Anda di halaman 1dari 31

BAB II

KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS


A. Kerangka Teori
1. Patellofemoral Pain Syndrome
a. Definisi
Patellofemoral Pain Syndrome adalah kumpulan gejala berupa nyeri dan gangguan
gerak pada ekstremitas bawah oleh karena kerusakan pada permukaan cartilage sendi
patellofemoral yang disebabkan malalignment patella ke sisi lateral oleh imbalance
otot quariceps terutama kelemahan otot vastus meialis dan medial retinaculum serta
faktor genu valgus yang menyebabkan abnormalitas alur gerak patella menjadi
bergeser ke lateral. Gesekan yang abnormal tersebut jika terus-menerus berlanjut
ditambah dengan beban mekanik yang overuse dan overload akan menyebabkan
kerusakan ada jaringan peredam tekanan yaitu cartilage.
Patellofemoral pain syndrome adalah nyeri lutut yang sering terjadi dari semua
penyebab nyeri lutut yang dialamai kebanyakan orang, sindrome ini ditandai dengan
adanya nyeri yang dirasakan disekitar tempurung lutut. Hampir semua orang pernah
mengalaminya, terutama pelari, pengendara sepeda, pejalan kaki, pekerja kantoran
khususnyayang sebagian besar aktivitasnya dalam keadaan duduk, dan juga sering
terjadi pada remaja. Hampir 40% sindrome ini diderita oleh pengendara sepeda motor
yang setiap tahunnya mengeluh nyeri di sekitar anterior lututnya, namun penderita
sindroma ini yang paling banyak adalah para pelari jarak jauh (Ingraham, 2012).
Gesekan disisi lateral sendi juga menyebabkan kerusakan jaringan lain disekitar
sendi yaitu jaringan periosteum, gesekan ini menyebabkan kerobekan periosteum
sampai ke permukaan tulang. Pada bagian cartilage akan mengalami perubahan
bentuk menjadi tipis dan kemudian erosi, hal ini menyebabkan lapisan subchondral
dan tulang terjadinya penekanan atau gesekan, pada permukaan sendi ini akan
menimbulkan iritasi syaraf karena adanya benturan antar tulang.
Pada periosteum akan terjadi kerusakan yang menyebabkan terbentuknya fibrous
baru, sedangkan jaringan subchondral dan tulang yang rusak akan muncul osteofit
baru dan akan terbentuk cartilage-cartilage baru. Proses reinjury akan terjadi seiring
aktivitas menjadi suatu inflamasi kronis, rasa nyeri akan terus dirasakan selama
jaringan terus mengalami kerusakan. Pembentukan osteofit-osteofit baru yang tajam
jika saling berbenturan juga akan mengiritasi dan dapat timbul nyeri. Penumpukan
fibrosus pada periosteum membentuk abnormal crosslink (spasme, iskemik, nyeri)
osteofit tulang dan subchondral akan menebal sehingga kekuatan tumpu dan absorbsi
tumpuan menurun.
Secara fungsi maka terjadi perubahan alur gerak patella, gerak patella akan terbatas
dan terganggu oleh adanya abnormal crosslink, penebalan osteofit dan subchondral,
juga karena menurunnya fungsi cartilage sebagai pelicin dan pengarah gerakan
sekaligus peredam tekanan dan gerusan.
Ketidakseimbangan antara otot quadriceps juga dapat mengubah dinamika dari sendi
patellofemoral. Ketidakseimbangan ini menyebabkan bergesernya patella ke lateral
dikarenakan pergerakan otot vastus lateralis selama ekstensi lutut. Apabila terjadi
kelemahan pada salah satu otot di sekitar lutut, baik otot agonis dan antagonis, otot-
otot tersebut akan kehilangan kontrol dari proprioceptif sehingga timbul
ketidakstabilan pada sendi lutut yang menyebabkan beban di sendi lutut menjadi
berlebihan. Hal ini akan mempengaruhi stabilisasi dinamis sendi lutut menjadi buruk.

Gambar 2.1 : Patellofemoral pain syndrome


Sumber : PubMedHealth
b.
Gambar 2.1 menjelaskan bahwa patellofemoral pain syndrome merupakan nyeri yang
terjadi akibat adanya tekanan dan gesekan berlebih akibat adanya ketidakseimbangan
otot quadriceps, misalnya tightness pada otot quadriceps yang meningkatkan stress
pada sendi patellofemoral ditambah adanya kompresi berulang seperti berjalan,
berlari, melompat dan bersepeda sehingga menyebabkan kerusakan pada permukaan
artikular femur dan patella.
c. Etiologi
Berdasarkan pengertian yang sudah dijelaskan bahwa PFPS merupakan gangguan
fungsi dari tulang patela terhadap letaknya pada trochlea tulang femur. Tentunya ada
beberapa penyebab yang mengakibatkan adanya nyeri di sekitar tulang patela
khususnya pada atlet.
Dari beberapa studi mengatakan bahwa penyebab PFPS yang utama adalah adanya
penurunan fungsi dari otot quadriceps. PFPS terjadi karena adanya ketidakstabilan
tulang patela terhadap femur yang bergeser ke sisi lateral akibat dari kelemahan otot
vastus medialis oblique. Bahkan otot VMO bisa menjadi distrofi sehingga kontrol
kerja otot menurun.
Hal tersebut dibuktikan pula oleh Petty et al (2011) menyebutkan bahwa penyebab
dari PFPS itu diakibatkan oleh adanya pengecilan otot (atrofi) vastus medialis
sehingga terjadinya ketidakseimbangan kinerja dari grup otot quadriceps yang
menjadikan kontrol motorik fungsional anggota gerak bawah menjadi berubah dan
membentuk gerak kompensasi.
Dalam penelitiannya, pada penderita patellofemoral pain syndrome terjadi
penurunan cross sectional area dari otot vastus medialis oblique dengan pebedaan
kurang lebih dua sentimeter (± 2 cm) dengan yang bukan penderita patellofemoral
pain syndrome.
d. Patofisiologi
Patellofemoral pain syndrome merupakan kasus non trauma. Melihat etiologi yang
sudah dijelaskan diatas, tentunya ada proses yang menjadika patella femoral pain
syndrome mengganggu aktivitas fisik atlet. Oleh karena adanya pergeseran dari posisi
patella terhadap trochlea menimbulkan tekanan dan gesekan berlebih yang akan
meningkatkan stress pada sendi patellofemoral sehingga menyebabkan kerusakan
pada permukaan artikular femur dan patella. Namun pada penderita patellofemoral
pain syndrome yang sudah kronis akan ditemukan adanya atrofi grup otot quadriceps
terutama pada otot vastus medialis oblique (Petty et al, 2011).
Ketidakseimbangan kerja otot (muscle imbalance) dari otot quadriceps yaitu
kinerja otot vastus medial oblique lebih lambat dibandingkan dengan otot vastus
latelaris. Hal tersebut dikarenakan dalam proses peradangan menyebabkan
penurunan masa otot di sekitar sendi. Atrofi otot tersebut menginhibisi dari sistem
neuromuskular pada otot vastus medial oblique (Bolgla et.al, 2008). Inhibisi
neuromuskular pada otot vastus medial oblique menyebabkan stabilisasi patella sisi
medial menjadi menurun. Sehingga ligamen patellofemoral sisi medial bekerja terus
menerus untuk dapat mempertahankan posisi patella. Maka dari itu stabilisator patella
sisi lateral akan menarik patella lebih kearah lateral dan menyebabkan tulang patella
bergesakan dengan tulang femur.
Karena otot vastus medial oblique mengalami penurunan fungsi maka grup otot
quadriceps memerlukan otot lain untuk tetap dapat melakukan gerak fungsional. Oleh
karena itu otot vastus lateralis dan illiotibial band akan terus-menerus bekerja untuk
dapat menstabilkan patella hingga menimbulkan ketegangan otot dan juga dapat
meningkatkan tarikan patella ke lateral yang dapat menekan patella dengan trochlea
femur. Selain itu juga tidak simetrisnya rotasi dari sendi panggul ke arah internal
rotasi menyebabkan gerak kompensasi dari sendi lutut untuk dapat menstabilkan
posisi patella ke sisi medial yang ditujukan untuk dapat mengurangi nyeri pada sendi
lutut (Cibulka et.al, 2005).
Melihat gangguan pada grup otot quadriceps yang menyebabkan pergeseran tulang
patella ke lateral akibat dari ketidakseimbangan fungsi otot quadriceps, pergeseran
patella terebut akan meningkatkan sudut Q-angle (Bolgla dan Boling, 2011).
Alignment patella di bidang frontal dipengaruhi oleh garis tarikan otot quadriceps dan
karena kemelekatannya dengan tubercel tibialis melalui tendon patella. Q-angle
adalah sudut yang dibentuk oleh dua garis berpotongan: satu dari spina iliaka anterior
superior ke mid patella, dan yang lain dari tubercel tibialis melalui mid patella.
Postur anggota gerak bawah akan mempengaruhi dari Q-angle. Secara umum
dipercayai bahwa sudut Q-angle 20 pada perempuan dapat menyebabkan adanya
gangguan pada sendi lutut. (Mckeon J.M et al,. 2009) Dimana tulang tibia yang
mengalami perputaran (torsion) ke arah eksternal rotasi saat sendi lutut bergerak
ektensi dapat meningkatkan sudut resultan yang berakibat tegangan quadriceps
meningkat sehingga menarik patella ke lateral saat ekstensi. (Amis, 2007)
Pergeseran tulang patella ada yang hanya bergeser ke lateral saja, atau tulang patella
mengalami perputaran diagonal, dan bahkan sisi medial patella terangkat (patellar
tilt) sehingga sisi lateral patella dengan femur saling bergesekan
e. Patologi Fungsional
Berdasarkan ICD-10 M22.2 Patellofemoral Pain Syndrome adalah patologi pada
cartilage sendi patellofemoral kondisi ini tentunya memiliki gangguan pada fungsi
lutut, dimana berdasarkan patologi fungsional di kategorikan sebagai berikut :
1) Body Functions and Structure Impairment
Patellofemoral Pain Syndrome adalah patologi yang terjaadi pada sendi lutut
(ICF code s75010 knee joint) dimana terjadi ketidakseimbangan system jaringan
lunak pembentuk stabilitas lutut (b715 stability) terutama stabilitas sisi medial oleh
kelemahan otot vastus medialis (b730 Muscle power functions),(b7300 Power of
isolated muscles and muscle group) yang menyebabkan malalignment patella.
Akibatnya gesekan terus-menerus akan menggerus cartilage hingga menipis,
mengelupas dan membuka permukaan sendi akan membentur dan menghantam
permukaan tulang sehingga mengiritasi ujung saraf dan nyeri.
Kerusakan cartilage menyebabkan matrix rusak,pembentukan dan difussi
protein terganggu dan terjadi kematian jaringan cartilage di area injury. Cartilage
berpengaruh terhadap fungsinya pada sendi patellofemoral sebagai peredam
tekanan dan gerusan serta pelican dan pengarah gerakan.
Kerusakan juga terjadi pada periosteum ,dimana gesekan dan tekanan yang
terus-menerus mengiritasi dan merobek periosteum. Fungsi periosteum sebagai
pelindung tulang akan terkelupas, gesekannya kemudian mengenai permukaan
tulang sehingga permukaan tulang menjadi rusak dan kasar.
Kerusakan jaringan menimbulkan inflamasi dan nyeri yang memaksa seseorang
membatasi aktivitasnya, immobilisasi akan menyebabkan terganggunya suplay
darah ke area patellofemoral sehingga sirkulasi nutrisi serta zat sisa metabolism
akan sedikit terhambat dan nyeri akan terus dirasakan selama zat sisa ini masih ada.
Penumpukan fibrous pada periosteum akan membentuk abnormal crosslink.
Pada subchondral dan tulang akan terjadi penebalan osteofit yang menyebabkan
gerak patella terbatas (b710 Mobility of joint functions),(b7100 Mobility of a single
joint),kekuatan tumpu dan absorbs tumpuan menurun. Nyeri juga menyebabkan
pola jalan antalgic (b770 Gait pattern functions) dan inefisiensi kerja otot
quadriceps sehingga seseorang akan merasakan kelemahan (b730 Muscle Power
functions) ketika melakukan suatu kerja tertentu.
2) Activity Limitation
Berdasarkan structure impairmet dan functional limitation telah di bahas bahwa
pada Patellofemoral Pain Syndrome terjadi kerusakan pada jaringan spesifik sendi
patellofeoral yang menyebabkan keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari. Seseorang akan kesulitan dalam aktivitas fungsional ekstreitaas bawah seperti
squat (ICF code d45151) karena inefisiensi kerja otot quadriceps terutama
kelemahan otot vastus medialis,juga karena nyeri akibat kontraksi otot quadriceps
secara eksentrik yang menarik patella keatas dan oleh tendon patellaris patella
ditarik kebawah sehingga squat menekan patella.
Aktivitas melompat (d4553) juga sulit dilakukan karena pada awalan melompat
dibutuhkan posisi squat dimana posisi ini terasa berat karena mengiritasi dan
menyebabkan nyeri ditambah dengan akhiran lompatan mendapat tekanan oleh
beban tubuh serta gravity force sehingga sendi patellofemoral juga akan
terkompresi dan timbul nyeri. Naik-turun tangga (d4551) bahkan lebih berat
dikerjakan karena aktivitas ini pada prinsipnya menumpu berat tubuh pada satu kaki
secara bergantian,lutut mendapat beban tubuh saat pijakan kaki posisi fleksi ke
ekstensi untuk menaiki tangga,dan otot quadriceps harus berkontraksi besar untuk
menopang berat tubuh tersebut,sehingga permukaan sendii patellofemoral
mendapat tekanan dan gerusan yang semakin mengiritasi dan menambah rasa nyeri.
Aktivitas berat lain yaitu berjalan jarak jauh (d4501) dan berlari (d4552) keduanya
merupakan gerakan yang kontinyu sehingga gesekan dan tekanan semakin merusak
bahkan dapat muncul jalan pincang (b770).
3) Participations Restriction
Partisipasi seseorang juga akan mengalami keterbatasan ketika memiliki
patologi patellofemoral pain syndrome,yaitu mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan kualitas hidup berupa kesenangan yang didapat dalam konteks lingkungan
maupun kehidupan sosial dalam hal pekerjaan, olahraga dan rekreasi. Aktivitas
pekerjaan yang mengalami gangguan adalah mengangkat barang berat (ICF code
d4300) dikarenakan pembebanan mekanik kepada lutut akan bertambah seiring
bertambahnya beban yang dibawa,naik-turun tangga telah dijelaskan bahwa
menaiki tangga menggunakan satu kaki untuk menahan beban tubuh sekaligus
berkontraksi untuk memindahkan kaki yang satu menaiki tangga berikutnya,hal ini
sangat terasa nyeri karena kompresi lutut terjadi oleh karena kontraksi otot dan
pembebanan.
Mendorong suatu benda dengan kaki juga akan terasa sulit dikarenakan rasa
nyeri ketika terjadi gesekan pada permukaan patella. Menggunakan alat
transportasi umum seperti bus atau angkot juga akan mengalami kesulitan karena
rasa nyeri dimulai dari seseorang akan menaiki kendaraan umum tersebut, begitu
juga ketika berdiri terlalu lama ataupun duduk yang terlalu lama.
Akitivitas olahraga dan rekreasi seperti bersepada akan terganggu atau bahkan
tidak dapat dilakukan kembali karena gerakan ayunan pada sepeda banyak
menggunakan gerakan lutut, sepeda static tanpa beban mungkin tidak masalah
namun ketika bersepeda pada jalanan yang naik-turun akan sangat nyeri akibat
gesekan berlebih pada permukaan patella.
Berlari sudah tentu akan sulit dikerjakan karena otot quadriceps harus
berkontraksi kuat agar dapat berlari kencang, patella akan bergerak naik turun
secara cepat sekaligus mengiritasi permukaanya yang luka sehingga nyeri akan
sangat mengganggu kegiatan berlari. Pada gerakan melompat telah diketahui pada
awalan melompat dibutuhkan posisi squat yang menyebabkan nyeri ditambah
dengan akhiran lompatan mendapat tekanan beban tubuh serta gravity force
sehingga terkompresi dan timbul nyeri.
Berjalan di permukaan yang tidak rata dan climbing adalah berjalan pada kontur
naik-turun seperti daerah perbuktian dimana pada prinsip gerakannya seperti naik-
turun tangga hanya saja lebih berat dikarenakan bidang yang landai.
Olahraga permainan dalam hal ini yaitu olahraga yang berhubungan dengan
aktivitas fungsionalnya yang terganggu seperti melompat atau pun berlari seperti
basket dan sepak bola. Hal lain yang mungkin dapat terganggu adalah kegiatan
spirituaitas tertentu yang memaksa adanya penekanan pada sendi-sendi lutut
khususnya patellofemoral yaitu seperti pada gerakan sholat.
2. Anatomi dan Biomekanik Sendi Lutut
Sendi lutut adalah sendi terbesar yang menopang hampir seluruh beban tubuh
manusia. Sendi ini diklasifikasikan dalam synovial hinge joint dengan gerakan yang terjadi
adalah fleksi dan ekstensi. Pada sendi lutut juga terdapat gerakan rotasi tetapi bukan rotasi
murni yang dilakukan oleh sendi lutut tetapi merupakan kerjasama dengan sendi lain.
Sendi lutut berfungsi menopang tubuh , membentuk sikap tubuh, dan fungsi seperti
menendang.
Patellofemoral joint merupakan jenis modified plane joint atau sendi datar, yang
merupakan persendian antara patella dengan trochlear femur, berfungsi membantu
mekanisme kerja dan mengurangi friksi quadriceps.
a. Struktur Tulang
Sendi patellofemoral joint dibentuk oleh dua tulang, yaitu tulang patella dan tulang
femur.
1) Os Femur
Os femur merupakan tulang terpanjang dan terbesar dalam tubuh manusia
yang bertugas meneruskan berat tubuh dari tulang coxae ke tibia sewaktu kita
berdiri. Bagian proksimal dari tulang ini terdiri dari caput femoris yang bersendi
dengan acetabullum, collum femoris dan trochanter major dan minor. Ujung distal
tulang femur berakhir menjadi dua condylus yaitu epicondylus medialis dan
epicondylus lateralis yang bersendi dengan tibia.
Os femur terdiri dari epiphysis proksimal, diaphysis dan epiphysis distalis.
Di bagian proksimal tonjolan tersebut terdapat sebuah bulatan kecil yang disebut
epicondylus lateralis dan medialis. Dari depan terdapat dataran sendi yang
melebar ke lateral yang disebut facies patellaris yang nantinya bersendi dengan
tulang patella. Antara epicondylus medialis dan lateralis terdapat trochlear
femur atau femoral groove yaitu tempat melekatnya tulang patella. Trochlear
femur tertutup cartilage berbentuk concave namun convex di kedua sisi
trochlearnya, sisi lateral condyles lebih tinggi dibanding dengan medial
condyles.
2) Os Patella
Os patella merupakan tulang sesamoid terbesar pada tubuh manusia. Tulang ini
berbentuk segitiga pipih yang basisnya menghadapi ke proximal dan apex atau
puncaknya menghadap ke distal. Tulang ini mempunyai dua permukaan, yang
pertama menghadap ke sendi (facies artikularis) dengan femur dan yang kedua
menghadap ke depan (facies anterior). Facies anterior dapat dibagi menjadi tiga
bagian dan bergabung dengan tendon quadriceps. Pada sepertiga atas merupakan
tempat pelekatan tendon quadriceps, ada sepertiga tengah merupakan tempat
beradanya saluran vascular, dan pada sepertiga bawah termasuk apex merupakan
tempat awal ligament patella.
Patella berfungsi untuk memudahkan kerja mekanik dari otot quadriceps,
sebagai mekanisme untuk melindungi tendon quadriceps dari abrasi dan
meningkatkan distribusi kekuatan di seluruh tendon. Selain itu patella bertindak
untuk meningkatkan pengungkit biomekanik dari otot quadriceps selama
ekstensi, bertindak sebagai fulcrum dengan efek terbesar terlihat pada 20° fleksi
dan meningkatkan ekstension force lutut sebesar 30%.
b. Persendian
Lutut terdiri dari tiga buah sendi, yaitu tibiofemoral joint, patellofemoral joint dan
proximal tibiofibular joint.
1) Patellofemoral Joint
Merupakan jenis modified plane joint yang menghubungkan tulang femur dan
patella. Sendi ini berfungsi membantu mekanisme kerja dan mengurangi friction
quadriceps. Gerak geser patella terhadap femur mengikuti pola ulur gerak lurus
melengkung ke medial lurus. Gerak geser patella ke proksimal dan ke distal saat
ekstensi dan fleksi. Saat ekstensi disertai gerak geser patella ke medial hingga
kembali lurus. Sendi patella femoralis mempunyai facies artikularis yang terdiri
atas tiga permukaan pada bagian lateral dan satu permukaan pada bagian medial.
Muskulus vastus lateralis, vastus intermedius dan rectus femoris sebagai
stabilisator aktif berfungsi menarik patella kearah proksimal sedangkan muslukus
vastus medialis berfungsi menarik patella ke arah medial sehingga posisi patella
stabil.
2) Tibiofemoral Joint
Sendi dengan sinovial hinge joint (sendi engsel) yang mempunyai dua
derajat kebebasan gerak. Gerak fleksi dan ekstensi terjadi pada bidang sagital
disekitar axis medial-lateral dan gerak rotasi terjadi pada bidang transversal di
sekitar axis vertical (longitudinal). Sendi tibiofemoral di bentuk oleh condylus
femoris, sendi ini mempunyai permukaan yang tidak rata yang di lapisi oleh lapisan
tulang rawan yang relatif tebal dan meniscus. ROM pasif gerak fleksi berkisar
130°-140° hiperekstensi 5°-10° masih dalam batas normal. Derajat rotasi terbesar
terjadi pada posisi 90° fleksi yaitu sekitar 45° lateral rotasi dan medial rotasi.
3) Proksimal Tibiofibular Joint
Sendi dengan jenis plane synovial joint yang terbentuk antara caput fibula
dengan tibia. Sendi ini turut berperan dalam menerima beban. Dilihat dari segi
fungsional sendi ini lebih cenderung termasuk kedalam persendian ankle karena
pergerakan yang terjadi di lutut merupakan pengaruh dari gerak ankle ke arah
cranial dorsal. Arthrokinematik dari sendi ini terdiri atas gerak geser ke cranial
dan dorsal saat ankle joint melakukan dorsi fleksi.

Gambar 2.2 anatomi tulang dan sendi lutut


Sumber : Kisner C.Colby L.A. 2012.
c. Ligamentum
Ligament merupakan jaringan spesifik yang mempunyai sifat ekstensibility dan
kekuatan yang cukup kuat yang berfungsi sebagai pembatas gerakan dan stabilisator
pasif sendi. Ligamen berdiri sendiri dan merupakan penebalan dari tunica fibrosus.
Pada sendi patellofemoral terdapat ligament patellaris. Pada sendi lutut sendiri terdiri
dari beberapa ligament, yaitu:
1) Ligament Patellaris
Ligament patellaris berasal dari tendon otot quadriceps yang berjalan dari
patella sampai tuberositas tibia. Ligament patellaris merupakan ligament
yang kuat dan datar yang melekat pada lower margin patella dengan dengan
tuberositas tibia dan melewati bagian depan atas patella dan serabut
superficial yang berlanjut pada pusat serabut pada tendon quadriceps femoris.
Ligament patellaris membentuk dinding pada bagian depan bagian depan
kapsul artikularis dan merekat erat pada kapsul artikularis, sehingga ligamen
ini dapat disebut ligament kapsular.
2) Ligament Collaterale Fibulare
Ligament ini menyerupai tali dan melekat di bagian atas pada condylus
lateralis dan dibagian bawah melekat pada capitulum fibulae. Ligament ini
dipisahkan dari capsul sendi melalui jaringan lemak dan tendon m. popliteus.
Dan juga dipisahkan dari meniscus lateralis melalui bursa m. poplitea.
3) Ligament Collaterale Tibiae
Ligament ini melekat dibagian atas pada condylus medialis femoris dan
pada bagian bawah melekat pada margo infraglenoidalis tibia. Ligament ini
menembus dinding capsul sendi dan sebagian melekat pada meniscus
medialis. Di bagian bawah pada margo infraglenoidalis, ligament ini
menutupi tendon m. semimembranosus dan inferior medialis genu.
4) Ligament Popliterum Obliquum
Merupakan ligament yang kuat, terletak pada bagian posterior dari sendi
lutut, letaknya membentang secara oblique ke medial dan bawah. Sebagian
dari ligament ini berjalan menurun pada dinding kapsul dan fascia m. poplitea
dan sebagian lagi membelok ke atas menutupi tendon m. semimembranosus
5) Ligament Intracapsular
Ligament cruciata adalah dua ligamen intra capsular yang sangat kuat,
saling menyilang didalam rongga sendi. Ligament ini terdiri dari dua bagian
yaitu posterior dan anterior sesuai dengan perlekatannya pada tibia. Ligament
ini penting karena merupakan pengikat utama antara femur dan tibiae.
6) Ligament Cruciata Anterior
Ligament ini melekat pada area intercondylaris anterior tibia dan mengarah
kearah atas, kebelakang dan lateral untuk melekat pada bagian posterior
permukaan medial condylus lateralis femoris. Ligament ini akan mengendur
bila lutut ditekuk dan akan menegang bila lutut diluruskan sempurna.
7) Ligament Cruciatum Posterior
Ligament cruciatum posterior melekat pada area intercondylaris posterior
dan mengarah kearah atas, depan dan medial, untuk dilekatkan pada bagian
anterior permukaan lateral condylus medialis femoris. Serat-serat anterior
akan mengendur bila lutut sedang ekstensi, namun akan menjadi tegang bila
sendi lutut dalam keadaan fleksi. Serat-serat posterior akan menjadi tegang
dalam keadaan ekstensi. Ligament cruciatum posterior berfungsi untuk
mencegah femur ke anterior terhadap tibia. Bila sendi lutut dalam keadaan
fleksi , ligamen cruciatum posterior akan mencegah tibia tertarik ke posterior.
d. Otot
Otot penggerak sendi lutut dibagi dalam kelompok fleksor dan ekstensor, otot ini
befungsi sebagai stabilisasi dinamik
1) Kelompok Otot Ekstensor Lutut
Otot ekstensor lutut biasa disebut otot quadriceps yang berfungsi untuk gerakan
lutut. Group otot ini terdiri dari 4 otot; yaitu m. rectus femoris, m. vastus medialis,
m. vastus lateralis dan m. vastus intermedius. Dimana keempat otot ini berinsersio
pada tuberositas tibia
a) M.Rectus Femoris
Otot tersebut mempunyai dua tendon yang satu melekat di spina iliaca
anterior superior (SIAS) dan caput reflexum dari pinggir atas lekuk sendi
panggul di dalam sulcus supra acetabular dan terletak di bagian tengah
anterior femur. Origo: Spina iliaca anterior inferior. Insertio : Basis patella.
Inervasi : nervus femoris. Fungsi : Fleksi Hip, Abduksi Hip, Ekstensi Knee.
Serabut otot rectus femoris merupakan jenis bipennate dan berfungsi sebagai
penggerak utama untuk fleksi dan ekstensi lutut. Otot ini lebih kuat untuk
ekstensi lutut dibadingkan dengan fleksi hip tetapi tetap membantu otot seperti
psoas, illiacus, sartorius, dan tensor fascia latae dalam menggerakkan hip
karena berasal dari SIAS.
Nyeri depan lutut dapat disebabkan oleh kompresi dari permukaan artikular
patella ke trochlear femur. Kompresi terus-menerus dan dalam waktu yang
lama dapat menghilangkan artikular tulang rawan, menyebabkan masala lutut
kronis
b) M.Vastus Lateralis
Seratnya membungkus bagian luar paha di lateral linea aspera, vertikal pada
tulang paha posterior, tebal, serat oblique vastus lateralis lebih dalam ke
illiotibial band dan di anterior bergabung dengan tendon otot quadriceps lain
membentuk tendon patella.
Vastus lateralis, intermedius, vastus medialis dan rectus femoris memiliki
fungsi tunggal untuk ekstensi lutut. Vastus lateralis sering berkembang lebih
baik dibandingkan dengan vastus medialis. Ketidakseimbangan otot ini dapat
menyebabkan malaligment patella. Patella dapat tertarik ke lateral dalam alur
femoralis dan menyebabkan rasa sakit karena iritasi pada cartilage.
M. Vastus Medialis
Seratnya membungkus bagian dalam paha sisi medial linea aspera, vertikal
pada tulang femur posterior. Otot vastus medialis adalah otot yang tebal, serat
vastus medialis yang oblique membentuk seperti teardrop pada anteromedial
lutut.
Seperti vastus lateralis dan intermedius, vastus medialis memiliki fungsi
tunggal untuk ekstensi lutut. Seratnya lebih berorientasi di medial dan
menyeimbangkan otot vastus lateralis. Kekuatan dan fleksibilitas antara
vastus medialis dengan vastus lateralis yang seimbang berkontribusi pada
letak patella yang tepat dalam alur femoralis.
c) M. Vastus Intermedius
Berada dibawah otot rectus femoris. Berada di paha depan yang
memungkinkan untuk menarik paha dengan kuat. Otot vastus intermedius
bekerja bersama dengan vastus lateralis dan vastus medialis namun seratnya
kurang oblique. Otot ini menarik secara vertikal bukan pada sudut miring
seperti vastus medial dan vastus lateral.
Seperti otot vastus lain, vastus intermedius memiliki fungsi tunggal sebagai
ekstensi lutut. Semua otot vastus sangat berperan penting dalam gerakan
seperti berjalan, melompat dan menendang serta sebagai stabilitas lutut.
2) Kelompok Otot Lateral Lutut
Yaitu kelompok otot yang berada di sisi lateral lutut selain otot vastus lateralis,
yaitu otot tensor fascia latae dan illiotibial band.
a) M. Tensor Fascia Latae
M. Tensor Fascia Latae adalah otot kecil di tepi lateral anterior hip. Tensor
fascia latae dengan sartorius membentuk huruf “v” di depan paha. Kedua otot
ini melakukan gerakan fleksi hip dengan arah rotasi berlawanan. Tensor fascia
latae dan sartorius keduanya aktif ketika gerakan pivots kaki.
b) M. Illiotibial Band
M. Illiotibial Band adalah otot besar, tebal, tendonnya terkait dengan tensor
fascia yaitu suatu struktur yang sangat penting di ekstremitas bawah, disebut
Illiotibial band. llliotibial band yaitu sebuah stabilizer utama untuk hip dan
lutut bagian lateral tensor fascia latae (anterior) dan gluteus maximus
(posterior) turun ke lateral ke illiotibial band. Illiotibial band ini tebal
melampaui paha luar dan menempel ke anterior, lateral condilus tibia. Bagian
distalnya membantu ligament collateral lateral untuk mencegah pemisahan
antara condilus femoralis dan tibialis lateral.
Ketegangan di tensor fasia latae, gluetues maximus,dan illiotibial band terkait
dapat membuat gesekan di proximal pada trochanter major atau distal di
condilus lateral femur. Gesekan berlebihan sering mengakibatkan cedera ke
bursa atau tendon. Mempertahankan fleksibilitas iliotibial band dan kekuatan
keseimbangan antara adductors dan abductors dari hip membantu mencegah
masalah.
3) Kelompok Otot Pes Anserinus
Pes anserinus merupakan otot stabilisator aktif lutut bagian medial dan berfungsi
menjaga ligament collateral medial dari cedera. Pes anserinus terdiri atas
a) M. Sartorius
M. Sartorius adalah otot terpanjang yang ada di dalam tubuh manusia.
Gerakannya seperti posisi duduk bersila yaitu fleksi lutut, abduksi dan
eksternal rotasi hip. Sartorius adalah otot lutut yang panjang, ramping dan
sangat dangkal di paha. Berasal dari spina illiaca anterior dan berjalan miring
melewati paha dalam, fascianya menuju ke pes anserius superficial dan
diletakan pada fascia dan medialis terhadap tuberositas tibia.
Otot sartorius bekerja pada pada dua buah sendi, sebagai fleksor lutut,
bersama-sama dengan otot lain pes anserinus berfungsi sebagai rotator
medialis tungkai bawah. Selain itu juga sebagai fleksor pada sendi pinggul.
Berdasarkan jenisnya otot tersebut juga berfungsi sebagai rotator lateralis pada
sendi pinggul.
b) M. Gracialis
M. Gracialis adalah otot abduktor yang paling medial dengan bentuk dan
fungsi yang sama dengan sartorius. Keduanya melewati pinggul dan lutut dan
berakhir di tibia pada tendon pes anserinus. Origo terletak pada ramus pubis
yang memungkinkan fleksi hip lebih kuat dibandingkan dengan otot adduktor
lain. Juga untuk gerakan fleksi dan internal rotator lutut.
c) M.Semitendinosus
M. Semitendinosus adalah otot ini berasal dari tuber ischiadicum dan berjalan
ke facies medialis tibia bersama dengan M. Gracilis dam M. Sartorius untuk
bergabung dengan pes anserinus. Otot ini bekerja pada dua sendi, ekstensi
pada sendi pinggul dan fleksi pada sendi lutut dan rotasi medial tungkai
bawah.
e. Osteokinematik dan Arthokinematik Sendi lutut
1) Osteokinematik
Osteokinematik adalah analisis gerak yang dilihat dari pergerakan tulang atau
pergerakan sendi dilihat dari pergerakan tulang. Ini meliputi rotasi ayun, rotasi
putar, dan rotasi spin. Gerak geser patella ke proximal dan ke distal saat ekstensi
dan fleksi. Gerak geser patella terhadap femur mengikuti pola alur gerak lurus-
melengkung ke medial-lurus, yaitu saat posisi fleksi, patella berada di sisi lateral
kemudian saat bergerak ekstensi patella bergerak geser ke medial hingga lutut
kembali lurus, namun patella masih dominan berada di sisi lateral meskipun lutut
sudah full ekstensi.
Kontak antara patella dan femur berubah sepanjang ROM lutut. Ketika patela
berada di sulkus femoralis saat ekstensi lutut, hanya ujung inferior patela yang
melakukan kontak dengan tulang paha. Ketika lutut mulai bergerak fleksi, patella
meluncur ke tulang femur, meningkatkan area kontak permukaan. Dengan ini,
kontak pertama antara patella dan tulang femur terjadi di sepanjang batas inferior
dari kedua aspek medial dan lateral patella pada 10° sampai 20° fleksi lutut.
Ketika fleksi tibiofemoral, area kontak meningkat dan bergeser dari lokasi inferior
awal pada patella ke posisi yang lebih superior. Ketika area kontak bergeser secara
superior di sepanjang aspek posterior patella, ia juga menyebar ke luar untuk
menutupi sisi medial dan lateral. Pada 90° fleksi lutut, semua bagian patela telah
mengalami beberapa kontak (meskipun tidak konsisten), dengan pengecualian dari
segi odd facet.
Ketika fleksi terus melampaui 90°, area kontak mulai kembali secara inferior sekali
lagi karena sisi odd facet yang lebih kecil membuat kontak dengan kondilus
femoralis medial untuk pertama kalinya. Pada fleksi penuh, patella bersarang di
alur interkondilaris, dan kontak berada pada sisi lateral dan odd facet, dengan sisi
medial benar-benar tidak bersentuhan. Pada patellofemoral pain syndrome puncak
patellofemoral joint stress terjadi selama posisi awal, yaitu pada saat lutut fleksi
dari 0-15(Souza R.B et al., 2010).
2) Arthokinematik
Arthrokinematik adalah gerakan yang terjadi pada permukaan sendi. Gerakan yang
terjadi berupa gerak roll dan slide. Gerak geser patella terhadap femur mengikuti
pola alur gerak lurus – melengkung ke medial-lurus. Dari kedua gerak tersebut
dapat di uraikan lagi menjadi gerak traksi, kompresi, translasi dan spin.
Condylus femoral harus melakukan rolling dan sliding untuk tetap berada di atas
tibia. Pada gerak fleksi dengan weight bearing condylus femoris roling kearah
posterior dan sliding ke arah anterior. Pada gerak ekstensi, condylus femoralis
rolling kearah anterior dan sliding ke arah posterior. Pada akhir gerak ekstensi,
gerakan dihentikan pada condylus femoralis lateral, tapi sliding pada condylus
medial tetap berlanjut untuk menghasilkan penguncian sendi.
Pada gerakan aktif non weight bearing, permukaan sendi pada tibia yang concave
melakukan gerak slide pada condylus femoral yang convex dengan arah gerakan
searah sumbu tulang tibia. Condylus tibia melakukan gerak slide ke arah posterior
pada condylus femoral saat fleksi. Selama ekstensi dari gerak full fleksi condylus
tibia bergerak ke arah anterior pada condylus femoral. Patella bergeser ke arah
superior saat ekstensi, dan bergeser ke inferior saat fleksi. Beberapa gerak rotasi
patella dan tulang yang terjadi berhubungan dengan gerak sliding saat fleksi dan
ekstensi.
Hukum ini menyatakan bahwa jika permukaan sendi convex bergerak pada
permukaan sendi concave maka pergerakan meluncur (sliding) dan rolling
berlawanan dan jika permukaan sendi concave bergerak pada permukaan sendi
convex maka gerakan sliding dan rolling adalah searah.
3. Kekuatan Otot Quadricep
a. Definisi Kekuatan Otot Quadricep
Kekuatan otot quadriceps adalah kekuatan maksimal otot untuk menahan beban
maksimal di sekitar aksis sendi. Menurut Caroline Kisner, kekuatan otot adalah
kemampuan otot atau grup otot menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha
maksimal baik secara dinamis maupun statis. Otot quadriceps berperan pada saat
ekstensi dari knee. Otot ini merupakan otot ektensor sendi lutut, kekuatan otot
quadriceps tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor selain usia dan jenis
kelamin, kekuatan otot tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor biomekanik, faktor
neuromuscular, tipe kontraksi, jenis serabut otot, faktor metabolisme dan
psikologis.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Otot
Faktor – faktor yang mempengaruhi kekuatan otot :
1) Usia dan Jenis Kelamin
Kekuatan otot mulai timbul sejak lahir sampai dewasa dan terus meningkat
terutama pada usia 20 sampai 30 tahun dan secara gradual menurun seiring
dengan peningkatan usia. Pada umumnya bahwa pria lebih kuat
dibandingkan wanita. Kekuatan otot pria muda hampir sama dengan wanita
muda sampai menjelang usia puber, setelah itu pria akan mengalami
peningkatan kekuatan otot yang signifikan dibandingkan wanita, dan
perbedaan terbesar timbul selama usia pertengahan (antara usia 30 sampai
50).
Peningkatan kekuatan ini berkaitan dengan peningkatan massa otot setelah
puber, karena setelah masa puber masa otot pria 50% lebih besar
dibandingkan dengan massa otot wanita.
2) Stabilitas Sendi Patellofemoral
Stabilitas suatu sendi adalah kemampuan sendi untuk menahan terjadinya
dislokasi. Secara spesifik sendi patellofemoral memiliki kemampuan gerak
geser patella ke proximal dan distal saat fleksi dan ekstensi. Saat ekstensi,
disertai gerakan geser patella ke medial hingga lutut kembali lurus. Susunan
ligament, otot dan tendon relative mempengaruhi stabilitas dari sendi
patellofemoral dan sendi panggul. Stabilitas sendi patellofemoral dan sendi
panggul dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kekuatan
otot quadriceps.
3) Flexibilitas Sendi Patellofemoral
Flexibilitas sendi merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
range of motion yang terjadi pada setiap bidang gerak pada sendi.
Flexibilitas menunjukan suatu range of motion yang ada ketika segmen
tubuh digerakan secara pasif.
4) Recruitmen motor unit
Peningkatan recruitment motor unit akan meningkatkan kekuatan otot.
Motor unit adalah unit fungsional dari sistem neuromuscular yang terdiri
dari anterior motor neuron (terdiri dari akson, dendrit, dan cell body) dan
serabut otot terdiri dari slow twitch fiber dan fast twitch fiber.
Kontraksi otot dengan tenaga kecil akan mengaktifkan sedikit motor unit.
Tidak semua motor unit pada serabut otot aktif pada saat yang sama. Hal itu
berarti pada control neural fast twitch fiber dan slow twitch fiber akan
memodulasi secara selektif jens serabut yang akan digunakan sesuai dengan
karakteristiknya.
Jenis latihan akan mempengaruhi motor unit yang aktif, pada resistence
exercise atau latihan untuk meningkatkan kekuatan otot akan mengaktifkan
fast twitch fiber sedangkan pada latihan untuk meningkatkan endurance
akan mengaktifkan slow twitch fiber.
Pada suatu latihan kekuatan otot, peningkatan kekuatan otot awalnya
disebabkan oleh perbaikan control system saraf motorik seperti
penyelarasan recruitment motor unit, penurunan penghambatan autogen
golgi tendon organ, koaktivasi otot agonis dan antagonis serta frekuensi
impuls motorik yang menuju motor unit. Perubahan struktur dapat terjadi
sebagai akibat latihan kekuatan, baik di neuromuscular junction maupun di
serat otot.
5) Jenis Serabut Otot
Karakteristik tiper serabut otot memiliki peranan pada sifat kontraktil otot
seperti kekuatan, daya tahan, kecepatan dan ketahanan terhadap
kelelahan/fatigue. Tipe serabut II A dan B (fast twitch fiber) memiliki
kemampuan untuk menghasilkan jumlah tegangan tetapi sangat cepat
mengalami kelelahan/fatigue. Tipe I (slow twitch fiber) menghasilkan
sedikit tegangan dan dilakukan lebih lambat dibandingkan dengan tipe
serabut II tetapi lebih tahan terhadap kelelahan/fatigue.
c. Jenis-Jenis Kontraksi Otot
1) Isotonik
Kontraksi isotonik merupakan kontraksi otot dengan beban konstan dan
terjadi perubahan panjang otot. Pada kontraksi isotonik dengan
menggunakan beban dapat meningkatkan kekuatan otot sepanjang rung
lingkup gerak sendi sehingga dapat meningkatkan stabillitas sendi yang
berada disekitarnya. Kontraksi isotonik digunakan dalam kebanyakan
aktivitas sehari – hari. Latihan penguatan isotonik telah menunjukan
efekan yang positif terhadap metabolisme energi. Keuntungan latihan
isotonik antara lain ; ruang geraknya lebih luas, sehingga tetap
menjamin terlatihnya kelenturan, turut berkembangnya daya tahan
bersamaan dengan berkembangnya kekuatan. Kekurangan latihan
isotonik antara lain ; pembebanan maksimal hanya tampak pada ruang
lingkup gerak sendi yang paling kecil, kelelahan yang dihasilkan akan
menyebakan penurunan atau penyesuaian lingkup gerak sendi, dan
dapat menyebabkan rasa sakit pada otot. Ada dua tipe kontraksi otot
isotonik, yaitu kosentrik dan eksentrik. Kosentrik yaitu otot
berkontraksi secara isotonik dalam keadaan memendek guna
menghasilkan gerakan, dimana titik perlengketan otot (origo dan
insertio) akan saling berdekatan. Eksentrik yaitu otot berkontraksi
secara isotonik dalam keadaan memanjang, dimana titik perlengketan
otot (origo dan insertio) akan saling menjauhi atau otot dalam keadaan
memanjang. Dengan demikian gerakan yang terjadi berlawanan arah
dengan tarikan otot.
2) Isometrik
Kontraksi isometrik adalah kontraksi dengan bentuk otot tetap dan
tegangan otot berubah-ubah. Contohnya adalah mendorong tembok,
aksi binaragawan.
3) Isokinetik
Kontraksi isokinetik adalah kontraksi dengan kecepatan gerak sendi
relatif sama. Contohnya menekan benda yang memakai “Shock
Absorber” seperti pintu yang memakai alat peredam.
d. Mekanisme Kontraksi Otot
Saat otot bekerja otot akan terasa tegang dan ketegangan tersebut itu yang disebut
dengan kontraksi otot. Kontraksi otot terjadi akibat adanya rangsangan, baik
rangsang listrik, mekanik, thermis, dan kimia. Kerjanya atas perintah dari saraf
motorik. Adapun mekanisme kontraksi otot ialah impuls datang dari motor neuron,
lalu ujung akson melepaskan asetil kholin, potensoal generator di “End Plate”,
timbul potensial aksi di serabut otot, potensial aksi menyebar keseluruh serabut otot
sampai dengan sistem T, retikulum sarkoplasma melepas ion Ca++, troponin I
dengan aktin dilepaskan, tropomiosin bergeser ke lateral “Binding Site” aktin
terbuka untuk kepala miosin, ion Ca++ diikat juga oleh miosin → menyebabkan
miosin ATP menjadi aktif sehingga kepala miosin bergerak mendekati aktin →
membentuk suatu jembatan ikatan (Cross Bridge) dengan aktin, pada saat yang
sama enzim miosin ATP diikatkan → menyebabkan ATP dihidrolisis menjadi ADP
dan energi, energi digunakan untuk menekuk kepala miosin → sehingga molekul
aktin akan tertarik kearah garis M.
e. Mekanisme Relaksasi Otot
Segera setelah melepas ion Ca++, retikulum sarkoplasmik mulai membebaskan
kembali ion Ca++, bila tidak diperlukan lagi ion Ca++ secara aktif dipompa kembali
ke dalam tubulus longitudinal retikulum sarkoplasmik sehingga berdifusi kedalam
“Terminal Cisternae”, dengan menurunnya konsentrasi ion Ca++ di retikulum
sarkoplasmik menyebaban interaksi kimiawi antara miosin dan aktin berhenti
akibatnya terjadi fileksasi otot, proses dari timbulnya depolarisasi sampai dengan
kontraksi otot disebut “Excitation-Contraction Coupling”, proses pergerakan kepala
miosin yang mengikat dan melepas molekul aktin terjadi berkali-kali disebut “Sliding
of Myofilament”.
4. Fungsional lutut

Kemampuan fungsional diartikan sebagai kemampuan seseorang unuk melaksakan


kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas sehari-hari. Aktivitas dalam kehidupan
sehari-hari yang berhubungan dengan lingkup gerak lutut antara lain berjalan, berdiri,
duduk, jongkok dan lain-lain. Adanya Patellofemoral Pain Syndrome akan
menghambat seseorang melakukan aktivitas fungsional dengan baik.
Patellofemoral pain syndrome adalah nyeri yang dirasakan di sekitar dan di bawah
tempurung lutut akibat kerusakan pada cartilage bone yang terjadi karena adanya
tekanan berlebih antara sisi lateral patella dan condylus femur (Powers, 2010).
Akibatnya terjadi penekanan dan gesekan pada permukaan sendi yang akan
menimbulkan nyeri dan kerusakan jaringan. Penurunan fungsional lutut pada
patellofemoral pain syndrome terjadi ketika patella berada di sisi lateral maka yang
terjadi adalah permukaan concave yang lebih datar dan permukaan convex punggung
patella saling bertemu dan bergesekan dengan permkaan convex lateral trochlear
femur. Cartilage adalah jaringan penyambung yang elastin dengan matrix yang di
desain kuat dan fleksibel yang mampu menahan tekanan dan gesekan, sehingga ketika
terjadi micro injury maka yang kalah akan mengalami kerusakan adalah area
perbatasan antara tulang dengan cartilage, periosteum hingga ke lapisan subchondral.
Articular cartilage berperan penting dalam distribusi beban sendi dan
memungkinkan untuk mempertahankan beban berulang yang cukup besar. Hal ini
sangat penting pada sendi patellofemoral yang mengalami force atau tekanan yang
lebih besar dari berat badan (BW) selama aktivitas sehari-hari seperti walking (1,2 x
BW), climbing stairs (3,0-3,5 x BW) atau running (7,0-11,0 x BW). Setiap perubahan
baik melalui perubahan kinematika sendi atau distribusi beban yang berubah akan
mempengaruhi stress pada cartilage yang pada akhirnya mempengaruhi fisiologi dan
morphologi sendi (Besier et al, 2008). Cartilage sangat berpengaruh terhadap
fungsinya pada sendi patellofemoral sebagai peredam tekanan dan gesekan serta
sebagai pelicin dan pengarah gerakan. Kerusakan jaringan menimbulkan inflamasi
dimana akan menghasilkan P substance dan zat-zat algogen (histamin, bradikinin,
prostaglandin) sehingga terjadi penumpukan zat-zat jenis zat iritan yang dapat
meningkatkan sensitifitas nosiceptor sehingga menimbulkan nyeri. Nyeri akan
menimbulkan inefisiensi kerja otot, juga akan menimbulkan imobilisasi pada
seseorang sehingga akan terjadi microsirkulasi pada area patellofemoral, ketika
mikrosirkulasi pengeluaran zat-zat iritan juga akan terganggu dan penumpukan zat-zat
yang menyebabkan nyeri tetap ada.
Rasa nyeri, inflamasi dan perubahan alur pada patella dapat menurunkan
kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas pada ekstremitas bawah seperti
squat karena adanya kelemahan pada otot vastus medialis oblique, kontraksi otot
quadriceps secara eksentrik akan menarik patella ke atas dan oleh tendon patellaris
ditarik kebawah sehingga squat menekan patella ke trochlear femur yang
menyebabkan iritasi dan terasa nyeri. Aktivitas melompat juga sulit dilakukan karena
diawali dengan posisi squat dan diakhir lompatan mendapat tekanan oleh beban tubuh
serta tekanan gravitasi sehingga sendi patellofemoral juga akan terkompresi dan timbul
nyeri.
Nyeri juga dapat disebabkan karena malalignment pada tungkai yang menyebabkan
peningkatan Q-angle seperti genu valgus atau mungkin ada tightness pada retinakulum
lateral, kelemahan otot vastus medialis, defisit neuromuskuler pada otot gluteus,
patella alta, laxity, atau dysplastic femoral trochlea yang biasanya menyebabkan
patella yang abnormal. (kisner, 2012)
Penderita Patellofemoral Pain Syndrome akan sulit untuk mempertahakan
keseimbangan normal seperti berdiri atau berdiri dengan satu kaki dalam jangka waktu
tertentu. Hal tersebut terjadi akibat adanya kelemahan otot yang memberikan
stabilisasi aktif pada lutut selama aktivitas berdiri. Inaktivitas dalam waktu yang lama
karena nyeri sendi menyebabkan atropi dan berkurangnya kekuatan dan fleksibilitas
otot.
Gangguan pada sendi lutut akibat patellofemoral pain syndrome akan
mengakibatkan gangguan aktivitas fungsional. Hal tersebut dikarenakan nyeri yang
timbul akan membuat seseorang untuk terbatas untuk bergerak secara optimal dan
timbul pola hidup inaktif. Inaktivitas akan berdampak pada penurunan kekuatan otot
serta lingkup gerak sendi sehingga menimbulkan dampak buruk dikemudian hari.
Permasalahan fungsional yang muncul pada patellofemoral pain syndrome lutut
antara lain nyeri disekitar sendi lutut pada saat menekuk lutut, kelemahan otot-otot
penggerak sendi lutut, keterbatasan lingkup gerak sendi lutut. Adapun gangguan dalam
melaksanakan fungsional dasar seperti bangkit dari duduk atau jongkok, berjalan lama,
naik turun tangga atau aktivitas fungsional yang membebani sendi lutut. Selanjutnya
timbul ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan yang berhubungan dengan
pekerjaan atau aktivitas bersosialisasi dengan masyarakat.
Gangguan Fungsional Lutut akibat Patellofemoral Pain Syndrome meliputi
impairment, functional limitation, Participation Restriction. Impairment berupa:
a. Nyeri untuk gerakan jongkok, berdiri dari posisi duduk, dan jalan jauh
b. Adanya penurunan kekuatan otot
c. Adanya keterbatasan gerak sendi lutut
d. Adanya instabilitas sendi lutut
e. Kekakuan sendi lutut
f. Adanya deformitas pada lutut
Functional limitation merupakan suatu masalah yang akan muncul sebagai akibat
adanya impairment yang dapat berupa penurunan atau keterbatasan dalam melakukan
aktivitas fungsional yang meliputi kesulitan untuk jongkok ke berdiri, kesulitan berdiri
dari posisi duduk,kesulitan melakukan aktivitas squat,melompat,naik turun tangga
serta kesulitan aktivitas jalan jauh. Participation Restriction berupa terganggunya
aktivitas fungsional seperti saat berolahraga,melakukan ibadah, dan rekreasi.
Gangguan aktivitas fungsional lutut dapat dievaluasi dengan Knee Injury and
Osteorthritis Outcome Score (KOOS). KOOS merupakan salah satu alat ukur untuk
menilai keadaan pasien dengan gangguan fungsional pada lutut.
5. Mekanisme Penurunan Fungsional Lutut
Patellofemoral pain syndrome adalah patologi sendi patellofemoral yang ditandai
dengan kerusakan dan perubahan bentuk cartilage patella dan trochlear femur, juga area
sekitarnya seperti lapisan periosteum, subchondral dan permukaan tulang. Yang
mengakibatkan gejala nyeri serta penurunan fungsi lutut.
PFPS disebabkan oleh malalignment patella terhadap trochlear femur karena faktor
muscular imbalance otot quadriceps berupa kelemahan otot vastus medialis baik oleh
genu valgus maupun bad training, yang dikombinasi dengan faktor overuse-overload
terhadap sendi lutut yang mengakibatkan alur gerak patella bergeser ke lateral. Gesekan
yang abnormal tersebut jika terus-menerus akan menyebabkan kerusakan pada jaringan
peredam tekanan yaitu cartilage yang mana akan menyebabkan kerusakan jaringan lain
disekitar sendi yaitu jaringan periosteum, gesekan menyebabkan kerobekan periosteum
sampai ke permukaan tulang, terjadi perdarahan dan perubahan struktur collagen
pembentuk periosteum.
Cartilage mengalami perubahan bentuk menjadi tipis dan kemudian erosi sehingga
membuka lapisan subchondral dan tulang. Akibatnya penekanan atau gesekan pada
permukaan sendi ini akan menimbulkan iritasi syaraf karena adanya benturan antar tulang.
Kerusakan jaringan menimbulkan inflamasi dan nyeri yang akan menimbulkan suatu
inefisiensi kerja otot, juga akan menimbulkan imobilisasi pada seseorang sehingga terjadi
microsirkulasi dan penumpukan zat-zat ini yang menyebabkan raasa nyeri terus ada.
Sebagai reaksi fisiologis, periosteum yang rusak akan membentuk fibrous
baru,subchondral dan tulang yang rusak akan muncul osteofit baru,dan akan terbentuk
cartilage-cartilage baru mengisi kekosongan cartilage yang rusak.
Reinjury terus terjadi seiring aktivitas menjadi suatu inflamasi kronis. Pembentukan
osteofit-osteofit baru yang tajam jika saling berbenturan juga akan mengiritasi dan dapat
timbul nyeri. Penumpukan fibrous pada periosteum membentuk abnormal crosslink,
osteofit tulang dan subchondral akan menebal sehingga kekuatan tumpu dan absorbs
tumpuan menurun.
Secara fungsi maka terjadi perubahan alur gerak patella, gerak patella akan terbatas dan
terganggu oleh adanya crosslink, penebalan osteofit dan subchondral,juga karena
menurunnya fungsi cartilage sebagai pelican dan pengarah gerakan sekaligus peredam
tekanan dan gerusan.
Rasa nyeri, inefisiensi otot,perubahan alur gerak patella dan keterbatasan gerak patella
kemudian menurunkan kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas fungsional pada
ekstremitas bawah seperti squat karena inefisiensi kerja otot quadriceps secara eksentrik
akan menarik patella keatas dan oleh tendon patellaris, patella ditarik kebawah sehingga
squat menekan patella ke trochlear femur menyebabkan iritasi dan terasa nyeri. Aktivitas
melompat juga sulit dilakukan karena pada awalan melompat dibutuhkan posisi squat
dimana posisi ini terasa berat karena mengiritasi dan menyebabkan nyeri ditambah dengan
akhiran lompatan mendapat tekanan oleh beban tubuh serta gravity force sehingga sendi
patellofemoral juga akan terkompresi dan timbul nyeri.
Naik turun tangga bahkan lebih berat dikerjakan karena aktivitas ini pada
prinsipnya menumpu berat tubuh pada satu kaki secara bergantian ,lutut mendapat beban
tubuh saat pijakan kaki posisi fleksi ke ekstensi untuk menaiki tangga,dan otot quadriceps
harus berkontraksi besar untuk menopang berat tubuh tersebut ,sehingga permukaan sendi
patellofemoral mendapat tekanan dan gerusan yang semakin iritasi dan menambah rasa
nyeri. Aktivitas berat lain yaitu berjalan jarak jauh dan berlari keduanya merupakan
gerakan yang kontinyu sehingga gesekan dan tekanan semakin memperparah kerusakan.
6. Hubungan Kekuatan Otot Quadriceps Terhadap Fungsional Knee
Sehat menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu kasus yang
terbebas dari segala jenis penyakit, baik fisik, mental dan sosial merupakan aspek positif
dan tidak hanya bebas dari penyakit serta kecacatan yang merupakan aspek negatif. Untuk
menghasilkan produktifitas kerja yang baik sangat dibutuhkan kesehatan, yaitu kesehatan
rohani dan kesehatan jasmani. Kesehatan sangatlah penting dalam kehidupan manusia,
dengan sehat seseorang dapat melakukan berbagai macam aktivitas, baik aktivitas di
rumah, sekolah, kampus, tempat kerja, dan maupun aktivitas di tempat yang lain. Dalam
melakukan aktivitas tersebut manusia harus mempunyai tubuh yang sehat agar aktivitas
tidak terganggu.
Salah satu aktivitas yang banyak dilakukan oleh remaja adalah olahraga. Olahraga
adalah suatu bentuk kegiatan fisik yang dapat meningkatkan kebugaran jasmani. Dalam
olahraga tidak hanya melibatkan sistem muskuloskeletal semata, namun juga
mengikutsertakan sistem lain seperti sistem kardiovaskular, sistem respirasi, sistem ekskresi,
sistem saraf dan masih banyak lagi. Olahraga mempunyai arti penting dalam memelihara
kesehatan dan menyembuhkan tubuh yang tidak sehat. Namun, olahraga secara berlebihan dan
mengabaikan aturan berolahraga yang benar, maka dapat mendatangkan cedera yang
membahayakan bagi diri sendiri.
PFPS adalah nyeri lutut yang sering terjadi dari semua penyebab nyeri lutut yang
dialami kebanyakan orang, sindrom ini ditandai dengan adanya nyeri yang dirasakan disekitar
tempurung lutut. Hampir semua orang pernah mengalaminya, terutama pelari, pengendara
sepeda, pejalan kaki, pekerja kantoran khususnya yang sebagian besar aktifitasnya dalam
keadaan duduk,dan juga sering terjadi pada remaja (Ingraham, 2019).
Pada gerak sendi patellofemoral merupakan mekanisme kerja dan mengurangi
friction pada otot quadriceps pada ekstensi 30° terakhir. Pada gerakan ini sendi
patellofemoral otot quadriceps berperan sebagai penggerak dan stabilisator aktif dari sendi
tersebut, maka kekuatan otot quadriceps sangat berperan terhadap kestabilan untuk
menjaga aligment agar tidak terjadi friction antara patella dan femur saat gerakan ekstensi
dan fleksi knee pada sudut 30°.
Kelemahan pada otot quadriceps meupakan keadaan dimana terjadi penurunan
masa otot dan penurunan recruitment motor point sehingga otot tidak dapat melakukan
fungsinya sebagai penggerak maupun stabilisator aktif. Kelemahan otot quadriceps terjadi
karena kemampuan otot untuk menghasilkan tegangan dan tenaga berkurang.
Pada kondisi kelemahan dari otot quadriceps maka kestabilan dari gerakan patella
terhadap femur akan terganggu dimana akan terjadi gesekan atau friction antara patella
dan femur sehingga terjadi erosi pada cartilage. Terjadinya erosi pada cartilage patella
maka akan menimbulkan nyeri, karena adanya gesekan terus menerus ada tulang rawan
akan membetuk osteofit yang mengiritasi jaringan saraf dan mengaktifkan reseptor nyeri
pada jaringan sekitar.
Kemampuan fungsional merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan
kapasitas fisik yang dimiliki, guna memenuhi kewajiban hidupnya untuk berinteraksi
dengan lingkungannya. Seseorang dapat dikatakan mampu melakukan aktifitas
fungsional apabila dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Aktivitas sehari-hari
merupakan aktifitas perawatan diri yang harus dilakukan setiap hari untuk memenuhi
kebutuhan dan tuntutan hidup sehari-hari. Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk
berhubungan dengan lingkungan dan masyarakat serta terbentuknya kemandirian yang
dapat meningkatkan kualitas hidup.
Kemampuan fungsional lutut adalah gerakan pada aktivitas sehari-hari yang
menggunakan fungsi dari sendi di sekitar lutut terutama pada sendi patello femoral.
Aktivitas yang mencakup pada kemampuan fungsional pada lutut seperti melompat, naik
tangga, berjalan jarak jauh, serta berlari. Apabila terjadi penurunan kualitas dari gerakan
fungsional tersebut maka terdapat masalah-masalah yang harus ditanggulangi sehingga
kemampuan fungsional tidak terganggu dan aktivitas fisik dapat dilakukan.
PFPS 50% terjadi karena penggunaan berlebihan/overuse, problem biomekanik,
dan muscular imbalance. Kelompok otot quadriceps yang terdiri dari m. rectus femoris,
m. vastus lateralis, VMO, dan m. vastus intermedius berfungsi sebagai stabilitas aktif dan
penggerak sendi lutut. Ketidakseimbangan pada salah satu otot tersebut mengakibatkan
sistem stabilitas kerja mekanik sendi patella bergeser atau malaligment. Faktor penyebab
dari ketidakseimbangan otot quadriceps berupa kelemahan VMO oleh genu valgus yang
dikombinasikan dengan faktor overuse-overload terhadap sendi lutut yang mengakibatkan
alur gerak patella bergeser ke lateral.
Jadi pada komponen fungsional knee membutuhkan komponen dari Kekuatan Otot
Quadriceps Femoris guna seseorang dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa merasakan
nyeri.
Dengan demikian, Kekuatan Otot Quadriceps Femoris ini akan memberikan pengaruh
besar pada fungsional knee pada seseorang remaja.
B. Kerangka Berfikir
Patellofemoral Pain Syndrome adalah kumpulan gejala berupa nyeri dan penurunan fungsi
pada ekstremitas bawah oleh karena kerusakan dan perubahan bentuk cartilage sendi
patellofemoral serta lapisan periosteum, subchondral dan tulang. Patellofemoral Pain
Syndrome disebabkan oleh malalignment patella terhadap trochlear femur karena faktor
muscular imbalance berupa kelemahan otot vastus medialis oleh genu valgus maupun bad
training sehingga patella tertarik ke lateral, dikombinasi faktor overuse-overload terhadap
sendi lutut.
Patellofemoral Pain Syndrome ini patologi yang paling sering ditemui. Biasanya
Patellofemoral Pain Syndrome terjadi karena penggunaan yang berlebihan, problem
biomekanik, dan muscular imbalance. Kelompok otot quadriceps sangat berperan penting pada
stabilitas patella, ketidakseimbangan atau terdapatnya kelemahan dari salah satu otot
quadriceps akan menyebabkan sendi patella tidak seimbang dan menyebabkan
ketidaksesuaian alignment. Kelemahan otot vastus medialis oblique menjadi Patellofemoral
Pain Syndrome. Malalignment patella menyebabkan gesekan terus menerus dan berulang
bahkan tekanan berlebih patella ke caudal yang akan menyebabkan periosteum, cartilage,
subchondral patella, dan trochlear femur rusak sampai ke permukaan tulang dan menimbulkan
rasa nyeri.
Permukaan sisi lateral bertemu dan bergesekan. Overuse dan overload semakin menekan
dan memperparah kerusakan. Cartilage sebagai jaringan penyambung elastic lama-kelamaan
rusak, juga area perbatasan antara tulang dengan cartilage, periosteum hingga ke lapisan
subchondral sehingga propioceptive akan menurun. Gesekan antar tulang menyebabkan nyeri,
proses pembentukan dan difusi protein terganggu, perdarahan dapat terjadi mengingat tulang
banyak dialiri pembuluh darah, selanjutnya timbul inflamasi.
Periosteum berupa jaringan fibrous penyambung sebagai lapisan pembungkus tulang dekat
dengan aliran darah yang keluar dan masuk ke tulang, ketika periosteum robek akan terjadi
perdarahan dan perubahan struktur collagen. Kerobekan ini juga menyebabkan gesekan antar
tulang.
Kerusakan jaringan diikuti munculnya inflamasi awal dengan tanda-tanda merah, panas,
bengkak, nyeri dan penurunan fungsi. Kerusakan jaringan mengaktifkan P subtance dan
algogen (histamine,bradikinin dan prostaglandin) ke area injury,penumpukan zat-zat iritan
tersebut merangsang sensisitifitas nociseptor a∂ dan C dan di terima sebagai rasa nyeri .Nyeri
menimbulkan inefisinensi kerja otot,juga imobilisasi sehingga terjadi microsirkulasi dan
penumpukan zat-zat ini menyebabkan rasa nyeri tetap ada.
Ligament juga berpengaruh pada stabilisasi lutut. Ligament yang mengalami laxity
terutama di bagian medial akan mengakibatkan deformitas yaitu valgus yang menyebabkan
ketidakstabilan pada sendi lutut (instability).
Pada fase regenerasi, jaringan periosteum membentuk fibrous baru, subchondral dan tulang
akan muncul osteofit dan carilage baru mengisi kekosongan cartilage yang rusak. Reinjury
menyebabkan suatu inflamasi kronis, periosteum membentuk abnormal crosslink, osteofit
tulang dan menurun. Secara fungsi maka terjadi perubahan alur gerak patella, gerak patella
terbatas dan terganggu oleh abnormal crosslink, penebalan osteofit dan subchondral, juga
karena menurunnya fungsi cartilage sebagai pelicin dan pengarah gerakan sekaligus peredam
tekanan dan gerusan.
Ketidakseimbangan kerja otot quadriceps mempengaruhi pula penurunan kekuatan otot
quadriceps sehingga performance kerja otot quadriceps pun akan menurun. Timbulnya nyeri
akan mengakibatkan gangguan pada motor neuron sehingga pengaturan kontraksi otot secara
maksimal tidak dapat dilakukan. Otot quadriceps yang secara langsung terhubung dengan
tendon patellaris akan mengalami penurunan fungsi dan kelemahan ototnya sehingga akibat
adanya kerja otot yang dominan maka akan terjadi masalah stabilisasi pada sendi lututnya.
Rasa nyeri, inefisiensi otot, perubahan alur gerak patella dan keterbatasan gerak patella
menghalangi seseorang melakukan aktivitias fungsional ekstremitas bawah. Seseorang akan
terbatas dalam aktivitas squat karena adanya inefisiensi kerja otot quadriceps, juga karena
adanya nyeri yang dirasakan saat menumpu pada patella yang sedang inflamasi atau karena
adanya penekanan pada osteofit tulang yang tajam. Kegiatan lain yang menekan sendi
patellofemoral adalah melompat, naik-turun tangga bahkan lebih berat dikerjakan karena
patella menerima gesekan dan tekanan beban secara bergantian dengan satu kaki, berjalan
jarak jauh dan lari keduanya merupakan kegiatan yang kontinyu dan justru dapat
memperparah kerusakan jaringan.
Kekautan otot merupakan kemampuan otot untuk menghasilkan ketegangan dan resultan
gaya berdasarkan permintaan pada otot. Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau
kelompok otot untuk melawan tahanan selama sekali usaha maksimal (Kisner dan
Colby,2007). Kelompok otot pada anggota gerak bawah yang penting dalam fungsi mobilitas
adalah otot kelompok otot quadriceps femoris, iliopsoas, dan plantar fleksor Kelompok otot
quadriseps dan iliopsoas mempunyai peran utama saat kaki pada bagian awal kontak dengan
tanah. Fungsi utama otot quadriseps femoris adalah sebagai penggerak ekstensi sendi lutut.
Selain sebagai penggerak ekstensi, sendi lutut otot quadrisepss femoris juga berperan penting
pada saat proses berjalan, berlari, naik turun tangga ataupun aktivitas sehari-hari.
Oleh karena itu, otot ini memerlukan kekuatan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
yang maksimal agar dapat melakukan fungsinya dengan sempurna. Selain itu, kekuatan otot
pun mempengaruhi terjadinya cidera saat melakukan aktifitas. Karena Jika kekuatan otot
quadriceps femoris bekerja tidak maksimal maka menyebabkan muscle imbalance pada bagian
tersebut menyebabkan fungsional lutut juga terganggu serta akan mengganggu aktivity daily
living (ADL) dan in activity daily living (IADL).
Fungsional lutut sangat berperan penting untuk kita dapat melakukan aktivitas sehari-hari
ketika fungsi lutut dan aktivitas terganggu maka partisipasi pun akan terganggu, seseorang
akan terbatas partisipasinya terhadap lingkungan sosial, dalam hubungannya dengan
pekerjaan, olahraga dan rekreasi. Maka dari itu pengukuran kekuatan otot Quadriceps Femoris
terhadap Fungsional lutut sangat berpengaruh untuk kita tetap dapat beraktivitas sehari-hari
dengan baik seperti naik turun tangga, berjalan dengan benar, berlari, melompat, jongkok.
Ketika aktivitas fungsional kembali dapat dilakukan maka dalam hubungan partisipasi
terhadap pekerjaan seperti yang memerlukan naik-turun tangga maupun mengangkat barang-
barang berat juga kembali dapat dikerjakan, kegiatan olahraga seperti bersepeda maupun
jogging ataupun kegiatan olahraga lain yang membutuhkan kaki dan lompat juga dapat
dilakukan, begitu pula kegiatan rekreasi. Aktivitas fungsional serta partisipasi yang
didapatkannya kembali akan meningkatkan kualitas hidup pasien selama daur kehidupan.
C. Kerangka Konsep

Populasi
(Siswa/i SMA Yadika3)

Sampel
(Siswa/i SMA Yadika 3 yang terkena PFPS)

Sudut Q angle Fungsional Knee


(Pengukuran dengan Goniometer) (KOOS)

KOLERASI

D. Hipotesis
Dalam melakukan penelitian ini maka penulis mengajukan hipotesis penelitian antara
lain : “Ada hubungan antara Kekuatan Otot Quadriceps Femoris terhadap Fungsional lutut
pada kasus Patellofemoral pain syndrome”

Anda mungkin juga menyukai