Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh

kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi arteriol prekapiler

retina, kapiler-kapiler dan vena-vena. Retinopati akibat diabetes melitus lama

berupa aneurismata, melebarnya vena, perdarahan, dan eksudat lemak. Gambaran

retinopati disebabkan perubahan mikrovaskular retina. Hiperglikemia

mengakibatkan kematian perisit intra mural dan penebalan membran basalis

mengakibatkan dinding pembuluh darah lemah. Penimbunan glukosa dan fruktosa

merusak pembuluh darah halus pada retina.

Gambar 2.1. Normal Retina dibandingkan Retinopati Diabetik

B. EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat terdapat kebutaan 5.000 orang pertahun akibat

retinopati diabetes. Prevalensi retinopati diabetik pada pasien diabetes melitus

3
tipe 1 setelah 10 - 15 tahun sejak diagnosis ditegakkan berkisar antara 25 - 50%.

Sesudah 15 tahun prevalensi meningkat menjadi 75 - 95% dan setelah 30 tahun

mencapai 100%. Pasien diabetes tipe 2 ketika diagnosis diabetes ditegakkan

sekitar 20% diantaranya telah ditemukan retinopati diabetik. Setelah 15 tahun

kemudian prevalensi meningkat menjadi lebih dari 60 - 85%.3

Retinopati diabetik merupakan penyulit penyakit diabetes yang paling

penting, karena insidensinya yang cukup tinggi yaitu mencapai 40-50% penderita

diabetes dan prognosisnya yang kurang baik terutama bagi penglihatan. Sekarang

ini retinopati diabetik meningkat menjadi penyebab utama kebutaan di dunia pada

kelompok umur 20-65 tahun. Sekitar 2,5-50 juta orang didunia mengalami

kebutaan karena retinopati diabetik. Hilangnya produktifitas dan kualitas hidup

membawa pasien retinopati diabetik pada masalah sosial dan ekonomi.3

C. ETIOLOGI

Menurut American Academy of Opthalmology, belum diketahui sebab

pasti penyakit diabetik mikrovaskuler ini. Diyakini bahwa perubahan biokimia

dan fisiologi karena terpajan dengan hiperglikemia yang lama, sehingga terjadi

gangguan endotel vaskuler. Kelainan hematologik dan biokimia berkorelasi

dengan prevalensi dan tingkat keparahan retinopati.4

 Peningkatan adhesi platelet

 Peningkatan angregasi eritrosit

 Serum lipid yang abnormal

 Fibrinolisis yang tidak sempurna

4
 Abnormalnya kadar hormon pertumbuhan

 Tidak seimbangnya vascular endothelial growth factor (VEGF)

D. PATOGENESIS

Mekanisme terjadinya retinopati diabetes masih belum bisa dipahami

dengan sempurna. Beberapa penelitian pun telah dilakukan untuk mengetahui

patogenesis terjadinya retinopati diabetes. Mekanisme terjadinya penyakit ini pun

diketahui terdapat bermacam-macam. Mekanisme retinopati diabetes ini dapat

ditinjau dari beberapa aspek seperti lesi anatomi dan mekanisme biokimia yang

terlibat. Berdasarkan lesi anatomis dari retinopati diabetes, setidaknya ada 2

bagian yang terlibat yaitu membrana basalis dan sel perisit yang terdapat dalam

pembuluh kapiler retina.3

Membrana basalis kapiler bertindak seperti rangka pada retina. Membrana

basalis member struktur yang kaku pada organ seperti pembuluh darah. Selain

bertindak sebagai rangka, membrana basalis retina juga memiliki fungsi

diferensiasi dan proliferasi sel dan mengikat faktor-faktor pertumbuhan,

khususnya fibroblast growth factor (FGFs). Pada retinopati diabetes, membrana

basalis mengalami penebalan akibat proses glikasi (baik enzimatik maupun non-

enzimatik) dan jalur sorbitol (sorbitol pathway). Penebalan membrana basalis

dari kepiler retina ini menyebabkan fungsi sirkulasi dari retina terganggu.

Mikroaneurisma juga dapat ditemukan dalam patogenesis retinopati diabetes. 3

Mikroaneurisma tumbuh dari dinding pembuluh darah yang lemah akibat

hilangnya perisit intramural, untuk kontraksi dinding arteriol, akibat jalur

5
sorbitol. Mikroaneurisma juga dapat terjadi karena apoptosis dari sel-sel endotel.

Adanya mikroaneurisma dapat diidentifikasi dengan bintik merah dari hasil

oftalmoskopi. Mikroaneurisma akan terlihat seperti struktur anggur bila dilihat

dibawah mikroskop. Terdapat dua jenis mikroaneurisma dalam Retinopati

Diabetik, yaitu mikroanuerisma aselular dan mikroaneurisma aselular.

Mikroaneurisma aselular tejadi akibat apoptosis yang ekstensif dari sel-sel

endotel dan perisit, sedangkan mikroaneurisma selular terjadi akibat proliferasi

sel endotel dan efek antiproliferasi akibat hilangnya perisit .Menurunnya fungsi

retina akan selaras dengan penurunan fungsi makula. Berdasarkan penelitian

yang telah dilakukan dengan menggunakan adaptometer, fungsi makula pada

retinopati diabetes mengalami penurunan dibandingkan dengan orang normal. 3,5

E. KLASIFIKASI

Gambar 2.2 Retina pada Non proliferatif retinopati diabetik (kiri) dan retina pada
proliferatif retinopati diabetik (kanan).

6
Berkaitan dengan prognosis dan pengobatan, DR dibagi menjadi (menurut

Early Treatment Diabetik Retinopati Study):

1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif, atau dikenal juga dengan Background

Diabetik retinopathy. Ditandai dengan: mikroaneurisma, perdarahan retina,

eksudat, IRMA, dan kelainan vena

a. Minimal: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma,

perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.

b. Ringan-sedang: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena derajat ringan,

perdarahan, eksudat keras, cotton wool spots, IRMA.

c. Berat: terdapat ≥1 tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma pada 4

kuadran retina, dilatasi vena pada 2 quadran atau IRMA pada 1 quadran.

d. Sangat berat: ditemukan ≥ 2 tanda pada derajat berat.

2. Retinopati Diabetik Proliferatif. Ditandai dengan neovaskularisasi.

a. Ringan (tanpa risiko tinggi): bila ditemukan minimal adanya neovaskular

pada diskus (NVD) yang mencakup < ¼ dari daerah diskus tanpa disertai

perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskularisasi dimana saja di retina

(NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.

b. Berat (risiko tinggi): apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor risiko sebagai

berikut

i. Ditemukan NVE.

ii. Ditemukan NVD.

7
iii. Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup > ¼

daerah diskus.

iv. Perdarahan vitreus

Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus atau setiap adanya

pembuluh darah baru yang disertai perdarahan, merupakan 2 gambaran yang

paling seing ditemukan pada retinopati proliferatif risiko tinggi.6,7

Klasifikasi menurut FKUI

 Derajat I: terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa fatty exudates pada

fundus okuli.

 Derajat II: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan

atau tanpa fatty exudates pada fundus okuli.

 Derajat III: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak,

neovaskularisasi, proliferasi pada fundus okuli.

 Jika gambaran fundus di kedua mata tidak sama, maka penderita tergolong

pada derajat berat.7

F. MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang dapat dirasakan yaitu bintik-bintik gelap yang mengambang

pada penglihatan, floaters, kesulitan membaca, penglihatan menjadi kabur,

kesulitan dengan persepsi warna, fluktuasi, dan kehilangan daya penglihatan.

Pada umumnya gejala klinis berdasarkan klasifikasi retinopati diabetik

dibagi menjadi 2.8

8
a. Retinopati Diabetik nonproliferatif ( Bancground diabetic retinopathy) yang

ditandai dengan adanya mikroaneurisma, perdarahan, eksudat lunak, eksudat

keras dan daerah yang hipoksia atau iskemik.

b. Retinopati Diabetik proliferatif ditandai adanya pembuluh darah baru atau

neovaskularisasi, perdarahan di vitreos, perdarahan di subhyaloid jaringan

ikat vitreoretina dan ablasi retina.

Pada keadaan dimana sebelum terjadi proliferatif tetapi sudah banyak

daerah yang mengalami hipoksia disebut Retinopati Diabetik preproliferatif.8

G. DIAGNOSIS

Selain pemeriksaan rutin dalam bidang Ilmu Penyakit Mata diperlukan

pemeriksaan funduskopi sacara baik yaitu dengan melebarkan pupil yang

maksimal dan memeriksa dengan oftalmoskopi direk, indirek dan lensa kontak 3

cermin dai Goldmann. Untuk menegakkan dan mengetahui indikasi pengobatan

perlu dilakukan pemerikasaan Fundus Flourescein Angiography(FFA).8

Gambar 2.3 Fundus Flourescein Angiography (FFA)

9
Pemeriksaan penunjang untuk retinopati diabetik dapat dilakukan foto

fundus dimana dapat diperiksa adanya kekeruhan pada media penglihatan, seperti

pada kornea, lensa, dan badan kaca, serta fundus okuli terutama retina dan papil

saraf optik, dan merupakan metode yang efektif dan sensitif, fotografi tujuh

bidang merupakan pemeriksaan skrining baku emas; OCT (Optical Coherence

Tomography) sangat bermanfaat dalam menentukan dan memantau edema

makula, dan FFA (Fundus Flourescein Angiography) berguna untuk menentukan

kelainan mikrovaskuler pada retinopati diabetik. Defek pengisian yang besar pada

jalinan kapiler menunjukan luasnya iskemia. FFA dapat membantu menentukan

prognosis serta luas dan penempatan terapi laser.4

Gambar 2.4 Optical Coherence Tomography (OCT)

H. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vaskular retina lainnya

adalah retinopati hipertensi, yaitu suatu kondisi dengan karakteristik perubahan

vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi. Tanda-tanda pada

retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal,

10
perlengketan atau “nicking” arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk

flame-shape dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema papilla.2

I. PENATALAKSANAAN2

Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan.

Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi

perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.

 Pemeriksaan rutin pada ahli mata

Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan, ahli mata

mungkin lebih memilih untuk megikuti perkembangan pasien-pasien tertentu

lebih sering karena antisipasi kebutuhan untuk terapi.

Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Temuan Pada Retina

Abnormalitas retina Follow-up yang disarankan

Normal atau mikroaneurisma yang sedikit Setiap tahun

Retinopati Diabetik non proliferatif ringan Setiap 9 bulan

Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 6 bulan

Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 4 bulan

Edema makula Setiap 2-4 bulan

Retinopati Diabetik proliferatif Setiap 2-3 bulan

 Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi

Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik, Diabetik

Control and Cmplication Trial (DCCT) melakukan penelitian terhadap 1441

pasien dengan DM Tipe I yang belum disertai dengan retinopati dan yang sudah

11
menderita RDNP. Hasilnya adalah pasien yang tanpa retinopati dan mendapat

terapi intensif selama 36 bulan mengalami penurunan resiko terjadi retinopati

sebesar 76% sedangkan pasien dengan RDNP dapat mencegah resiko perburukan

retinopati sebesar 54%. Pada penelitian yang dilakukan United Kingdom

Prospective Diabetes Study (UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi

intensif menunjukkan bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti

dengan penurunan resiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian

DCCT dan UKPDS tersebut memperihatkan bahwa meskipun kontrol glukosa

darah secara intensif tidak dapat mencegah terjadinya retinopati diabetik secara

sempurna, namun dapat mengurangi resiko timbulnya retinopati diabetik dan

memburuknya retinopati diabetikyang sudah ada.Secara klinik, kontrol glukosa

darah yang baik dapat melindungi visus dan mengurangi resiko kemungkinan

menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser. UKPDS menunjukkan bahwa

control hipertensi juga menguntungkan mengurangi progresi dari retinopati dan

kehilangan penglihatan.

 Fotokoagulasi

Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi

retinopati diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat

meyebabkan kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu uji klinik

yang dilakukan oleh National Institute of Health di Amerika Serikat jelas

menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila

dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati

diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi

12
penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi

fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema macula dan

neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3 metode terapi

fotokoagulasi yaitu :

1. scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan

kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan

untuk menghilangkan neovaskular dan mencegah neovaskularisasi

progresif nantinya pada saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada

sudut bilik anterior dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah

retina yang jauh dari macula untuk menyusutkan neovaskular.

2. focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi

mikrovaskular di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm

dari tengah fovea. Teknik ini mengalami bertujuan untuk mengurangi atau

menghilangkan edema macula.

3. grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana

pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang

difus. Terapi edema macula sering dilakukan dengan menggunakan

kombinasi focal dan grid photocoagulation.

 Injeksi Anti VEGF

Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah

studi baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus untuk

degenerasi makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita

melihat pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam

13
waktu tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya

memiliki pengaruh yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis.Avastin

merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah

pertumbuhan prolirerasi sel endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi

vaskular oleh karena peningkatan kematian sel endotel. Untuk pengunaan okuler,

avastin diberikan via intra vitreal injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana

dengan dosis 0,1 mL. Lucentis merupakan versi modifikasi dari avastin

yang khusus dimodifikasi untuk penggunaan di okuler via intra vitreal dengan

dosis 0,05 mL

 Vitrektomi

Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan

(opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.Vitrektomi dapat

juga membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang

mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan

bagi pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah

fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami

perbaikan.

Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical trial pada

pasien dengan dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi

keuntungan pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus)

dengan yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan perdarahan vitreous berat dan

kehilangan penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe 1 secara jelas

menunjukan keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe 2.DRSV juga

14
menunjukkan keuntungan vitrektomi awal dibandingkan dengan managemen

konvensional pada mata dengan retinopati diabetik proliferatif yang sangat berat.

J. PROGNOSIS

Prognosis visus pada penderita retinopati diabetes sangat tergantung pada

regulasi kadar gula yang baik dan ketepatan pengobatan dengan fotokoagulasi

laser, lebih awal pengobatan lebih baik prognosisnya.8

15

Anda mungkin juga menyukai