek yang dapat digunakan untuk menentukan
pemecahan molekul kitosan yang dihasilkan gugus fungsi senyawa adalah FTIR. Menurut
dari penambahan waktu ultrasonikasi. Bisht et al. (2007) dan Poulain & Nakache
Menurut Kencana (2009), semakin lama (1997), FTIR dapat digunakan untuk
waktu ultrasonikasi menyebabkan energi yang menentukan keberadaan polimer yang
dikeluarkan oleh ultrasonikator dapat diterima dijadikan sebagai bahan pengisi.

a b

c d

Gambar 7 Foto SEM nanopartikel temulawak sonikasi 30 menit (a) dan sonikasi 60 menit (b)
pada perbesaran 2000 kali serta sonikasi 30 menit (c) dan sonikasi 60 menit (d) pada
perbesaran 10000 kali dengan skala 1,7 cm : 1000 nm. Partikel terkecil ditunjukkan
dengan lingkaran merah sedangkan partikel terbesar ditunjukkan dengan lingkaran
kuning.
14

Gugus Fungsi Spesifik Nanopartikel spesifik dari kurkumin dan kitosan


Ekstrak Temulawak ditunjukkan pada Tabel 5.
Penentuan keberadaan ekstrak temulawak Grafik transmitan hasil FTIR nanokitosan
dalam kitosan sangat diperlukan untuk murni pada penelitian ini menunjukkan
mengetahui kemampuan penyalutan. Salah adanya gugus amida pada bilangan gelombang
satu metode yang dapat digunakan untuk 1575 cm-1. Gugus yang sama terlihat juga
menentukan keberadaan ekstrak temulawak pada sampel nanopartikel ekstrak temulawak
adalah FTIR. Spektrum infra merah dapat dengan sonikasi 30 dan 60 menit yaitu pada
mendeteksi keberadaan gugus fungsi yang bilangan gelombang 1576 cm-1 dan 1572 cm-1
digunakan untuk identifikasi senyawa dalam (Gambar 8). Gugus fungsi hidroksil pada
suatu sampel polimer (Zhang et al. 2007). sampel nanokitosan murni muncul pada
FTIR yang digunakan pada penelitian ini bilangan gelombang 3415 cm-1 (Tabel 5).
menggunakan bilangan gelombang tingkat Menurut Bumkhar & Pokharkar (2006) dan
menengah yaitu antara 4000–200 cm-1. Firdaus et al. (2008), gugus hidroksil pada
Pembanding yang digunakan pada penelitian kitosan akan muncul pada bilangan
ini adalah standar kurkumin. Hal ini gelombang sekitar 3450 cm-1 karena adanya
disebabkan belum adanya data FTIR standar interaksi regangan vibrasi antara gugus
ekstrak temulawak. Kurkumin digunakan hidroksil dengan gugus amida pada kitosan.
sebagai pembanding karena merupakan salah Berdasarkan grafik FTIR yang diperoleh,
satu senyawa aktif yang terdapat dalam gugus fungsi khas yang terdapat pada
ekstrak temulawak (Wahyudi 2006). kurkumin seperti gugus fungsi C=O, C=C,
Prinsip kerja FTIR berdasarkan pada dan C-H tekuk tidak terdeteksi pada sampel
serapan atau transmitan sinar infra merah oleh nanopartikel ekstrak temulawak dengan
molekul penyusun suatu senyawa pada ultrasonikasi 30 menit maupun 60 menit.
sampel. Apabila frekuensi dari suatu vibrasi Akan tetapi terjadi pergeseran gugus fungsi –
gugus fungsi sama dengan frekuensi radiasi OH, -NH2, C-O, dan C-H ulur pada sampel
sinar infra merah maka molekul akan nanopartikel ekstrak temulawak dibandingkan
menyerap sinar tersebut. Hal ini menyebabkan dengan standar kitosan. Pergeseran panjang
tidak semua sinar infra merah diserap oleh gelombang tersebut disebabkan adanya
molekul, sebagian lainnya diteruskan interaksi antara gugus fungsi lain selain gugus
(Kencana 2009). Data yang diperoleh dari alat fungsi kitosan (Colthup et al. 1975). Gugus
ini berupa grafik serapan dan transmitan dari fungsi spesifik kurkumin yang tidak terdeteksi
sampel. pada sampel nanopartikel ekstrak temulawak
Menurut Wahyudi (2006), kurkumin disebabkan konsentrasi ekstrak temulawak
memiliki gugus fungsi spesifik yaitu C-H ulur, yang digunakan dalam metode ini sangat
C-H tekuk, C-C, C=C, -OH, C-O, dan C=O sedikit yaitu 5%. Keberadaan kurkumin dapat
sedangkan gugus fungsi khas yang terdapat terlihat dari warna kuning sediaan
pada kitosan murni adalah gugus amida (- nanopartikel ekstrak temulawak kering.
NH2) dan hidroksil (-OH) (Bumkhar & Analisis lanjutan menggunakan XRD
Pokharkar 2006, Firdaus et al. 2008). diperlukan untuk membuktikan adanya
Bilangan gelombang tiap gugus fungsi senyawa pengisi dalam kitosan.

Tabel 5 Bilangan gelombang gugus fungsi spesifik standar kurkumin, standar kitosan, sampel
nanopartikel kitosan-ekstrak temulawak dengan ultrasonikasi 30 dan 60 menit
Bilangan gelombang (cm-1)
Gugus Sampel Sampel
fungsi Kurkumin Kitosan ultrasonikasi 30 ultrasonikasi 60 Literatur
menit menit
-OH 3509 3415 3398 3372 3700-3100
C-H ulur 2922 2926 2925 2924 3000-2700
C=O 1628 - - - 1900-1550
C=C 1602 - - - 1700-1550
N-H 1575 1576 1572 1660-1500
C-C 1429 1413 1413 1411 1500-1430
C-O 1281 1257 1256 1259 1300-1000
C-H tekuk 812 - - - 880-750
Sumber data literatur: Colthup et al. (1975)
15

Transmitan

Bilangan gelombang

Gambar 8 Grafik transmitan hasil FTIR untuk standar kurkumin (ungu), standar kitosan (biru),
sampel nanopartikel ekstrak temulawak sonikasi 30 menit (hijau), dan nanopartikel
eksrak temulawak sonikasi 60 menit (jingga).

Derajat Kristalinitas Nanopartikel Ekstrak (2002), adanya molekul pengisi tersebut


Temulawak menyebabkan susunan antar partikel menjadi
Analisis XRD digunakan untuk semakin kompak. Nilai derajat kristalinitas
menentukan struktur fisik bahan. Data yang nanokitosan merupakan yang paling rendah
diperoleh dari analisis XRD berupa grafik menunjukkan nanokitosan lebih mudah
hubungan sudut difraksi sinar X pada bahan disisipi dengan ekstrak temulawak
dengan intensitas sinar yang dipantulkan oleh dibandingkan nanopartikel ekstrak temulawak
bahan. Nilai derajat kristalinitas dapat sonikasi 30 dan 60 menit. Data ini
diketahui dari grafik kristalinitas yang menunjukkan bahwa ekstrak temulawak telah
memotong bagian lembah dari grafik. mengisi kitosan.
Hasil karakterisasi sampel nanopartikel Puncak-puncak yang sangat tajam pada
dengan XRD menunjukkan sifat amorf. Sifat grafik derajat kristalinitas (Lampiran 5)
amorf ini menunjukkan bahwa partikel menunjukkan adanya pengotor logam yang
penyusun suatu molekul tersusun secara tidak bersifat kristalin. Logam yang terdeteksi
beraturan dan kurang kompak. merupakan bahan cetakan yang digunakan
Ketidakteraturan susunan partikel ini untuk meletakkan sampel. Hal ini disebabkan
menyebabkan ruang di antara partikel mudah sampel yang dianalisis terlalu sedikit sehingga
untuk disisipi partikel lain. Semakin amorf terdapat bagian cetakan yang tidak tertutup
sifat suatu molekul maka semakin mudah oleh sampel.
untuk disisipi molekul lain (Mason & Lorimer
2002) Sifat ini ditandai dengan puncak pada Tabel 6 Nilai derajat kristalinitas sampel
sudut difraksi 20º untuk sampel nanopartikel nanopartikel ekstrak temulawak hasil
kitosan-ekstrak temulawak ultrasonikasi 30 analisis XRD
menit dan 21º pada sampel nanopartikel Derajat
Sampel
kitosan-ekstrak temulawak ultrasonikasi 60 kristalinitas (%)
menit. Menurut Kencana (2009), bentuk Nanopartikel kitosan
amorf ditandai dengan puncak lemah pada 21,94
sudut difraksi 20º. Nanopartikel ekstrak
22,24
Nilai derajat kristalinitas yang diperoleh temulawak
dari ketiga sampel ditunjukkan pada Tabel 6. ultrasonikasi 30
Kenaikan derajat kristalinitas pada sampel menit
nanopartikel ekstrak temulawak dengan dua Nanopartikel ekstrak 23,58
kali ultrasonikasi selama 30 menit dan 60 temulawak
menit menunjukkan adanya molekul pengisi ultrasonikasi 60
dalam kitosan. Menurut Mason & Lorimer menit

Anda mungkin juga menyukai