Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENYAKIT KRIPTOKOKOIS

Nama Anggota Kelompok 5:

Indah Atika Sari 17.72.018066

Siti Khadijah Ilmiyanti 17.72.018067

Awalia Listirakhmi 17.72.018071

PROGRAM STUDI D-3 TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Penyakit
Kriptokokosis”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

Palangkaraya, 30 Maret 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………...

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………………………….....
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………….
C. Tujuan………………………………………………………………………........

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kriptokokosis…………………………………………………...……
B. Epidemiologi Kriptokokosis……………………………………………………..
C. Manifestasi Klinik Kriptokokosis..........................................................................
D. Diagnosis Klinik Kriptokokosis................................…………………………….
E. Pengobatan Kriptokokosis.....................................................................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………...……………………..
BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Kriptokokosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur Cryptococcus


neoformans, infeksi ini secara luas ditemukan di dunia dan umumya dialami oleh penderita
dengan sistem imun yang rendah. Gejala klinis terutama adalah meningitis dan
meningoensefalitis yang dikenal dengan kriptokokal meningitis. Sejalan dengan infeksi
HIV yang menjadi pandemi, kriptokokosis sebagai infeksi oportunistik juga semakin
berkembang di dunia.
Kriptokokal meningitis merupakan infeksi oportunistik kedua paling umum
yang terkait dengan AIDS di Afrika dan Asia Selatan dengan kejadian kriptokokosis 15%-
30% ditemukan pada pasien dengan AIDS. Tanpa pengobatan dengan antifungal yang
spesifik, mortalitas dilaporkan 100% dalam dua minggu setelah munculan klinis
kriptokokosis dengan meningoensefalitis pada populasi terinfeksi HIV.
Di Indonesia, sebelum pandemi AIDS kasus kriptokokosis jarang dilaporkan.
Sejak tahun 2004, seiring dengan pertambahan pasien terinfeksi HIV, Departemen
Parasitologi FKUI mencatat peningkatan insidensi kriptokokal meningitis pada penderita
AIDS yaitu sebesar 21,9%. Faktor yang terkait dengan virulensi Cryptococcus neoformans
adalah adanya kapsul polisakarida, produksi melanin dan sifat thermotolerance. Imunitas
yang dimediasi oleh sel memiliki peranan penting dalam pertahanan pejamu terhadap
Cryptococcus. Pemeriksaan laboratorium penunjang untuk diagnosis adalah pemeriksaan
mikroskopis langsung menggunakan tinta India, deteksi antigen, metode enzyme
immunoassay, kultur, dan metode molekular.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Kriptokokois?
2. Apa Epidemiologi dari Kriptokokois?
3. Bagaimana manifestasi klinik Kriptokokosis?
4. Bagaimana diagnosis mikrobiologi Kriptokokois?
5. Bagaimana cara pengobatan penyakit Kriptokokois?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Kriptokokois.
2. Untuk mengetahui epidemiologi dari Kriptokokois.
3. Untuk mengetahui manifestasi klnik Kriptokokosis.
4. Untuk mengetahui diagnosis mikrobiologi Kriptokokois.
5. Untuk mengetahui cara pengobatan penyakit Kriptokokois.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kriptokokois
Kriptokokosis adalah infeksi yang diterima oleh pernapasan pada tanah yang
terkontaminasi oleh fungi Cryptococcus neoformans. Kriptokokosis adalah infeksi
oportunistik yang terjadi untuk AIDS. Penyakit ini didistribusikan ke seluruh dunia. Jumlah
kriptokokosis meningkat selama 20 tahun terakhir untuk banyak alasan, termasuk
meningkatnya insiden AIDS.
Kriptokokosis merupakan sebuah kondisi infeksi jamur, maka tentu saja penyebab
utama yang perlu kita ketahui adalah infeksi ini disebabkan oleh jenis jamur yang bernama
Cryptococcus neoformans yang pada umumnya lebih banyak dijumpai pada tanah. Ketika
seseorang memiliki daya tahan tubuh lemah, akan sangat mudah untuk terkena serangan
organisme tersebut.
Serangan organisme seperti jamur tersebut akan lebih besar potensinya terjadi pada
orang-orang yang menderita penyakit Hodgkin maupun penderita infeksi HIV karena tubuh
mereka sedang memiliki sistem kekebalan cukup rendah. Bahkan tak hanya penderita kedua
penyakit tersebut, orang-orang dengan kanker dan tengah menjalani pengobatan seperti
kemoterapi pun bisa dengan mudah terserang.
Orang-orang yang sedang menjalani perawatan menggunakan terapi obat semacam
kortikosteroid dalam dosis tinggi pun akan mampu menderita infeksi seperti kriptokokosis
ini secara mudah. Ini karena kortikosteroid merupakan sebuah jenis obat yang berfungsi
sebagai penekan daya tahan tubuh seseorang. Otomatis ketika daya tahan tubuh ditekan,
respon kekebalan yang alami terhadap infeksi akan turun.
Saat kekebalan alami menurun di dalam tubuh seseorang, kerentanan terhadap infeksi
jamur bisa meningkat. Begitu berhasil masuk ke dalam tubuh manusia, jamur akan
menyerang bagian paru-paru dan bahkan ada kemungkinan cukup besar bahwa infeksi bisa
menyebar ke beberapa bagian tubuh lainnya.
Wajib untuk diwaspadai bahwa infeksi berpotensi menyebar hingga ke organ otak pada
orang-orang yang pada dasarnya mempunyai tingkat kekebalan cukup rendah. Gejala tidak
dialami oleh orang-orang yang memiliki sistem imun cukup tinggi dan normal walau infeksi
terjadi di bagian paru-paru yang disebabkan oleh serangan jenis jamur tersebut.
B. Epidemiologi Kriptokokois
Cryptococcosis pertama kali dideskripsikan pada tahun 1890 namun tetap
jarang sampai pertengahan abad ke 20. Kemajuan dalam diagnosis dan peningkatan individu
yang mengalami imunosupresi meningkatkan prevalensi penyakit ini secara drastis.
Spektrum penyakit yang disebabkan oleh infeksi Cryptococcus kebanyakan berupa
meningoencephalitis dan pneumonia namun infeksi kulit dan jaringan juga dapat terjadi.

Studi serologi menunjukkan bahwa infeksi Cryptococcus banyak terjadi pada


individu yang mengalami imunosupresi dan sangat jarang terjadi pada individu yang
memiliki sistem imun yang normal. Individu yang memiliki risiko tinggi untuk terkena
Cryptococcosis adalah individu dengan keganasan pada darah (hematologicmalignancies),
resipien organ transplant yang sedang menjalani terapi imunosupresi, pasien yang harus
menjalani terapi glukokortikoid, dan penderita infeksi HIV dan jumlah sel limfosit T CD4+
kurang dari 200/µL.

Cryptococcus neoformans dapat ditemukan di seluruh dunia. Jamur ini banyak


ditemukan di tanah yang lembab dimana terdapat akumulasi dari kotoran burung (terutama
merpati). Sedangkan Cryptococcus gattii lebih banyak diremukan pada beberapa tipe pohon
eucalyptus.

Kriptokokosis dilaporkan menginfeksi berbagai organ yaitu sistem saraf, kulit,


paru, mata, saluran kemih, otot, jantung, saluran cerna, kelenjar getah bening (KGB),
kelenjar tiroid, kelenjar adrenal dan leher. Predileksi jamur ini pada individu
imunokompromis adalah SSp dalam hal ini selapur otak, meskipun beberapa laporan
menyatakan tentang ditemukannya kelainan kulit.

C. Manifestasi Klinik Kriptokokosis


Manifestasi klinis kriptokokosis yang paling sering ditemukan pada penderita AIDS
adalah kriptokokosis meningeal. Prevalensi kriptokokosis meningeal pada penderita AIDS
bervariasi, di India 2.09%, Eropa Barat 2-10%, di Italia 4.2%, di Thailand 15% pada orang
dewasa dan 2.97% pada anak – anak, di Afrika 15%, di Kamboja 18%, dan di Indonesia
(Jakarta) 21,9%. Sejak pemakaian terapi antretroviral (HAART), insidens kriptokokosis
meninggal pada penderita AIDS menurun. Mortalitas akibat kriptokokosis meningeal pada
pasien AIDS cukup tinggi, berikisar antara 13 – 44% di sub Sahara Afrika.
Gejala – gejala dari infeksi kriptokokosis adalah:

 Pandangan kabur atau penglihatan ganda


 Nyeri saat menarik napas
 Kaku kuduk
 Kebingungan
 Batuk kering
 Kelelahan
 Demam
 Sakit kepala
 Mual muntah
 Ruam kulit, termasuk bintik-bintik merah (petechiae), bisul, atau gatal kulit lainnya
 Pembengkakan kelenjar getah bening

D. Diagnosis Klinik
Setelah datang menemui dokter, tentunya ada serangkaian metode pemeriksaan
yang perlu dilalui oleh seseorang yang mengeluhkan beberapa gejala tanda terserang
kriptokokosis. Metode-metode diagnosa yang dimaksud antara lain:
 Pemeriksaan fisik. Ini adalah langkah awal diagnosa di mana dokter melakukannya
dengan mencari tanda-tanda pada fisik pasien, seperti detak jantung yang cepat,
demam, kekakuan pada leher, pernapasan dengan suara yang tak seperti normalnya,
hingga adanya perubahan kondisi mental pada pasien.
 Spinal tap. Contoh metode diagnosa ini biasanya dipergunakan dengan tujuan untuk
memperoleh sampel cairan serebrospinal yang kemudian akan dianalisa.
 Pemeriksaan CSF. Proses pemeriksaan satu ini biasanya diandalkan oleh dokter untuk
mampu mengidentifikasi lebih jauh apakah infeksi jamur Cryptococcus sudah
menyebar sampai ke otak.
 Kultur cairan serebrospinal. Tes ini merupakan alternatif dari pemeriksaan CSF
dengan tujuan yang sama.
 Uji antigen kriptokokus. Tes satu ini pun kemungkinan akan diperlukan, namun tak
begitu umum sebab hanya pada kasus tertentu saja tes ini digunakan. Tujuannya adalah
untuk menemukan molekul tertentu yang dikeluarkan pada aliran darah pasien oleh
jamur Cryptococcus.
Sementara itu, kemungkinan dokter juga akan menyarankan pasien untuk
menempuh beberapa pemeriksaan lain untuk memastikan kondisi kriptokokosis melalui
tes-tes ini:

 Biopsi paru.
 Bronkoskopi
 CT scan
 Rontgen dada.
 Pemeriksaan noda dahak.
 Tes darah.

Seluruh tes yang sudah disebutkan tersebut berguna sebagai penentu apakah
jamur memang sudah berhasil memengaruhi tubuh pasien. Dari hasil pemeriksaan itulah,
dokter baru bisa menentukan apa solusi pengobatan paling tepat bagi pasien.
E. Cara Pengobatan
Sesudah beberapa waktu, diketahui bahwa infeksi dapat sembuh secara
sendirinya, namun apabila gejala tidaklah ditangani sama sekali ketika muncul, ada risiko
besar akan terjadinya penyebaran infeksi ke bagian organ tubuh lain sehingga menjadi lebih
fatal. Itulah mengapa, perawatan medis penting didapat oleh para pasien kriptokokosis
untuk meredakan atau menghilangkan gejala-gejala yang ditimbulkan saat infeksi
menyerang. Bahkan sebisa mungkin jamur Cryptococcus pun harus dibasmi sehingga
penyebaran ke sistem fisik bisa dicegah.

 Terapi Obat

Dokter akan meresepkan beberapa jenis obat antijamur tertentu yang pada
umumnya dipergunakan untuk membunuh jamur Cryptococcus. Obat yang dimaksud di
sini adalah flukonazol, amfoterisin B dan flucytosine. Bila ada kecurigaan bahwa infeksi
dapat menyebar, otomatis obat antijamur tersebutlah yang akan diberikan.

Sementara fluconazole dan itraconazole merupakan jenis obat yang biasanya


dokter resepkan untuk kasus infeksi yang masih ringan dan diperlukan penggunaan 6
bulan hingga setahun. Efektivitasnya dalam mengobati kriptokokosis memang sudah tak
perlu diragukan lagi dan obat-obatan tersebut tidak akan memengaruhi sistem saraf pusat
pasien.
Penggunaan amfoterisin B rupanya diberlakukan pada pasien yang mengidap
meningitis yang dikombinasikan bersama 5-fluorocytosine. Durasi penggunaan yang
dianjurkan pada umumnya adalah kurang lebih 10 minggu yang tentunya bisa
dikonsultasikan dengan dokter. Obat inilah yang lebih tepat bila ingin menyembuhkan
infeksi yang sudah sampai di sistem saraf pusat pasien. Cairan serebrospinal pun akan
tersterilkan dan komplikasi berbahaya dapat dicegah.

 Berdiet Sehat

Rupanya penggunaan obat-obatan saja tidaklah cukup pada kasus


kriptokokosis, tapi juga meningkatkan diet sehat Anda. Makanlah setiap harinya
makanan bernutrisi dan membatasi konsumsi junk food sebisa mungkin. Sebagai
salah satu cara meningkatkan kekebalan tubuh supaya infeksi tak gampang
menyerang, konsumsilah makanan yang mengandung vitamin C tinggi, seperti buah
jeruk, kubis, tomat, dan brokoli.

 Melakukan Hubungan Intim yang Aman

Jaga keamanan setiap kali melakukan hubungan seksual dengan pasangan.


Akan lebih besar risiko terkena kriptokokosis apabila seseorang sering berganti-
ganti pasangan dalam melakukan hubungan seksual. Itulah mengapa penderita HIV
AIDS menjadi lebih rentan terhadap serangan infeksi jamur ini, karena imunitas
tubuh yang melemah.

 Membatasi Penggunaan Kortikosteroid

Penggunaan kortikosteroid nyatanya menjadi salah satu faktor risiko


kriptokokosis karena imunitas tubuh yang ditekan. Oleh karena itu, batasi
penggunaan kortikosteroid, atau bahkan hentikan pemakaiannya. Namun
sebelumnya, pastikan untuk berkonsultasi lebih dulu dengan dokter agar
mendapatkan solusi pengganti obat kortikosteroid bila diperlukan. Tapi biasanya,
kriptokokosis dapat terhambat perkembangannya saat penggunaan dosis
kortikosteroid kita turunkan.

Kriptokokosis pada dasarnya adalah kondisi infeksi jamur yang bisa dicegah
hanya dengan gaya hidup bersih dan sehat. Jadi, pastikan untuk menjalani tips diet
sehat serta seimbang untuk senantiasa menjaga kekebalan tubuh tetap normal.
Apabila gejala datang, segera ke dokter untuk memperoleh bantuan pengobatan
medis.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kriptokokosis adalah infeksi yang diterima oleh pernapasan pada tanah yang
terkontaminasi oleh fungi Cryptococcus neoformans. Kriptokokosis adalah infeksi
oportunistik yang terjadi untuk AIDS. Penyakit ini didistribusikan ke seluruh dunia. Jumlah
kriptokokosis meningkat selama 20 tahun terakhir untuk banyak alasan, termasuk
meningkatnya insiden AIDS.
Studi serologi menunjukkan bahwa infeksi Cryptococcus banyak terjadi pada
individu yang mengalami imunosupresi dan sangat jarang terjadi pada individu yang
memiliki sistem imun yang normal. Individu yang memiliki risiko tinggi untuk terkena
Cryptococcosis adalah individu dengan keganasan pada darah (hematologicmalignancies),
resipien organ transplant yang sedang menjalani terapi imunosupresi, pasien yang harus
menjalani terapi glukokortikoid, dan penderita infeksi HIV dan jumlah sel limfosit T CD4+
kurang dari 200/µL.

Manifestasi klinis kriptokokosis yang paling sering ditemukan pada penderita


AIDS adalah kriptokokosis meningeal. Prevalensi kriptokokosis meningeal pada penderita
AIDS bervariasi, di India 2.09%, Eropa Barat 2-10%, di Italia 4.2%, di Thailand 15% pada
orang dewasa dan 2.97% pada anak – anak, di Afrika 15%, di Kamboja 18%, dan di
Indonesia (Jakarta) 21,9%. Sejak pemakaian terapi antretroviral (HAART), insidens
kriptokokosis meninggal pada penderita AIDS menurun. Mortalitas akibat kriptokokosis
meningeal pada pasien AIDS cukup tinggi, berikisar antara 13 – 44% di sub Sahara Afrika.
Setelah datang menemui dokter, tentunya ada serangkaian metode pemeriksaan
yang perlu dilalui oleh seseorang yang mengeluhkan beberapa gejala tanda terserang
kriptokokosis. Metode-metode diagnosa yang dimaksud antara lain:
 Pemeriksaan fisik
 Spinal tap
 Pemeriksaan CSF
 Kultur cairan serebrospinal
 Uji antigen kriptokokus
Cara pengobatan untuk penyakit Kriptokokosis adalah:
 Terapi obat
 Berdiet sehat
 Melakukan hubungan intim yang sehat
 Membatasi penggunaan Kortikosteroid
DAFTAR PUSTAKA
 https://id.wikipedia.org/wiki/Kriptokokosis
 https://halosehat.com/penyakit/kriptokokosis
 https://www.academia.edu/8912820/Kroptokokosis_Epidemiologi_Manifestasi_Klinik_dan_
Diagnosis

Anda mungkin juga menyukai