Oleh:
Preseptor:
dr. Syammel Muhammad, Sp.OG (K)
PADANG
2018
1
BAB 1
PENDAHULUHAN
1.1 Latar Belakang
Kanker serviks atau kanker leher rahim atau disebut juga kanker mulut
rahim merupakan salah satu penyakit keganasan di bidang kebidanan dan penyakit
kandungan yang masih menempati posisi tertinggi sebagai penyakit kanker yang
menyerangperempuan. Kanker serviksdisebabkan oleh virus Human Papiloma
Virus (HPV). Hanya beberapa saja dari ratusan varian HPV yang dapat
menyebabkan kanker.Penularannya dapat melalui kontak langsung dan karena
hubungan seksual.Gejala yang biasanya timbul (umumnya pada stadium lanjut)
adalah perdarahan di luar masa haid, jumlah darah haid tidak normal, perdarahan
pada masa menopause (setelah berhenti haid), keputihan yang bercampur darah atau
nanah serta berbau, perdarahan sesudah senggama, rasa nyeri dan sakit di panggul,
gangguan buang air kecil sampai tidak bisa buang air kecil.1
Pada tahun 2017 hampir 9 juta orang meninggal di seluruh dunia akibat
kanker dan diprediksi akan terus meningkat hingga 13 juta orang per tahun pada
tahun 2030.DiIndonesia, prevalensi penyakit kanker juga cukup tinggi. Menurut
data Riskesdas 2013, prevalensi kanker di Indonesia adalah 1,4 per 100 penduduk
atau sekitar 347.000 orang.Salah satu jenis keganasan yang menempati posisi
tertinggi di dunia adalah kanker serviks. Berdasarkan hasil survey kesehatan oleh
Word Health Organitation (WHO),kejadian kanker serviks sebesar 500.000
kasusbaru di dunia.Sedangkan kejadian kanker serviks di Indonesia sebesar 20-24
kasus kanker serviks baru setiap harinya.2
Masih tingginyainsiden kanker serviks di Indonesia disebabkan karena
masih rendahnya kesadaran wanita yang sudah menikahdalam melakukan deteksi
dini(kurang dari 5%).3Tingginya kasus kanker serviks di negara berkembang
disebabkan oleh terbatasnya akses screeningdan pengobatan. Masih banyak wanita
di negara berkembang, termasuk Indonesia kurang mendapat informasi dan
pelayanan terhadap penyakit kanker serviks.4
Pemerintah memiliki sejumlah kebijakan dan program pengendalian kanker
di Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan deteksi dini, penemuan dan tindak
lanjut dini kanker, meningkatkan kualitas hidup penderita kanker, dan menurunkan
2
angka kematian akibat kanker.Untuk mencapai tujuan tersebut, dilaksanakan
program pengendalian kanker yang meliputi upaya promotif dan preventif dengan
meningkatkan pengetahuan masyarakat akan kanker, pengadaan kegiatan
pemberdayaan masyarakat berupa Posbindu PTM, dan juga deteksi dini kanker.2
Program deteksi dini terutama ditujukan untuk kanker leher rahim dan
payudara yang merupakan jenis kanker tertinggi di Indonesia.Upaya tersebut
berupa skrining kanker leher rahim dengan metode Inspeksi Visual dengan Asam
Asetat (IVA) dan kanker payudara dengan edukasi periksa payudara sendiri
(SADARI) dan Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS).Kemenkes menyatakan
bahwa sejak dicanangkan menjadi program nasional pada tahun 2008, cakupan
metode dan pemeriksaan yang menyasar (screening) wanita usia 30-50 tahun
tersebut terus mengalami peningkatan.Saat ini program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) yang dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan telah menjamin pemeriksaan deteksi dini kanker leher rahim
berupa pemeriksaan IVA, pap smear, bahkan krioterapi.2
Cakupan deteksi dini IVA dan SADANIS di tahun 2016 meningkat menjadi
1.925.943 orang (5,1%) dibandingkan dengan cakupan tahun 2015 yang berjumlah
1.268.333 orang (3.4%). Untuk memperkuat program pengendalian kanker, pada
November 2014 pemerintah membentuk Komite Penanggulangan Kanker Nasional
(KPKN). Komite ini telah menghasilkan sejumlah standar dan pedoman dalam hal
pelayanan kanker di fasilitas kesehatan dan pelayanan kedokteran untuk 17 jenis
kanker/tumor.Disamping itu, pemerintah juga berupaya meningkatkan pelayanan
kesehatan kepada para pengidap kanker dengan cara mengembangkan fasilitas
pelayanan kesehatan. Saat ini sudah ditunjuk dan disiapkan fasilitas kesehatan
tingkat lanjut atau rumah sakit rujukan di tingkat regional dan nasional.Dengan
demikian penanganan kasus kanker dapat dilakukan secara berjenjang.2
Skrining kanker serviks menggunakan sitologi konvensional (Pap smear)
telah berdampak pada penurunan kanker serviks di banyak negara maju tapi tidak
di negara berkembang.5Hal ini karenaterlalu sedikit profesional terlatih dan
terampil untuk melaksanakan program tersebut secara efektif.Selain itu, sumber
daya kesehatan untuk perawatan tidak tersedia untuk mempertahankan program
tersebut.Di hampir semua negara berkembang, layanan berbasis sitologi terbatas
3
pada rumah sakit pendidikan atau laboratorium swasta di daerah perkotaan.Selain
itu, butuh waktu yang lama untuk mengetahui hasil dari pemeriksaan.Ini adalah
beberapa hambatan yang mencegah program skrining berbasis sitologi dari menjadi
efektif di negara berkembang.6
BAB 2
4
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kanker Serviks
2.1.1 Anatomi dan Histologi Serviks
Serviks merupakan sebuah area 1/3 bagian bawah dari uterus yang tebal,
merupakan jaringan fibromuskular yang dilapisi oleh dua tipe epitel. Serviks
berukuran panjang sekitar 3 cm dengan diameter sekitar 2,5 cm. Bagian bawah
serviks (ektoserviks) berhubungan langsung dengan vagina dan bisa dilihat melalui
spekulkum. Kanalis serviks menghubungkan ostium uteri eksternum dengan ostium
uteri internum yang terletak ditengah dari serviks.7
Epitel Serviks
Permukaan serviks dilapisi oleh dua tipe epitel, yaitu epitel skuamosa dan
epitel kolumnar.Epitel skuamosa adalah epitel berlapis-lapis yang terus-menerus
membelah.Secara normal, epitel ini menutupi sebagian besar dari ektoserviks dan
vagina, dan pada wanita premenopause tampak berwarna merah muda dan tidak
tembus cahaya (buram).Lapisan terbawah dari epitel ini disusun oleh sel berbentuk
bulat, yang melekat ke membran basalis, yang memisahkan epitel dari stroma
fibromuskular di bawahnya. Pada wanita post menopause, epitel skuamosa
memiliki lapisan yang lebih sedikit, tampak berwarna pink-keputih-putihan, dan
rentan terhadap trauma, yang kadang terlihat seperti bintik-bintik perdarahan kecil
atau peteki.7
Epitel kolumnar membentuk kanalis servikal dan meluas keluar ke bagian
porsio dari ektoserviks.Epitel ini terdiri dari lapis tunggal sel yang tinggi dan
menempel diatas membrane basal (basement membrane).Lapisan ini lebih tipis dari
pada lapisan epitel skuamosa pada ektoserviks.Pada saat dilihat dengan speculum
5
endoservikal, tampak mengkilap berwarna merah. Hubungan antara epitel skuama
dan epitel kolumnar (squamocolumnar junction) tampak seperti garis yang lebih
tinggi (sharp line) diantaranya. Lokasi dari squamocolumnar junction berbeda-
bedapada wanita ini tergantung dari umur, status hormonal, riwayat trauma, status
kehamilan, dan penggunaan kontrasepsi oral.7
2.1.2 Definisi
Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia
epitel di daerah skuamomuskular junction yaitu daerah peralihan mukosa vagina
dan mukosa kanalis servikalis.Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada
serviks atau atau leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang
merupakan pintu masuk kearah rahim, letaknya antara rahim (uterus) danvagina.
Kanker leher rahim biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun.1
2.1.3 Epidemiologi
Kanker serviks adalah kanker kedua terbanyak yang diderita oleh wanita
didunia.Sekitar 500.000 orang yang didiagnosis tiap tahunnya dan lebih dari
250.000 kematian tiap tahunnya. Di Indonesia, kanker serviks menduduki peringkat
6
pertama penyebab kematian wanita.6 Setiap tahun, terdapat lebih dari 15.000 kasus
kanker serviks, dan lebih dari 8.000 orang meninggal dunia. Setiap 1 jam, seorang
wanita di Indonesia meninggal dunia karena kanker serviks. Pada tahun 2001, kasus
kanker serviks berjumlah 2.429 atau 25,91% dari sejumlah kanker yang ditemukan
di Indonesia.10
7
Riwayat paritas yang tinggi dikaitkan dengan meningkatnya angka resiko
kanker serviks.Wanita dengan riwayat melahirkan satu atau dua kali memiliki
angka resiko dua kali daripada wanita nulipara.Riwayat melahirkan tujuh kali
meningkatkan resiko hingga empat kali terkena kanker serviks.
g. Riwayat Keluarga
Kanker serviks dapat berjalan dalam beberapa keluarga.Bila Ibu atau
kakakperempuan Anda memiliki kanker serviks, resiko Anda terkena kanker
ini bisa 2-3x lipat.
h. Infeksi Menular Seksual
Lesi prakanker serviks banyak ditemukan pada kasus servisitis, dengan
penyebab Candida Albicans dan Gardnerella vaginalis menjadi penyebab
ternggi. Infeksi oleh Neisseria gonorrheae juga memiliki angka kejadian
kanker serviks yang tinggi dibandingkan wanita tanpa infeksi tersebut.
i. Sosial-ekonomi
Wanita dengan status sosial-ekonomi rendah memiliki risiko terkena kanker
serviks lebih tinggi.Hal ini dikaitkan dengan higienitas serta status nutrisi yang
kurang baik sehingga rentan terjadi infeksi dan berkembang menjadi kanker
serviks.
2.2 Kebijakan Pemerintah Terkait Penanggulangan Kanker Serviks
Kebijakan pemerintahyang membahas mengenai kanker serviks adalah
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 29 tahun 2017 tentang perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 tahun 2015 tentang penanggulangan
kanker payudara dan kanker mulut rahim.Permenkes ini membahas semua hal
terkait kanker serviks dan kanker payudara, mulai dari deteksi dini hingga sistem
rujukan. Kanker serviks dibahas secara khusus pada Bab IV. Metode deteksi dini
yang dianjurkan pemerintah adalah Inspeksi Visual dengan Aplikasi Asam Asetat
(IVA) dan pemeriksaan sitologi (papsmear).11
Pendekatan ”KOMPREHENSIF” atau dengan istilah ”Dilihat dan
Diobati/See and Treat” untuk pencegahan kanker serviks melalui pemeriksaan IVA
yang dilanjutkan dengan pengobatan krioterapi, pelaksanaan skrining dengan cara
melihat dan mengobati klien, dapat dilakukan pada saat kunjungan yang sama.
Dengan kata lain, apabila seorang klien yang dinilai IVA (+) akan mendapatkan
8
tawaran pilihan pengobatan dengan krioterapi atau rujukan untuk pelayanan lain,
pada hari yang sama saat dia menjalani skrining tersebut.Pendekatan ini bertujuan
untuk menghindari kunjungan berulang dari ibu/klien dan mengurangi
kemungkinan ketidakhadiran kembali ibu/klien pada kunjungan berikutnya.
Walaupun pada keadaan tertentu, seorang perempuan/klien harus memintakan
persetujuan suami untuk dilakukan krioterapi sehingga memungkinkan
pelaksanaan krioterapi bukan pada hari yang sama dengan pemeriksaan IVA.11
Pendekatan komprehensif untuk pencegahan kanker serviks yang
menggunakan IVA dan krioterapi merupakan pilihan pertama sebagai sarana
skrining dan pengobatan. Oleh karena itu, panduan ini memfokuskan pada
penyelenggaraan komprehensif menggunakan IVA dan krioterapi.11
Gambar 2.4 Alur tindak lanjut IVA positif dan pengobatan di FKTP11
9
tidak boleh menjalani pengobatan dengan krioterapi) oleh karena itu IVA
belum dapat dimasukkan pelayanan rutin pada klinik antenatal.
d. Perempuan yang mendatangi Puskesmas, klinik IMS, dan klinik KB
dianjurkan untuk skrining Kanker Leher Rahim.
Seorang perempuan yang mendapat hasil tes IVA-negatif, harus menjalani
skrining 3 - 5 tahun sekali. Mereka yang mempunyai hasil tes IVA-positif dan
mendapatkan pengobatan, harus menjalani tes IVA berikutnya enam bulan
kemudian.11
Pemberi Pelayanan:11
a. Petugas Kesehatan
- Bidan terlatih
- Dokter umum terlatih
- Dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi (DSOG)
b. Tempat Pelayanan
- Puskesmas dan jaringannya
- Klinik
- Dokter praktek mandiri
c. Pelatihan Petugas Kesehatan
Petugas yang akan melakukan IVA dan krioterapi dipilih sesuai kebutuhan
program dengan kriteria berikut:
- Berpengalaman dalam memberikan pelayanan KB.
- Berpengalaman dalam memberi konseling dan edukasi kelompok.
- Berpengalaman dalam melakukan pemeriksaan panggul.
- Berpenglihatan baik untuk memeriksa leher rahim secara visual.
Program skrining kanker leher rahim mengikuti bagan alur sebagaimana
tercantum dibawah ini. Bagan alur tersebut menjelaskan langkah-langkah khusus
yang harus diikuti pada tiap tahap proses, tergantung hasil pemeriksaan klien secara
perorangan.11
10
Gambar 2.5 Diagram alur untuk pencegahan kanker serviks11
11
Gambar 2.6 Algoritma rujukan kanker serviks11
12
2.3 Deteksi Dini Kanker Serviks
2.3.1 IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
Pemeriksaan leher rahim secara visual menggunakan asam cuka (IVA)
berarti melihat leher rahim dengan mata telanjang untuk mendeteksi abnormalitas
setelah pengolesan asam asetat atau cuka (3–5%). Daerah yang tidak normal akan
berubah warna dengan batas yang tegas menjadi putih (acetowhite), yang
mengindikasikan bahwa leher rahim mungkin memiliki lesi prakanker.11
1) Penilaian Klien dan Persiapan
a. Jelaskan indikasi, resiko dan sifat temuan yang mungkin serta tindak
lanjut atau pengobatan yang mungkin diperlukan.
b. Pastikan semua peralatan dan bahan yang diperlukan tersedia, termasuk
spekulum steril atau yang telah di DTT, kapas lidi dalam wadah bersih,
botol berisi larutan asam asetat dan sumber cahaya yang memadai.
c. Minta ibu untuk Buang Air Kecil (BAK) dan melepas pakaian (termasuk
pakaian dalam).
d. Posisi ibu lithotomi
e. Pemeriksa mencuci tangan
f. Lakukan palpasi abdomen, dan perhatikan apabila ada kelainan. Cuci
tangan kembali.
g. Pakai handscoen. 11
2) Tes IVA
a. Inspeksi/periksa genitalia eksternal dan lihat apakah terjadi discharge
pada mulut uretra. Palpasi kelenjar Bartholin’s. Jangan menyentuh
klitoris, karena akan menimbulkan rasa tidak nyaman pada ibu.
Katakan pada ibu/klien bahwa spekulum akan dimasukkan
b. Masukkan spekulum, atur posisi hinggan portio jelas terlihat
c. Amati leher rahim apakah ada infeksi (cervicitis) seperti
discharge/cairan keputihan, tumor, dsb
d. Gunakan kapas lidi bersih untuk membersihkan cairan yang keluar,
darah atau mukosa dari leher rahim.
13
e. Identifikasi ostium servikalis dan SSK (SSK harus benar-benar terlihat
seluruhnya untuk menentukan apakah leher rahim normal atau
abnormal)
f. Basahi kapas lidi dengan larutan asam asetat dan oleskan pada leher
rahim secara merata, tunggu selama 1 menit agar diserap dan
memunculkan reaksi acetowhite.
g. Cari apakah ada bercak putih yang tebal atau epithel acetowhite. yang
menandakan IVA positif (Gambar 2.8 dan 2.9)
14
Tabel 2.1 Kategori Klasifikasi IVA11
15
Krioterapi dilakukan dengan kriotip metal/ besi yang dirancang agar pas
pada leher rahim dan menutup seluruh daerah sekitar SSK dan daerah yang
berpenyakit serta terhubung dengan tabung gas CO2 atau N2 terkompresi. 11
16
Gambar 2.11 Sebelum dan setelah krioterapi
17
BAB 3
KESIMPULAN
Kanker serviks adalah kanker kedua terbanyak yang diderita oleh wanita
didunia. Sekitar 500.000 orang yang didiagnosis tiap tahunnya dan lebih dari
250.000 kematian tiap tahunnya. Di Indonesia, kanker serviks menduduki peringkat
pertama penyebab kematian wanita.
Sebelum terjadinya kankerdidahului oleh perubahan keadaan yang disebut
lesi prakanker atau neoplasia intraepitel serviks(NIS), biasanya memakan waktu
beberapa tahun sebelum berkembang menjadi kanker. Olehsebab itu sebenarnya
terdapat kesempatan yang cukup untuk mendeteksi bila terjadi perubahan pada sel
serviks serta menanganinya dengan tepat sebelum menjadi kanker serviks.
Pemerintah memiliki sejumlah kebijakan dan program pengendalian kanker
di Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan deteksi dini, penemuan dan tindak
lanjut dini kanker, meningkatkan kualitas hidup penderita kanker, dan menurunkan
angka kematian akibat kanker. Salah satu kebijakan pemerintah yang mengatur
tentang upaya penanggulan kanker serviks adalah Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 29 tahun 2017.
Metode deteksi dini yang saat ini sering digunakan adalah IVA dan pap
smear. IVA merupakan metode deteksi dini dengan mengamati perubahan pada
serviks yang telah diberi asam asetat/asam cuka 3-5%. Metode ini sangat mudah
dan murah serta memiliki sensitivitas cukup tinggi namun memiliki spesifisitas
cukup rendah, sehingga sering terjadi over-treatment. Sedangkan Pap smear
merupakan pemeriksaan sitologi dari serviks untuk melihat adanya perubahan atau
keganasan pada epitel serviks. Metode ini sudah lama diterapkan dan memiliki
sensitivitas dan spesifisitas cukup tinggi namun pengambilan dan penilaian sampel
lebih sulit serta hasil tidak dapat diketahui secara langsung. Alur pemeriksaan
deteksi dini bergantung pada program yang tersedia pada masing wilayah atau
institusi. Deteksi dini dimulai pada usia subur yang telah pernah melakukan
hubungan seksual. Deteksi dini diulangi setiap 3-5 tahun jika hasil normal.
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Departemen Kesehatan RI-Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. 2009. Pencegahan Kanker Rahim dan
KankerPayudara. Jakarta: DEPKES RI
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Ajak
Masyarakat Cegah dan Kendalikan
Kanker.http://www.depkes.go.id/article/print/17020200002/kementerian-
kesehatan-ajak-masyarakat-cegah-dan-kendalikan-kanker.html.
2017.Diunduh tanggal 18 Juli 2018.
3. Sulistiowati E, Sirait AM. Pengetahuan Tentang Faktor Risiko, Perilaku Dan
Deteksi Dini Kanker Serviks Dengan Inspeksi Visual Asam Asetat (Iva) Pada
Wanita Di Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Bul Penelit Kesehat.
2014;42(3):193–202.
4. Sukamti S. Pendidikan kesehatan dan deteksi dini kanker serviks melalui
inspeksi visual asam asetat. J ilmu dan Teknol ilmu Kesehat. 2013;18–23.
5. Almonte M, Ferreccio C, Luciani S, Gonzales M, Delgado JM, Santos C, et al.
Visual Inspection after Acetic Acid (VIA) is highly heterogeneous in primary
cervical screening in Amazonian Peru. PLoS One. 2015;10(1):1–12.
6. Research WA for HP and S, Kwefie, Path, African Population and Health
Research Center, International Agency for Research on Cancer WHO,
Varkevisser CM, Pathmanathan I, et al. Prevention of cervical cancer through
screening using visual inspection with acetic acid ( VIA ) and treatment with
cryotherapy. Outlook [Internet]. 2003;II(1):33. Available from:
http://www.who.int/reproductivehealth/publications/cancers/9789241503860/
en/
7. Sankaranarayanan R, Wesley R. A Practical Manual on Visual Screening for
Cervical Neoplasia. 2003;(41):49.
8. Bidus MA, Elkas JC. Berek & Novak’s Gynecology, 14th ed. 14th ed. Berek
JS, editor. California: Williams & Wilkins; 2007.1404 p.
9. Giuntoli RL, Bristow RE. Danforth’s Obstetrics and Gynecology, 10th ed. 10th
ed. Gibbs RS, Karlyn BY, Haney AF, Nygaard I, editors. Colorado: Lippincott
Williams & Wilkins; 2008. 972 p.
19
10. Norazizah Y, Rahmawati I. Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang
Pemeriksaan IVA dan Kanker Serviks di Desa Genteng Kecamatan Batealit
Kabupaten Jepara. J Kesehat dan Budaya Hikmah. 2013;3(1):1–7.
11. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.PMK No. 75 tahun 2014 tentang
Kebijakan Dasar Puskesmas. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2014.
20