Klippel Trenaunet Synd PDF
Klippel Trenaunet Synd PDF
TESIS
Yulinda
0806359643
Pembimbing :
Dr.Hilman Ibrahim, SpB(K)V
Dr. Patrianef, SpB(K)V
Dr. Trevino A. Pakasi, Phd
1
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
KATA PENGANTAR
Segala Puji syukur dan hormat saya naikkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus,
karena Kasih dan AnugerahNya yang telah memberikan kekuatan dan memampukan
saya untuk dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Spesialis Bedah pada Jurusan Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa penulisan tesis ini
melibatkan banyak pihak sehingga selesai. Karenanya, saya mengucapkan
terimakasih kepada :
5
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
10. Sahabat, senior, dan junior PPDS yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan tesis ini. Tidak lupa nama-nama berikut ini: dr. Kshetra, dr.
Dorothy, dr. Adiel A, dr. Wahyu, dr. Bonauli, dr. Febiansyah, dr. Dani
Pratama, dr. Okkian, Dina Dwimulya, SKM dan nama-nama yang tidak bisa
saya sebutkan satu persatu.
Akhir kata saya mengucapkan terima kasih atas segala dukungan yang telah
diberikan, kiranya Kasih dan Penyertaan Tuhan Yesus Kristus senantiasa bersama
kita semua. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu
kedokteran yang dapat bermanfaat di kemudian hari.
Penulis
dr. Yulinda
6
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
ABSTRAK
Nama : Yulinda
Program Studi : Ilmu Bedah
Judul : Evaluasi Tatalaksana Kasus Malformasi Arteri
Vena di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto
Mangunkusumo 2010-2013
8
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
ABSTRACT
Name : Yulinda
Study Program : General Surgery
Title : Evaluation therapy of Arterial Venous Malformation at
Cipto Mangunkusumo Hospital 2010-2013
9
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengesahan ii
Abstrak vi
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1. 1 Latar Belakang 1
1. 2 Perumusan Masalah 2
1. 3 Tujuan Penelitian 2
1. 4 Manfaat Penelitian 2
2.2 KerangkaTeori 13
3.1Desain Penelitian 17
10
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
BAB 4 HASIL 22-26
11
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
12
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti merumuskan penelitian yaitu bagaimana
Evaluasi Tatalaksana Kasus Malformasi Arteri Vena di RSUPN Cipto
Mangunkusumo 2010-2013.
13
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
1.4.3 Manfaat untuk pasien
Prognosis pasien MAV dengan berbagai modalitas terapi bisa menjadi informasi
bagi pasien dalam menentukan pilihan terapi bersama dengan dokternya.
14
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Onset Sejak lahir atau masa kanak-kanak Kapan saja sepanjang hidup
Sifat Berproliferasi, berinvolusi, menginvolusi Pertumbuhan yang sesuai atau
progresifitas yang lambat
Histologi Peningkatan perubahan selular Perubahan selular yang normal
Faktor pemicu Tidak diketahui Hormonal, trauma, spontan
Terapi Spontan, berinvolusi, kortikosteroid, Terapi sklerosis, bedah
interferon, bedah laser, embolisasi
15
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
Anomalia Vaskular
Tumor Malformasi
2.1.1 Klasifikasi
16
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
Klasifikasi Malformasi Vaskular Kongenital menurut Hamburg
Klasifikasi Primer
1. Defek arteri predominan
2. Defek vena predominan
3. Defek shunting arteri vena predominan
4. Defek limfatik predominan
5. Defek kombinasi vaskular
Klasifikasi embriologi
1. Bentuk ekstratrunkular (ET)
Difus, menginfiltrasi
Terbatas, terlokalisir
2. Bentuk trunkular (T)
Aplasia, menginfiltrasi
o Hipopasia, aplasia, hiperplasia
o Stenosis, membran, spur kongenital
Dilatasi
o Terlokalisir (aneurisma)
o Difus (ektasia)
Perkembangan yang baik sebagai hasil akhir tatalaksana MAV telah dicapai
dengan menggunakan pendekatan multidisipliner serta berbagai terapi endovaskular
sebagai tambahan terapi.10
Akan tetapi sayangnya kebanyakan terapi yang tersedia saat ini masih
memiliki risiko. Perencanaan yang hati-hati dari diagnosis, tatalaksana, sampai
tindak lanjut jangka panjang, merupakan hal yang penting untuk keberhasilan
manajemen MAV. Manajemen agresif harus dipertimbangkan hanya apabila
keuntungannya lebih besar dibandingkan risiko komplikasi dan morbiditas terkait.
17
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
2.1.2 Evaluasi
2.1.3 Terapi
Perdarahan
Gagal jantung dengan curah tinggi (high output)
Komplikasi iskemik arteri sekunder
Komplikasi sekunder hipertensi vena kronik
Lesi terletak pada regio yang mengancam jiwa (contoh di dekat jalan napas)
atau terletak pada daerah yang dapat mengancam fungsi-fungsi vital
(melihat, makan, mendengar atau bernapas)
18
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
Nyeri yang memengaruhi kualitas hidup
Gangguan fungsional
Deformitas kosmetik yang parah
Sindroma vaskular tulang pertumbuhan tulang panjang abnormal dengan
leg length discrepancy
Lesi terletak pada daerah berisiko tinggi terjadinya komplikasi (misalnya
hemarthrosis).
b. Modalitas
19
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
dikerjakan melawan morbiditas dan angka komplikasi yang tinggi (misalnya
kehilangan darah masif, hilangnya fungsi organ). Hanya jika lesi dapat terlokalisasi
dengan baik, sehingga memungkinkan morbiditas rendah dengan eksisi total,
sebaiknya dikombinasi dengan pendekatan endovaskular, menggunakan terapi
emboli dan terapi sklerosis.
Lebih dari dua dekade terakhir, sebuah konsep terbaru tatalaksana MAV
diterima sebagai modalitas berdasarkan terapi endovaskular (terapi emboli dan
terapi sklerosis), sebagai tatalaksana secara keseluruhan. Integrasi dengan terapi
pembedahan telah diadopsi dengan dasar pendekatan tim multidisipliner. Terapi
emboli/terapi sklerosis dikerjakan pada lesi yang tidak bisa diakses dengan
pembedahan pada awalnya, dengan hasil yang sangat memuaskan. Kemudian terapi
tersebut digabungkan dengan pembedahan konvensional dan dikerjakan pada lesi
yang bisa diakses dengan pembedahan, menghasilkan keluaran yang lebih baik
dibandingkan dengan lesi yang dikerjakan dengan pembedahan saja, terutama pada
lesi-lesi marginal yang masih dapat diakses.
Oleh karena itu, terapi emboli/terapi sklerosis sebaiknya dipertimbangkan
sebagai terapi independen pada kandidat nonbedah atau kandidat bedah yang lemah,
dimana lesi MAV tidak dapat diakses melalui pembedahan. Terapi emboli/terapi
sklerosis sebaiknya dipertimbangkan sebagai terapi tambahan pada lesi yang dapat
diakses dengan pembedahan dan juga sebagai terapi bedah. Terapi emboli/terapi
sklerosis preoperatif sering dapat memperbaiki keamanan dan kegunaan terapi
bedah selanjutnya, menghasilkan penurunan morbiditas dan komplikasi (misalnya
perdarahan intraoperatif).
Pendekatan baru ini sekarang telah diterima sepenuhnya sebagai alternatif
dari pembedahan konvensional pada mayoritas lesi, terutama pada MAV tipe difus
infiltratif. Meskipun pendekatan ini tidak dapat menyembuhkan, kontrol lokal lesi
seringkali terjadi untuk beberapa saat. Dibalik antusiasme awal terhadap terapi
endovaskular, banyak masalah baru terkait dilaporkan termasuk komplikasi akut
(nekrosis jaringan, trombosis vena, emboli paru, jejas nervus dan henti jantung paru)
dan berbagai komplikasi kronik (kontraksi otot/tendon) sebagai tambahan
morbiditas terkait.
20
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
Modalitas tatalaksana harus dipilih berdasarkan keuntungan dan kerugian
yang cermat dimana morbiditas terkait diperhitungkan, seperti tatalaksana kondisi
yang mengancam jiwa atau mengancam tungkai (misalnya perdarahan, gagal
jantung high output). Pendekatan klasik, yakni MAV dengan mematikan feeding
arteri saja dengan ligasi atau embolisasi haruslah dihentikan. Pendekatan ini
meninggalkan nidus lesi tetap intak dan menyebabkan rekruitmen neovaskular yang
lebih agresif oleh lesi primitif, membuat kondisi semakin buruk. Kontrol direk nidus
lesi merupakan hal yang penting untuk mencegah hancurnya lesi MAV lebih
lanjut.
Pemilihan agen emboli dan terapi sklerosis yang sesuai merupakan hal
yang penting untuk meminimalisasi morbiditas terkait. Etanol absolut, N-
butilsianoakrilat (NBCA), coil dan/atau partikel berkontur (misalnya Ivalon, Fabco,
New London, CT, USA) dapat digunakan dalam berbagai kombinasi, baik secara
simultan maupun pada beberapa fase.
Etanol absolut tetap menjadi pilihan scleroting agent dalam tatalaksana lesi
MAV, terutama pada situasi dimana lesi tidak dapat dieksisi dengan pembedahan
seperti pada tipe difus infiltratif. Lem N-butilsianoakrilat merupakan agen embolik
endovaskular yang terutama dipakai dalam preoperatif untuk tatalaksana lesi yang
dapat dieksisi melalui pembedahan. Lesi yang diisi oleh lem dapat secara aman
didiseksi dengan pembedahan, meninggalkan jejas kolateral minimal. Embolisasi
preoperatif lesi seperti MAV itu telah menunjukkan penurunan morbiditas terkait
pembedahan. Lem ini juga telah dipergunakan, dengan hasil yang dapat diterima,
sebagai satu-satunya terapi independen pada kondisi khusus (misalnya MAV pada
pelvis yang tidak dapat dioperasi). Akan tetapi, dampak jangka panjangnya sebagai
benda asing dan efek permanennya pada lesi MAV tetaplah kontroversial saat
diberikan sebagai terapi independen.
Terapi emboli/terapi sklerosis sebaiknya direncanakan untuk dilaksanakan
pada beberapa tahap dengan menggunakan jumlah agen minimal setiap kalinya
apabila dimungkinkan untuk mengurangi risiko potensial morbiditas akut dan
kronik, serta komplikasi (misalnya etanol). Beberapa pengalaman telah diambil
untuk meminimalisasi risiko komplikasi terapi sklerosis etanol, yang tetap menjadi
scleroting agent yang paling tepat guna untuk manajemen lesi MAV :
21
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
1. Anestesi umum harus digunakan untuk seluruh pasien dalam rangka
mengontrol rasa sakit hebat yang terinduksi injeksi etanol.
2. Monitor kardio pulmoner diwajibkan apabila jumlah etanol besar dan/atau
mendekati jumlah maksimum yang diizinkan (1 mg/kgBB).
3. Perhatian khusus harus diterapkan untuk meminimalisasi peningkatan risiko
nekrosis kulit ketika diberikan melalui punksi arteri. Jumlah/konsentrasi
etanol minimal yang paling tepat guna harus digunakan sebisa mungkin
untuk mengurangi komplikasi yang timbul, etanol absolut diencerkan
menjadi 60% untuk terapi lesi superfisial,yang memiliki risiko nekrosis kulit
lebih besar, atau untuk terapi lesi yang terletak dekat nervus, untuk
menghindari cedera. Jumlah yang lebih kecil dalam dosis terbagi sebaiknya
dipertimbangkan untuk membantu mengurangi kemungkinan terjadinya
komplikasi.
Evaluasi dalam tindak lanjut periodik dan hasil terapi sebaiknya dilakukan
dengan USG dupleks, WBBPS, TLPS, CT scan dan/atau MRI pada kebanyakan
kasus. Hal ini penting terutama selama terapi yang memerlukan beberapa sesi terapi.
Untuk evaluasi mayoritas MAV, arteriografi telah menjadi baku stadar untuk
konfirmasi hasil tatalaksana apabila telah selesai.1,6,12
a. Strategi Khusus
Terapi emboli coil merupakan metode yang paling tepat guna untuk
mengubah fase aliran cepat menjadi aliran rendah serta menjadikan tatalaksana
permanen definitif secara permanen (misalnya etanol). Akan tetapi, terapi emboli
coil hanya memproduksi efek mekanis untuk menghentikan aliran dan menginduksi
trombosis dan tidak memiliki efek langsung apapun terhadap endotel. Terapi
emboli/terapi sklerosis tambahan dengan etanol absolut dan/atau NBCA diperlukan
untuk mengontrol nidus secara utuh.
Pengawasan secara ketat pada sistem kardio pulmoner vaskular dalam
setiap sesi terapi etanol tidak dapat dikesampingkan karena peningkatan tekanan
arteri pulmoner merupakan indikasi paling awal berkembangnya hipertensi
pulmoner yang memiliki potensial fatal. Hipertensi pulmoner terjadi ketika etanol
22
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
mencapai sirkulasi pulmoner. Pengenalan awal dan meminimalkan segera terapi
etanol serta penggunaan vasodilator yang sesuai diperlukan secara mutlak untuk
mencegah spasme pulmoner dan henti jantung paru yang mungkin muncul
selanjutnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Byung Boong Lee dkk, dari
total 1556 pasien dengan berbagai MVK, 177 pasien (perempuan (P), 105; Laki-laki
(L) 72; rata-rata usia 28,4 tahun; rentang 1,1-1,67 tahun, terdiagnosis MAV
berdasarkan berbagai kombinasi tes tidak invasif dan kurang invasif. Dari 177
pasien, 115 (P, 68; L, 47; bentuk lesi ET, 99; bentuk lesi T 16) dipilih dengan
berbagai indikasi terapi endovaskular dengan/tanpa kombinasi terapibedah; total
431 sesi terapi endovaskular dikerjakan kebanyakan dengan terapi sklerosis berbasis
etanol (408/431).
Evaluasi pemantauan tatalaksana telah dikerjakan secara periodik dalam
interval teratur tidak lebih dari 6 bulan terutama dengan pemeriksaan tidak/kurang
invasif selama dan setelah selesainya terapi multisesi. Tidak ada bukti rekurensi
kecuali pada empat pasien dengan terapi inkomplit selama periode tindak lanjut
(rata-rata 18,4 bulan).
Dua pasien mencapai keberhasilan dengan potensi sembuh dan pengamatan
dari waktu ke waktu menunjukkan tidak terjadinya rekurensi selama periode tindak
lanjut (42,1 dan 57,2 bulan). Akan tetapi, dua pasien lain mengalami komplikasi
mayor setelah lesi MAV awal tertangani dengan sukses: Satu pasien mengalami
perdarahan masif berulang dari lesi MAV intraoseus yang terkontrol tidak utuh
pada lengan yang sama dalam setahun penolakan tatalaksana. Satu lainnya
mengalami infeksi jaringan lunak yang masif di lengannya selama 6 bulan.
Keduanya memerlukan amputasi lengan atas sebagai tindakan penyelamatan jiwa.
Hasil dari terapi bedah lesi MAV tetap memuaskan dengan tidak adanya bukti
rekurensi selain amputasi kedua lengan atas.
Pendekatan secara multidisipliner harus dikerjakan untuk mencapai kontrol
lesi MAV yang tepat guna dengan terapi endovaskular dan pembedahan yang
terintegrasi. Terapi endovaskular lebih dipilih untuk lesi-lesi yang tidak dapat
diakses sementara terapi kombinasi pembedahan dan endovaskular merupakan
pilihan terbaik bagi lesi-lesi yang dapat diakses.
23
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
Pendekatan agresif secara dini pada seluruh lesi MAV wajib dilakukan
secara umum untuk menurunkan konsekuensi apapun dari dampak hemodinamik.
Pendekatan yang diperhitungkan baik-baik sangat disetujui, berdasarkan
pemeriksaan cermat keuntungan dan kerugiannya terkait dengan tatalaksana, kecuali
jika tatalaksana diindikasikan sebagai life saving atau limb saving (misalnya
perdarahan, gagal jantung high output).7,8,11
24
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
Faktor Risiko Didapat
Usia Kongenital
Jenis Kelamin
Dilatasi
Penipisan endotel
vaskular
Penurunan Resistensi
Vaskular
Perdarahan
25
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
2.3 Kerangka konsep
Karakteristik sosiodemografis :
- Jenis kelamin
- Usia
- Asal rujukan
- Domisili
Tatalaksana :
- Ligasi Gejala :
Pemeriksaan - Eksisi Prognosis setelah 6 - Perdarahan +/-
Penunjang : - Ligasi+eksisi bulan tindak lanjut - Nyeri +/-
- USG Doppler - Scleroting Agent berdasarkan nilai Tanda :
- CT Angiografi - Ligasi+eksisi+ rerata dan nilai - Ukuran lesi
Scleroting Agent tengah
Karakteristik klinis :
- Keluhan utama
- Onset
- Lesi
26
27
28
3.4
5 Kriteria Penelitian
3.4.1 Kriteria inklusi
Pasien dengan diagnosis MAV yang sudah ditatalaksana di Divisi Bedah Vaskular
RSUPN Cipto Mangunkusumo.
29
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
3.5. Alur penelitian
Filtrasi data
Data akan diolah menggunakan program SPSS 11.5 for windows. Pada seluruh
data, dilakukan deskripsi sampel dan perhitungan persentase evaluasi diagnosis
dan tatalaksana pasien MAV. Data akan disajikan dalam bentuk tabel.
30
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
BAB 4
HASIL
Variabel N %
Jenis kelamin
- Laki-laki 20 66,7
- Perempuan 10 33,1
Domisili
- Jabodetabek 17 56,7
- Luar Jabodetabek 13 43,3
Asal rujukan
- Puskesmas/RSUD 22 73,3
- Keinginan sendiri 8 26,7
31
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
4.2 Karakteristik Klinis Pasien MAV
Keluhan yang diceritakan pasien sehingga menyebabkan pasien datang
berobat adalah benjolan pada ekstremitas atau bagian tubuh lainnya (29 pasien =
96,7%), perdarahan (1 pasien = 33%). Lama keluhan bervariasi mulai dari sejak
lahir sampai 59 tahun, sejak lahir (9 pasien = 30%), kanak-kanak 9 pasien = 30%)
dan dewasa (12 pasien = 40%). Sedangkan dari 30 pasien hanya 1 pasien = 3,3%
yang menjalani pemeriksaan histologi untuk menentukan jenis lesi ET atau T.
Pasien yang menjalani modalitas diagnostik CT Angiografi (24 pasien = 80%),
USG Doppler 4 pasien = 13,3%), sedangkan yang menjalani pemeriksaan USG
Doppler dan CT Angiografi (Tabel 2).
Variabel N=30 %
Keluhan utama :
- Benjolan/lesi 29 96,7
- Perdarahan 1 3,3
Onset :
- Sejak lahir 9 30
- Kanak-kanak 9 30
- Dewasa 12 40
Lesi :
- Trunkular (T) 1 3,3
- Tidak ada hasil PA 29 0
Pemerikaan penunjang :
- USG Doppler 4 13,3
- CT Angiografi 24 80
- USG Doppler + CT 2 6,7
Angiografi
32
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
4.3 Prognosis Tatalaksana Kasus MAV
Prognosis pasien MAV setelah tindak lanjut 6 bulan dimana adalah pasien
dikatakan terkontrol bila persentase pengukuran lesi berkurang bila rerata nilai >
43,97% dan tidak terkontrol bila < 43,97% serta nilai nilai tengah > 40,3% atau <
40,3% . Persentase pasien yang terkontrol dengan cut off rerata (>43, 97%) sama
jumlahnya dengan menggunakan cut off nilai tengah, yaitu sebesar 47%(tabel 3)
Dari hasil pengukuran didapatkan pasien yang ditatalaksana dengan ligasi
(1 pasien terkontrol, 3 pasien tidak terkontrol), eksisi (1 pasien terkontrol, 6
pasien tidak terkontrol), ligasi + eksisi (5 pasien terkontrol, 4 pasien tidak
terkontrol, eksisi + ligasi + amputasi above Elbow (1 pasien terkontrol), amputasi
(1 pasien amputasi above elbow karena perdarahan tidak terkontrol sebagai
tindakan live saving terkontrol). Ligasi + eksisi + arteriografi + by pass graft (1
pasien tidak terkontrol), Ligasi + eksisi + ekstraksi gigi (1 pasien, terkontrol),
ligasi + eksisi + laparotomi + by pass (1 pasien terkontrol), Arterografi +
emboliasi (1 pasien terkontrol), ligasi + eksisi + Scleroting Agent (3 pasien
terkontrol), balut tekan (1 pasien, terkontrol).
33
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
Tabel 3. Prognosis Tatalaksana Kasus MAV
Variabel Terkontrol dg rerata Tdk terkontrol dg Terkontrol dg nilai Tdk terkontrol dg
> 43,97% rerata < 43,97% tengah > 40,3% nilai tengah < 40,3%
Bedah (N=14)
- Ligasi 1(3,3) 3(10) 1(3,3) 3(10)
- Eksisi 1(3,3) 6(20) 1(3,3) 6(20)
- Ligasi + eksisi 5(16,7) 34(13,3) 5(16,7) 34(13,3)
- Amputasi 1(3,3) 0 1(3,3) 0
- Ligasi + eksisi + amputasi 1(3,3) 0 1(3,3) 0
- Ligasi + eksisi + embolisasi + 0 1(3,3) 0 1(3,3)
by pass graft
- Ligasi + eksisi + ekstraksi gigi 1(3,3) 0 1(3,3) 0
- Ligasi + eksisi + laparotomi + 1(3,3) 0 1(3,3) 0
by pass
- Ligasi + eksisi + scleroting 3(10) 0 3(10) 0
agent
Endovaskular (N=1) 1(3,3) 0 1(3,3) 0
- Arteriografi
Konservatif (N=1) 1(3,3) 0 1(3,3) 0
- Balut tekan
*penetapan cut-of f tidak ada sumber kepustakan bedah vaskular. Penggunaan rerata dan nilai tengah berdasarkan statistik
deskriptif untuk kepentingan penelitian ini, sebagai langkah studi awal dalam penelitian prognosis.
34
35
36
Penetapan prognosis berdasarkan nilai tengah atau rerata penurunan lesi pasca
tindakan bedah tidak mendapatkan angka yang berbeda. Penetapan cut off sendiri merupakan
hal yang baru di dalam penentuan prognosis pasien MAV untuk menentukan terkontrol
tidaknya pasien pasca tindakan operatif. (sumber). Lebih jauh lagi dari 30 pasien yang
berhasil ditelusuri, perbedaan prognosis pasca tindakan bedah dengan tindakan lainnya
(endovaskular dan konservatif) tidak dapat disimpulkan karena kurangnya kasus (tabel 3).
Pada penelitian ini ada empat pokok bahasan yang dibahas.
Butir pertama penggunaan cut off untuk menilai hasil dapat dibuat berdasarkan rerata,
nilai tengah, Reciever Operating Characteristics curve atau juga kesepakatan menggunakan
skoring klinis. Chance penurunan berdasarkan cut off nilai tengah dan rerata ukuran lesi
dalam penelitian ini sebanding. Artinya bila pengukuran lesi dianggap bisa mewakili
prognosis, maka penggunaan rerata dan nilai tengah tidak dianjurkan dalam menyatakan
terkontrol tidaknya pasien.
Butir kedua dalam penggunaan parameter ukuran lesi, adalah kenyataan bahwa lesi
yang diukur adalah bersifat tiga dimensi, sementara pengukuran yang dilakukan adalah dua
dimensi. Tentu hasil pengukuran dua dimensi ini mempunyai gap dibandingkan dengan
bentuk tiga dimensinya.
Butir ketiga mengenai prognosis sendiri berdasarkan kepustakaan dinilai dari keluhan,
gambaran klinis dan pencitraan. Sehingga dengan parameter yang lebih banyak maka
penetapan prognosis akan lebih akurat. Variabel-variabel prognosis itu sendiri masih belum
disepakati bentuk penilaian obyektifnya sebagai parameter prognosis.
Butir keempat mengenai prognosis adalah onset timbulnya kasus-kasus tidak
terkontrol. Secara kepustakaan memang diperkirakan relaps timbul setelah enam bulan dan
ada kasus-kasus dalam penelitian ini, yang di tindak lanjut kurang dari enam bulan, sehingga
tentu saja memengaruhi hasil.
Kelemahan penelitian ini adalah penetapan prognosis dibandingkan dengan
pengukuran pra operasi terkendala waktu yang cukup panjang, terkait urusan non teknis. Dan
tentu saja akan memengaruhi tindakan dan hasil prognosisnya.
Namun demikian penelitian ini mempunyai nilai tambah karena bisa memberikan
masukan mengenai kondisi pasien-pasisen MAV pasca operasi. Kondisi-kondisi ekstrem
dimana pasca tindakan tidak terdapat perubahan (penurunan ukuran lesi 0%) terdapat pada
37
39
6.1 SIMPULAN
7.2 SARAN
Sebagai salah satu modalitas diagnostik untuk menegakkan jenis lesi MAV
untuk dapat menentukan strategi tatalaksana yang tepat, pemeriksaan histopatologi
dianjurkan untuk dapat dikerjakan secara rutin. Evaluasi dalam tindak lanjut periodik dan
hasil terapi sebaiknya tidak hanya berdasarkan keluhan maupun klinis pasien namun juga
dilakukan dengan USG dupleks, CT Angiografi dan/atau MRI pada kebanyakan kasus. Hal
ini penting terutama selama terapi yang memerlukan beberapa sesi terapi.
Mengingat tidak semua Rumah Sakit memiliki fasilitas yang cukup memadai untuk
modalitas diagnostik, tatalaksana maupun evaluasi tindak lanjut ada baiknya ditetapkan suatu
standar yang baku yang dapat dikerjakan oleh oleh Rumah Sakit Umum Daerah serta adanya
pelatihan bagi para tenaga kesehatan untuk tatalaksana kasus MAV.
Dianggap perlu adanya edukasi yang baik bagi pasien MAV tentang kondisi dan
prognosis dari tatalaksana MAV agar dapat dicapai hasil yang optimal dalam tatalaksana
kasus MAV.
40
8. Upton J1, Coombs CJ, Mulliken JB, Burrows PE. Vascular Malformations of the Upper
Limb: Review of 270 Patients. J Hand Surg, Am. 2010; 24(5): 1019-1035.
9. Kohout MP, Hansen M, Pribaz JJ, MullikenJB. Arteriovenous Malformations of the
Head and Neck: Natural History and Management. Plast Reconst Surg, 2008; 102(3):
643- 654.
41
42