Anda di halaman 1dari 17

1.

1 Definisi Campak
Campak atau rubeola, adalah salah satu penyakit yang paling menular, dengan
setidaknya 90% tingkat infeksi sekunder pada kontak domestik yang rentan. Campak
merupakan penyakit infeksi akut, kebanyakan menyerang anak-anak dan disebabkan oleh
virus. Meskipun dianggap terutama sebagai penyakit masa kanak-kanak, campak dapat
mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Penyakit ini sering salah diartikan dengan
rubella, yang merupakan nama ilmiah dari campak German, yang disebabkan oleh virus
yang berbeda.
Menurut WHO pada tahun 2004, karateristik penyakit campak pada umumnya
adalah : demam dengan suhu >38ºC, rash dan disertai satu atau lebih gejala batuk, pilek,
atau mata merah/konjungtivitis. Menurut Depkes pada tahun 2008, manusia merupakan
satu-satunya reservoir, seseorang yang pernah terserang campak akan memiliki imunitas
seumur hidupnya.

1.2 Etiologi Campak


Morbilli virus merupakan salah satu virus RNA single-stranded, dari famili
Paramyxoviridae. Virus yang sangat menular ini disebarkan oleh batuk dan bersin melalui
kontak pribadi yang dekat atau kontak langsung dengan sekresi (Selina, 2018). Hanya
satu tipe antigen yang diketahui. Selama masa prodormal dan selama waktu singkat
sesudah ruam tampak, virus ditemukan dalam sekresi nasofaring, darah dan urin. Virus
dapat tetap aktif selama sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu kamar. Virus campak
dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan ginjal kera rhesus. Perubahan
sitopatik, tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari sel raksasa multinukleus dengan inklusi
intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi dapat dideteksi bila ruam muncul (Poowo
Soedarmo, 2012)

Gambar Virus Campak


Virus campak berbentuk bulat dengan tepi yang kasar dan bergaris tengah 140 nm,
dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein. Di dalamnya terdapat
nukleokapsid yang berbentuk bulat lonjong, terdiri dari bagian protein yang mengelilingi
asam nukleat (RNA) yang merupakan struktur heliks nucleoprotein dari myxovirus. Pada
selubung luar seringkali terdapat tonjolan pendek. Salah satu protein yang berada di
selubung luar berfungsi sebagai hemagglutinin (Poowo Soedarmo, Sumarmo S. 2012)

Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi. Apabilla
berada di luar tubuh manusia, keberadaanya tidak kekal. Pada temperatrur kamar ia akan
kehilangan 60 % sifat inefektivitasnya setelah 3-5 hari, pada suhu 37 C waktu paruh
usianya 2 jam, sedangkan pada suhu 56 C hanya satu jam. Sebaliknya virus ini mampu
bertahan dalam keadaan dingin. Pada suhu -70% dengan media protein ia dapat hidup
selama 5,5 tahun, sedangkan dalam lemari pendingin dengan suhu 4-6 C, dapat hidup
selama 5 bulan. Tetapi bila tanpa media protein, virus ini hanya mampu bertahan bertahan
selama 2 minggu, dan dapat dengan mudah dihancurkan oleh sinar ultraviolet. Oleh karena
selubungnya terdiri dari lemak maka virus campak termasuk mikroorganisme yang bersifat
ether labile. Pada suhu kamar, virus ini akan mati dalam 20 % ether setelah 10 menit dan
dalam 50 % aseton setelah 30 menit. Virus campak juga sensitive terhadap 0,01 %
betapropiacetone pada suhu 37 % dalam 2 jam, ia akan kehilangan sifat inefektivitasnya
namun tetap memiliki antigenitas penuh. Sedangkan dalam formalin 1/4000, virus ini
menjadi tidak efektif setelah 5 hari, tetapi tetap tidak kehilangan antigenitasnya.
Penambahan tripsin akan mempercepat hilangnya potensi antigenic (Poowo Soedarmo,
Sumarmo S. 2012).
Orang yang menghadapi risiko campak termasuk:
 Orang yang belum pernah menderita campak dan belum pernah menerima dua
dosis vaksin Campak-Gondong-Rubela (MMR) dari usia 12 bulan
 Orang yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah (mis. orang yang sedang
menerima kemoterapi atau radioterapi untuk kanker atau orang yang sedang
menerima dosis besar obat steroid) meskipun telah diimunisasi sepenuhnya atau
menderita infeksi campak sebelumnya
 Orang yang tidak mempunyai kekebalan dan melakukan perjalanan ke luar negeri
(Poowo Soedarmo, Sumarmo S. 2012)
1.3 Epidemiologi Campak
Vaksin campak diperkenalkan pada tahun 1963, kejadian campak menurun secara
signifikan. Meskipun demikian, campak tetap merupakan penyakit yang umum terjadi di
wilayah tertentu dan terus berlanjut hampir 50% dari 1,6 juta kematian yang disebabkan
setiap tahun karena penyakit anak yang dapat dicegah dengan vaksin. Kejadian campak di
Amerika Serikat dan di seluruh dunia meningkat, dengan wabah dilaporkan terutama pada
populasi dengan tingkat vaksinasi rendah.
Terdapat di seluruh dunia merupakan masalah kesehatan di negara berkembang,
tetapi pada saat ini terjadi peningkatan kasus di Amerika Serikat dan Eropa. Diduga
berhubungan dengan cakupan imunisasi yang menurun. Manusia merupakan satu-satunya
tuan rumah dan vaksin sudah tersedia, seyogianya penularan penyakit ini dapat dicegah
(Garna,2014).
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), pada 88% kasus yang
dilaporkan antara tahun 2000 dan 2011, virus tersebut berasal dari Amerika Serikat, dan 2
dari setiap 3 individu yang tidak melakukan vaksinasi. Selain itu, direktur CDC mencatat
bahwa, pada tahun 2013, kasus campak di AS meningkat tiga kali lipat dari median
sebelumnya, menjadi 175 kasus. Sebagian besar kasus ini adalah wabah pada anak-anak
yang orang tuanya menolak imunisasi . Karena kurangnya pengetahuan tentang vaksinasi
campak, sehingga masyarakat mengklaim bahwa adanya hubungan antara vaksin campak
dan autism. Oleh karena itu, mengakibatkan kontribusi penggunaan vaksin berkurang
(Selina, 2018)
Peningkatan kejadian berlanjut sampai 2014. Dari tanggal 1 sampai 23 Mei 2014,
288 kasus yang dikonfirmasi dilaporkan ke CDC, angka yang melebihi jumlah kasus
tahunan tertinggi yang dilaporkan (220 kasus di tahun 2011) karena campak dinyatakan
telah dieliminasi di Amerika Serikat pada tahun 2000. Dari 288 kasus tersebut, 200 (69%)
terjadi pada individu yang tidak divaksinasi dan 58 (20%) pada orang dengan status
vaksinasi tidak diketahui. Hampir semua kasus 2014 yang dilaporkan sejauh ini (280
[97%]) dikaitkan dengan impor dari setidaknya 18 negara. Delapan belas negara bagian
dan New York melaporkan adanya infeksi campak selama periode ini, dan 15 wabah
menyumbang 79% kasus yang dilaporkan, termasuk wabah yang terus berlanjut di Ohio
terutama di antara orang Amish yang tidak divaksinasi, dengan 1 jumlah kasus yang
dilaporkan sebanyak 138 kasus (Selina, 2018).

1.4 Patogenesis Campak


Manusia adalah satu-satunya inang asli untuk virus campak. Penularan campak
terjadi secara droplet melalui udara, terjadi antara 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis
sampai 4 hari setelah timbul ruam. Infeksi dimulai di mukosa hidung/faring. Di tempat
awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya.
Virus masuk ke dalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear
mencapai kelenjar getah bening lokal. Virus kemudian bermultiplikasi dengan sangat
perlahan dan disitu mulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular (RES) seperti
limpa, dimana virus menyerang limfosit.
Virus campak dapat bereplikasi dalam limfosit tertentu yang membantu penyebaran
ke seluruh tubuh. 5-6 hari sesudah infeksi awal, fokus infeksi terbentuk yaitu ketika ketika
virus masuk ke dalam pembuluh darah (viremia primer) dan menyebar ke permukaan
epitel orofaring, konjungtiva, saluran napas, kulit, kandung kemih, dan usus. Pada hari 9-
10 fokus infeksi yang berada di epitel saluran napas dan konjungtiva, mengalami nekrosis
pada satu sampai dua lapisan. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke
dalam pembuluh darah (viremia sekunder) dan menimbulkan manifestasi klinis dari sistem
pernafasan diawali dengan keluhan batuk, pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak
merah.

PATOFISIOLOGI

Pada stadium prodromal terdapat hiperplasia jaringan limfe. Distribusi yang


luas dari giant cell multinuklear (sel retikuloendotel Warthin-Finkeldey) akibat fusi-
fusi sel dan inklusi intranuklear terlihat dalam jaringan limfoid di seluruh tubuh
(limfoid, tonsil, terutama appendix). Keadaan tersebut terjadi selama masa inkubasi,
biasanya 9-11 hari. Sebagai reaksi terhadap virus, terjadi proses peradangan epitel
saluran pernafasan, konjungtiva dan kulit yang mana terbentuk eksudat yang serous dan
proliferasi sel mononukleus dan beberapa sel polimorfonukleus di sekitar kapiler.

Respon imun ini diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak
tampak sakit berat dan ruam yang menyebar ke seluruh tubuh, tampak suatu ulsera kecil
pada mukosa pipi yang disebut bercak Koplik, merupakan tanda pasti untuk
menegakkan diagnosis1. Ruam pada kulit terjadi sebagai akibat respon delayed
hypersensitivity terhadap antigen virus, sebagai hasil interaksi sel T imun dan sel yang
terinfeksi virus dalam pembuluh darah kecil dan berlangsung sekitar 1 minggu.
Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel T 4. Pada kulit, reaksi
terutama terjadi di sekitar kelenjar sebacea dan folikel-folikel rambut.
1.5 Manifestasi Klinis Campak
Gejala klinis terjadi setelah masa inkubasi 10-12 hari, terdiri dari 3 stadium, yaitu :
a. Stadium Prodromal
Dalam waktu 3–5 hari berupa gejala ringan, tetapi pada akhir stadium erupsi,
suhu tubuh dapat meningkat mencapai 40 °C. Ditemukan tanda 3 C (coryza, cough,
conjunctivitis). Terdapat Koplik’s spot yang dapat ditemukan 1–2 hari sebelum
sampai 1–2 hari sesudah timbul ruam (stadium erupsi), berupa lesi punctuta putih di
daerah mukosa bukal, tersering di daerah molar 2 bawah).
b. Stadium Erupsi
Pada akhir stadium prodromal terjadi peningkatan suhu tubuh, pada saat panas
mencapai puncaknya timbul ruam berupa ruam makulo-eritrematosus, bersifat
konfluens, dimulai dari belakang telinga lalu menyebar ke badan, lengan, dan
tungkai. Dalam 3 hari ruam sudah tersebar ke seluruh tubuh. Panas badan masih
tetap tinggi selama 2–3 hari sesudah ruam timbul, bila tidak mengalami penyulit
penderita memasuki masa konvalesens.
c. Stadium Konvalesens
Panas badan mulai turun, ruam meninggalkan bekas hiperpigmentasi yang
dapat bertahan sampai 7–14 hari. (Garna, 2014).

1.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding Campak


Diagnosis
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai dengan stadium penyakit.
Ditemukan tanda utama seperti 3 C (coryza, cough, conjunctivitis), Koplik’s spot, ruam
makula eritrematosus dengan penyebaran khas yang timbul pada saat panas sedang
mencapai puncaknya (panas tinggi) dan panas tetap ada selama 2–3 hari sesudah timbul
ruam.
Penting untuk mengingat sindrom ini yang dikenal sebagai campak atipikal, yang
telah dijelaskan pada orang-orang yang terinfeksi virus campak liar beberapa tahun setelah
imunisasi dengan vaksin campak yang telah meninggal (vaksin yang digunakan di
Amerika Serikat dari tahun 1963-1967). Sindrom ini cenderung lebih berkepanjangan dan
parah daripada campak biasa dan ditandai dengan demam tinggi berkepanjangan,
pneumonitis, dan ruam yang dimulai secara perifer dan mungkin bersifat urtikaria,
makulopapular, hemoragik, dan / atau vesicular (Poowo Soedarmo, 2012).
Patogenesis yang diasumsikan dari campak atipikal adalah hipersensitivitas terhadap
virus campak pada host kekebalan tubuh sebagian. Tes laboratorium menunjukkan titer
antibodi campak yang sangat rendah di awal perjalanan penyakit, diikuti segera setelahnya
dengan munculnya titer antibodi imunoglobulin G (IgG) yang sangat tinggi (misalnya 1:
1.000.000) dalam serum (Poowo Soedarmo, 2012).

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak spesifik terhadap campak dan tidak membantu
dalam menegakkan diagnosis. Pada stadium prodromal dapat ditemukan sel raksasa berinti
banyak dari apusan mukosa hidung. Serum antibodi dari virus campak dapat dilihat dengan
pemeriksaan Hemagglutination-inhibition (HI), complement fixation (CF), neutralization,
immune precipitation, hemolysin inhibition, ELISA, serologi IgM-IgG, dan fluorescent
antibody (FA). Pemeriksaan HI dilakukan dengan menggunakan dua sampel yaitu serum
akut pada masa prodromal dan serum sekunder pada 7 – 10 hari setelah pengambilan
sampel serum akut. Hasil dikatakan positif bila terdapat peningkatan titer sebanyak 4x atau
lebih. Serum IgM merupakan tes yang berguna pada saat munculnya ruam. Serum IgM
akan menurun dalam waktu sekitar 9 minggu, sedangkan serum IgG akan menetap
kadarnya seumur hidup. Pada pemeriksaan darah tepi, jumlah sel darah putih cenderung
menurun (leukopenia) (Poowo Soedarmo, 2012)

Diagnosis Banding
Menurut (Poowo Soedarmo, 2012)
 Rubella
Tidak diawali suatu masa prodromal yang spesifik. Remaja dan dewa muda dapat
menunjukkan gejala demam ringan serta lemas dalam 1-4 hari sebelum timbulnya
kemerahan. Pembesaran kelenjar getah bening khususnya pada daerah belakang
telinga dan oksipital sangat menunjang diagnosis rubella.
 Eksantema Subitum
Gejala demam tinggi selama 3-4 hari disertai iritabilitas biasanya terjadi sebelum
timbulnya kemerahan pada kulit dan diikuti dengan penurunan demam secara drastis
menjadi normal.
 Demam Skarlatina
Kelainan kulit pada demam skarlatina biasanya timbul dalam 12 jam pertama sesudah
demam, batuk dan muntah. Gejala prodromal ini dapat berlangsung selama 2 hari.
Lidah berwarna merah stroberi serta tonsilitis eksudativa atau membranosa.
 Penyakit Kawasaki
Demam tidak spesifik disertai nyeri tenggorokan sering mendahului kemerahan pada
penyakit ini selama 2-5 hari. Sering juga ditemui konjungtivitis bilateral.
 Ruam karena infeksi virus lain
Demam biasanya tidak tinggi, menghilang saat timbulnya kemerahan. Pada infeksi
Coxsackie kadang-kadang terjadi bersamaan dengan kemerahan.
 Penyakit rikets
Erupsi papulovesikular secara menyeluruh, biasanya tidak mengenai wajah, sering
didahului oleh adanya gejala seperti influenza. Sakit kepala lebih menonjol.
 Steven-Johnson, drug eruption
Tidak memiliki gejala prodromal
 Meningococcemia
Kemerahan pada kulit 24 jam pertama. Gejala : demam, muntah, kelemahan umum,
gelisah, dan kemungkinan adanya kuduk kaku.
 Staphylococcal toxic shock syndrome
Demam tinggi, nyeri kepala, batuk, muntah serta diare, dan renjatan sering
mendahului atau juga bersamaan dengan keluarnya kelainan kulit.

1.7 Penatalaksanaan Campak


Terapi dapat berupa pemberian cukup cairan yang adekuat dan antipiretik. Kalori
dan jenis makanan disesuaikan dengan tingkat kesadaran serta penyulit. Antibiotik
diberikan bila terdapat infeksi sekunder. Antikonvulsan diberikan bila terjadi kejang.
Pemberian vitamin A 100.000 IU bila disertai malnutrisi, dilanjutkan 1.500 IU/hari.
Indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu > 39 °C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit,
atau terdapat penyulit lain seperti pneumonia (Garna 2014).
a. Simtomatik:
 Antipiretika
Parasetamol 7,5 – 10 mg/kgBB/kali, interval 6-8 jam.
 Ekspektoran
Gliseril guaiakolat anak 6-12 tahun : 50 – 100 mg tiap 2-6 jam, dosis
maksimum 600 mg/hari.
 Antikonvulsi bila diperlukan
 Vitamin A dosis tinggi
 Usia 6 bulan-1 tahun : 100.000 unit dosis tinggal p.o
 Usia > 1 tahun : 200.000 unit dosis tunggal p.o
Dosis tersebut diulangi pada hari ke 2 dan 4 minggu, kemudian bila telah
didapat tanda defisiensi vitamin A.
 Antivirus
Antivirus seperti ribavirin (dosis 20-35 mg/kgBB/hari i.v) telah dibuktikan
secara in vitro terbukti bermanfaat untuk penatalaksanaan penderita campak
berat dan penderita dewasa yang immunocompromissed. Namun penggunaan
ribavirin ini masih dalam tahap penelitian dan belum digunakan untuk
penderita anak.

b. Suportif
 Istirahat cukup
 Mempertahankan status nutrisi dan hidrasi
 Perawatan kulit dan mata
 Perawatan lain sesuai penyulit yang terjadi

Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi penyulit


yang timbul, yaitu:
 Bronkopneumonia
Diberikan antibiotic ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis IV
dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/ hari IV dalam 4 dosis, sampai
gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotic diberikan
sampai tiga hari demam reda. Apabila di curigai infeksi spesifik, maka uji tuberculin
dilakukan setelah anak sehat kembali (3-4 minggu kemudian) oleh karena uji
tuberculin bisanya negative (anergi) pada saat anak menderita campak. Gangguan
reaksi delayed hypersensitivity disebabkan oleh sel limfosit T yang terganggu
fungsinya.
 Enteritis
Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan IV
dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis + dehidrasi.
 Otitis media
Seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, sehingga perlu diberikan
antibiotic kotrimoksazol-sulfametoksazol (TMP 4 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2
dosis).
 Ensefalopati
Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga ¾ kebutuhan untuk mengurangi
edema otak, disamping pemberian kortikosteroid. Perlu dilakukan koreksi elektrolit
dan gangguan gas darah.

Anjuran :
 Bila campaknya ringan, anak cukup dirawat di rumah. Kalau campaknya berat atau
sampai terjadi komplikasi maka harus dirawat di rumah sakit.
 Anak campak perlu dirawat di tempat tersendiri agar tidak menularkan penyakitnya
kepada yang lain. Apalagi bila ada bayi di rumah yang belum mendapat imunisasi
campak.
 Beri penderita asupan makanan bergizi seimbang dan cukup untuk meningkatkan
daya tahan tubuhnya. Makanannya harus mudah dicerna, karena anak campak rentan
terjangkit infeksi lain, seperti radang tenggorokan, flu, atau lainnya. Masa rentan ini
masih berlangsung sebulan setelah sembuh karena daya tahan tubuh penderita yang
masih lemah.
 Lakukan pengobatan yang tepat dengan berkonsultasi pada dokter.
 Jaga kebersihan tubuh anak dengan tetap memandikannya.
 Anak perlu beristirahat yang cukup (Poowo Soedarmo, 2012)
1.8 Komplikasi Campak
 Otitis media akut
Invasi virus ke telinga tengah umumya terjadi pada campak. Gendang telinga
biasanya hiperemia pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi
bakteri menjadi otitis media purulenta.
 Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah komplikasi campak yang sering dijumpai (75,2%).
yang sering disebabkan invasi bakteri sekunder, terutama Pneumokokus,
Stafilokokus, dan Hemophilus influenza7. Pneumonia terjadi pada sekitar 6% dari
kasus campak dan merupakan penyebab kematian paling sering pada penyakit
campak.
 Laringotrakeobronkitis
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas,
bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya, ditandai dengan distres
pernafasan, sesak, sianosis, dan stridor. Ketika demam menurun, keadaan akan
membaik dan gejala akan menghilang.
 Ensefalitis
Ensefalitis adalah penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya
terjadi pada hari ke 4-7 setelah timbul ruam, dan sejumlah kecil pada periode pra-
erupsi. Ensefalitis simptomatik timbul pada sekitar 1:1000. Diduga jika ensefalitis
terjadi pada waktu awal penyakit maka invasi virus memainkan peranan besar,
sedangkan ensefalitis yang timbul kemudian menggambarkan suatu reaksi
imunologis.Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi, koma, dan iritabel.
Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas meningkat, twitching, disorientasi, juga dapat
ditemukan. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan pleositosis ringan,
dengan predominan sel mononuklear, peningkatan protein ringan, sedangkan
glukosa dalam batas normal.
 Subacute sclerosing panencephalitis
SSPE (Dawson’s disease) merupakan kelainan degeneratif susunan saraf pusat
yang disebabkan oleh infeksi oleh virus campak yang persisten, suatu penyulit
lambat yang jarang terjadi. Semenjak penggunaan vaksin meluas, kejadian SSPE
menjadi sangat jarang. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang
sebelumnya pernah campak adalah 0,6-2,2 per 100.000. Masa inkubasi timbulnya
SSPE rata-rata 7 tahun.
Sebagian besar antigen campak terdapat dalam badan inklusi dan sel otak yang
terinfeksi, tetapi tidak ada partikel virus matur. Replikasi virus cacat karena
kurangnya produksi satu atau lebih produk gen virus, seringkali adalah protein
matrix. Keberadaan virus campak intraseluler laten dalam sel otak pasien dengan
SSPE menandakan kegagalan sistem imun untuk membersihkan infeksi virus.
Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku, iritabilitas dan
penurunan intelektual yang progresif serta penurunan daya ingat, diikuti oleh
inkoordinasi motorik, dan kejang yang umumnya bersifat mioklonik. Selanjutnya
pasien menunjukkan gangguan mental yang lebih buruk, ketidakmampuan berjalan,
kegagalan berbicara dengan komprehensi yang buruk, dysphagia, dapat juga terjadi
kebutaan. Pada tahap akhir dari penyakit, pasien dapat tampak diam atau koma.
Aktivitas elektrik di otak pada EEG menunjukkan perubahan yang progresif selama
sakit yang khas untuk SSPE dan berhubungan dengan penurunan yang lambat dari
fungsi sistem saraf pusat. Laboratorium: Peningkatan globulin dalam cairan
serebrospinal, antibodi terhadap campak dalam serum meningkat.
 Diare persisten
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada
fase prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus. Diare
persisten bersifat protein losing enteropathy sehingga dapat memperburuk status
gizi.
 Reaktivasi atau memberatnya penyakit TB
 Miokarditis
 Trombositopenia
 Hemorrhagic measles
 Memperburuk status gizi (Poowo Soedarmo, 2012)

Penyulit Campak
Infeksi bakteri berupa superinfeksi, harus diwaspadai bila panas tinggi menetap
sesudah 4 hari dari timbul ruam dan pada pemeriksaan darah rutin ditemukan leukositosis.
Penyulit dapat pula sebagai akibat virulensi virusnya sendiri atau karena daya tahan tubuh
penderita yang rendah seperti malnutrisi.
Beberapa penyulit morbili:
 Otitis media akut (10–15%)
 Pneumonia interstitialis (50–75% disertai dengan kelainan radiologis)
 Miokarditis dan pericarditis
 Ensefalitis: (1/1.000 kasus) biasanya timbul 7–10 hari sesudah timbul ruam,
prognosis 1⁄3 meninggal-1⁄3 cacat-1⁄3 sembuh sempurna
 Subacute sclerosis panencephalitis (SSPE): 0,2–2/100.000 infeksi virus morbili,
masa inkubasi rata-rata 7 tahun (CFR hampir 100% sesudah 6–9 bulan)
 TB paru
 Ulkus kornea: terutama pada defisiensi vit. A (Garna, 2014)
Imunosupresi umum yang mengikuti campak akut pada predisposisi pasien terhadap
otitis media dan bronkopneumonia. Pada sekitar 0,1% kasus, campak menyebabkan
ensefalitis akut. Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE) adalah penyakit degeneratif
kronis langka yang terjadi beberapa tahun setelah infeksi campak (Selina,2018).

1.9 Pencegahan Campak


 Imunisasi aktif
Biasanya diberikan pada usia 15 bulan, tetapi dapat diberikan lebih awal. Vaksin
campak adalah preparat virus hidup yang dilemahkan dan berasal dari berbagai strain
virus campak yang diisolasi pada tahun 1950. Vaksin campak harus didinginkan pada
suhu yang sesuai (2-8 C) karena sinar matahari atau panas dapat membunuh virus
vaksin campak. Dosis baku minimal pemberian vaksin campak yang dilemahkan
adalah 0,5 ml, secara subkutan, namun dilaporkan bahwa pemberian secara
intramuskular mempunyai efektivitas yang sama. Vaksin campak sering dipakai
bersama-sama dengan vaksin rubela dan parotitis epidemika yang dilemahkan, vaksin
polio oral, difteri-tetanus-polio vaksin dan lain-lain. Laporan beberapa peneliti
menyatakan bahwa kombinasi tersebut pada umumnya aman dan tetap efektif.
Gambar Vaksin MMR
 Imunisasi pasif
Dengan serum dewasa, serum konvalesens, globulin plasenta atau gama
globulin efektif untuk pencegahan dan meringankan morbili. Immune serum globulin
(gama globulin), dosis 0,25 mL/kgBB IM maks 15 mL dalam waktu 5 hari sesudah
terpapar tetapi lebih disukai sesegera mungkin. Proteksi sempurna terindikasi untuk
bayi, untuk anak dengan sakit kronis dan untuk kontak di bangsal rumah sakit dan
lembaga-lembaga anak (Poowo Soedarmo, 2012)

Indikasi :
 Anak usia > 12 bulan dengan immunocompromised belum mendapat imunisasi,
kontak dengan pasien campak, dan vaksin MMR merupakan kontraindikasi.
 Bayi berusia < 12 bulan yang terpapar langsung dengan pasien campak
mempunyai resiko yang tinggi untuk berkembangnya komplikasi penyakit ini,
maka harus diberikan imunoglobulin sesegera mungkin dalam waktu 7 hari
paparan. Setelah itu vaksin MMR diberikan sesegera mungkin sampai usia 12
bulan, dengan interval 3 bulan setelah pemberian imunoglobulin.

Dosis anak : 0,2 ml/kgBB IM pada anak sehat; 0,5 ml/kgBB untuk pasien dengan
HIV; maksimal 15 ml/dose IM.
Efek samping yang umum:
 Diperhatikan 7 sampai 10 hari setelah vaksinasi
 Sedikit demam selama 2 sampai 3 hari
 Ruam kemerahan (tidak menular)
 Pilek dan/atau ingus
 Batuk dan/atau mata bengkak
 Mengantuk atau capai
 Pembengkakan kelenjar liur
 Bincul kecil sementara di tempat suntikan
Jika reaksi ringan terjadi, mungkin selama 1 atau 2 hari. Efek samping dapat dikurangi
dengan:
 Minum lebih banyak air
 Tidak berpakaian terlalu hangat
 Meletakkan kain dingin yang basah pada tempat suntikan yang sakit.

Efek samping yang parah


 Ensefalitis (radang otak) dengan angka 1 dari tiap 1 juta
 Trombositopenia (lebam atau pendarahan) dengan angka 1 dari tiap 30.500
dosis

Efek samping yang amat jarang:


 Reaksi alergi parah

Tahapan pemberantasan campak


WHO mencanangkan beberapa tahapan dalam upaya pemberantasan campak,
dengan tekanan strategi yang berbeda-beda pada setiap tahap yaitu :
1. Tahap Reduksi
Tahap ini dibagi dalam 2 tahap :
a. Tahap pengendalian campak
Pada tahap ini ditandai dengan upaya peningkatan cakupan
imunisasi campak rutin dan upaya imunisasi tambahan di daerah dengan
morbiditas campak yang tinggi. Daerah-daerah ini masih merupakan
daerah endemis campak, tetapi telah terjadi penurunan insiden dan
kematian, dengan pola epidemiologi kasus campak menunjukkan 2
puncak setiap tahun.
b. Tahap Pencegahan KLB
Cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi > 80% dan
merata,terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, insiden campak telah
bergeser kepada umur yang lebih tua, dengan interval KLB antara 4-8
tahun.
2. Tahap Eliminasi
Cakupan imunisasi sangat tinggi > 95% dan daerah-daerah dengan
cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah
jarang dan KLB hampir tidak pernah terjadi. Anak-anak yang dicurigai rentan
(tidak terlindung) harus diselidiki dan diberikan imuniasi campak.
3. Tahap Eradikasi
Cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata, serta kasus campak sudah
tidak ditemukan. Transmisi virus campak sudah dapat diputuskan, dan negara-
negara di dunia sudah memasuki tahap eliminasi (Buku Ajar

1.10 Prognosis Campak


Pada umumnya prognosis campak termasuk kategori baik. CDC melaporkan
angka kematian anak-anak dari infeksi campak di Amerika Serikat menjadi 0,1-0,2%.
Campak merupakan penyebab utama kebutaan pada anak di negara berkembang. Secara
global, campak tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian pada anak kecil.
CDC melaporkan angka kematian anak-anak dari infeksi campak di Amerika Serikat
menjadi 0,1-0,2%. Tingkat kematian kasus lebih tinggi di kalangan anak-anak di bawah
5 tahun. Tingkat kematian tertinggi adalah di antara bayi berusia 4-12 bulan dan pada
anak-anak yang immunocompromised karena infeksi virus kekebalan manusia (HIV)
atau dengan gangguan defisiensi imun, kekurangan gizi, kekurangan vitamin A, dan
vaksinasi yang tidak diketahui. (Selina, 2018).
Daftar Pustaka

Centers for Disease Control and Prevention. Epidemiology and prevention of vaccine-
preventable diseases. Edisi ke-8 [diunduh 15 Maret 2018, pukul 19.30 WIB].
http://www.cdc.gov/nip/ publications/pink/dip.pdf.

Garna H. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak edisi 5. Bandung : Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UNPAD, 2014

Poowo Soedarmo, Sumarmo S. 2012 Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi Kedua.
Jakarta: badan Penerbit IDAI. Page 109-121)

Selina SP Chen, MD, MPH Assistant Professor of Pediatrics, Department of Internal Medicine,
John A Burns School of Medicine, University of Hawaii; Internal Medicine and Pediatric
Hospitalist, Kapiolani Medical Center for Women and Children; Internal Medicine Hospitalist,
Straub Clinic and Hospital; Electronic Medical Record Physician Liaison and Trainer
(https://emedicine.medscape.com/article/966220-overview#showall) update : 22 febuari,2018.
Diakses tanggal 15 Maret 2018 pukul 20.00 WIB.

Soegeng Soegijanto. 2002. Campak. dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.
Hal. 125.

Anda mungkin juga menyukai