Anda di halaman 1dari 41

UNIVERSITAS INDONESIA

EVALUASI TATALAKSANA KASUS MALFORMASI ARTERI


VENA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL CIPTO
MANGUNKUSUMO 2010-2013

TESIS

Yulinda
0806359643

Pembimbing :
Dr.Hilman Ibrahim, SpB(K)V
Dr. Patrianef, SpB(K)V
Dr. Trevino A. Pakasi, Phd

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH
JAKARTA OKTOBER 2014

1
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
KATA PENGANTAR

Segala Puji syukur dan hormat saya naikkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus,
karena Kasih dan AnugerahNya yang telah memberikan kekuatan dan memampukan
saya untuk dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Spesialis Bedah pada Jurusan Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa penulisan tesis ini
melibatkan banyak pihak sehingga selesai. Karenanya, saya mengucapkan
terimakasih kepada :

1. Dr. Hilman Ibrahim, SpB(K)V, sebagai dosen pembimbing yang telah


memberikan waktu, tenaga, dan pikiran dalam mengarahkan penyusunan
tesis ini;
2. Dr. Patrianev, SpB(K)V, sebagai dosen pembimbing yang telah mem-
berikan waktu, tenaga, dan pikiran dalam mengarahkan penyusunan tesis
ini;
3. Dr. Trevino A. Pakasi, Phd, sebagai dosen pembimbing statistik yang telah
memberikan waktu, tenaga, dan pikiran dalam mengarahkan penyusunan
tesis ini;
4. DR. dr. Toar JM Lalisang, Dr SpB(K)BD, selaku Kepala Departemen Ilmu
Bedah;
5. Dr. Riana P. Tamba, SpB. SpBA, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Bedah;
6. DR. Dr. Yefta Moenadjat, SpBP(K), sebagai Koordinator Penelitian;
7. Pihak Rekam Medis, Bidang Penelitian, dan Komite Etik FKUI yang
telah membantu dalam proses penyusunan tesis ini;
8. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan moral, material
dan semangat serta doanya;
9. Suami tercinta Theopilus Pattiasina, yang dengan setia mendukung,
menemani dan menguatkan saat menjalani suka dan duka;

5
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
10. Sahabat, senior, dan junior PPDS yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan tesis ini. Tidak lupa nama-nama berikut ini: dr. Kshetra, dr.
Dorothy, dr. Adiel A, dr. Wahyu, dr. Bonauli, dr. Febiansyah, dr. Dani
Pratama, dr. Okkian, Dina Dwimulya, SKM dan nama-nama yang tidak bisa
saya sebutkan satu persatu.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih atas segala dukungan yang telah
diberikan, kiranya Kasih dan Penyertaan Tuhan Yesus Kristus senantiasa bersama
kita semua. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu
kedokteran yang dapat bermanfaat di kemudian hari.

Jakarta, 12 Desember 2014

Penulis

dr. Yulinda

6
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
ABSTRAK

Nama : Yulinda
Program Studi : Ilmu Bedah
Judul : Evaluasi Tatalaksana Kasus Malformasi Arteri
Vena di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto
Mangunkusumo 2010-2013

Malformasi Arteri Vena (MAV) adalah kelainan kongenital atau yang


didapat(acquired) dan penegakan diagnosisnya cukup beragam,juga terapi dan
prognosisnya. Modalitas terapi MAV bervariasi, mulai dari injeksi scleroting agent
hingga teknik operasi yang kompleks, termasuk pilihan terapi pembedahan minimal
invasif, yang berdampak pada prognosis pasien. Hasil penelitian menyatakan bahwa
tatalaksana MAV dengan pendekatan secara multidisipliner sudah mulai dilakukan
di RSUPN Cipto Mangunkusumo,dimana eksisi tetap merupakan terapi yang paling
ideal untuk menciptakan kesembuhan. Akan tetapi, terapi pembedahan saja hanya
menghasilkan kontrol inkomplit dari lesi karena morbiditas tinggi terkait reseksi
komplit (complete surgical resection). Pembuangan lesi MAV total dengan
pembedahan seringkali dikerjakan melawan morbiditas dan angka komplikasi yang
tinggi (misalnya kehilangan darah masif, hilangnya fungsi organ). Hanya jika lesi
dapat terlokalisasi dengan baik, sehingga memungkinkan morbiditas rendah dengan
eksisi total, sebaiknya tatalaksana dikombinasi dengan pendekatan endovaskular
menggunakan terapi emboli dan terapi sklerosis.

Kata Kunci : Malformasi Arteri Vena, multidisipliner, prognosis, scleroting agent,


endovaskular

8
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
ABSTRACT

Name : Yulinda
Study Program : General Surgery
Title : Evaluation therapy of Arterial Venous Malformation at
Cipto Mangunkusumo Hospital 2010-2013

Arterial Venous Malformation (AVM) is a congenital or acquired


abnormalities and enforcement is quite diverse diagnosis, therapy and prognosis as
well. AVM therapeutic modalities varied, ranging from injection scleroting agent to
complex surgery techniques, including minimally invasive surgical treatment
options, which have an impact on patient prognosis. The study states that the
management of AVM with a multidisciplinary approach has begun to do in Cipto
Mangunkusumo, where excision remains the most ideal therapy to create healing.
However, surgical treatment alone produced only an incomplete control of the high
morbidity associated lesions because complete resection (complete surgical
resection). Disposal of AVM total lesion with surgery is often done against
morbidity and complication rates are high (eg, massive blood loss, loss of organ
function). Only if the lesion can be localized well, allowing a low morbidity with
total excision, preferably combined with the management of the endovascular
approach using embolic therapy and therapy sclerosis.

Keywords: Arterial Venous Malformation, multidisciplinary, prognosis, scleroting


agent, endovascular

9
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
DAFTAR ISI
Halaman

Halaman Pernyataan Orisinalitas i

Halaman Pengesahan ii

Kata Pengantar iii-iv

Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi v

Abstrak vi

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1. 1 Latar Belakang 1

1. 2 Perumusan Masalah 2

1. 3 Tujuan Penelitian 2

1. 4 Manfaat Penelitian 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Malformasiarteri vena 4-12

2.2 KerangkaTeori 13

2.3 Kerangka Konsep 14

2.4 Definisi operasional 15-16

BAB 3 METODE PENELITIAN 17

3.1Desain Penelitian 17

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 18

3.3 Populasi dan sampel penelitian 19

3.4 Pemilihan dan besar sampel 20

3.5 Kriteria penelitian 20

3.6 Alur Penelitian 20

3.7 Pengolahan dan Analisis Data 20

3.8 Jadwal Penelitian 21

10
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
BAB 4 HASIL 22-26

BAB 5 PEMBAHASAN 27-29

BAB 6 PENUTUP 29-31

DAFTAR PUSTAKA 32-33

11
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi dalam bidang bedah vaskular memberikan dampak


yang signifikan terhadap kemampuan diagnostik dan terapi pada kasus-kasus
Malformasi Arteri Vena (MAV). Penyebab MAV adalah kelainan kongenital atau
yang didapat (acquired) dan penegakan diagnosisnya cukup beragam, juga terapi
dan prognosisnya. Modalitas terapi MAV bervariasi, mulai dari injeksi scleroting
agent hingga teknik operasi yang kompleks, termasuk pilihan terapi pembedahan
minimal invasif, yang berdampak pada prognosis pasien. Kontrol yang agresif
secara dini dari titik pusat (nidus) lesi MAV umumnya merupakan hal yang
disarankan karena kebanyakan akan berprogresi dengan risiko jangka panjang yang
tidak dapat dihindari berupa kerusakan status hemodinamik dan fisiologis yang
progresif, sehingga tindak lanjut yang sesuai dan teratur diperlukan untuk
menentukan terapi yang tepat.
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPN Cipto
Mangunkusumo) sebagai pusat pendidikan dan pelayanan bedah vaskular nasional,
memiliki pengalaman dan kemampuan untuk melakukan prosedur diagnostik dan
terapi kasus-kasus MAV. Namun demikian, profil sosiodemografis, presentasi
klinis, pemeriksaan penunjang dan jenis terapi hingga prognosis yang selama ini
telah dilakukan belum terdata dengan baik. Penelitian ini penting dibuat, agar
didapatkan informasi mengenai kasus-kasus MAV dengan karakteristik tertentu
beserta penatalaksanaannya, bahkan sampai kepada prognosisnya, yang dapat
digunakan dalam proses belajar maupun penelitian. Informasi ini dapat memberikan
gambaran berbagai kegunaan modalitas diagnostik maupun terapi serta prognosis
yang sangat bermanfaat bagi RSUPN Cipto Mangunkusumo sendiri sebagai pusat
pendidikan dan pelayanan.

12
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti merumuskan penelitian yaitu bagaimana
Evaluasi Tatalaksana Kasus Malformasi Arteri Vena di RSUPN Cipto
Mangunkusumo 2010-2013.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Diketahuinya prognosis Kasus MAV berupa terkontrol dan tidak terkontrol
berdasarkan nilai rerata dan nilai tengah yang ditatalaksana di RSUPN Cipto
Mangunkusumo 2010-2013.

1.3.2. Tujuan Khusus.


1. Diketahuinya karakteristik sosiodemografis pasien MAV (usia, jenis kelamin,
asal rujukan, domisili).
2. Diketahuinya karakteristik persentasi klinis pasien MAV (keluhan utama, onset,
lesi, pemeriksaan penunjang).
3. Diketahuinya jenis-jenis tatalaksana kasus MAV (eksisi, ligasi, arteriografi,
embolisasi, by pass graft, laparotomi dan amputasi).
4. Diketahuinya persentase prognosis lesi atau ngambaran klinis lesi.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat untuk keilmuan
Data ini dapat dimanfaatkan dalam pengajaran, terutama bila hasil penelitian ini bisa
menghubungkan berbagai kondisi klinis, metode diagnosis, dan tatalaksana dengan
hasil atau prognosis pasien.

1.4.2. Manfaat untuk pelayanan


Hasil studi evaluasi tatalaksana kasus MAV merupakan tambahan informasi yang
terbuka untuk penatalaksanaan pasien yang lebih tepat.

13
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
1.4.3 Manfaat untuk pasien
Prognosis pasien MAV dengan berbagai modalitas terapi bisa menjadi informasi
bagi pasien dalam menentukan pilihan terapi bersama dengan dokternya.

14
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Malformasi Arteri Vena

Malformasi Arteri Vena (MAV) adalah suatu keadaan dimana terjadi


anomalia kongenital pada sistem vaskular dimana defek secara anatomi berujung
pada terbentuknya pirau dari arteri ke vena pada berbagai derajat.1 Kebanyakan
MAV bermanifestasi sebagai lesi independen, tetapi dapat juga terjadi bersamaan
dengan Malformasi Vaskular Kongenital (MVK) yang lain. Hal ini menjadikan
diagnosis dan tatalaksana menjadi cukup beragam.2 Manajemen MVK ini (misalnya
sindroma Parkers-Weber) cukup membingungkan dengan hasil tatalaksana
(misalnya microshunting Artery Venous Malformation) seringkali mengecewakan,
seperti terjadinya rekurensi.2 MAV merupakan kondisi yang lebih jarang ditemui
dibandingkan malformasi vena atau malformasi limfatik, dimana MAV merupakan
lesi vaskular yang secara hemodinamik lebih rumit dan mengancam jiwa
dibandingkan MVK yang lain. Dampak hemodinamiknya yang lebih jauh
melibatkan seluruh sistem kardiovaskular, sistem arteri, vena dan limfatik
membuatnya menjadi yang paling berbahaya dan sulit karena kompleksitas
hemodinamiknya. MAV memiliki reputasi yang buruk diantara MVK yang
disebabkan oleh presentasi klinisnya yang bervariasi, perjalanan penyakit yang sulit
diprediksi, dan tingginya morbiditas akibat terapinya.1,2

Tabel 2.1 Perbedaan Hemangioma Infantil dengan Malformasi Vaskular2


Hemangioma Infantil Malformasi Vaskular

Onset Sejak lahir atau masa kanak-kanak Kapan saja sepanjang hidup
Sifat Berproliferasi, berinvolusi, menginvolusi Pertumbuhan yang sesuai atau
progresifitas yang lambat
Histologi Peningkatan perubahan selular Perubahan selular yang normal
Faktor pemicu Tidak diketahui Hormonal, trauma, spontan
Terapi Spontan, berinvolusi, kortikosteroid, Terapi sklerosis, bedah
interferon, bedah laser, embolisasi

15
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
Anomalia Vaskular

Tumor Malformasi

Hemangioma Lainnya High flow Low flow

Vena Kombinsi Limfatik

Gambar 1.1 Klasifikasi Kelainan Pembuluh Darah2

2.1.1 Klasifikasi

MAV lebih jauh diklasifikasikan berdasarkan Hamburg menjadi dua


subtipe, yaitu ekstratrunkular (ET) dan trunkular (T) dimana klasifikasi ini dibuat
berdasarkan karakteristik secara embriologis. Klasifikasi lesi bergantung pada waktu
terhentinya perkembangan saat embriogenesis.

16
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
Klasifikasi Malformasi Vaskular Kongenital menurut Hamburg

Klasifikasi Primer
1. Defek arteri predominan
2. Defek vena predominan
3. Defek shunting arteri vena predominan
4. Defek limfatik predominan
5. Defek kombinasi vaskular
Klasifikasi embriologi
1. Bentuk ekstratrunkular (ET)
 Difus, menginfiltrasi
 Terbatas, terlokalisir
2. Bentuk trunkular (T)
 Aplasia, menginfiltrasi
o Hipopasia, aplasia, hiperplasia
o Stenosis, membran, spur kongenital
 Dilatasi
o Terlokalisir (aneurisma)
o Difus (ektasia)

Perkembangan yang baik sebagai hasil akhir tatalaksana MAV telah dicapai
dengan menggunakan pendekatan multidisipliner serta berbagai terapi endovaskular
sebagai tambahan terapi.10
Akan tetapi sayangnya kebanyakan terapi yang tersedia saat ini masih
memiliki risiko. Perencanaan yang hati-hati dari diagnosis, tatalaksana, sampai
tindak lanjut jangka panjang, merupakan hal yang penting untuk keberhasilan
manajemen MAV. Manajemen agresif harus dipertimbangkan hanya apabila
keuntungannya lebih besar dibandingkan risiko komplikasi dan morbiditas terkait.

17
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
2.1.2 Evaluasi

Meskipun kebanyakan bermanifestasi sebagai lesi tunggal, evaluasi MAV


haruslah dimulai dengan evaluasi sebagai MVK, diikuti dengan pemeriksaan yang
lebih spesifik serta konfirmasi sebagai MAV. Evaluasi mencakup diagnosis banding
dengan berbagai MAV lainnya. MAV juga dapat hadir dalam bentuk kombinasi
dengan MVK lainnya dan diklasifikasikan sebagai Malformasi Hemolimfatik (MH).
MH seringkali dikenal sebagai bentuk lanjutan dari sindroma Klippel-Trenaunay
yang disebut sindroma Parkers-Weber. Karena itu, diagnosis banding yang sesuai
haruslah dipikirkan dari awal dengan kombinasi uji yang non invasif sampai
pemeriksaan yang paling tidak invasif.
Sebagai tambahan pemeriksaan lesi MAV primer, pemeriksaan dampak
sekunder terhadap sistem nonvaskular, terutama sistem muskuloskeletal juga
dikerjakan. Deteksi dini sindroma vaskular tulang dengan long bone length
discrepancy merupakan hal yang esensial untuk tatalaksana yang sesuai.9,10

2.1.3 Terapi

Setelah diagnosis MAV dan klasifikasi berdasarkan subtipe embriologi,


pemeriksaan akurat terhadap luas dan keparahan lesi haruslah dikerjakan untuk
mendapatkan tatalaksana yang sesuai. Hal ini seringkali membutuhkan studi-studi
invasif tambahan lainnya (misalnya arteriografi). Setelah pemeriksaan luas dan
tingkat keparahan MAV ditegakkan, yang dilakukan selanjutnya adalah menentukan
indikasi tatalaksana yang meliputi :

 Perdarahan
 Gagal jantung dengan curah tinggi (high output)
 Komplikasi iskemik arteri sekunder
 Komplikasi sekunder hipertensi vena kronik
 Lesi terletak pada regio yang mengancam jiwa (contoh di dekat jalan napas)
atau terletak pada daerah yang dapat mengancam fungsi-fungsi vital
(melihat, makan, mendengar atau bernapas)

18
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
 Nyeri yang memengaruhi kualitas hidup
 Gangguan fungsional
 Deformitas kosmetik yang parah
 Sindroma vaskular tulang pertumbuhan tulang panjang abnormal dengan
leg length discrepancy
 Lesi terletak pada daerah berisiko tinggi terjadinya komplikasi (misalnya
hemarthrosis).

Peran pemeriksaan dan diagnosis yang cermat dalam rangka menentukan


strategi tatalaksana yang memaksimalkan keuntungan dan kerugian adalah hal yang
penting dan tidak dapat dilakukan berlebihan. Tujuan utama tatalaksana haruslah
ditentukan dengan ekspektasi yang realistis.
Kontrol yang agresif secara dini dari titik pusat (nidus) lesi MAV
umumnya merupakan hal yang disarankan karena kebanyakan akan berprogresi
dengan risiko jangka panjang yang tidak dapat dihindari yaitu berupa kerusakan
status hemodinamik dan fisiologis progresif. Oleh karena itu, tindak lanjut yang
sesuai dan teratur diperlukan untuk mendeteksi dan melakukan tatalaksana. Akan
tetapi, pendekatan agresif yang terkontrol haruslah dilaksanakan dalam batasan
konsep paliatif hanya jika keuntungan melebihi morbiditas terapi terkait.
Untuk mencapai tujuan ini, strategi tatalaksana sebaiknya didasarkan pada
kesepakatan berbagai disiplin ilmu yang terlibat dalam penatalaksanaan pasien
(bedah vaskular, bedah ortopedi, bedah plastik, bedah kepala dan leher, radiologi
intervensi, psikatri). Keputusan akhir tatalaksana, serta pemilihan modalitas terapi,
sebaiknya dibuat dengan pendekatan tim secara multidisipliner, berdasarkan
berbagai indikasi yang disebutkan sebelumnya.2,3,

b. Modalitas

Eksisi tetap merupakan terapi yang paling ideal untuk menciptakan


kesembuhan. Akan tetapi, terapi pembedahan saja hanya menghasilkan kontrol
inkomplit dari lesi karena morbiditas tinggi terkait reseksi komplit (complete
surgical resection). Pembuangan lesi MAV total dengan pembedahan seringkali

19
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
dikerjakan melawan morbiditas dan angka komplikasi yang tinggi (misalnya
kehilangan darah masif, hilangnya fungsi organ). Hanya jika lesi dapat terlokalisasi
dengan baik, sehingga memungkinkan morbiditas rendah dengan eksisi total,
sebaiknya dikombinasi dengan pendekatan endovaskular, menggunakan terapi
emboli dan terapi sklerosis.
Lebih dari dua dekade terakhir, sebuah konsep terbaru tatalaksana MAV
diterima sebagai modalitas berdasarkan terapi endovaskular (terapi emboli dan
terapi sklerosis), sebagai tatalaksana secara keseluruhan. Integrasi dengan terapi
pembedahan telah diadopsi dengan dasar pendekatan tim multidisipliner. Terapi
emboli/terapi sklerosis dikerjakan pada lesi yang tidak bisa diakses dengan
pembedahan pada awalnya, dengan hasil yang sangat memuaskan. Kemudian terapi
tersebut digabungkan dengan pembedahan konvensional dan dikerjakan pada lesi
yang bisa diakses dengan pembedahan, menghasilkan keluaran yang lebih baik
dibandingkan dengan lesi yang dikerjakan dengan pembedahan saja, terutama pada
lesi-lesi marginal yang masih dapat diakses.
Oleh karena itu, terapi emboli/terapi sklerosis sebaiknya dipertimbangkan
sebagai terapi independen pada kandidat nonbedah atau kandidat bedah yang lemah,
dimana lesi MAV tidak dapat diakses melalui pembedahan. Terapi emboli/terapi
sklerosis sebaiknya dipertimbangkan sebagai terapi tambahan pada lesi yang dapat
diakses dengan pembedahan dan juga sebagai terapi bedah. Terapi emboli/terapi
sklerosis preoperatif sering dapat memperbaiki keamanan dan kegunaan terapi
bedah selanjutnya, menghasilkan penurunan morbiditas dan komplikasi (misalnya
perdarahan intraoperatif).
Pendekatan baru ini sekarang telah diterima sepenuhnya sebagai alternatif
dari pembedahan konvensional pada mayoritas lesi, terutama pada MAV tipe difus
infiltratif. Meskipun pendekatan ini tidak dapat menyembuhkan, kontrol lokal lesi
seringkali terjadi untuk beberapa saat. Dibalik antusiasme awal terhadap terapi
endovaskular, banyak masalah baru terkait dilaporkan termasuk komplikasi akut
(nekrosis jaringan, trombosis vena, emboli paru, jejas nervus dan henti jantung paru)
dan berbagai komplikasi kronik (kontraksi otot/tendon) sebagai tambahan
morbiditas terkait.

20
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
Modalitas tatalaksana harus dipilih berdasarkan keuntungan dan kerugian
yang cermat dimana morbiditas terkait diperhitungkan, seperti tatalaksana kondisi
yang mengancam jiwa atau mengancam tungkai (misalnya perdarahan, gagal
jantung high output). Pendekatan klasik, yakni MAV dengan mematikan feeding
arteri saja dengan ligasi atau embolisasi haruslah dihentikan. Pendekatan ini
meninggalkan nidus lesi tetap intak dan menyebabkan rekruitmen neovaskular yang
lebih agresif oleh lesi primitif, membuat kondisi semakin buruk. Kontrol direk nidus
lesi merupakan hal yang penting untuk mencegah hancurnya lesi MAV lebih
lanjut.
Pemilihan agen emboli dan terapi sklerosis yang sesuai merupakan hal
yang penting untuk meminimalisasi morbiditas terkait. Etanol absolut, N-
butilsianoakrilat (NBCA), coil dan/atau partikel berkontur (misalnya Ivalon, Fabco,
New London, CT, USA) dapat digunakan dalam berbagai kombinasi, baik secara
simultan maupun pada beberapa fase.
Etanol absolut tetap menjadi pilihan scleroting agent dalam tatalaksana lesi
MAV, terutama pada situasi dimana lesi tidak dapat dieksisi dengan pembedahan
seperti pada tipe difus infiltratif. Lem N-butilsianoakrilat merupakan agen embolik
endovaskular yang terutama dipakai dalam preoperatif untuk tatalaksana lesi yang
dapat dieksisi melalui pembedahan. Lesi yang diisi oleh lem dapat secara aman
didiseksi dengan pembedahan, meninggalkan jejas kolateral minimal. Embolisasi
preoperatif lesi seperti MAV itu telah menunjukkan penurunan morbiditas terkait
pembedahan. Lem ini juga telah dipergunakan, dengan hasil yang dapat diterima,
sebagai satu-satunya terapi independen pada kondisi khusus (misalnya MAV pada
pelvis yang tidak dapat dioperasi). Akan tetapi, dampak jangka panjangnya sebagai
benda asing dan efek permanennya pada lesi MAV tetaplah kontroversial saat
diberikan sebagai terapi independen.
Terapi emboli/terapi sklerosis sebaiknya direncanakan untuk dilaksanakan
pada beberapa tahap dengan menggunakan jumlah agen minimal setiap kalinya
apabila dimungkinkan untuk mengurangi risiko potensial morbiditas akut dan
kronik, serta komplikasi (misalnya etanol). Beberapa pengalaman telah diambil
untuk meminimalisasi risiko komplikasi terapi sklerosis etanol, yang tetap menjadi
scleroting agent yang paling tepat guna untuk manajemen lesi MAV :

21
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
1. Anestesi umum harus digunakan untuk seluruh pasien dalam rangka
mengontrol rasa sakit hebat yang terinduksi injeksi etanol.
2. Monitor kardio pulmoner diwajibkan apabila jumlah etanol besar dan/atau
mendekati jumlah maksimum yang diizinkan (1 mg/kgBB).
3. Perhatian khusus harus diterapkan untuk meminimalisasi peningkatan risiko
nekrosis kulit ketika diberikan melalui punksi arteri. Jumlah/konsentrasi
etanol minimal yang paling tepat guna harus digunakan sebisa mungkin
untuk mengurangi komplikasi yang timbul, etanol absolut diencerkan
menjadi 60% untuk terapi lesi superfisial,yang memiliki risiko nekrosis kulit
lebih besar, atau untuk terapi lesi yang terletak dekat nervus, untuk
menghindari cedera. Jumlah yang lebih kecil dalam dosis terbagi sebaiknya
dipertimbangkan untuk membantu mengurangi kemungkinan terjadinya
komplikasi.

Evaluasi dalam tindak lanjut periodik dan hasil terapi sebaiknya dilakukan
dengan USG dupleks, WBBPS, TLPS, CT scan dan/atau MRI pada kebanyakan
kasus. Hal ini penting terutama selama terapi yang memerlukan beberapa sesi terapi.
Untuk evaluasi mayoritas MAV, arteriografi telah menjadi baku stadar untuk
konfirmasi hasil tatalaksana apabila telah selesai.1,6,12

a. Strategi Khusus
Terapi emboli coil merupakan metode yang paling tepat guna untuk
mengubah fase aliran cepat menjadi aliran rendah serta menjadikan tatalaksana
permanen definitif secara permanen (misalnya etanol). Akan tetapi, terapi emboli
coil hanya memproduksi efek mekanis untuk menghentikan aliran dan menginduksi
trombosis dan tidak memiliki efek langsung apapun terhadap endotel. Terapi
emboli/terapi sklerosis tambahan dengan etanol absolut dan/atau NBCA diperlukan
untuk mengontrol nidus secara utuh.
Pengawasan secara ketat pada sistem kardio pulmoner vaskular dalam
setiap sesi terapi etanol tidak dapat dikesampingkan karena peningkatan tekanan
arteri pulmoner merupakan indikasi paling awal berkembangnya hipertensi
pulmoner yang memiliki potensial fatal. Hipertensi pulmoner terjadi ketika etanol

22
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
mencapai sirkulasi pulmoner. Pengenalan awal dan meminimalkan segera terapi
etanol serta penggunaan vasodilator yang sesuai diperlukan secara mutlak untuk
mencegah spasme pulmoner dan henti jantung paru yang mungkin muncul
selanjutnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Byung Boong Lee dkk, dari
total 1556 pasien dengan berbagai MVK, 177 pasien (perempuan (P), 105; Laki-laki
(L) 72; rata-rata usia 28,4 tahun; rentang 1,1-1,67 tahun, terdiagnosis MAV
berdasarkan berbagai kombinasi tes tidak invasif dan kurang invasif. Dari 177
pasien, 115 (P, 68; L, 47; bentuk lesi ET, 99; bentuk lesi T 16) dipilih dengan
berbagai indikasi terapi endovaskular dengan/tanpa kombinasi terapibedah; total
431 sesi terapi endovaskular dikerjakan kebanyakan dengan terapi sklerosis berbasis
etanol (408/431).
Evaluasi pemantauan tatalaksana telah dikerjakan secara periodik dalam
interval teratur tidak lebih dari 6 bulan terutama dengan pemeriksaan tidak/kurang
invasif selama dan setelah selesainya terapi multisesi. Tidak ada bukti rekurensi
kecuali pada empat pasien dengan terapi inkomplit selama periode tindak lanjut
(rata-rata 18,4 bulan).
Dua pasien mencapai keberhasilan dengan potensi sembuh dan pengamatan
dari waktu ke waktu menunjukkan tidak terjadinya rekurensi selama periode tindak
lanjut (42,1 dan 57,2 bulan). Akan tetapi, dua pasien lain mengalami komplikasi
mayor setelah lesi MAV awal tertangani dengan sukses: Satu pasien mengalami
perdarahan masif berulang dari lesi MAV intraoseus yang terkontrol tidak utuh
pada lengan yang sama dalam setahun penolakan tatalaksana. Satu lainnya
mengalami infeksi jaringan lunak yang masif di lengannya selama 6 bulan.
Keduanya memerlukan amputasi lengan atas sebagai tindakan penyelamatan jiwa.
Hasil dari terapi bedah lesi MAV tetap memuaskan dengan tidak adanya bukti
rekurensi selain amputasi kedua lengan atas.
Pendekatan secara multidisipliner harus dikerjakan untuk mencapai kontrol
lesi MAV yang tepat guna dengan terapi endovaskular dan pembedahan yang
terintegrasi. Terapi endovaskular lebih dipilih untuk lesi-lesi yang tidak dapat
diakses sementara terapi kombinasi pembedahan dan endovaskular merupakan
pilihan terbaik bagi lesi-lesi yang dapat diakses.

23
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
Pendekatan agresif secara dini pada seluruh lesi MAV wajib dilakukan
secara umum untuk menurunkan konsekuensi apapun dari dampak hemodinamik.
Pendekatan yang diperhitungkan baik-baik sangat disetujui, berdasarkan
pemeriksaan cermat keuntungan dan kerugiannya terkait dengan tatalaksana, kecuali
jika tatalaksana diindikasikan sebagai life saving atau limb saving (misalnya
perdarahan, gagal jantung high output).7,8,11

2.2. Kerangka Teori

24
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
Faktor Risiko Didapat
 Usia Kongenital
 Jenis Kelamin

Dilatasi

Penipisan endotel
vaskular

Shunting arteri vena


tanpa celah

Perbedaan tekanan arteri


dan vena

Penurunan Resistensi
Vaskular

Perdarahan

25
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
2.3 Kerangka konsep

Karakteristik sosiodemografis :
- Jenis kelamin
- Usia
- Asal rujukan
- Domisili

Tatalaksana :
- Ligasi Gejala :
Pemeriksaan - Eksisi Prognosis setelah 6 - Perdarahan +/-
Penunjang : - Ligasi+eksisi bulan tindak lanjut - Nyeri +/-
- USG Doppler - Scleroting Agent berdasarkan nilai Tanda :
- CT Angiografi - Ligasi+eksisi+ rerata dan nilai - Ukuran lesi
Scleroting Agent tengah

Karakteristik klinis :
- Keluhan utama
- Onset
- Lesi

26

Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014


2.4. Definisi operasional
Tabel 1. Definisi operasional dan cara pengukuran variabel-variabel di dalam penelitian Evaluasi Tatalaksana Kasus Malformasi Arteri
Vena di RSUPN Cipto Mangunkusumo 2010-2013
No Variabel Definisi Cara ukur Hasil ukur Skala ukur
1 Jenis Kelamin Status biologis individu Rekam medik L=Laki-laki Kategorikal
P=Perempuan
2 Usia Usia pada saat di diagnosis Rekam medik 1=Anak-anak ( < 18 th) Kategorikal
2=Dewasa (> 18 th)
3 Asal Rujukan Pengirim pasien Rekam medik 1=Puskesmas,RSUD Kategorikal
2=Keinginan sendiri
4 Domisili Asal pasien Rekam medik 1=Jabodetabek Kategorikal
2=Luar Jabodetabek
5 Keluhan utama Keluhan yang membawa pasien Rekam medik 1=Benjolan Kategorikal
berobat 2=Perdarahan
6 Onset Usia saat keluhan muncul Rekam medik 1=Sejak lahir Kategorikal
2= Dewasa
7 Lesi Berdasarkan hasil pemeriksaan Rekam medik 1=Trunkular Kategorikal
histopatologi 2=Ekstratrunkular

27

Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014


8 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan untuk menegakan Rekam medik 1=USG Doppler Kategorikal
diagnosis 2=CT Angiografi

9 Terapi Jenis terapi yang dilakukan Rekam medik 1=Eksisi Kategorikal


berdasarkan rekam medik 2=Ligasi+eksisi
3=Scleroting Agent(SA)
4=Endovaskular
11 Prognosis Hasil terapi setelah tindak lanjut Rekam medik 1= Terkontrol, pengukuran lesi Kategorikal
6 bulan >rerata atau dan nilai tengah yg
diukur dari penurunan luas lesi
2= Tdk terkontrol, bila
pengukuran lesi ≤ rerata atau dan
nilai tengah yg diukur dari
penurunan luas lesi
12 Perdarahan Perdarahan dari lesi Rekam medik 1= Ada Kategorikal
0 = Tidak ada
13 Nyeri Nyeri pada lesi Rekam medik 1 = Ada Kategorikal
0 = Tidak ada

28

Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Desain pemelitian


Penelitian ini bersifat cross sectional menggunakan data rekam medik secara
retrospektif.

3.2 Lokasi dan waktu penelitian


Pengambilan data dilakukan di Divisi Bedah Vaskular RSUPN Cipto
Mangunkusumo dari September 2014 sampai dengan November 2014.

3.3 Populasi dan sampel penelitian


Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang dirujuk dengan diagnosis MAV
dan ditatalaksana sebagai pasien oleh Divisi Bedah Vaskular RSUPN Cipto
Mangunkusumo dari 2010-2013.

3.4
5 Kriteria Penelitian
3.4.1 Kriteria inklusi
Pasien dengan diagnosis MAV yang sudah ditatalaksana di Divisi Bedah Vaskular
RSUPN Cipto Mangunkusumo.

3.4.2 Kriteria Ekslusi


Data Rekam Medis pasien yang bukan MAV seperti hemangioma dan
limfangioma.

29
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
3.5. Alur penelitian

Pasien dengan MAV

Penelaahan dan penyaringan rekam medis

Memenuhi Kriteria Inklusi dan Eksklusi Eksklusi


Tidak
Ya

Diidentifikasi sebagai pasien MAV

Filtrasi data

Pengolahan dan analisis data

3.6. Pengolahan dan Analisis Data

Data akan diolah menggunakan program SPSS 11.5 for windows. Pada seluruh
data, dilakukan deskripsi sampel dan perhitungan persentase evaluasi diagnosis
dan tatalaksana pasien MAV. Data akan disajikan dalam bentuk tabel.

30
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
BAB 4
HASIL

4.1 Karakteristik Sosiodemografis Pasien MAV


Dari penelusuran 70 buah rekam medis didapatkan 30 pasien yang masuk
kriteria inklusi. Empat puluh pasien dengan rujukan MAV setelah dikonfirmasi
dengan CT angiografi dinyatakan limfangioma, hemangioma, malformasi tipe
vena. Dari tabel 1 didapatkan jenis kelamin laki-laki 10, pasien perempuan 20
(laki-laki : perempuan = 2 : 1). Usia pasien termuda 0 tahun tertua 59 tahun.
Pasien yang berdomisili di Jabodetabek berjumlah 17 pasien di luar Jabodetabek
13 pasien (Sumatera Barat, Bengkulu, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat). Dua
puluh dua pasien dirujuk oleh Rumah Sakit Umum Daerah, 8 pasien berobat atas
keinginan sendiri.

Tabel 1. Sebaran responden menurut karakteristik Sosiodemografis

Variabel N %

Jenis kelamin
- Laki-laki 20 66,7
- Perempuan 10 33,1

Usia 30 (0-59 th)

Domisili
- Jabodetabek 17 56,7
- Luar Jabodetabek 13 43,3

Asal rujukan
- Puskesmas/RSUD 22 73,3
- Keinginan sendiri 8 26,7

31
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
4.2 Karakteristik Klinis Pasien MAV
Keluhan yang diceritakan pasien sehingga menyebabkan pasien datang
berobat adalah benjolan pada ekstremitas atau bagian tubuh lainnya (29 pasien =
96,7%), perdarahan (1 pasien = 33%). Lama keluhan bervariasi mulai dari sejak
lahir sampai 59 tahun, sejak lahir (9 pasien = 30%), kanak-kanak 9 pasien = 30%)
dan dewasa (12 pasien = 40%). Sedangkan dari 30 pasien hanya 1 pasien = 3,3%
yang menjalani pemeriksaan histologi untuk menentukan jenis lesi ET atau T.
Pasien yang menjalani modalitas diagnostik CT Angiografi (24 pasien = 80%),
USG Doppler 4 pasien = 13,3%), sedangkan yang menjalani pemeriksaan USG
Doppler dan CT Angiografi (Tabel 2).

Tabel 2. Karakteristik Klinis pasien MAV

Variabel N=30 %

Keluhan utama :
- Benjolan/lesi 29 96,7
- Perdarahan 1 3,3

Onset :
- Sejak lahir 9 30
- Kanak-kanak 9 30
- Dewasa 12 40

Lesi :
- Trunkular (T) 1 3,3
- Tidak ada hasil PA 29 0

Pemerikaan penunjang :
- USG Doppler 4 13,3
- CT Angiografi 24 80
- USG Doppler + CT 2 6,7
Angiografi

32
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
4.3 Prognosis Tatalaksana Kasus MAV
Prognosis pasien MAV setelah tindak lanjut 6 bulan dimana adalah pasien
dikatakan terkontrol bila persentase pengukuran lesi berkurang bila rerata nilai >
43,97% dan tidak terkontrol bila < 43,97% serta nilai nilai tengah > 40,3% atau <
40,3% . Persentase pasien yang terkontrol dengan cut off rerata (>43, 97%) sama
jumlahnya dengan menggunakan cut off nilai tengah, yaitu sebesar 47%(tabel 3)
Dari hasil pengukuran didapatkan pasien yang ditatalaksana dengan ligasi
(1 pasien terkontrol, 3 pasien tidak terkontrol), eksisi (1 pasien terkontrol, 6
pasien tidak terkontrol), ligasi + eksisi (5 pasien terkontrol, 4 pasien tidak
terkontrol, eksisi + ligasi + amputasi above Elbow (1 pasien terkontrol), amputasi
(1 pasien amputasi above elbow karena perdarahan tidak terkontrol sebagai
tindakan live saving terkontrol). Ligasi + eksisi + arteriografi + by pass graft (1
pasien tidak terkontrol), Ligasi + eksisi + ekstraksi gigi (1 pasien, terkontrol),
ligasi + eksisi + laparotomi + by pass (1 pasien terkontrol), Arterografi +
emboliasi (1 pasien terkontrol), ligasi + eksisi + Scleroting Agent (3 pasien
terkontrol), balut tekan (1 pasien, terkontrol).

33
Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014
Tabel 3. Prognosis Tatalaksana Kasus MAV
Variabel Terkontrol dg rerata Tdk terkontrol dg Terkontrol dg nilai Tdk terkontrol dg
> 43,97% rerata < 43,97% tengah > 40,3% nilai tengah < 40,3%
Bedah (N=14)
- Ligasi 1(3,3) 3(10) 1(3,3) 3(10)
- Eksisi 1(3,3) 6(20) 1(3,3) 6(20)
- Ligasi + eksisi 5(16,7) 34(13,3) 5(16,7) 34(13,3)
- Amputasi 1(3,3) 0 1(3,3) 0
- Ligasi + eksisi + amputasi 1(3,3) 0 1(3,3) 0
- Ligasi + eksisi + embolisasi + 0 1(3,3) 0 1(3,3)
by pass graft
- Ligasi + eksisi + ekstraksi gigi 1(3,3) 0 1(3,3) 0
- Ligasi + eksisi + laparotomi + 1(3,3) 0 1(3,3) 0
by pass
- Ligasi + eksisi + scleroting 3(10) 0 3(10) 0
agent
Endovaskular (N=1) 1(3,3) 0 1(3,3) 0
- Arteriografi
Konservatif (N=1) 1(3,3) 0 1(3,3) 0
- Balut tekan
*penetapan cut-of f tidak ada sumber kepustakan bedah vaskular. Penggunaan rerata dan nilai tengah berdasarkan statistik
deskriptif untuk kepentingan penelitian ini, sebagai langkah studi awal dalam penelitian prognosis.

34

Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014


Tabel 4. Hasil pengukuran lesi pra operasi dan pasca operasi
Prognosis Prognosis
No Waktu Gejala Ukuran Lesi Hasil berdasarkan berdasarkan
Subyek kontrol Pasca Penurunan nilai rerata Nilai tengah ≥
Perdarahan Nyeri Pra operasi operasi Lesi ≥ atau ≤ 43,97% atau ≤ 40,3%

1 A 6 bulan - - 6x5 cm 2x2 cm 86,7 ˃43,97 >40,3


2 B 6 bulan - + 4x4 cm 2x1 cm 87,5 ˃43,97 >40,3
3 C 6 bulan - - 4x3 cm 2x2 cm 66,7 ˃43,97 >40,3
4 D 3 bulan - + 8x7 cm 8x7 cm 0 ˂43,97 <40,3
5 E 3 bulan - + 5x4 cm 4x4 cm 20 ˂43,97 <40,3
6 F 6 bulan - - 6x4 cm 3x3 cm 62,5 ˃43,97 >40,3
7 G 3 bulan - - 6x6 cm 6x5 cm 16,7 ˂43,97 <40,3
8 H 4 bulan - - 9x3 cm 4x4 cm 11,1 ˂43,97 <40,3
9 I 5 bulan - - 7x5 cm 2x2 cm 86,7 ˃43,97 >40,3
10 J 6 bulan - - 6x4 cm 1,5x1 cm 93,7 ˃43,97 >40,3
11 K 6 bulan - - 2x2 cm 2x2 cm 0 ˂43,97 <40,3
12 L 2 bulan - - 4x4 cm 3x2 cm 62,5 ˃43,97 >40,3
13 M 5 bulan - - 6x6 cm 2x2 cm 83,3 ˃43,97 >40,3
14 N 4 bulan - - 8x6 cm 6x6 cm 25 ˂43,97 >40,3

35

Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014


15 O 6 bulan - + 3x3 cm 1x1 cm 66,7 >43,97 >40,3
16 P 6 bulan - - 3x3 cm 2x2 cm 55,6 ˃43,97 >40,3
17 Q 3 bulan - + 8x8 cm 7x6 cm 12,5 ˂43,97 <40.3
18 R 6 bulan - - 7x7 cm 7x7 cm 0 ˂43,97 <40,3
19 S 6 bulan - - 10x8 cm 2x2 cm 95 ˃43,97 >40,3
20 T 4 bulan - - 5x5 cm 4x4 cm 95 ˃43,97 >40,3
21 U 6 bulan + - 10x8 cm 10x10cm -25 ˂43,97 <40,3
22 V 6 bulan - - 1,5x1cm 0 cm 100 ˃43,97 >40,3
23 W 6 bulan - - 9x8 cm 0 cm 100 ˃43,97 >40,3
24 X 6 bulan - - 6x6 cm 6x6 cm 0 ˂43,97 <40,3
25 Z 4 bulan - - 8x4 cm 6x6 cm 12,5 ˂43,97 <40,3
26 AA 5 bulan - - 5x4 cm 5x5 cm 20 ˂43,97 <40,3
27 BB 3 bulan - - 5x5 cm 5x4 cm 20 ˂43,97 <40,3
28 CC 4 bulan - - 7x6 cm 6x6 cm 14,3 ˂43,97 <40,3
29 DD 6 bulan - - 10x10 cm 0 Amputasi >43,97 <40,3
30 EE 3 bulan - - 2x3 cm 0 Amputasi >43,97 <40,3

36

Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014


BAB 5
PEMBAHASAN

Penetapan prognosis berdasarkan nilai tengah atau rerata penurunan lesi pasca
tindakan bedah tidak mendapatkan angka yang berbeda. Penetapan cut off sendiri merupakan
hal yang baru di dalam penentuan prognosis pasien MAV untuk menentukan terkontrol
tidaknya pasien pasca tindakan operatif. (sumber). Lebih jauh lagi dari 30 pasien yang
berhasil ditelusuri, perbedaan prognosis pasca tindakan bedah dengan tindakan lainnya
(endovaskular dan konservatif) tidak dapat disimpulkan karena kurangnya kasus (tabel 3).
Pada penelitian ini ada empat pokok bahasan yang dibahas.
Butir pertama penggunaan cut off untuk menilai hasil dapat dibuat berdasarkan rerata,
nilai tengah, Reciever Operating Characteristics curve atau juga kesepakatan menggunakan
skoring klinis. Chance penurunan berdasarkan cut off nilai tengah dan rerata ukuran lesi
dalam penelitian ini sebanding. Artinya bila pengukuran lesi dianggap bisa mewakili
prognosis, maka penggunaan rerata dan nilai tengah tidak dianjurkan dalam menyatakan
terkontrol tidaknya pasien.
Butir kedua dalam penggunaan parameter ukuran lesi, adalah kenyataan bahwa lesi
yang diukur adalah bersifat tiga dimensi, sementara pengukuran yang dilakukan adalah dua
dimensi. Tentu hasil pengukuran dua dimensi ini mempunyai gap dibandingkan dengan
bentuk tiga dimensinya.
Butir ketiga mengenai prognosis sendiri berdasarkan kepustakaan dinilai dari keluhan,
gambaran klinis dan pencitraan. Sehingga dengan parameter yang lebih banyak maka
penetapan prognosis akan lebih akurat. Variabel-variabel prognosis itu sendiri masih belum
disepakati bentuk penilaian obyektifnya sebagai parameter prognosis.
Butir keempat mengenai prognosis adalah onset timbulnya kasus-kasus tidak
terkontrol. Secara kepustakaan memang diperkirakan relaps timbul setelah enam bulan dan
ada kasus-kasus dalam penelitian ini, yang di tindak lanjut kurang dari enam bulan, sehingga
tentu saja memengaruhi hasil.
Kelemahan penelitian ini adalah penetapan prognosis dibandingkan dengan
pengukuran pra operasi terkendala waktu yang cukup panjang, terkait urusan non teknis. Dan
tentu saja akan memengaruhi tindakan dan hasil prognosisnya.
Namun demikian penelitian ini mempunyai nilai tambah karena bisa memberikan
masukan mengenai kondisi pasien-pasisen MAV pasca operasi. Kondisi-kondisi ekstrem
dimana pasca tindakan tidak terdapat perubahan (penurunan ukuran lesi 0%) terdapat pada
37

Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014


empat pasien. Sebaliknya mereka yang berhasil 100% mengalami penurunan lesi terdapat
pada dua orang pasien.
Deskripsi yang turun 0% satu pasien dengan MAV pada wajah yang menjalani
pemberian scleroting agent beberapa kali tidak mengalami perubahan dalam ukuran lesi,
begitu juga dengan satu pasien MAV punggung yang menjalani eksisi dan satu pasien
dengan MAV pada lutut yang menjalani tindakan eksisi saja, satu pasien dengan MAV pada
lengan kanan yang menjalani tindakan ligasi dan eksisi didapatkan lesi yang luasnya tetap.
Deskripsi yang turun 100% satu pasien dengan MAV pada daerah gluteal yang telah
menjalani tindakan laparotomi, ligasi, eksisi sampai by pass arteri tidak didapatkan lesi
setelah dilakukan tindakan, satu pasien MAV pada M2 dan M3 rahang atas kanan yang
menjalani beberapa kali ligasi dan eksisi yang dilanjutkan dengan ekstraksi gigi tidak
ditemukannya lagi lesi ataupun lesi baru. Deskripsi yang lesinya bertambah 25% pada satu
pasien dengan MAV pada pelvis yang menjalani tindakan ligasi dan eksisi beberapa kali
hingga menjalani tindakan by pass graft tetap menunjukkan gejala perrdarahan dan lesi yang
bertambah luas.
Yang menarik dalam penelitian ini bahwa dua pertiga kasus dirujuk dari RSUD dan
bila dibandingkan dengan total penelusuran kasus 2010-2013 (70 status), lebih dari 50%
yang dirujuk dengan diagnosis MAV, ternyata tidak terbukti dengan pencitraan. Berarti
perlu suatu penetapan secara klinis yang bisa sesuai dengan pemeriksaan CT angiografi,
dengan demikian rujukan dapat ditekan untuk menegakkan diagnosis.
Jenis kelamin menunjukkan perbedaan yang cukup besar (laki-laki : perempuan). Usia
pasien pada saat ditegakkan diagnosis tidak terjadi pada usia tertentu namun dapat terjadi
pada sepanjang usia. Domisili pasien dari Jabodetabek lebih banyak dibandingkan dengan
pasien yang berdomisili di luar Jabodetabek, hampir sama dimana sebagian besar pasien di
rujuk oleh Puskesmas atau Rumah Sakit Umum Daerah dan hanya sebagian kecil pasien yang
datang berobat ke karena keinginan sendiri.
Keluhan tebanyak yang membawa pasien berobat adalah benjolan/lesi pada
ekstremitas atau bagian tubuh lain seperti pada wajah, pinggang dan lidah pasien. Benjolan
biasanya teraba kistik atau kenyal, membesar, kadang disertai nyeri pada benjolan, atau
mudah berdarah, kadang pasien datang karena benjolan dianggap mengganggu secara
kosmetik, fungsi, semakin membesar, atau terjadi perdarahan pada benjolan, perdarahan dari
benjolan pada ekstremitas bawah.
Sedangkan untuk penentuan jenis lesi baik lesi T maupun ET yang ditegakkan dengan
pemeriksaan histopatologi belum rutin dikerjakan, hanya satu pasien yang ditegakkan dengan
38

Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014


pemeriksaan histopatologi yang hasilnya berupa kesan suatu MAV tanpa menyebutkan jenis
lesinya sementara 29 pasien tidak ada data.
Modalitas diagnostik yang dikerjakan di RSUPN Cipto Mangunkusumo adalah CT
Angiografi dan USG Doppler dimana pasien yang menjalani pemeriksaan CT Angiografi
merupakan pemeriksaan yang terbanyak dikerjakan 24 pasien. Dari CT Angiografi MAV
dapat ditegakkan dengan ditemukannya lesi berupa massa yang hipervaskular, feeding arteri
dan draining vein selain itu juga dapat menunjukkan anatomi dan fistula serta untuk
menentukan strategi tatalaksananya. Pasien yang menjalani pemeriksaan USG Doppler
berjumlah 4 pasien. Pasien yang menjalani USG Doppler kemudian menjalani CT Angiografi
berjumlah 2 pasien.
Tatalaksana untuk MAV bervariasi mulai dari injeksi scleroting agent hingga teknik
operasi yang kompleks, termasuk pilihan tatalaksana pembedahan minimal invasif, yang
berdampak pada prognosis pasien. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan bedah saja hanya
menghasilkan kontrol inkomplit dari lesi karena morbiditas tinggi terkait reseksi komplit
(complete surgical resection). Pembuangan lesi MAV total dengan pembedahan seringkali
dikerjakan melawan morbiditas dan angka komplikasi yang tinggi (misalnya kehilangan
darah masif, hilangnya fungsi organ).
Yang merupakan salah satu faktor untuk menentukan tatalaksana yang tepat cukup
sulit antara lain karena sering kali pasien datang berobat dengan keadaan lanjut seperti
gangguan fungsi, gangguan kosmetik hingga karena perdarahan dari lesi yang menyebabkan
pasien datang sudah dalam keadaan anemia bahkan syok, hal ini disebabkan karena edukasi
pada pasien tentang kondisi serta perjalanan penyakit MAV ini dimana lesi tidak dapat
sembuh, melainkan hanya dapat dikendalikan progresifitasnya sehingga membuat pasien
enggan menjalani terapi dan tindak lanjut secara berkala.

39

Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014


BAB 6
PENUTUP

6.1 SIMPULAN

Sebagai standar untuk melakukan evaluasi terhadap tatalaksana selama ini


dilakukan berdasarkan gejala dan tanda klinis berupa perdarahan, nyeri dan perubahan luas
lesi setelah tindakan. Dimana sebagai nilai standar prognosis dari tatalaksana dikatakan
terkontrol bila nilai rerata ukuran lesi berkurang > 43,97% dan tidak terkontrol bila <
43,97% dan nilai nilai tengah mengatakan terkontrol bila >40,3% dan tidak terkontrol bila
lesi < 40,% yang diobservasi dengan rentang waktu sampai dengan 6 bulan pasca operasi.
Dari data ini didapatkan adanya perbedaan yang bearti jumlah pasien dengan lesi terkontrol
dibanding pasien dengan lesi tidak terkontrol bila dibandingan dengan nilai rerata maupun
nilai tengah.

7.2 SARAN

Sebagai salah satu modalitas diagnostik untuk menegakkan jenis lesi MAV
untuk dapat menentukan strategi tatalaksana yang tepat, pemeriksaan histopatologi
dianjurkan untuk dapat dikerjakan secara rutin. Evaluasi dalam tindak lanjut periodik dan
hasil terapi sebaiknya tidak hanya berdasarkan keluhan maupun klinis pasien namun juga
dilakukan dengan USG dupleks, CT Angiografi dan/atau MRI pada kebanyakan kasus. Hal
ini penting terutama selama terapi yang memerlukan beberapa sesi terapi.
Mengingat tidak semua Rumah Sakit memiliki fasilitas yang cukup memadai untuk
modalitas diagnostik, tatalaksana maupun evaluasi tindak lanjut ada baiknya ditetapkan suatu
standar yang baku yang dapat dikerjakan oleh oleh Rumah Sakit Umum Daerah serta adanya
pelatihan bagi para tenaga kesehatan untuk tatalaksana kasus MAV.
Dianggap perlu adanya edukasi yang baik bagi pasien MAV tentang kondisi dan
prognosis dari tatalaksana MAV agar dapat dicapai hasil yang optimal dalam tatalaksana
kasus MAV.

40

Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014


DAFTAR PUSTAKA

1. Robert B. Rutherford MD, Arteriovenous Fistulas. Vascular Malformations, and


Vascular Tumors, Rutherford: Vascular Surgery 6thed. 2005; p 1598-1601.
2. Byung Boong Lee, James Laredo, David H. Deaton and Richard F. Neville.
Arteriovenous Malformations: Evaluation and Treatment, Handbook of Venous
Disorders, Guidelines of the American Venous Forum, Third edition, P 583-593.
3. H. Djang Jusi. Malformasi Arteri Vena, Dasar-dasar Ilmu Bedah Vaskular, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2008; hal 98.
4. Lee BB, Baumgartner I, Berlien P, Bianchini G, Burrows P, Gloviczki P, Huang, Y,
Laredo J, Loose DA, Markovic J, Mattassi R, Parsi K, Rabe E, Rosenblatt M, Shortell
C,Stillo F, Vaghi M, Villavicencio L, Zamboni P. Guidelines Diagnosis and Treatment
of Venous Malformations Concencus Document of the International Union of
Phlebology (IUP): Updated 2013 of Phlebology (IUP): Union.
5. Prof. H. Hendro S. Yuwono, dr. Ph.D. SpB(K) V. Malformasi Arterio Venosa (AVM)
Congenital, Ilmu Bedah Vaskular Sains dan Pengalaman Praktis, Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran, 2010; hal 22-23.
6. Cynthia K. SAhortell, MD Vascular Conference. Multidiciplinary Evaluation of
Complex Vascular Malformations, Duke Medicine, hhtp; Vascular Surgery. Duke. Edu,
October 2009.
7. Takashi Yamaki, MD, Hisato Konoeda, MD, Daisuke Fujisawa, MD, Kota Ogino, MD,
Atsuyoshi Osada, MD, Atsumori Hamahata, MD, Motohiro Nozaki, MD and Hiroyuki
Sakurai, MD. Prevalence of Various Congenital Vascular Malformarions in Patients with
Klippel Trenaunay Syndrome, Jornal of Vascular Surgery, Venous and Lymfatic
Disorders. April 2013.

8. Upton J1, Coombs CJ, Mulliken JB, Burrows PE. Vascular Malformations of the Upper
Limb: Review of 270 Patients. J Hand Surg, Am. 2010; 24(5): 1019-1035.
9. Kohout MP, Hansen M, Pribaz JJ, MullikenJB. Arteriovenous Malformations of the
Head and Neck: Natural History and Management. Plast Reconst Surg, 2008; 102(3):
643- 654.

41

Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014


10. Donnelly LF, Adams DM, Bisset GS. Vascular Malformations and Haemangioma: a
Practical Approach in a Multidiciplinary Clinic, AJR Am J. Roentgenol. 2011;
174(3):597- 608.
11. Mulliken JB, Glowacki J. Haemangioma and Vascular Malformations in Infants and
Children: Classification Based on Endothelial Characteristics. Plast Reconstr Surg,
2009;69(3): 412- 422.
12. Dr. Rajalakshmi G1, Dr. Mohammed Arif, Dr. Nagaraja M3, Dr. Harsha K. N4.
Assistant Professor in Surgery, Shimoga Institute of Medical Sciences (SIMS), Shimoga,
Indi Associate Professor in Surgery, Department of General Surgery, SIMS, Shimoga,
India. Assistant Professor in ENT, Shimoga Institute of Medical Sciences (SIMS),
Shimoga, India Senior Resident in ENT, Shimoga Institute of Medical Sciences (SIMS),
Shimoga, India. Research Article Clinical Characteristics and Management of Vascular
Anomalies: OurInstitutional Experience, ISSN 2320-6691 (Online), Sch. J. App. Med.
Sci, 2014.
13. Enjolras O, Mulliken JB. Vascular Tumours and Vascular Malformations (new butirs).
Adv Dermatology. 1997; 13: 375-423.

42

Evaluasi tatalaksana..., Yulinda, FK UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai