BAB II Ina Vivin
BAB II Ina Vivin
PEMBAHASAN
A. ANSIETAS
1.1 Definisi
Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan
dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki
objek yang spesifik. Ansietas di alami secara subjektif dan dikomunikasikan secaar
interpersonal. (Stuart & Laraia 2005).
Ansietas adalah respons emosional terhadap penilaian intelektual terhadap
bahaya. (Stuart & Laraia 2005).
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan yang tidak di dukung oles
situasi ( Videbeck. 2008)
Ansietas merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai
dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan dari Susunan
Saraf Autonomic (SSA). Ansietas merupakan gejala yang umum tetapi non-spesifik
yang sering merupakan satu fungsi emosi..
Kecemasan memiliki nilai yang positif. Menurut Stuart dan Laraia (2005)
aspek positif dari individu berkembang dengan adanya konfrontasi, gerak maju
perkembangan dan pengalaman mengatasi kecemasan. Tetapi pada keadaan lanjut
perasaan cemas dapat mengganggu kehidupan seseorang.
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh
situasi. Ketika merasa cemas individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin
memiliki firasat akan ditimpa petaka. Padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang
mengancam tersebut terjadi, tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai
stimulus ansietas (Buku ajar keperawatan jiwa ,Comer,1992).
Jadi ansietasa atau kecemasan adalah suatu keadaan dimana seeorang
merasakan kekhawatiran yang berlebih yang dapat mengganggu kehidupan seseorang,
namun ia tidak mengerti perasaan itu bisa terjadi.
1.2 Etiologi
Meski penyebab ansietas belum sepenuhnya diketahui, namun gangguan
keseimbangan neurotransmitter dalam otak dapat menimbulkan ansietas pada diri
seseorang. Faktor genetik juga merupakan faktor yang dapat menimbulkan gangguan
1
ini. Ansietas terjadi ketika seseorang mengalami kesulitan menghadapi situasi,
masalah dan tujuan hidup (Videbeck, 2008).
Ansietas terjadi ketika seseorang kesulitan menghadapi situasi, masalah dan
tujuan hidup, setiap individu menghadapi stress dengan cara yang berbeda. Seseorang
dapat tumbuh dalam situasi yang menimbulkan distress berat pada orang lain.
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi ansietas adalah :
a. Faktor Predisposisi
1) Dalam pandangan psikoanalisis, ansietas adalah konflik emosional yang
terjadi antara dua elemen kepribadiani yaitu id, ego dan superego. Id mewakili
dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati
nurani dan dikendalikan oleh norma budaya, sedangakan ego di gambarkan
sebagai mediator antara tuntunan dari id dan super ego
2) Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut
terhadap ketidak setujuan dan penolakan interpersonal.
3) Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang
di inginkan.
4) Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang
biasa di temui dalam suatu keluarga.
5) Kajian biologis menunjukkan bahwa otak megandung reseptor khusus untuk
benzodiasepin, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam-
asam gama-aminobutirat (GABA), yang berperan penting dalam mekanisme
biologis yang berhubungan dengan ansietas.
b. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stresor presipitasi
kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas
fisik yang meliputi :
a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun,
regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
2
b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,
polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya
tempat tinggal.
2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan
tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman
terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan
status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
1.3 Klasisifikasi
1. Tingkatan Ansietas :
a. Ansietas Ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari. Menyebabkan
individu menjadi lebih waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Ansietas
ini dapat memotivasi belajar dan menghasilakn pertumbuhan serta kreativitas.
b. Ansietas Sedang
Memungkinkan individu unutk berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan hal yang lain. Mempersempit lapang persepsi individu.
Sehingga individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat lebih
berfokus pasda area jika diarahkan untuk melakukannya.
c. Ansietas Berat
Sangat mengurangi lapang persepsi individu, cenderung berfokus ada sesuatu
yang rinci dan spesifik sehingga tidak memikirkan hal yang lain. Semua perilaku
ditujukkan untuk mengurangi ketegangan. Individu memerlukan banyak arahan
untuk berfokus pada hal lain.
d. Tingkat Panik dari Ansietas
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Individu yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu meskipun dengan arahan,
karena mengalami kehilangan kendali.
1.4 Maniefestasi
Manifestasi dengan gejala setiap kategori yaitu, ansietas ringan, ansietas sedang,
ansietas berat, dan ansietas panik.
3
1. Ansietas Ringan
a. Berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari.
b. Lapang persepsi meluas/melebar dan individu berhati-hati serta waspada.
c. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan
kreatifitas.
- Respon Ansietas Ringan
a. Fisiologis
Kadang nafas pendek, nadi dan TD naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut
dan bibir bergetar.
b. Kognitif
Lapang persepsi meluas/melebar, mampu menerima rangsangan yang kompleks,
konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif.
c. Perilaku dan Emosi
Tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang meninggi.
2. Ansietas Sedang
Pada tingkat ini lapang pandang terhadap linngkungan menurun, individu
lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dn mengesampingkan hal lain.
Respon Ansietas Sedang
a. Fisiologis
Sering nafas pendek, nadi dan TD naik, mulut kering, anoreksia, diare/konstipasi,
gelisah
b. Kognitif
1) Lapang persepsi menyempit
2) Rangsang luar tidak mampu diterima
3) Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya
4) Perilaku dan Emosi
5) Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan)
6) Bicara banyak & lebih cepat
7) Susah tidur
8) Perasaan tidak aman
3. Ansietas Berat
Pada tingkat ini lapang persepsi menjadi sangat sempit, individu cenderung
memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain. Individu tidak mampu
berpikir berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan/ tuntunan.
4
Respon Ansietas Berat:
a. Fisiologis
Nafas pendek, nadi dan TD naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur,
ketegangan.
b. Kognitif
Lapang persepsi sangat sempit
Tidak mampu menyelesaikan masalah
c. Perilaku dan Emosi
Perasaan ancaman tinggi
Verbalisasi cepat
Blocking
4. Ansietas Panik
Terganggu sehingga individu sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi dan
tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi pengarahan/ tuntunan
Respon Ansietas Panik:
a. Fisiologis
Nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi
motorik rendah.
b. Kognitif
Lapang pandang persepsi sangat sempit
Tidak dapat berpikir logis
c. Perilaku dan Emosi
Agitasi mengamuk dan marah
Ketakutan dan berteriak-teriak, blocking
Kehilangan diri kendali/ kontrol diri
Persepsi kacau
1.5 Patofiologis
5
as adrenalin(epinefrin), yang menyebabkan tubuh mengambil lebih banyak oksigen
,medilatasi pupil, dan meningkatkan tekanan arteri serta frekuensi jantung sambil
membuat konstriksi pembuluh darah perifer dan memirau darah dari sistem
gastrointestinal dan reproduksi serta meningkatkan glikogenolisis menjadi
glukosa bebas guna menyokong jantung, otot, dan sistem saraf pusat. Ketika bahay
a telah berakhir, serabut saraf parasimpatis membalik proses ini dan
mengembalikan tubuh ke kondisi normal sampai tanda ancaman berikutnya
mengaktifkan kembali respons simpatis (Videbeck, 2008).
Ansietas menyebabkan respons kognitif, psikomotor, dan fisiologis yang tidak
nyaman, misalnya kesulitan berpikir logis, peningkatan aktivitas
motorik,agitasi, dan peningkatan tandatanda vital. Untuk mengurangi perasaan tid
ak nyaman, individu mencoba mengurangi tingkat ketidaknyaman tersebut dengan
melakukan perilaku adaptif yang baru atau mekanisme pertahanan. Perilaku adaptif
dapat menjadi hal yang positif dan membantu individu beradaptasi dan belajar,
misalnya : menggunakan teknik imajinasi untuk memfokuskan kembali perhatian
pada pemandangan yang indah, relaksasi tubuh secara berurutan darikepala sampai
jari kaki, dan pernafasan yang lambat dan teratur untuk mengurangiketegangan otot
dan tanda-tanda vital. Respons negatif terhadap ansietas dapat menimbulkan
perilaku maladaptif, seperti sakit kepala akibat ketegangan, sindromnyeri, dan
respons terkait stress yang menimbulkan efisiensi imun (Videbeck,2008).
1.6 Penatalaksanaan
6
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai
obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter
(sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi
psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti
diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan
alprazolam.
2. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan
atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-
keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ
tubuh yang bersangkutan.
3. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan
agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan
serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila
dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali
(rekonstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak
mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar
faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga
dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
4. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan
kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang
merupakan stressor psikososial.
7
B. KEHILANGAN BERDUKA
2.1 Definisi
Kehilangan
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan
(Lambert dan Lambert,1985,h.35).
Menurut Iyus yosep dalam buku keperawatan jiwa 2007, Kehilangan adalah
suatu keadaan Individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian
menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan.
Berduka
Berduka adalah mengacu pada emosi yang subjektif dan afek yang merupakan
respons normal terhadap pengalaman kehilangan (Varcarolis,1998).
8
Grieving adalah reaksi emosional dari kehilangan dan terjadi bersamaan
dengan kehilangan baik karena perpisahan, perceraian maupun kematian.Bereavement
adalah keadaan berduka yang ditunjukan selama individu melewati rekasi. Berduka
adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan
adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri,
9
2.3 Tipe-tipe kehilangan
a. Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan
dapat dirasakan / dilihat oleh orang lain. Contoh : Kehilangan masa remaja,
c. Anticipatory Loss
perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung.
Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit terminal.
10
menganggap hewan peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi
akibat perpisahan atau kematian.
d. Kehilangan aspek diri
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis,
atau psikologis. Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat
kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh
dan konsep diri.
e. Kehilangan hidup
Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang
tersebut akan meninggal.
2.5 Fase-fase kehilangan berduka
Ahli Teori FASE I FASE II FASE III FASE IV
/ Klinis
Kubler- I.Penyangkalan II.Kemarahan III. IV. Tawar V. penerimaan
Ross(1969) depresi menawar
Bowlby Mati rasa Kerinduan Disorganisasi Reegonisasi
(1980) ;penyangkalan emosional kognitif; kognitif ;
terhadap orang keputusan reintegrasi
yang dicintai; emosial ; kesadaran diri
memprotes sulit
kehilangan yang melakukan
tetap ada fungsi
Harvey Syok; Intruksi pikiran, Menceritakan
1998) menangis distraksi;meninjau kepada orang
dengan keras; kehilangan secara lain untuk
menyangkal edektif meluapkan
emosi dan
secara
kognitif dan
menyusun
kembali
kehilangan
Rodebaugh Realling;syok ; Merasa (filling); Menghadapi Pemulihan
et al(1999) tidak percaya ; penderitaan yang (beradaptasi (healing);integrasi
menyangkal berat, merasa terhadap kehilangan;
bersalah , kehilangan) pendiritaan yang
keedihan akut hilang;
,kemarahan, kehilangan dapat
kurang nafsu dilupakan atau di
makan, gangguan terima atau tidak.
tidur, perubahan
nafsu makan,
keletihan ,
ketidaknyamanaan
yang umum.
11
Menurut Kubler Ross ( 1969 ) terdapat 5 tahapan proses kehilangan:
1) Denial ( Mengingkari )
percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan mengatakan
“Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, ”itu tidak mungkin”.
b) Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus
c) Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat,
mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis gelisah, tidak
2) Anger ( Marah )
kehilangan.
kepada orang yang ada di lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan kepada
dirinya sendiri.
d) Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi
a) Fase ini merupakan fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan.
b) Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata ”kalau saja kejadian itu bisa
12
c) Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya sebagai
a) Klien dihadapkan pada kenyataan bahwa ia akan mati dan hal itu tidak bias di
tolak.
b) Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak
mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan
berharga.
c) Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan, susah tidur,
5) Acceptance (menerima)
c) Klien tampak sering berdoa, duduk diam dengan satu focus pandang, kadang
d) Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti ”saya betul-
betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju baru saya manis juga”, atau
“Sekarang saya telah siap untuk pergi dengan tenang setelah saya tahu semuanya
baik”.
13
Gangguan asumsi dan keyakinan
Mampertahankan dan berupaya menemukan makna kehilangan
Berupaya mempertahankan keberadaan orang-orang yang meninggal
Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal
adalah pembimbing
2. Respon emosional
Marah, sedih, cemas
Kebencian
Merasa bersalah
Perasaan mati rasa
Emosi yang berubah-ubah
Penderitaan dan kesepian yang berat
Keinginan kuat untuk mengembalikan ikatandengan individu atau benda
yang hilang
Depresi, apati, putus aa selama fase disorginaisa dan keputusasaan
Saat fase di organisasi muncul raa mandiri dan percaya diri
3. Respon spiritual
Kecewa dan marah kepada tuhan
Penderitaan karna ditinggalkan atau meraa ditinggalkan
Tidak memiliki harapan ; kehilangan berduka
4. Respon perilaku
Melakukan fungsi secara “otomatis”
Menangis terisak ; menangis tidak terkontrol
Sangat gelisah ; perilaku mencari
Iritabilasi dan sikap bermusuhan
Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama
orang meninggal
Menyimpan benda berharga orang meninggal padahal ingin membuangnya
Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alcohol
Kemungkinan melakukan gesture atau upaya bunuh diri atau pembunuhan
Mencari aktifitas dan refleksi personal selama fase organisasi
5. Respon fisiologis
14
Sakit kepala , insomnia
Gangguan nafsu makan, berat badan turun
Tidak bertenaga
Palpitasi , gangguan pencernaan
Perubahan sistem imun dan endokrin
15