Anda di halaman 1dari 9

Management of Acute Coronary Syndrome:

Asuhan Keperawatan Pra dan Pasca Intervensi


Ns. Hendra Firmansyah, SKep

Pendahuluan
Secara epidemiologi angka kematian akibat penyakit jantung mencapai 17.3 juta orang per tahun, berdasarkan
laporan dari WHO tahun 2008 (World Heart Federation, 2010). Di Amerika Serikat penyakit jantung merupakan
penyebab kematian pertama baik untuk pria ataupun wanita, dengan angka kejadian 1 juta per tahunnya. Hal ini
menunjukan bahwa setiap 33 detik di Amerika terjadi kematian akibat penyakit jantung, melebihi kematian akibat
AIDS dan kanker. Secara finansial, pada tahun 2008, biaya untuk penanganan penyakit jantung dan pembuluh darah
mencapai $448.5 milyar.

Di Indonesia, berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007 memperlihatkan bahwa prevalensi beberapa penyakit jantung
dan pembuluh darah seperti hipertensi sangat tinggi, yaitu sebesar 31.7%, sedangkan penyakit jantung 7.1% dan
Stroke 0.83% (Kementerian Kesehatan, 2009). Namun sayangnya sampai dengan saat ini data tentang penyakit
Jantung di Indonesia masih sangat terbatas.

Penyakit Jantung Koroner


Penyakit Jantung adalah setiap kondisi yang menyebabkan gangguan terhadap jantung. Diantaranya adalah
penyakit jantung koroner, aritmia dan penyakit jantung bawaan (Mayo Clinic, 2014). Sedangkan istilah penyakit
jantung dan pembuluh darah (penyakit kardiovaskular) adalah setiap kondisi yang disebabkan karena adanya
penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah yang dapat menyebabkan serangan jantung, nyeri dada atau
stroke. Kondisi lainnya dapat berupa gangguan otot jantung, katub jantung, irama jantung atau gangguan di
pembuluh darah perifer (Mayo Clinic, 2014).

Penyakit jantung koroner merupakan penyakit kardiovaskular terbanyak yang menyebabkan kematian di dunia, yaitu
7.2 juta orang per tahun atau 41% dari kasus penyakit kardiovaskular (World Heart Federation, 2010). Penyakit
jantung koroner inilah yang dapat berkembang menjadi Acute Coronary Syndrome.

Acute Coronary Syndrome


Acute coronary syndrome (ACS) adalah suatu kondisi yang menggambarkan kondisi klinik akut sebagai akibat dari
adanya penurunan suplai darah ke otot jantung secara tiba tiba. Istilah ACS digunakan karena dianggap lebih
menggambarkan progres dari infark miokard. ACS meliputi unstable angina, STEMI (ST Elevasi Myocard Infarct) dan
NSTEMI (Non-ST Elevasi Myocard Infarct) (Overbaugh, 2009).

Patofisiologi ACS
ACS diawali dengan rusaknya plak aterosklerosis di dalam arteri koroner, yang menstimulasi agregasi platelet dan
pembentukan trombus. Trombus menyebabkan penyumbatan arteri koroner dan menurunkan perfusi miokardium
(lihat gambar 1). Dulu para peneliti percaya bahwa penyempitan pembuluh darah-lah (akibat dari penumpukan
lemak/plak) yang menyebabkan penurunan perfusi ke miokardium. Tetapi data data terkini menunjukkan bahwa
ruptur dari plak yang tidak stabil dan rapuh, serta efek inflamasi yang menyertainya (berupa pembentukan trombus di
permukaan plak), merupakan penyebab infark miokard pada kebanyakan kasus (Overbaugh, 2009).
Sel otot jantung (miokardium) memerlukan oksigen dan ATP (adenosine 5beta-triphosphate) untuk mempertahankan
kontraktilitas dan stabilitas kelistrikan untuk konduksi listrik jantung yang normal. Ketika sel miokardium kekurangan
oksigen, metabolisme anaerob terjadi sehingga produks ATP lebih sedikit, yang menyebabkan kegagalan pompa
natrium – kalium dan pompa kalsium serta terjadinya penumpukan ion hidrogen dan laktat yang mengakibatkan
asidosis. Pada tahap ini akan terjadilah kematian sel (infark), kecuali dilakukan intervensi untuk mengatasi penyebab
penurunan suplai darah ke miokardium dan mengembalikan perfusi darah ke miokard serta menghentikan proses
iskemia atau infark. Jika perfusi miokard tidak dikembalikan dalam waktu 20 menit, maka akan terjadi nekrosis dan
kerusakan otot jantung menjadi ireversibel. Kondisi ini menyebabkan terganggunya kontraktilitas miokardium,
penurunan curah jantung, penurunan perfusi ke organ vital dan perifer, yang ujungnya menyebabkan timbul tanda
dan gejala syok. Manifestasi klinik pada kondisi ini meliputi penurunan kesadaran, sianosis, akral dingin, hipotensi,
takikardi dan penurunan urine output.

Gambar 1. Iskemia arteri koroner (Overbaugh, 2009)


Klasifikasi ACS
ACS diklasifiksikan berdasarkan penyebab, onset dan gejala yang terjadi pada pasien, yang meliputi: Unstable Angina, NSTEMI, STEMI. Detail penjelasan mengenai klasifikasi ACS
dapat dilihat pada tabel berikut (Overbaugh, 2009):
Manajemen ACS: Penatalaksanaan Medis
Tatalaksana pada kasus ACS disesuaikan dengan klasifikasinya. Namun secara umum Penatalaksanaan ACS
meliputi
- Medikamentosa
Pemberian obat obatan pada kasus ACS dapat dibagi menjadi obat obatan inisial dan lanjutan (Tabel 2 dan
3) (Overbaugh, 2009)
- Terapi Reperfusi
Terapi reperfusi sangat direkomendaskan untuk pasien ACS dengan STEMI. Strategi reperfusi dapat
dilakukan melalui terapi fibrinolisi atau PCI (Percutaneous Coronary Intervention). Apabila tersedia fasilitas
cathlab maka PCI merupakan pilihan utama untuk kasus STEMI.
o Terapi Fibrinolisis:
Terapi fibrinolosis adalah teknik reperfusi dengan memberikan obat “penghancur bekuan darah”. Obat
ini menguraikan trombus dengan mengkonversi plasminogen menjadi plasmin dan mendegradasi
bekuan bekuan fibrin. Obat yang sering digunakan diantaranya adalah alteplase (recombinant tissue–
type plasminogen activator [rt-PA]; Activase), reteplase (Retavase), and tenecteplase (TNKase) (lihat
Tabel 4) (Overbaugh, 2009). Obat harus segera diberikan dalam 30 menit sejak pasien masuk RS.
Terapi ini sangat efektif diberikan 3 jam dari onset gejala ACS. Walaupun begitu, pemberian setelah 12
jam onset masih memberikan keuntungan untuk reperfusi koroner. Sedangkan pemberian setelah 24
jam dari onset dapat berbahaya. Beberapa kontraindikasi untuk terapi ini adalah pasien dengan
perdarahan, pasien baru menjalani operasi atau prosedur invasif, trauma, active peptic ulcer disease,
penggunaan obat anticoagulants, recent ischemic stroke, cerebrovascular disease, hipertensi tidak
terkontrol, dan tumor otak. Komplikasi utama dari terapi ini adalah perdarahan.

o PCI
PCI adalah tindakan invasif dengan memasukan kateter melalui pembuluh darah arteri femoral (atau
radial) menuju arteri koroner yang mengalami sumbatan untuk membuka sumbatan tersebut dan
mengembalikan perfus ke miokard. Indikasi PCI meliputi; onset < 3jam; pasien dengan kontraindikasi
terapi fibrinolisis; pasien dengan risiko terjadinya gagal jantung; atau pasien dengan diagnosis tersangka
(susp) STEMI. PCI harus dilakukan 90 menit sejak pasien masuk RS. Komplikasi yang dapat terjadi
pada pasien meliputi perdarahan, hematoma di area insersi kateter, penurunan perfusi perifer,
retroperitoneal bleeding, cardiac arrhythmias, coronary spasm, acute renal failure, stroke, dan cardiac
arrest. Perawatan pasca tindakan meliputi monitoring tanda tanda vital, irama jantung pulsasi perifer,
area insersi kateter, keluhan nyeri dan intake output secara rutin.

Manajemen ACS: Asuhan Keperawatan ACS


Peran perawat dalam manajemen ACS sangat penting. Kondisi ACS dapat terjadi di berbagai setting perawatan
pasien meliputi UGD, rawat inap dan bahkan di rawat jalan. Oleh karena itu kompetensi manajemen ACS harus
dikuasai bukan hanya oleh perawat UGD saja tetapi oleh seluruh perawat RS yang kemungkinan kontak dengan
pasien ACS atau berisiko mengalami ACS. Peran perawat dalam manajemen ACS diantaranya deteksi tanda dan
gejala ACS, monitoring tanda vital, deteksi dan pencegahan perburukan, pencegahan dan deteksi komplikasi pasca
tindakan, edukasi klien dan keluarga, serta rehabilitasi pasca tindakan.
Pendekatan yang digunakan tentunya menggunakan pendekatan proses keperawatan yaitu pengkajian, penegakkan
diagnosis keperawatan, penentuan tujuan dan outcomes, pemilihan rencana tindakan, implementasi dan evaluasi.

Pengkajian
Keluhan nyeri dada: intensitas, lokasi, radiasi, durasi, faktor presipitasi dan predisposisi)
Riwayat kesehatan: Riwayat penyakit jantung, riwayat penyakit lainnya, riwayat operasi atau tindakan invasif, faktor
risiko penyakit jantung.
Pemeriksaan fisik dan penunjang: Kesadaran, Tanda tanda vital (Tekanan darah, frekuensi nadi, suhu, laju
pernapasan, saturasi), EKG 12 lead, area insersi kateter (PCI), pulsasi nadi perifer, akral, urine output, pemeriksaan
cardiac marker (CK/CKMB/ troponin T).

Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul (Aktual, Risiko, Masalah Kolaboratif)


Nyeri Akut
Penurunan Curah Jantung
Risiko Gangguan Perfusi Miokard
Intoleransi Aktivitas
Imobilisasi (pasca tindakan)
Aritmia (pasca tindakan)
Risiko Gangguan Perfusi Jaringan Perifer (pasca tindakan)
Hematoma (pasca tindakan)
Perdarahan (pasca tindakan)

Tujuan dan Identifikasi Outcome


Berikut adalah beberapa tujuan dan outcomes berdasarkan Nursing Outcomes Classification (NOC) (Moorhead,
Johnson, Maas, & Swanson, 2013):
Perfusi Miokard Adekuat (NOC: 0405) dengan kriteria:
- Hasil angiogram menunjukkan aliran koroner adekuat
- Perbaikan EKG (ST elevasi berkurang atau normal)
- TTV dalam batas normal
- Nyeri Berkurang
Pompa Jantung Efektif (NOC: 0400) dengan kriteria:
- Tekanan darah dalam batas normal
- Nadi teraba kuat
- Akral hangat
- Fraksi Ejeksi meningkat (>40%)
- Urine output dalam batas normal
- Perbaikan kesadaran pasien (compos mentis)
- Intake output seimbang (balance)

Rencana Tindakan
Berikut adalah beberapa intervensi dan aktivitas berdasarkan Nursing Intervention Classification (NIC) (Bulechek,
Butcher, Dochterman, & Wagner, 2013):
Cardiac Care: Acute (NIC: 4044)
- Berikan terapi oksigen
- Evaluasi nyeri dada intensitas, lokasi, radiasi, durasi, faktor presipitasi dan predisposisi
- Monitor EKG, khususnya perubahan segmen ST dan perubahan irama jantung
- Monitor tanda tanda vital
- Evaluasi kesadaran pasien, khususnya kondisi frustasi atau ketakutan
- Motivasi pasien untuk tenang dan bekerja sama dengan tenaga kesehatan
- Pasang IV line sesuai indikasi
- Kolaborasi pemberian nitrat (ISDN) dan analgetik (morphine) sesuai skala nyeri pasien.
- Kolaborasi pemeriksaan darah (CK/CKMB, darah lengkap, profil koagulasi, Ureum Kreatinin, SGOT/SGPT,
AGD dan elektrolit)
- Kolaborasi foto thorax
- Berikan intake cairan dan nutrisi sesuai kemampuan pasien
- Kolaborasi tatalaksana lanjutan sesuai indikasi STEMI atau NSTEMI
- STEMI: Lakukan persiapan terapi reperfusi (PCI atau terapi fibrinolisis). PCI: Siapkan transfer ke Cathlab
- NSTEMI: kolaborasi pemberian antiplatelet, antikoagulan dan beta blocker. Evaluasi faktor penyulit dan
perburukan kondisi. Siapkan pasien untuk transfer ke ruangan intensif (ICCU atau CVCU).

Evaluasi
Evaluasi perawatan secara umum meliputi evaluasi keluhan nyeri dada, perubahan EKG (khususnya irama dan
segmen ST), efektivitas terapi, tanda tanda perburukan dan komplikasi tindakan dan penyakit.
Manajemen ACS: Asuhan Keperawatan Pra dan Pasca PCI
Persiapan PCI (Pra Tindakan):
Dilakukan sesuai kebijakan masing masing RS. Berikut adalah prosedur persiapan PCI secara general di RS
(Turkish Society of Cardiology, 2007) (Pelayanan Jantung Terpadu RSCM, 2007):
Pastikan pasien dipuasakan 5-6 jam sebelum tindakan (kecuali Primary PCI)
Pemeriksaan lab rutin dilengkapi meliputi: darah lengkap, profil koagulasi, elektrolit, BUN, kreatinin, golongan darah
dan cross match, foto thorax
Informed consent telah ditanda tangani pasien
Area insersi (femoral, brachial, radial) dicukur dan dibersihkan
Tanda tanda vital dicek sesaat atau 1 jam sebelum transfer
EKG 12 lead
Perhiasan, gigi palsu/ protese lainnya dilepaskan, pewarna kuku dibersihkan
Pulsasi perifer diperiksa dan ditandai
IV line dipasang
Sedasi dan obat obatan diberikan sesuai program (antiplatelet, antikoagulan, beta blocker)
Ganti pakaian dengan pakaian tindakan dan pasang penutup rambut
Cek kembali identitas pasien dan buat laporan pasien pindah
Berikan kesempatan pasien dan keluarga untuk berdoa
Pasen ditransfer ke cathlab

Pasca Tindakan
Berikut adalah proses perawatan pasca PCI secara umum ( (Pelayanan Jantung Terpadu RSCM, 2007) (Wong, Wu,
WW, & CM, 2006):
Setelah tindakan selesai pasien akan diobservasi di ruang pemulihan. Jika kondisi stabil dan nilai ACT dalam batas
normal sheath femoral dicabut (jika melalui femoral) dan pasien disiapkan transfer ke ruang ICCU/CVCU.
Observasi hemodinamik, pulsasi dorsalis pedis atau radialis, tanda perdarahan dan hematom:
- setiap15 menit satu jam pertama,
- setiap 30 menit pada 2 jam berikutnya
- setiap jam pada 4 jam berikutnya
- setiap 2-4 jam sampai pasien stabil
Monitor EKG khususnya perubahan segment ST
Evaluasi keluhan nyeri dada (50% pasca PCI dapat mengalami nyeri dada
Observasi Intake output/ shift
Intake cairan 1500-2000 ml/24jam. Berikan nutrisi diet jantung (atau sesuai program)
Kolaborasi pemberian obat obatan sesuai program (antiplatelet, beta blocker)
Batasi aktivitas selama 12-24 jam pasca tindakan ((atau sesuai program)
- Jelaskan alasan dan tujuan pembatasan aktivitas,
- Bed rest selama 12- 24 jam ((atau sesuai program)
- Imobilisasi ekstremitas yang dilakukan insersi, pastikan balutan pada area insersi adekuat.,
- Semi fowler (kurang dari 30 derajat) selama 12-24 jam pasca tindakan
- Ajarkan teknik menahan area insersi ketika batuk, bersin atau eliminasi
- Lakukan teknik Log-roll ketika mengubah posisi pasien
- Dekatkan kebutuhan pasien seperti air minum, tissue dan lainnya.
- Lakukan mobilisasi secara bertahap setelah 12-24 jam (atau sesuai program) dengan tahapan sebagai berikut:
o Duduk di tempat tidur
o Duduk disisi tempat tidur dengan kaki menggantung dari tempat tidur.
o Duduk di kursi
o Berjalan
Pasien pasca PCI bisanya dapat pulang 24 jam pasca tindakan jika kondisi stabil dan tidak terjadi komplikasi.
- Lakukan discharge planning dan edukasi tentang hasil tindakan serta program rehabilitasi dan perawatan di
rumah).
- Jelaskan kepada pasien untuk menghindari aktivitas berat atau mengangkat beban berat pada 1 minggu
pertama pasca PCI.
- Anjurkan pasien untuk mengikuti program rehabilitasi pasca PCI untuk meningkakan kepercayaan diri pasien
dan level aktivitas.

Post discharge care (Perawatan pasca kepulangan)


Perawatan pasca kepulangan sama pentingnya dengan perawatan pra, intra dan pasca tindakan. Karena pasien
ACS dapat mengalami recurrent ischemia pada 3-12 bulan pasca tindakan (Wong, Wu, WW, & CM, 2006). Kondisi
ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah gaya hidup dan pola fikir yang belum berubah
(merokok, kurang aktivitas, diet tinggi lemak jenuh, kontrol jika ada keluhan saja), ketidakpatuhan dalam konsumsi
obat obatan atau kurangnya ketersediaan obat (karena faktor lokasi ataupun ekonomi) dan faktor lainnya. Oleh
karena itu diperlukan edukasi tentang perawatan pasca kepulangan yang optimal serta perbaikan sistem rujuk balik
dan peningkatan kemampuan pelayanan di tingkat primer (misalnya di puskesmas). DIharapkan dengan edukasi
yang optimal serta keterlibatan pelayanan primer, proses manajemen ACS dapat lebih optimal.

Kesimpulan
Keberhasilan penanganan pasien ACS ditentukan oleh kesigapan dari tim tenaga kesehatan. Perawat sebagai
bagian dari tim berperan sangat penting dari mulai deteksi, penanganan dan perawatan pasca tindakan dan pasca
kepulangan pasien. Oleh karena itu perawat harus memiliki kompetensi yang cukup, baik untuk perawat UGD
maupun perawat lain di ruang perawatan rawat inap, rawat jalan, ruang perawatan intensif dan bahkan di pelayanan
primer seperti puskesmas atau klinik, sebagai tindak lanjut perawatan pasca kepulangan untuk mencegah terjadinya
recurrent ischemia.

Referensi
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing Intervention Classification
(NIC). Missouri: Elsevier.

Kementerian Kesehatan. (2009). Produk Hukum. Retrieved september 3, 2014, from Biro Hukum dan Organisasi
Kementerian Kesehatan: http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/
KMK%20No.%20854%20Tahun%202009%20ttg%20Pengendalian%20Penyakit%20Jantung.pdf

Mayo Clinic. (2014, July 29). Diseases and COndition: Heart Disease. Retrieved September 3, 2014, from
www.mayoclinic.org: http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/heart-disease/basics/definition/con-20034056

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Clasification (NOC). Missouri:
Elsevier.

Overbaugh, K. J. (2009). Acute Coronary Syndrome. American Journal of Nursing , 42-52.

Pelayanan Jantung Terpadu RSCM. (2007). Clinical Pathway PCI. Jakarta, DKI Jakarta, Jakarta Pusat.

Turkish Society of Cardiology. (2007, February). Nursing Care Guidelines in Percutaneous Coronary and Valvular
Intervention. Turkeey.

Wong, E., Wu, E., WW, C., & CM, Y. (2006). A Review of the Management of Patients after Percutaneous Coronary
Intervention. International Journal of Clinical Practice , 582-589.

World Heart Federation. (2010). Cardiovascular Health: Global Facts and Map. Retrieved september 3, 2014, from
World Heart Federation: http://www.world-heart-federation.org/cardiovascular-health/global-facts-map/

Anda mungkin juga menyukai