Anda di halaman 1dari 18

KEDUDUKAN WANITA DALAM ISLAM

Sesungguhnya wanita muslimah memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam dan
pengaruh yang besar dalam kehidupan setiap muslim. Dia akan menjadi madrasah
pertama dalam membangun masyarakat yang shalih, tatkala dia berjalan di atas petunjuk
Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Karena berpegang dengan keduanya akan menjauhkan
setiap muslim dan muslimah dari kesesatan dalam segala hal.

Kesesatan dan penyimpangan umat tidaklah terjadi melainkan karena jauhnya mereka
dari petunjuk Allah dan dari ajaran yang dibawa oleh para nabi dan rasul-Nya. Rasulullah
bersabda, “Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, di mana kalian tidak akan tersesat
selama berpegang dengan keduanya, yaitu Kitab Allah dan sunnahku.” (Diriwayatkan
oleh Imam Malik dalam al-Muwaththa’ kitab Al-Qadar III)

Sungguh telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an betapa pentingnya peran wanita, baik
sebagai ibu, istri, saudara perempuan, mapun sebagai anak. Demikian pula yang
berkenaan dengan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya. Adanya hal-hal tersebut juga
telah dijelaskan dalam sunnah Rasul.

Peran wanita dikatakan penting karena banyak beban-beban berat yang harus
dihadapinya, bahkan beban-beban yang semestinya dipikul oleh pria. Oleh karena itu,
menjadi kewajiban bagi kita untuk berterima kasih kepada ibu, berbakti kepadanya, dan
santun dalam bersikap kepadanya. Kedudukan ibu terhadap anak-anaknya lebih
didahulukan daripada kedudukan ayah. Ini disebutkan dalam firman Allah,

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada ibu-bapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu
bapakmu. Hanya kepada-Ku lah kamu akan kembali.” (QS. Luqman: 14)

Begitu pula dalam firman-Nya, “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik
kepada ibu bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandung dan menyapihnya adalah tiga
puluh bulan.” (QS. Al-Ahqaf: 15)

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa pernah ada seorang laki-laki datang kepada
Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, siapa orang yang paling berhak bagi aku
untuk berlaku bajik kepadanya?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi,
“Kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi,
“Kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi,
“Kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab, “Ayahmu.” (HR. Bukhari, Kitab al-
Adab no. 5971 juga Muslim, Kitab al-Birr wa ash-Shilah no. 2548)

Dari hadits di atas, hendaknya besarnya bakti kita kepada ibu tiga kali lipat bakti kita
kepada ayah. Kemudian, kedudukan isteri dan pengaruhnya terhadap ketenangan jiwa
seseorang (suami) telah dijelaskan dalam Al-Qur’an.
Allah berfirman,
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-
istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan menjadikan rasa kasih dan sayang di antara kalian.” (QS. Ar-Rum: 21)

Al-Hafizh Ibnu Katsir -semoga Alah merahmatinya- menjelaskan pengertian firman


Allah: “mawaddah wa rahmah” bahwa mawaddah adalah rasa cinta, dan rahmah adalah
rasa kasih sayang.

Seorang pria menjadikan seorang wanita sebagai istrinya bisa karena cintanya kepada
wanita tersebut atau karena kasih sayangnya kepada wanita itu, yang selanjutnya dari
cinta dan kasih sayang tersebut keduanya mendapatkan anak.

Sungguh, kita bisa melihat teladan yang baik dalam masalah ini dari Khadijah, isteri
Rasulullah, yang telah memberikan andil besar dalam menenangkan rasa takut Rasulullah
ketika beliau didatangi malaikat Jibril membawa wahyu yang pertama kalinya di goa
Hira’. Nabi pulang ke rumah dengan gemetar dan hampir pingsan, lalu berkata kepada
Khadijah, “Selimuti aku, selimuti aku! Sungguh aku khawatir dengan diriku.” Demi
melihat Nabi yang demikian itu, Khadijah berkata kepada beliau, “Tenanglah. Sungguh,
demi Allah, sekali-kali Dia tidak akan menghinakan dirimu. Engkau adalah orang yang
senantiasa menyambung tali silaturahim, senantiasa berkata jujur, tahan dengan
penderitaan, mengerjakan apa yang belum pernah dilakukan orang lain, menolong yang
lemah dan membela kebenaran.” (HR. Bukhari, Kitab Bad’ al-Wahyi no. 3, dan Muslim,
Kitab al-Iman no. 160)

Kita juga tentu tidak lupa dengan peran ‘Aisyah. Banyak para sahabat, baik yang laki-laki
maupun yang perempuan, menerima hadits darinya berkenaan dengan hukum-hukum
agama.

Kita juga tentu mengetahui sebuah kisah yang terjadi belum lama ini berkenaan dengan
istri Imam Muhammad bin Su’ud, raja pertama kerajaan Arab Saudi. Kita mengetahui
bahwa isteri beliau menasehati suaminya yang seorang raja itu untuk menerima dakwah
Imam al-Mujaddid Muhammad bin Abdul Wahhab. Sungguh, nasehat isteri sang raja itu
benar-benar membawa pengaruh besar hingga membuahkan kesepakatan antara Imam al-
Mujaddid Muhammad bin Abdul Wahhab dengan Imam Muhammad bin Su’ud untuk
menggerakkan dakwah. Dan -alhamdulillah— kita bisa merasakan hasil dari nasehat istri
raja itu hingga hari ini, hal mana aqidah merasuk dalam diri anak-anak negeri ini. Dan
tidak bisa dipungkiri pula bahwa ibuku sendiri memiliki peran dan andil yang besar
dalam memberikan dorongan dan bantuan terhadap keberhasilan pendidikanku. Semoga
Allah melipat gandakan pahala untuknya dan semoga Allah membalas kebaikannya
kepadaku tersebut dengan balasan yang terbaik.

Tidak diragukan bahwa rumah yang penuh dengan rasa cinta, kasih dan sayang, serta
pendidikan yang islami akan berpengaruh terhadap kehidupan seseorang. Dengan izin
Allah seseorang yang hidup dalam lingkungan rumah seperti itu akan senantiasa
mendapatkan taufik dari Allah dalam setiap urusannya, sukses dalam pekerjaan yang
ditempuhnya, baik dalam menuntut ilmu, perdagangan, pertanian atau pekerjaan-
pekerjaan lain.

Kepada Allah-lah aku memohon semoga Dia memberi taufik-Nya kepada kita semua
sehingga dapat melakukan apa yang Dia cintai dan Dia ridhai. Shalawat dan salam
semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya dan sahabat-sahabatnya.

BAG 2

Di antara masalah yang sering dipersoalkan dalam kepustakaan maupun


forum diskusi, adalah kedudukan wanita dari berbagai sudut pandang dan
perspektif dalam masyarakat. Dalam masyarakat (adat) Indonesia misalnya,
kedudukan wanita berbeda-beda. Perbedaan itu setidaknya disebabkan oleh
dua faktor. Pertama, bentuk dan susunan masyarakat tempat wanita tersebut
berada. Kedua, sistem nilai yang dianut masyarakat bersangkutan. Sebab,
sistem nilai adalah konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar
warga dari masyarakat bersangkutan mengenai apa yang mereka anggap
berharga dalam kehidupan mereka. Sistem nilai ini sekaligus berfungsi
sebagai pedoman kehidupan mereka.
Sementara itu, dalam suatu masyarakat yang dibina berdasarkan ajaran
Islam, otomatis kedudukan wanita sejatinya lebih ditentukan ajaran
tersebut.
Ajaran islam sendiri memberi kedudukan dan penghormatan yang tinggi
kepada wanita, dalam hukum ataupun masyarakat. Dalam kenyataan, jika
kedudukan tersebut tidak seperti yang diajarkan ajaran Islam maka
itu adalah soal lain. Sebab, struktur, adat, kebiasaan dan budaya
masyarakat juga memberikan pengaruh yang signifikan.
Beberapa bukti yang menguatkan dalil bahwa ajaran Islam memberikan kedudukan
tinggi kepada wanita, dapat dilihat pada banyaknya ayat Alquran yang
berkenaan dengan wanita. Bahkan untuk menunjukkan betapa pentingnya
kedudukan wanita, dalam Alquran terdapat surah bernama An-Nisa, artinya
wanita. Selain Alquran, terdapat berpuluh hadits (sunnah) Nabi Muhammad SAW
yang membicarakan tentang kedudukan wanita dalam hukum dan masyarakat.
Pada masyarakat yang mengenal praktik mengubur bayi wanita hidup-hidup,
ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW sangat revolusioner, yakni: "Yang
terbaik di antara manusia adalah yang terbaik sikap dan prilakunya terhadap
kaum wanita". Atau pula: "Barangsiapa yang membesarkan dan mendidik dua
putrinya dengan kasih sayang, ia akan masuk sorga". Kemudian: "Sorga itu
berada di bawah telapak kaki ibu" (hadits).
Dalam catatan sejarah dapat ditelusuri, ajaran Islam telah mengangkat
derajat wanita sama dengan pria dalam bentuk hukum, dengan memberikan hak
dan kedudukan kepada wanita yang sama dengan pria sebagai ahli waris
mendiang orangtua atau keluarga dekatnya. Hukum Islam pula yang memberikan
hak kepada wanita untuk memiliki sesuatu (harta) atas namanya sendiri.
Padahal ketika itu kedudukan wanita rendah sekali, bahkan dalam masyarakat
Arab yang bercorak patrilineal sebelum datang Islam, wanita mempunyai banyak
kewajiban, tetapi hampir tidak mempunyai hak. Wanita dianggap benda belaka,
ketika masih muda ia kekayaan orangtuanya, sesudah menikah ia menjadi
kekayaan suaminya. Sewaktu-waktu mereka bisa diceraikan atau dimadu begitu
saja.
Fisiknya yang lemah, membuat wanita dipandang tak berguna karena ia tak
dapat berperang mempertahankan kehormatan. Pandangan ini tentu saja
merendahkan derajat wanita dalam masyarakat. Kedudukan wanita yang rendah
itulah, kemudian menjadi salah satu hal yang diperangi dan ditinggalkan oleh
ajaran Islam.
Menurut ajaran Islam:
1. Kedudukan wanita sama dengan pria dalam pandangan Allah (QS Al-Ahzab:35,
Muhammad:19). Persamaan ini jelas dalam kesempatan beriman, beramal saleh
atau beribadah (shalat, zakat, berpuasa, berhaji) dan sebagainya.
2. Kedudukan wanita sama dengan pria dalam berusaha untuk memperoleh,
memiliki, menyerahkan atau membelanjakan harta kekayaannya (QS An-Nisa:4 dan
32).
3. Kedudukan wanita sama dengan pria untuk menjadi ahli waris dan memperoleh
warisan, sesuai pembagian yang ditentukan (QS An-Nisa:7).
4. Kedudukan wanita sama dengan pria dalam memperoleh pendidikan dan ilmu
pengetahuan: "Mencari/menuntut ilmu pengetahuan adalah kewajiban muslim pria
dan wanita" (Hadits).
5. Kedudukan wanita sama dengan pria dalam kesempatan untuk memutuskan
ikatan perkawinan, kalau syarat untuk memutuskan ikatan perkawinan itu
terpenuhi atau sebab tertentu yang dibenarkan ajaran agama, misalnya melalui
lembaga fasakh dan khulu', seperti suaminya zhalim, tidak memberi nafkah,
gila, berpenyakit yang mengakibatkan suami tak dapat memenuhi kewajibannya
dan lain-lain.
6. Wanita adalah pasangan pria, hubungan mereka adalah kemitraan,
kebersamaan dan saling ketergantungan (QS An-Nisa:1, At-Taubah:71,
Ar-Ruum:21, Al-Hujurat:13). QS Al-Baqarah:2 menyimbolkan hubungan saling
ketergantungan itu dengan istilah pakaian; "Wanita adalah pakaian pria, dan
pria adalah pakaian wanita".
7. Kedudukan wanita sama dengan kedudukan pria untuk memperoleh pahala
(kebaikan bagi dirinya sendiri), karena melakukan amal saleh dan beribadah
di dunia (QS Ali Imran:195, An-Nisa:124, At-Taubah:72 dan Al-Mu'min:40).
Amal saleh di sini maksudnya adalah segala perbuatan baik yang diperintahkan
agama, bermanfaat bagi diri sendiri, masyarakat, lingkungan hidup dan
diridhai Allah SWT.
8. Hak dan kewajiban wanita-pria, dalam hal tertentu sama (QS
Al-Baqarah:228, At-Taubah:71) dan dalam hal lain berbeda karena kodrat
mereka yang sama dan berbeda pula (QS Al-Baqarah:228, An-Nisa:11 dan 43).
Kodratnya yang menimbulkan peran dan tanggung jawab antara pria dan wanita,
maka dalam kehidupan sehari-hari --misalnya sebagai suami-isteri-- fungsi
mereka pun berbeda. Suami (pria) menjadi penanggungjawab dan kepala
keluarga, sementara isteri (wanita) menjadi penanggungjawab dan kepala
rumahtangga.
Menurut ajaran Islam, seorang wanita tidak bertanggungjawab untuk mencari
nafkah keluarga, agar ia dapat sepenuhnya mencurahkan perhatian kepada
urusan kehidupan rumahtangga, mendidik anak dan membesarkan mereka. Walau
demikian, bukan berarti wanita tidak boleh bekerja, menuntut ilmu atau
melakukan aktivitas lainnya. Wanita tetap memiliki peranan (hak dan
kewajiban) terhadap apa yang sudah ditentukan dan menjadi kodratnya.
Sebagai anak (belum dewasa), wanita berhak mendapat perlindungan, kasih
sayang dan pengawasan dari orangtuanya. Sebagai isteri, ia menjadi kepala
rumah tangga, ibu, mendapat kedudukan terhormat dan mulia. Sebagai warga
masyarakat dan warga negara, posisi wanita pun sangat menentukan.

BAG3

Di zaman yang dikatakan modern ini, pihak-pihak kapitalis sekuler kadang dengan jargon
equality gender sering mendiskreditkan dan menuduh islam yang menempatkan wanita
seperti second class dalam suatu masyarakat (dalam pandangan mereka). Dalam tulisan
ini penulis ingin memberikan suatu pemahaman yang bersih mengenai hal tersebut.

Fase sebelum islam

Untuk memberikan perbandingan yang baik, saya ingin sekiranya memberikan informasi
terlebih dahulu bagaimana keadaan hubungan pria dan wanita sebelum Islam datang,
sehingga dapat memberikan gambaran pengaruh dan perubahann apa saja terhadap
kehidupan sosial yang disebabkan oleh datangnya Islam.

Arab:
Pada dasarnya hubungan pria dan wanita dalam masyarakat arab seluruhnya tidak lebih
adalah suatu hubungan jantan dengan betina, dengan sedikit perbedaan, sesuai dengan
tingkat-tingkat kelompok dan golongan-golongan kabilah masing-masing, yang pada
umumnya tidak jauh dari cara hidup yang masih mirip-mirip dengan tingkatan manusia
primitif. Dalam hal ini kaum wanitanya pada zaman jahiliah yang mula-mula
mempertontonkan diri, memamerkan kecantikannya dengan berbagai-bagai perhiasan
yang bukan lagi terbatas hanya untuk suaminya. Mereka pergi keluar sendiri-sendiri atau
beramai-ramai untuk keperluan yang mereka adakan di tengah-tengah padang sahara.
Ditempat ini pemuda-pemuda dan kaum pria lainnya menyambut mereka, dan mereka
dipertemukan dengan kelompoknya masing-masing. Kedua belah pihak saling bertukar
pandangan, saling bercumbu dengan kata-kata yang manis-manis, yang membuat si
‘jantan’ jadi sengan dan si ‘betina’ jadi tenteram. Saking membudayanya
sikap ‘jantan-betina’ tersebut, bahkan Hindun istri Abu Sufyan tidak segan-segan
mengatakan dalam perang Uhud, membakar semangat pasukan Quraisy dengan kalimat:

Kamu maju kami peluk


Dan kami hamparkan kasur yang empuk
Atau kamu mundur kita berpisah
Berpisah tanpa cinta
Pada masa itu masalah zina bukan lah suatu kejahatan yang patut mendapat perhatian.
Masalah cumbu-cumbuan sudah merupakan salah satu kebiasaan semua orang. Sumber-
sumber sejarah menyebutkan, percintaan-percintaan yang dilakukan Hindun (yang
memiliki kedudukan tinggi sebagai suami Abu Sufyan) tidak sampai mengubah
kedudukannya di tengah-tengah masyarakat dan keluarganya. Bila ada wanita yang
melahirkan anak, dan tidak diketahui siapa bap anak itu, tidak segan-segan ia akan
menyebutkannya, laki-laki mana yang telah menjamahnya untuk kemudian
menghubungkan anaknya kepada yang dianggapnya paling mirip.

Pada masa ini, wanita hanya dipandang sebagai ‘alat’ pemuas nafsu, dari para pria.
Para pria mengenal wanita hanya sebagai ‘betina’ dan yang akan menghamparkan
kasur. Anak laki-laki bagi mereka adalah kebanggaan dan anak perempuan sebagai suatu
aib.

Rumawi:
Tetapi jika pembaca menilai hal diatas dianggap sesuatu yang sangat rendah, ternyata
pada zamannya apa yang terjadi dibelahan dunia lain tidak lebih baik bahkan lebih parah
dari apa yang terjadi di Arab.

Rumawi sebagai pemegang undang-undang masa itu, sebagai yang perkasa dan berkuasa,
satu-satunya kerajaan yang paling kuat menyaingi Persia, menempatkan kedudukan kaum
wanita dibandingkan dengan prianya, ternyata masih dibawah kedudukan wanita Arab.
Menurut undang-undang Rumawi masa itu, wanita adalah harta-benda milik laki-laki,
dapat diperlakukan sekehendak hati, ia berkuasa dari soal hidup sampai matinya,
dipandang persis seperti budak. Ia menjadi milik bapaknya, kemudian milik suaminya,
lalu milik anaknya. Pemilikan demikian ini persisi seperti memiliki budak atau seperti
memiliki binatang dan benda mati. Wanita dipandangnya hanya sebagai pembangkit
nafsu berahi. Ia tidak punya kuasa apa-apa terhadap sifat kebetinaannya, hingga mau
tidak mau ia harus berpura-pura berbuat sopan sedapat mungkin, dan ini tetap berlaku
selama berabad-abad kemudian.

Pada masa itu, hubungan pria dan wanita hanya dilihat sebagai hubungan jantan-betina,
bahkan dianggap sebagai hubungan perbudakan dan sangat hina, sehingga pada masa-
masa tertentu ahli-ahli agamanya masih bertanya-tanya: Apakah wanita itu punya ruh
yang akan dapat diadili, atau seperti hewan saja tanpa ruh dan tidak ada pengadilan
Tuhan kepadanya dan tidak ada tempat pula di kerajaan Tuhan.

Fase setelah islam

Dengan kedatangan islam, maka kedudukan wanita ditinggikan. Islam membentuk


hubungan pria-wanita sebagai kerjasama pria dan wanita dalam arti saling tolong-
menolong sebagai saudara yang penuh kasih sayang. Hak dan kewajiban wanita sama,
hanya laki-laki mempunyai kelebihan atas mereka.

Aurat-aurat wanita diperintahkan untuk ditutupi, wanita diperintahkan untuk menjaga


kehormatannya, menutupi perhiasan-perhiasannya kecuali terhadap siapa2 yang
dihalalkan. Tidak lain semua adalah sebuah bentuk aksi untuk membatasi antara pria dan
wanita, yang berarti akan lebih mendekatkan orang pada dasar kemanusiaan yang lebih
tinggi, dasar persamaan jiwa dalam beribadat, yang hanya kepada Allah semata-mata.

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan


pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi
mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (24:30)

Disusul dengan

Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan


pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya,
kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau
putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera
saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-
wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang
tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (24:31)

Dengan pendidikan itu, Islam mengubah mental manusia dari mental primitif jantan-
betina. Landasannya ialah mengubah sama sekali pandangan masyarakat itu akan
hubungan laki-laki dengan wanita. Islam menghendaki dihapusnya segala tanggapan
tentang sex(libido) yang menguasai pikiran manusia selama ini, dengan demikian yang
dikehendaki ialah mengarahkan masyarakat itu sesuai dengan tujuan hidup manusia yang
lebih tinggi dengan tidak mengurangi kesenangan hidupnya. Islam menyalurkan
‘keinginan’2 tersebut dalam suatu kerangka yang indah, sebuah pernikahan yang
suci.

Sekulerisme Kapitalisme

Tetapi pemahaman islam yang mulia itu dengan pemikiran yang dangkal dihujat oleh
pemikir2 yang menyatakan dirinya sebagai pemikir yang modern. Dengan konsep-konsep
emansipasi dan equality gender tersebut, mereka dengan aktif menyerukan bahwa konsep
islam telah menjadikan wanita sebagai warga kelas dua, suatu tuduhan yang rendah dan
licik.

Tetapi sebaik-baiknya pernyataan yang mereka katakan, fakta-fakta yang terjadi justru
mengatakan sebaliknya. Konsep kebebasan dan persamaan yang mereka perjuangkan
justru membuat hubungan pria-wanita yang ditinggikan dalam islam kembali kepada
hubungan jantan-betina. Di Amerika berdasarkan angka statistik nasional, 1,3 perempuan
diperkosa setiap menitnya, dan 1.872 perhari, 683.280 pertahun (Islam the choice of
thinking women). Di Amerika diperkirakan setiap hari terjadi 1,5 juta hubungan seks
dilakukan dengan bayaran uang yang telah disepakati kedua belah pihak.

Dengan konsep-konsep kebebasan tersebutlah, membuat pikiran-pikiran pria tidak


terlepas dari sex (libido) ketika berhubungan dengan wanita dalam aktivitas-aktivitas
sehari-hari. Wanita berbangga-bangga menunjukkan ‘perhiasannya’ kepada setiap
laki-laki, dan laki-laki memburunya walau dia bukan istrinya, demi memuaskan
nafsunya.

Konklusi Penulis

Sungguh pada wanita terdapat perhiasan-perhiasan yang dapat membuat nafsu pada laki-
laki muncul (dan juga sebaliknya). Oleh karenanya Allah sebagai Sang Pencipta yang
mengetahui potensi mahluknya dari A-Z, menciptakan aturan-aturan sehingga derajat
kemanusiaan kita yang memiliki akal untuk berpikir tidak jatuh kedalam derajat hewani
yang rendah. Diperintahkan-Nya wanita untuk menjaga perhiasannya tersebut, agar tidak
tercipta hubungan jantan-betina antar pria dan wanita.

Sayangnya banyak manusia yang sombong, dan tidak berpikir mendalam serta mustanir,
sehingga merasa dirinya lebih tahu apa yang baik untuk dirinya, padahal Allah telah
menetapkan segala sesuatunya bagi dia.

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik
daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? (Al-Maidah:50)

BAG 4
Ada lima kewajiban wanita islam yang harus dilaksanakan oleh setiap wanita yang ingin
tergolong sebagai wanita yang shalihat, lima kewajiban itu ialah : wajibat diniyah,
wajibat syakhsiyah, wajibat baitiyah, wajibat ijtimaiyah, dan wajibat wathaniyah1.
Wajibat DiniyahIalah kewajiban membuktikan ketinggian islam diatas nilai, ideologi, dan
tatanan hidup lainnya.Untuk membuktikan ketinggian islam ada tiga langkah yang harus
ditempuh oleh para wanita Islam. Pertama, memiliki akhlak yang karimah (mulia).
Kedua, meniongkatkan ilmu dan kecerdasan. Ketiga, memperbanyak amal, gerak, dan
perjuangan yang baik.2. Wajibat SyakhsiyahIalah kewajiban yang harus dipenuhi
terhadap diri sendiri agar kualitas pribadinya semakin baik, jasmani dan rohani.kewajiban
terhadap jasmani antara lain menjaga kebersihan diri,baik kebersihan badan, pakaian
maupun lingkungan rumah dan perkakas rumah tangga. Kewajiban terhadap rohani
antara lain memiliki akidah yang salimah dengan membuang jauh segala keprcayaan dan
keyakinan yang tudak benar, membersihkan hati dari sfat sifat tercela lalu mengisinya
dengan sifat sifat terpuji.3. Wajibat baitiyahIalah kewajiban yang harus dilaksanakan
terhadap rumah tangga.Untuk bisa melaksanakan kewajiban terhadap rumah tangganya,
seorang wanita harus mengetahui banyak pengetahuan yang berkaitan dengan soal itu
antara lain denga membaca buku atau bacaan lainnya.4. Wajibat ijtimaiyahIalah
kewajiban yang harus dipenuhi terhadap masyarakat.wanita harus berperan aktif dalam
masyarakat selama sesuai dengan kodratnya, misalnya dalam bidang sosial, pendidikan
dan pengajaran, pemeliharaan anak yatim, pemeliharaan kesehatan masyarakat.5. Wajibat
wathaniyahIalah kewajiban yang bercita cita dan berusaha mencapai terwujudnya tanah
air, negara dan bangsa yang islami.Sejak masa sebelum nabi Muhammad, sampai pada
sahabat, dan seterusnya, wanita banyak berperan dalam perjuangan mewujudkan negeri
yang islami, baik melalui tumbuhnya masyarakat islam sampai pada peperangan terhadap
kaum kafir dan dipertahankannya peraturan-peraturan islam.

Bag 4

Berikut merupakan keistimewaan wanita menurut Islam, menunjukkan betapa Islam


begitu menghormati dan menghargai para wanita yang sholehah.

1. Wanita yang solehah (baik) itu lebih baik daripada 70 orang pria yang soleh.
2. Barang siapa yang menggembirakan anak perempuannya, derajatnya seumpama
orang yang sentiasa menangis kerana takutkan Allah S.W.T. dan orang yang
takutkan Allah S.W.T. akan diharamkan api neraka ke atas tubuhnya.
3. Barang siapa yang membawa hadiah (barang makanan dari pasar ke rumah) lalu
diberikan kepada keluarganya, maka pahalanya seperti bersedekah.
4. Hendaklah mendahulukan anak perempuan daripada anak pria. Maka barang siapa
yang menyukakan anak perempuan seolah- olah dia memerdekakan anak Nabi
Ismail A.S.
5. Wanita yang tinggal bersama anak-anaknya akan tinggal bersama aku (Rasulullah
S.A.W.) di dalam syurga.
6. Barang siapa mempunyai tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan atau
dua anak perempuan atau dua saudara perempuan, lalu dia bersikap ihsan dalam
pergaulan dengan mereka dan mendidik mereka dengan penuh rasa takwa serta
bertanggungjawab, maka baginya adalah syurga.
7. Daripada Aisyah r.a. “Barang siapa yang diuji dengan se Suatu daripada anak-
anak perempuannya, lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan
menjadi penghalang baginya daripada api neraka.
8. Syurga itu di bawah telapak kaki ibu.
9. Apabila memanggil akan engkau dua orang ibu bapamu, maka jawablah
panggilan ibumu dahulu.
10. Wanita yang taat berkhidmat kepada suaminya akan tertutup pintu-pintu neraka
dan terbuka pintu-pintu syurga. Masuklah dari mana-mana pintu yang dia
kehendaki dengan tidak dihisab.
11. Wanita yang taat akan suaminya, semua ikan-ikan di laut, burung di udara,
malaikat di langit, matahari dan bulan, semuanya beristighfar baginya selama
mana dia taat kepada suaminya dan direkannya (serta menjaga sembahyang dan
puasanya).
12. Aisyah r.a. berkata “Aku bertanya kepada Rasulullah S.A.W., siapakah yang lebih
besar haknya terhadap wanita? Jawab baginda, “Suaminya.” “Siapa pula berhak
terhadap pria?” tanya Aisyah kembali, Jawab Rasulullah S.A.W. “Ibunya.”
13. Perempuan apabila sembahyang lima waktu, puasa bulan Ramadan, memelihara
kehormatannya serta taat akan suaminya, masuklah dia dari pintu syurga mana
sahaja yang dia kehendaki.
14. Tiap perempuan yang menolong suaminya dalam urusan agama, maka Allah
S.W.T. memasukkan dia ke dalam syurga lebih dahulu daripada suaminya (10,000
tahun).
15. Apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya, maka
beristighfarlah para malaikat untuknya. Allah S.W.T. menatatkan baginya setiap
hari dengan 1,000 kebaikan dan menghapuskan darinya 1,000 kejahatan.
16. Apabila seseorang perempuan mulai sakit hendak bersalin, maka Allah S.W.T.
mencatatkan baginya pahala orang yang berjihad pada jalan Allah S.W.T.
17. Apabila seseorang perempuan melahirkan anak, keluarlah dia daripada dosa-dosa
seperti keadaan ibunya melahirkannya.
18. Apabila telah lahir (anak) lalu disusui, maka bagi ibu itu setiap satu tegukan
daripada susunya diberi satu kebajikan.
19. Apabila semalaman (ibu) tidak tidur dan memelihara anaknya yang sakit, maka
Allah S.W.T. memberinya pahala seperti memerdekakan 70 orang hamba dengan
ikhlas untuk membela agama Allah S.W.T.
20. Seorang wanita solehah adalah lebih baik daripada 70 orang wali.
21. Seorang wanita yang jahat adalah lebih buruk dari pada 1,000 pria yang jahat.
22. Rakaat solat dari wanita yang hamil adalah lebih baik daripada 80 rakaat solat
wanita yang tidak hamil.
23. Wanita yang memberi minum air susu ibu (asi) kepada anaknya daripada
badannya (susu badannya sendiri) akan dapat satu pahala dari pada tiap-tiap titik
susu yang diberikannya.
24. Wanita yang melayani dengan baik suami yang pulang ke rumah di dalam
keadaan letih akan mendapat pahala jihad.
25. Wanita yang melihat suaminya dengan kasih sayang dan suami yang melihat
isterinya dengan kasih sayang akan dipandang Allah dengan penuh rahmat.
26. Wanita yang menyebabkan suaminya keluar dan berjuang ke jalan Allah dan
kemudian menjaga adab rumah tangganya akan masuk syurga 500 tahun lebih
awal daripada suaminya, akan menjadi ketua 70,000 malaikat dan bidadari dan
wanita itu akan dimandikan di dalam syurga, dan menunggu suaminya dengan
menunggang kuda yang dibuat daripada yakut.
27. Wanita yang tidak cukup tidur pada malam hari kerana menjaga anak yang sakit
akan diampunkan oleh Allah akan seluruh dosanya dan bila dia hiburkan hati
anaknya Allah memberi 12 tahun pahala ibadat.
28. Wanita yang memerah susu binatang dengan “bismillah” akan didoakan oleh
binatang itu dengan doa keberkatan.
29. Wanita yang menguli tepung gandum dengan “bismillah”, Allah akan berkatkan
rezekinya.
30. Wanita yang menyapu lantai dengan berzikir akan mendapat pahala seperti
meyapu lantai di baitullah.
31. Wanita yang hamil akan dapat pahala berpuasa pada siang hari.
32. Wanita yang hamil akan dapat pahala beribadat pada malam hari.
33. Wanita yang bersalin akan mendapat pahala 70 tahun solat dan puasa dan setiap
kesakitan pada satu uratnya Allah mengurniakan satu pahala haji.
34. Sekiranya wanita mati dalam masa 40 hari selepas bersalin, dia akan dikira
sebagai mati syahid.
35. Jika wanita melayani suami tanpa khianat akan mendapat pahala 12 tahun solat.
36. Jika wanita menyusui anaknya sampai cukup tempo(2½ thn),maka malaikat-
malaikat dilangit akan khabarkan berita bahwa syurga wajib baginya. Jika wanita
memberi susu badannya kepada anaknya yang menangis, Allah akan memberi
pahala satu tahun solat dan puasa.
37. Jika wanita memicit/mijat suami tanpa disuruh akan mendapat pahala 7 tola emas
dan jika wanita memicit suami bila disuruh akan mendapat pahala 7 tola perak.
38. Wanita yang meninggal dunia dengan keredhaan suaminya akan memasuki
syurga.
39. Jika suami mengajarkan isterinya satu masalah akan mendapat pahala 80 tahun
ibadat.
40. Semua orang akan dipanggil untuk melihat wajah Allah di akhirat, tetapi Allah
akan datang sendiri kepada wanita yang memberati auratnya yaitu memakai
purdah di dunia ini dengan istiqamah.

Bag 5

Pertama, tipe wanita dengan kepribadian kuat. Tipe ini diwakili oleh Siti Asiyah, istri
Fir'aun. Walaupun berada dalam "cengkeraman" Fir'aun, ia tetap teguh menjaga akidah
dan harga dirinya sebagai seorang Muslimah.
Allah SWT mengabadikan doanya dalam Alquran :

''Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam syurga dan
selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya dan selamatkan aku dari kaum yang
zalim.” (QS. At-Tahrim:11).

Kedua, tipe wanita yang berusaha menjaga kesucian dirinya. Tipe kedua ini diwakili oleh
Siti Maryam. Dalam Surat Maryam ayat 20 disebutkan bahwa Maryam adalah seorang
wanita suci yang tidak pernah disentuh seorang lelaki pun.

Karena keutamaan inilah, Allah SWT berkenan mengabadikan namanya menjadi nama
salah satu surat dalam Alquran dan menjadikannya ibu dari seorang nabi yang agung.

Ketiga, tipe wanita penghasut, penebar fitnah, penggemar gosip, dan sangat buruk
hatinya. Ia adalah Hindun, istrinya Abu Lahab. Alquran menjuluki wanita ini sebagai
"pembawa kayu bakar" atau wanita penyebar fitnah dan permusuhan. Allah SWT
berfirman,

''Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa dan demikian
pula istrinya, pembawa kayu bakar yang di lehernya ada tali dari sabut.'' (QS. Al-Lahab:
1-5).
Dalam sejarah diceritakan bagaimana "kehebatan" Hindun dalam menyebarkan gosip dan
fitnah tentang Rasulullah SAW. Hindun pun dikenal sebagai partner terbaik Abu Lahab
untuk menghambat dakwah Islam.

Keempat, tipe wanita penggoda. Tipe ini diperankan oleh Siti Zulaikha. Petualangan
Zulaikha dalam menggoda Yusuf, dijelaskan dalam Alquran Surat Yusuf ayat 23, ''Dan
wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya, menggoda Yusuf untuk menundukkan
dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu seraya berkata, "Marilah ke sini,"

Walaupun para tokoh yang dikisahkan dalam Alquran tersebut hidup ribuan tahun yang
lalu, tapi karakteristik dan sifatnya tetap abadi hingga sekarang.

Bag 6

Rawalpindi, Pakistan – Sebelum datangnya Islam, perempuan secara umum tidak


dianggap keberadaannya dalam banyak masyarakat di seluruh dunia. Sebenarnya,
memerlukan waktu berabad-abad bagi wanita untuk memperoleh hak-hak yang setara
dengan pria, setidaknya secara teori, jika bukan dalam praktik. Tapi perjuangan untuk
mendapatkan kesetaraan gender yang sepenuhnya belum berakhir.

Dalam perjuangan ini, banyak pihak yang menunjuk Islam sebagai salah satu penghalang
terbesar bagi pemenuhan hak-hak perempuan. Tapi, jika kita mencarinya dalam Quran,
tampaknya bukan itu masalahnya. Masalahnya terletak pada adat istiadat konservatif
tradisional yang ada dalam masyarakat yang tidak menerapkan visi Quran tentang
tingginya martabat perempuan.

Quran mengatakan: "Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah


menciptakan kamu dari diri yang satu dan menciptakan pasangannya, dan dari keduanya
Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada
Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan peliharalah hubungan
kekeluargaan (tali rahim)" (Qur'an 4:1).

Ayat ini jelas menunjukkan bahwa pria dan wanita dalam Islam setara secara intrinsik –
dalam peristiwa penciptaan – dan secara ekstrinsik dalam hubungan mereka satu sama
lain maupun kewajiban-kewajiban mereka terhadap Tuhan. Malah, Quran seakan lebih
meninggikan perempuan karena ia menyebutkan rahim di akhir ayat ini, tentu sebagai
penghormatan atas peran mereka sebagai ibu.

Dalam dunia Arab pra-Islam, para orangtua kerap membunuh bayi perempuan mereka
karena kelahiran seorang anak perempuan merupakan kesialan bagi keluarga itu. Quran
mengutuk sikap ini dengan mengatakan bahwa mereka yang melakukannya: "Dia
bersembunyi dari orang banyak, disebabkan kabar buruk yang disampaikan kepadanya.
Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan atau akan
membenamkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ingatlah alangkah buruknya (putusan)
yang mereka tetapkan itu (Quran16:58-59).
Empat belas abad setelah kedatangan Islam serta kemajuan, perkembangan, pendidikan
dan pencerahan yang mengikutinya, kita masih bisa melihat stigma tentang anak
perempuan ini di beberapa wilayah di dunia, seperti di Asia Selatan, misalnya. Dalam
masyarakat di mana pria biasanya menafkahi seluruh keluarga, kelahiran seorang putra
selalu dipandang lebih layak untuk dirayakan.

Meskipun pemberdayaan perempuan, yang disebabkan pendidikan dan pekerjaan yang


lebih baik, telah mengubah struktur sosial, kita harus berbuat lebih banyak untuk
menghormati kesetaraan gender yang diuraikan dalam Quran. Pernikahan paksa,
pembunuhan untuk "kehormatan", dan pengasosiasian perempuan dengan rumah oleh
budaya, tradisi maupun norma-norma sosial tidak didukung oleh Islam.

Para pemimpin politik dan agama yang konservatif di beberapa masyarakat Muslim
seperti di wilayah-wilayah kesukuan di Pakistan, harus menghormati pandangan Quran
tentang status dan hak-hak wanita serta berusaha untuk membangunnya berdasarkan hal
itu.

Islam memberikan hak-hak waris kepada wanita 12 abad sebelum hak itu diberikan
kepada para wanita Eropa: "Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua
orangtua dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian pula dari harta peninggalan
kedua orangtua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang
ditetapkan" (Quran 4:7).

Islam muncul pada masa dan pada masyarakat yang memperlakukan perempuan sebagai
barang warisan. Sehingga merupakan sesuatu yang revolusioner bagi mereka untuk
memiliki hak waris bagi diri mereka sendiri.

Dalam wacana Muslim, perdebatan mengenai hak-hak wanita, atau hak-hak untuk urusan
itu, selalu dipahami dalam konteks hak dan kewajiban dari sudut pandang Islam. Untuk
menghormati hak dan kewajiban ini dan untuk memahami peran kita dalam
perkembangan masyarakat, kita harus mendidik diri sendiri. Pendidikan dan pengetahuan
wajib hukumnya bagi pria dan wanita dalam Islam.

Lagipula, pendidikanlah yang berperan sebagai katalis untuk perubahan. "Katakanlah:


Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?
Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran" (Quran 39:
9).

Ajaran Islam harus lebih diutamakan daripada adat dan budaya yang memiliki bias
terhadap peran konstruktif perempuan dalam masyarakat Muslim. Bias ini ironisnya
kadang-kadang diungkapkan atas nama agama yang justru telah memberikan wanita hak-
hak yang jauh lebih besar daripada yang bisa diterima oleh struktur-struktur sosial itu.
Segala upaya pemberdayaan yang senada dengan visi Quran, yang menjunjung tinggi
status wanita di hadapan hukum, harus didukung sepenuhnya. Kepada mereka yang ingin
menyangkal hak-hak wanita semacam itu, kami bertanya, "Apakah mereka tidak
menghayati Al-Qur'an?" (Quran 4:82)
Bag 7

Wanita Berbeda Dengan Laki-Laki

Allah berfirman,

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-
Ku.” (Qs. Adz-Dzaariyat: 56)

Allah telah menciptakan manusia dalam jenis perempuan dan laki-laki dengan memiliki
kewajiban yang sama, yaitu untuk beribadah kepada Allah. Dia telah menempatkan pria
dan wanita pada kedudukannya masing-masing sesuai dengan kodratnya. Dalam
beberapa hal, sebagian mereka tidak boleh dan tidak bisa menggantikan yang lain.

Keduanya memiliki kedudukan yang sama. Dalam peribadatan, secara umum mereka
memiliki hak dan kewajiban yang tidak berbeda. Hanya dalam masalah-masalah tertentu,
memang ada perbedaan. Hal itu Allah sesuaikan dengan naluri, tabiat, dan kondisi
masing-masing.

Allah mentakdirkan bahwa laki-laki tidaklah sama dengan perempuan, baik dalam bentuk
penciptaan, postur tubuh, dan susunan anggota badan.

Allah berfirman,

“Dan laki-laki itu tidaklah sama dengan perempuan.” (Qs. Ali Imran: 36)

Karena perbedaan ini, maka Allah mengkhususkan beberapa hukum syar’i bagi kaum
laki-laki dan perempuan sesuai dengan bentuk dasar, keahlian dan kemampuannya
masing-masing. Allah memberikan hukum-hukum yang menjadi keistimewaan bagi
kaum laki-laki, diantaranya bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan,
kenabian dan kerasulan hanya diberikan kepada kaum laki-laki dan bukan kepada
perempuan, laki-laki mendapatkan dua kali lipat dari bagian perempuan dalam hal
warisan, dan lain-lain. Sebaliknya, Islam telah memuliakan wanita dengan
memerintahkan wanita untuk tetap tinggal dalam rumahnya, serta merawat suami dan
anak-anaknya.

Mujahid meriwayatkan bahwa Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata: “Wahai


Rasulullah, mengapa kaum laki-laki bisa pergi ke medan perang sedang kami tidak, dan
kamipun hanya mendapatkan warisan setengah bagian laki-laki?” Maka turunlah ayat
yang artinya, “Dan janganlah kamu iri terhadap apa yang dikaruniakan Allah…” (Qs.
An-Nisaa’: 32)” (Diriwayatkan oleh Ath-Thabari, Imam Ahmad, Al-Hakim, dan lain
sebagainya)
Saudariku, maka hendaklah kita mengimani apa yang Allah takdirkan, bahwa laki-laki
dan perempuan berbeda. Yakinlah, di balik perbedaan ini ada hikmah yang sangat besar,
karena Allah adalah Dzat Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Mari Menjaga Kehormatan Dengan Berhijab

Berhijab merupakan kewajiban yang harus ditunaikan bagi setiap wanita muslimah. Hijab
merupakan salah satu bentuk pemuliaan terhadap wanita yang telah disyariatkan dalam
Islam. Dalam mengenakan hijab syar’i haruslah menutupi seluruh tubuh dan menutupi
seluruh perhiasan yang dikenakan dari pandangan laki-laki yang bukan mahram. Hal ini
sebagaimana tercantum dalam firman Allah Ta’ala:

“dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya.” (Qs. An-Nuur: 31)

Mengenakan hijab syar’i merupakan amalan yang dilakukan oleh wanita-wanita


mukminah dari kalangan sahabiah dan generasi setelahnya. Merupakan keharusan bagi
wanita-wanita sekarang yang menisbatkan diri pada islam untuk meneladani jejak wanita-
wanita muslimah pendahulu meraka dalam berbagai aspek kehidupan, salah satunya
adalah dalam masalah berhijab. Hijab merupakan cermin kesucian diri, kemuliaan yang
berhiaskan malu dan kecemburuan (ghirah). Ironisnya, banyak wanita sekarang yang
menisbatkan diri pada islam keluar di jalan-jalan dan tempat-tempat umum tanpa
mengenakan hijab, tetapi malah bersolek dan bertabaruj tanpa rasa malu. Sampai-sampai
sulit dibedakan mana wanita muslim dan mana wanita kafir, sekalipun ada yang memakai
kerudung, akan tetapi kerudung tersebut tak ubahnya hanyalah seperti hiasan penutup
kepala.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

“Semoga Alloh merahmati para wanita generasi pertama yang berhijrah, ketika turun
ayat:

“dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedadanya,” (Qs. An-Nuur: 31)

“Maka mereka segera merobek kain panjang/baju mantel mereka untuk kemudian
menggunakannya sebagai khimar penutup tubuh bagian atas mereka.”

Subhanallah… jauh sekali keadaan wanita di zaman ini dengan keadaan wanita zaman
sahabiah.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa hijab merupakan kewajiban atas diri seorang
muslimah dan meninggalkannya menyebabkan dosa yang membinasakan dan
mendatangkan dosa-dosa yang lainnya. Sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan rasul-
Nya hendaknya wanita mukminah bersegera melaksanakan perintah Alloh yang satu ini.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: “Dan tidaklah patut bagi mukmin dan tidak (pula) bagi
mukminah, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, kemudian
mereka mempunyai pilihan (yang lain) tentang urusan mereka, dan barangsiapa
mendurhakai Allah dan rasul-Nya. Maka sungguhlah dia telah sesat, dengan kesesatan
yang nyata.” (Qs. Al-Ahzab: 36)

Mengenakan hijab syar’i mempunyai banyak keutamaan, diantaranya:

1. Menjaga kehormatan.
2. Membersihkan hati.
3. Melahirkan akhlaq yang mulia.
4. Tanda kesucian.
5. Menjaga rasa malu.
6. Mencegah dari keinginan dan hasrat syaithoniah.
7. Menjaga ghirah.
8. Dan lain-lain. Adapun untuk rincian tentang hijab dapat dilihat pada artikel-artikel
sebelumnya.

Kembalilah ke Rumahmu

“Dan hendaklah kamu tetap berada di rumahmu.” (Qs. Al-Ahzab: 33)

Islam telah memuliakan kaum wanita dengan memerintahkan mereka untuk tetap tinggal
dalam rumahnya. Ini merupakan ketentuan yang telah Allah syari’atkan. Oleh karena itu,
Allah membebaskan kaum wanita dari beberapa kewajiban syari’at yang di lain sisi
diwajibkan kepada kaum laki-laki, diantaranya:

1. Digugurkan baginya kewajiban menghadiri shalat jum’at dan shalat jama’ah.


2. Kewajiban menunaikan ibadah haji bagi wanita disyaratkan dengan mahram yang
menyertainya.
3. Wanita tidak berkewajiban berjihad.

Sedangkan keluarnya mereka dari rumah adalah rukhshah (keringanan) yang diberikan
karena kebutuhan dan darurat. Maka, hendaklah wanita muslimah tidak sering-sering
keluar rumah, apalagi dengan berhias atau memakai wangi-wangian sebagaimana halnya
kebiasaan wanita-wanita jahiliyah.

Perintah untuk tetap berada di rumah merupakan hijab bagi kaum wanita dari
menampakkan diri di hadapan laki-laki yang bukan mahram dan dari ihtilat. Apabila
wanita menampakkan diri di hadapan laki-laki yang bukan mahram maka ia wajib
mengenakan hijab yang menutupi seluruh tubuh dan perhiasannya. Dengan menjaga hal
ini, maka akan terwujud berbagai tujuan syari’at, yaitu:

1. Terpeliharanya apa yang menjadi tuntunan fitrah dan kondisi manusia berupa
pembagian yang adil diantara hamba-hamba-Nya yaitu kaum wanita memegang
urusan rumah tangga sedangkan laki-laki menangani pekerjaan di luar rumah.
2. Terpeliharanya tujuan syari’at bahwa masyarakat islami adalah masyarakat yang
tidak bercampur baur. Kaum wanita memiliki komunitas khusus yaitu di dalam
rumah sedang kaum laki-laki memiliki komunitas tersendiri, yaitu di luar rumah.
3. Memfokuskan kaum wanita untuk melaksanakan kewajibannya dalam rumah
tangga dan mendidik generasi mendatang.

Islam adalah agama fitrah, dimana kemaslahatan umum seiring dengan fitrah manusia
dan kebahagiaannya. Jadi, Islam tidak memperbolehkan bagi kaum wanita untuk bekerja
kecuali sesuai dengan fitrah, tabiat, dan sifat kewanitaannya. Sebab, seorang perempuan
adalah seorang istri yang mengemban tugas mengandung, melahirkan, menyusui,
mengurus rumah, merawat anak, mendidik generasi umat di madrasah mereka yang
pertama, yaitu: ‘Rumah’.

Bahaya Tabarruj Model Jahiliyah

Bersolek merupakan fitrah bagi wanita pada umumnya. Jika bersolek di depan suami,
orang tua atau teman-teman sesama wanita maka hal ini tidak mengapa. Namun, wanita
sekarang umumnya bersolek dan menampakkan sebagian anggota tubuh serta perhiasan
di tempat-tempat umum. Padahal di tempat-tempat umum banyak terdapat laki-laki non
mahram yang akan memperhatikan mereka dan keindahan yang ditampakkannya. Seperti
itulah yang disebut dengan tabarruj model jahiliyah.

Di zaman sekarang, tabarruj model ini merupakan hal yang sudah dianggap biasa,
padahal Allah dan Rasul-Nya mengharamkan yang demikian.

Allah berfirman:

“Dan hendaklah kamu tetap berada di rumahmu, dan janganlah kalian berhias dan
bertingkah laku seperti model berhias dan bertingkah lakunya orang-orang jahiliyah
dahulu (tabarruj model jahiliyah).” (Qs. Al-Ahzab: 33)

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam


bersabda, yang artinya: “Ada dua golongan ahli neraka yang tidak pernah aku lihat
sebelumnya; sekelompok orang yang memegang cambuk seperti ekor sapi yang dipakai
untuk mencambuk manusia, dan wanita-wanita yang berpakaian tapi hakikatnya
telanjang, mereka berjalan melenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang
miring. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak bisa mencium aromanya.
Sesungguhnya aroma jannah tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim)

Bentuk-bentuk tabarruj model jahiliyah diantaranya:

1. Menampakkan sebagian anggota tubuhnya di hadapan laki-laki non mahram.


2. Menampakkan perhiasannya,baik semua atau sebagian.
3. Berjalan dengan dibuat-buat.
4. Mendayu-dayu dalam berbicara terhadap laki-laki non mahram.
5. Menghentak-hentakkan kaki agar diketahui perhiasan yang tersembunyi.
Pernikahan, Mahkota Kaum Wanita

Menikah merupakan sunnah para Nabi dan Rasul serta jalan hidup orang-orang mukmin.
Menikah merupakan perintah Allah kepada hamba-hamba-Nya:

“Dan nikahkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang
layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu
yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memberi kemampuan kepada mereka
dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
(Qs. An-Nuur: 32)

Pernikahan merupakan sarana untuk menjaga kesucian dan kehormatan baik laki-laki
maupun perempuan. Selain itu, menikah dapat menentramkan hati dan mencegah diri dari
dosa (zina). Hendaknya menikah diniatkan karena mengikuti sunnah nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan untuk menjaga agama serta kehormatannya.

Tidak sepantasnya bagi wanita mukminah bercita-cita untuk hidup membujang.


Membujang dapat menyebabkan hati senantiasa gelisah, terjerumus dalam banyak dosa,
dan menyebabkan terjatuh dalam kehinaan.

Kemaslahatan-kemaslahatan pernikahan:

1. Menjaga keturunan dan kelangsungan hidup manusia.


2. Menjaga kehormatan dan kesucian diri.
3. Memberikan ketentraman bagi dua insan. Ada yang dilindungi dan melindungi.
Serta memunculkan kasih sayang bagi keduanya.

Demikianlah beberapa perkara yang harus diperhatikan oleh setiap muslimah agar dirinya
tidak terjerumus ke dalam dosa dan kemaksiatan dan tidak menjerumuskan orang lain ke
dalam dosa dan kemaksiatan. Allahu A’lam.

Anda mungkin juga menyukai