Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan
imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran
kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat
juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus
digestivus, paru, kulit, dan organ lain. Dalam garis besar, limfoma dibagi dalam 4 bagian,
diantaranya limfoma Hodgkin (LH), limfoma non-hodgkin (LNH), histiositosis X, Mycosis
Fungoides. Dalam praktek, yang dimaksud limfoma adalah LH dan LNH, sedangkan histiositosis
X dan mycosis fungoides sangat jarang ditemukan.
Bentukan sel ganas pada LNH adalah sel limfosit yang berada pada salah satu tingkat
diferensiasinya, baik limfosit T atau limfosit B; bersifat heterogen dengan spektrum bervariasi
dari tumor yang sangat agresif sampai kelainan indolen dengan perjalanan lama dan tidak aktif.
Variasi dalam LNH bukan hanya di temukan dari histologik ataupun morfologi saja, melainkan
juga lokasi primer limfoma. Jenis LNH limfoma Burkitt (tipe endemik) ditemukan pada anak-
anak kecil di Afrika Tengah. Gambaran histologis tersering adalah limfoma derajat keganasan
tinggi large B cell. Pada keganasan kepala dan leher ditemukan 10 % kasus LNH ekstranodal
yang seringkali ditemukan saat penentuan stadium.
Kriteria limfoma ekstranodal masih menjadi perdebatan sehingga insidens yang
dilaporkan beberapa institusi/ peneliti bervariasi. Lokasi primer ekstranodal kepala dan leher
antara lain: cincin waldeyer, sinus paranasalis, cavum nasi, laring, rongga mulut, kelenjar ludah,
tiroid dan orbita. LNH ekstranodal kepala dan leher paling sering ditemukan pada tonsil.
Etiologi pasti terjadinya keganasan LNH pada manusia masih belum jelas. Penelitian selama ini
banyak dilakukan terhadap hewan menunjukkan keterlibatan virus yang dikenal sebagai virus
onkogenik. Faktor lain yang diduga berperan pada terjadinya limfoma antara lain: mutasi, faktor
lingkungan dan imunodefisiensi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Limfoma maligna adalah kelompok neoplasma maligna/ganas yang muncul dalam
kelenjar limfe atau jaringan limfoid ekstranodal yang ditandai dengan proliferasi atau akumulasi
sel-sel asli jaringan limfoid (limfosit, histiosit dengan pra-sel dan derivatnya).

2.2 Epidemiologi
Di negara maju, limfoma relatif jarang, yaitu kira-kira 2% dari jumlah kanker yang ada.
Akan tetapi, menurut laporan berbagai sentra patologi di Indonesia, tumor ini merupakan
terbanyak setelah kanker serviks uteri, payudara, dan kulit.

2.3 Etiologi
Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak diketahui,
tetapi dikaitkan dengan virus, khususnya virus Epstein Barr yang ditemukan pada limfoma
Burkitt. Adanya peningkatan insidens penderita limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin pada
kelompok penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) pengidap virus HIV,
tampaknya mendukung teori yang menganggap bahwa penyakit ini disebabkan oleh virus. Awal
pembentukan tumor pada gangguan ini adalah pada jaringan limfatik sekunder (seperti kelenjar
limfe dan limpa) dan selanjutnya dapat timbul penyebaran ke sumsum tulang dan jaringan lain.
2.4 Klasifikasi

Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit Hodgkin (PH)
dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala yang mirip. Perbedaannya
dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana pada PH ditemukan sel Reed
Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif.

LIMFOMA NON HODGKIN


Dapat bersifat indolen (low grade), hingga progresif(high grade). Pada LNH indolen,
gejalanya dapat berupa: pembesaran KGB, tidak nyeri, dapat terlokalisir atau meluas, dan bisa
melibatkan sum-sum tulang. Pada LNH progresif, terdapat pembesaran KGB baik intra maupun
extranodal, menimbulkan gejala "konstitusional" berupa : penurunan berat badan, febris, dan
keringat malam, serta pada limfoma burkitt, dapat menyebabkan rasa penuh di perut.
Stadium limfoma maligna
Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan
II sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara
stadium III dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.
1. Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu
kelenjar getah bening.
2. Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar
getah bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh dada atau
perut.
3. Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok
kelenjar getah bening, serta pada dada dan perut.
4. Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening
setidaknya pada satu organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru, atau
otak
Stadium ini dapat di bagi A atau B berdasarkan ada tidaknya gejala konstitusional
berupa penurunan berat badan, febris, dan keringat malam.
A = tanpa gejala konstitusional
B = dengan gejala konstitsional
Staging ini penting untuk penatalaksanaan, dimana untuk stadium Ia, Ib, maupun IIa,
diberikan radioterapi, sementara untuk stadium IIb hingga stadium IV, diberikan kemoterapi.
Untuk kemoterapi, regimen yg biasa digunakan adalah:
1. Untuk Low grade NHL
- regimen CVP (cyclophospamide, vincristin, dan prednison)
- Fludarabin
- Rituximab
2. Untuk High grade NHL
- Regimen CHOP (cyclophospamide, Doxorubicyn, vincristin, dan prednison)
- Regimen CHOP + Rituximab
- transplantasi sum-sum tulang.
Prognosis buruk dapat terjadi pada:
- usia > 60 tahun
- stadium III/IV
- kadar LDH (laktat dehidrognease) meningkat
- performance statusnya buruk (karnoffsky)
Pada low grade NHL,biasanya bisa bertahan hingga 6-8 thn, tetapi pada high grade,
sangattergantu ng dari reaksinya terhadap kemoterapi.

LIMFOMA HODGKIN
Terbagi atas 4 jenis, yaitu:
1. Nodular Sclerosing limfosit
2. mixed cellularity
3. rich limphocyte
4. limphocyte depletio

Perjalanan
Jenis Gambaran Mikroskopik Kejadian
Penyakit

Limfosit Sel Reed-Stenberg sangat sedikit tapi 3% dari


Lambat
Predominan ada banyak limfosit kasus

Sejumlah kecil sel Reed-Stenberg &


Sklerosis 67% dari
campuran sel darah putih lainnya; Sedang
Noduler kasus
daerah jaringan ikat fibrosa

Sel Reed-Stenberg dalam jumlah yang


Selularitas 25% dari
sedang & campuran sel darah putih Agak cepat
Campuran kasus
lainnya

Banyak sel Reed-Stenberg & sedikit


Deplesi 5% dari
limfosit Cepat
Limfosit kasus
jaringan ikat fibrosa yang berlebihan
LH lebih bersifat lokal, berekspansi dekat, cenderung intra nodal, hanya di mediastinum,
dan jarang metastasis ke sumsum tulang. ia juga dapat terjadi metastasis melalui darah. Jika
dibandingkan dengan NHL, NHL lebih bersifat tidak lokal, expansi jauh, cenderung extranodal,
berada di abdomen, dan sering metastasis ke sum-sum tulang. Secara staging, dan pengobatan,
sama saja dengan NHL.

2.5 Gejala Klinis


1. Pembengkakan kelenjar getah bening
Pada limfoma Hodgkin, 80% terdapat pada kelenjar getah bening leher, kelenjar ini tidak
lahir multiple, bebas atas konglomerasi satu sama lain. Pada limfoma non-Hodgkin, dapat
tumbuh pada kelompok kelenjar getah bening lain misalnya pada traktus digestivus atau pada
organ-organ parenkim.
2. Demam tipe pel Ebstein
3. Gatal-gatal
4. Keringat malam
5. Berat badan menurun lebih dari 10% tanpa diketahui penyebabnya.
6. Nafsu makan menurun.
7. Daya kerja menurun
8. Terkadang disertai sesak nafas
9. Nyeri setelah mendapat intake alkohol (15-20%)
10. Pola perluasan limfoma Hodgkin sistematis secara sentripetal dan relatif lebih lambat,
sedangkan pola perluasan pada limfoma non-Hodgkin tidak sistematis dan relatif lebih cepat
bermetastasis ke tempat yang jauh.

2.6 Diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan terbanyak pada penderita adalah pembesaran kelenjar getah bening di leher,
aksila, ataupun lipat paha. Berat badan semakin menurun, dan terkadang disertai dengan demam,
sering berkeringat dan gatal-gatal.
2. Pemeriksaan Fisik
Palpasi pembesaran kelenjar getah bening di leher terutama supraklavikuler – aksila dan
inguinal. Mungkin lien dan hati teraba membesar. Pemeriksaan THT perlu dilakukan untuk
menentukan kemungkinan cincin Weldeyer ikut terlibat. Apabila area ini terlibat perlu diperiksa
gastrointestinal sebab sering terlibat bersama-sama.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah yaitu hemogran dan trombosit. LED sering meninggi dan
kemungkinan ada kaitannya dengan prognosis. Keterlibatan hati dapat diketahui dari
meningkatnya alkali fosfatase, SGOT, dan SGPT.
4. Sitologi biopsi aspirasi
Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) sering dipergunakan pada diagnosis pendahuluan
limfadenopati jadi untuk identifikasi penyebab kelainan tersebut seperti reaksi hiperplastik
kelenjar getah bening, metastasis karsinoma, dan limfoma maligna. Ciri khas sitologi biopsi
aspirasi limfoma Hodgkin yaitu populasi limfosit yang banyak aspek serta pleomorfik dan
adanya sel Reed-Sternberg. Apabila sel Reed-Sternberg sulit ditemukan adanya sel Hodgkin
berinti satu atau dua yang berukuran besar dapat dipertimbangkan sebagai parameter sitologi
Limfoma Hodgkin.
Penyulit diagnosis sitologi biopsi aspirasi pada Limfoma non-Hodgkin adalah kurang
sensitif dalam membedakan Limfoma non-Hodgkin folikel dan difus. Pada Limfoma non-
Hodgkin yang hanya mempunyai subtipe difus, sitologi, biopsi aspirasi dapat dipergunakan
sebagai diagnosis definitif.
Penyakit lain dalam diagnosis sitologi biopsi aspirasi Limfoma Hodgkin ataupun
Limfoma non-Hodgkin adalah adanya negatif palsu termasuk di dalamnya inkonklusif. Untuk
menekan jumlah negatif palsu dianjurkan melakukan biopsi aspirasi multipel hole di beberapa
tempat permukaan tumor. Apabila ditemukan juga sitologi negatif dan tidak sesuai dengan
gambaran klinis, maka pilihan terbaik adalah biopsi insisi atau eksisi.
5. Histopatologi
Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga identifikasi subtipe histopatologi
walaupun sitologi biopsi aspirasi jelas limfoma Hodgkin ataupun Limfoma non-Hodgkin.
6. Radiologi
a. Foto thoraks
b. Limfangiografi
c. USG
d. CT scan
7. Laparotomi rongga abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi kelenjar getah bening
pada iliaka, para aorta dan mesenterium dengan tujuan menentukan stadium.

2.7 Terapi
Sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan penyakit dalam
terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal masih merupakan faktor penting dalam
terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis kemoterapi dan radioterapi. Akhir-akhir ini angka
harapan hidup 5 tahun meningkat dan bahkan sembuh berkat manajemen tumor yang tepat dan
tersedianya kemoterapi dan radioterapi. Peranan pembedahan pada penatalaksanaan limfoma
maligna terutama hanya untuk diagnosis biopsi dan laparotomi splenektomi bila ada indikasi.
1. Radiasi
a. Untuk stadium I dan II secara mantel radikal
b. Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi
c. Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation
d. Untuk stadium IV secara total body irradiation
2. Kemoterapi untuk stadium III dan IV
Untuk stadium I dan II dapat pula diberi kemoterapi pre radiasi atau pasca radiasi.
Kemoterapi yang sering dipakai adalah kombinasi.
COP (Untuk limfoma non Hodgkin)
C : Cyilopkosphamide 800 mg/m2 hari I
O : Oncovin 1,4 mg/m2 IV hari I
P : Prednison 60 mg/m2 hari I s/d VII lalu tapering off

MOPP (untuk Limfoma Hodgkin)


M : Nitrogen Mustrad 6 mg/m2 hari 1 dan 8
O : Oncovin 1,4 mg/m2 hari I dan VIII
P : Prednison 60 mg/m2 hari I s/d XIV
P : Procarbazin 100 mg/m2 hari I s/d XIV
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan dengan
penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan berkaitan dengan
kemoterapi meliputi : alopesia, mual, muntah, supresi sumsum tulang, stomatitis dan gangguan
gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi potensial yang paling serius yang mungkin dapat
menyebabkan syok sepsis. Efek jangka panjang dari kemoterapi meliputi kemandulan,
kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal.
Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila pengobatan pada
nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut : mulut kering,
disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan produksi saliva. Bila dilakukan
pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang mungkin terjadi adalah muntah, diare,
keletihan, dan anoreksia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Limfoma maligna adalah kelompok neoplasma maligna/ganas yang muncul dalam
kelenjar limfe atau jaringan limfoid ekstranodal yang ditandai dengan proliferasi atau akumulasi
sel-sel asli jaringan limfoid (limfosit, histiosit dengan pra-sel dan derivatnya).
Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit Hodgkin (PH)
dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala yang mirip. Perbedaannya
dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana pada PH ditemukan sel Reed
Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif.
Daftar Pustaka
Sudoyono dkk.2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC

1. Friel JP. Kamus Kedokteran Dorland. Alih bahasa: Tim penerjemah EGC. Edisi ke-2. Jakarta:
EGC,1996:1447.
2. Chandrasoma P, Taylor CR. Sistim Limfoid: Limfoma maligna. Alih bahasa. Dalam:
Chandrasoma P, Taylor CR. Patologi Anatomi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC,1995:406-21.
3. Emmanouilides C, Casciato DA. Hodgkin and Non Hodgkin Lymphoma. In: Casciato DA,ed.
Manual of Clinical Oncology. 5thed. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins,2004:417-50.
4. Advani B, Jacobs CD. Lymphomas of the head and neck. In: Bailey BJ, Johnson JT,eds. Head and
Neck Surgery Otolaryngology.4thed. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins, 2006:1622-7.
5. Chan ACL, ChanJKC, Cheung MMC, Kapadia SB. Haematolymphoid tumours. In: Barnes L,
Eveson JW, Reichart P, Sidransky D, eds. WHO Pathology & Genetics of Head and Neck Tumours.
Lyon: International Agency for Research on Cancer Press,2005:58,104,155,199,277,357.
6. Baratawidjaja KG. Imunologi Dasar. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,2004:17-26.
10. Sommers MS. Respon tubuh terhadap tantangan imunologik. Alih bahasa. Dalam: Price SA,
Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC,2002:81-8.
15. Economopulos T, Papgeorgious S, Rontogianni D, Kaloutsi V, Fountzilas G, Tsatalas, et al.
Multifocal Extranodal Non Hodgkin Lymphoma: A

You are here: Home / Kanker Kelenjar Getah Bening

Kanker Kelenjar Getah Bening

Waspadai Benjolan Di Leher,ketiak,atau paha dll Pertanda Awal Kanker Kelenjar Getah
Bening

Limfoma adalah kanker yang tumbuh akibat mutasi sel limfosit (sejenis sel darah putih) yang
sebelumnya normal, seperti halnya limfosit normal, limfosit ganas dapat tumbuh pada bebagai
organ dalam tubuh termasuk kelenjar getah bening, limpa, sumsum tulang, darah ataupun organ
lain.

Ada dua jenis kanker sistem limfotik yaitu penyakit hodgkin dan limfoma non-hodgkin (NHL).
Kanker kelanjar getah bening atau limfoma adalah sekelompok penyakit keganasan yang
bekaitan dan mengenai sistem limfatik. Sistem limfatik merupakan bagian penting dari sistem
kekebalan tubuh yang membentuk pertahanan alamiah tubuh melawan infeksi dan kanker.

Cairan limfatik adalah cairan putih menyerupai susu yang mengandung protein lemak dan
limfosit yang semuanya mengalir ke seluruh tubuh lewat pembuluh limfatik. Ada dua macam sel
limfosit yaitu sel B dan T. Sel B berfungsi membantu melindungi tubuh melawan bakteri dengan
membuat antibodiyang memusnahkan bakteri. Gejala dan penyakit kanker kelenjar getah bening
meliputi pembengkakan kelenjar getah bening pada leher, ketiak atau pangkal paha.

Pembengkakan kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan secara gratis,
rasa lelah yang terus menerus, batuk-batuk dan sesak napas, gatal-gatal, demam tanpa sebab dan
berkeringat malam hari.

Seringkali penderita tidak menunjukkan gejala khas hanya memiliki semacam benjolan atau
pembengkakan kelenjar getah bening pada leher. Karena tidak ada keluhan khas banyak pasien
baru berobat saat masuk stadium lanjut sehingga sel kanker sudah menyebar dan sulit diangkat
dengan operasi.

WHO memperkirakan sekitar 1,5 juta orang di dunia saat ini hidup dengan NHL dan 300 ribu
orang meninggal karena penyakit ini tiap tahun. Sekitar 55 persendari NHL tipenya agresif dan
tumbuh cepat.

NHL merupakan kanker tercepat ketiga pertumbuhannya setelah kanker kulit dan paru-paru.
Angka kejadian NHL meningkat 80 persen dibandingkan tahun 1970-an. Setiap tahun angka
kejadian penyakit ini meningkat 3-7 pesen. NHL banyak terjadi pada orang dewasa dengan
angka tertinggi pada rentang usia 45-60 tahun.

Makin tua usia makin tinggi risiko terkena limfoma karena daya tahan tubuhnya menurun.
Hingga kini penyebab limfoma belum diketahui secara pasti. Ada empat kemungkinan
penyebabnya yaitu faktor keturunan, kelainan sistem kekebalan, infeksi virus atau bakteri dan
toksin lingkungan (herbisida, pengawet, pewarna kimia). Penyebabnya multifaktor.

Terdapat lebih dari 30 subtipe NHL (90 persen dari jenis sel B) yang dapat diklasifikasikan
dengan pertimbangan beberapa faktor, penampakan di bawah mikroskop, ukuran, kecepatan
tumbuh dan organ yang kena.

Limfoma indolen (derjat rendah) tumbuh lambat sehingga diagnostik awal lebih sulit. Pasien
dapat bertahan hidup selama bertahun-tahun tetapi belum ada pengobatanyang menyembuhkan.
Pasien biasanya memberi respon baik pada terapi awal, tetapi sangat mungkin kambuh lagi.
Penderita limfoma indolen bisa mendapat terapi hingga enam kali sepanjang hidup, tetapi makin
lama responnya menurun.

Limfoma agresif (derjat keganasan tinggi) cepat tumbuh dan menyebar. Jika dibiarkan tanpa
pengobatan dapat mematikan dalam enam bulan. Angka harapan hidup rata-rata lima tahun dan
30-40 persen sembuh. Pasienyang terdiagnosa dini langsung diobati lebih mungkin meraih risiko
sempurna dan jarang kambuh, karena ada proteksi kesembuhan, biasanya pengobatan lebih
agresif. * Prof Karmel L Tambunan Ahli Hematologi-Onkologi (ags)

Source : http://artikel-kesehatan-online.blogspot.com/2008/04/gejala-kanker-kelenjar-getah-
bening.html

Anda mungkin juga menyukai