PENDAHULUAN
1
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan pembuatan laporan kasus ini:
1. Diharapkan pada semua sarjana kedokteran dapat memahami setiap
kasus Bronkopneumonia dan ITP secara menyeluruh
2. Diharapkan adanya pola berpikir kritis setelah dilakukannya diskusi
laporan kasus Bronkopneumonia disertai ITP ini dengan pembimbing
klinik.
1.3 Manfaat
1.3.1 Teoritis
Untuk meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan ilmu
tentang Kasus Bronkhopneumonia dan ITP
1.3.2 Praktis
Sebagai masukan guna lebih meningkatkan mutu pelayanan yang
diberikan terutama dalam memberikan informasi (pendidikan
kesehatan) kepada pasien dan keluarganya tentang pasien dengan
Bronkhopneumonia dan ITP.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Tanggal : 19 Maret 2019
Diberikan oleh : Ibu pasien
3
A. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Keluhan Utama
Sesak nafas sejak ± 2 hari SMRS
2. Keluhan Tambahan
Batuk,demam, bintik-bintik kemerahan
4
- Panjang badan : Lupa
- Keadaan saat lahir : Langsung menangis
7. Riwayat Makanan
- ASI ekslusif : sampai sekarang
- Susu formula : -
- Bubur tim :-
- Nasi biasa :-
1. Sayuran, buah : -
2. Ikan :-
3. Telur :-
4. Ayam, daging : -
5. Tahu, tempe : -
Kesan : secara kualitatif asupan gizi cukup, secara kuantitatif
asupan cukup memenuhi gizi seimbang.
8. Riwayat Imunisasi
- BCG :+
- DPT : belum lengkap
- Polio : belum lengkap
- Hepatitis B : belum lengkap
- Campak : belum lengkap
Kesan : imunisasi dasar sesuai usia
9. Riwayat Tumbuh Kembang
- Tengkurap :-
- Duduk :-
- Merangkak :-
- Berdiri :-
- Berjalan :-
- Bicara :-
Kesan : tidak ada keterlambatan dalam tumbuh kembang anak
5
10. Riwayat pribadi/sosial ekonomi keluarga
Orangtua pasien termasuk dalam kondisi sosial ekonomi cukup.
Tanda Vital :
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 128 x/menit, isi : cukup, tegangan : cukup
Pernapasan : 62 x/menit, vesikuler, tipe pernapasan : abdominal-
thorakal, ronki (+/+), wheezing (-/-).
Suhu : 39 0C
2. Pemeriksaan khusus
a. Kepala
Bentuk : Normosefali, simetris
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata : lagoftalmus (-/-), palpebra edema (-/-), konjungtiva
anemis (+), sklera ikterik (-), sekret (-/-), pupil bulat
6
isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+)
normal.
Hidung : dismorfik (-), napas cuping hidung (+), sekret (-/-),
epistaksis (-)
Mulut : pada langit-langit mulut terdapat terdapat bercak merah
Telinga : dismorfik (-), cairan (-)
Gigi : karies (-), gusi berdarah (-)
Lidah : atrofi papil (-), hiperemis (-), selaput (-)
b. THT
Faring : hiperemis (+), edema (-), selaput (-)
Tonsil : simetris, ukuran T1-T1, uvula ditengah, hiperemis (-),
edema (-), selaput (-), detritus (-)
c. Leher
Inspeksi : dismorfik (-), benjolan (-)
Palpasi : pembesaran KGB (-)
d. Thoraks
Paru :
Inspeksi : Dismorfik (-), tampak purpura, simetris kanan dan kiri,
pernapasan regular, frekuensi 62x/menit, retraksi (+/+)
intercostalis, iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler meningkat, ronki basah halus nyaring(+/+),
wheezing (-/-).
e. Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Thrill (-) iktus cordis tdk teraba
Perkusi
Batas kanan atas (ICS II lin. Parasternalis dextra)
Batas kiri atas (ICS II lin. Parasternalis sinistra)
7
Batas kanan bawah (ICS IV lin. Parasternalis dextra)
Batas kiri bawah (ICS V midclavicularis sinistra)
Auskultasi : HR 128x/menit, bunyi jantung I dan II normal, irama
reguler, murmur (-) gallop (-)
f. Abdomen
Inspeksi : Datar, tampak bintik berwarna merah
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani, nyeri ketok (-), shiffting dullnes (-), asites (-)
g. Ekstremitas : Akral hangat (+) , CRT <3”
h. Kulit : sianosis (-), edema(-), petechie(-), purpura(+)
8
2.4 Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin (Tanggal 19 Maret 2019)
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 8.3 g/dl 14 - 16 g/dl
Leukosit 13,2/ ul 5.0-10.0 ul (10*3/ul)
Trombosit 55.000/ ul 150.000-400.000/ ul
Hematokrit 26% 40 - 48%
Basofil 0% 0-1 %
Eosinofil 0% 1-3 %
Neutrofil batang 1% 2-6 %
Neutrofl segmen 12 % 50-70 %
Limfosit 85 % 20-40 %
Monosit 2% 2-8 %
9
2.6 Diagnosis Banding
Bronkopneumonia + ITP
Bronkopneumonia + DBD grade 1
Bronkiolitis + ITP
2.7 Diagnosis Kerja
Bronkopneumonia + ITP
2.8 Tatalaksana (19 Maret 2019):
O2 1-2 L/menit
IVFD D5 1/4 NS 20 cc/jam
Injeksi ampisilin 3x200 mg
Injeksi gentamisin 2x10 mg
Metilprednisolon 2x5 mg
Pct drop 3x0.6 (jika demam)
Transfusi PRC 50cc
2.8 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
2.9 Follow Up
Tanggal Pemeriksaan Fisik Tindakan
20 Maret S: Sesak nafas dan batuk masih dirasakan, P:
2019 mual muntah tidak ada,. O2 1-2 L/menit
12.00 WIB -Mengi (-) IVFD D5 1/4 NS 20
-Demam(-) cc/jam
-Batuk berdahak(+) Injeksi ampisilin 3x200
-Mual dan muntah (-) mg
-BAB dan BAK baik Injeksi gentamisin 2x10
Tampak bintik kemerahan di langit-langit mg
mulut, lengan, badan, dan kaki. Pct drop 3x0,6 (jika
demam)
O: KU: Tampak sesak Metilprednisolon 2x5 mg
-Sensoris: lemah
10
-TD: 120/70 mmHg Transfuse PRC 50cc
-Nadi: 120 x/m
-RR: 60 x/m
-Temp: 36,5 oC
Kepala: Kepala : normocephali, mata cekung
(-), sklera ikterik (-), edema palpebra (-),
konjungtiva anemis (+)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorak: Simetris, retraksi (-), vesikuler (+),
rhonki (+/+) ,wheezing (-/-), Bunyi jantung 1
dan bunyi jantung 2 (+) normal, murmur (-),
gallop (-), purpura (+)
Abdomen : datar, lemas, bising usus (+)
normal, turgor normal, hepar lien tidak teraba,
terdapat purpura
Ekstremitas : akral hangat , CRT < 2,
Petekie (-), purpura (+)
11
konjungtiva anemis (+)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorak: Simetris, retraksi (-), vesikuler (+),
rhonki (+/+) ,wheezing (-/-), Bunyi jantung 1
dan bunyi jantung 2 (+) normal, murmur (-),
gallop (-), purpura (+)
Abdomen : datar, lemas, bising usus (+)
normal, turgor normal, hepar lien tidak teraba,
terdapat purpura
Ekstremitas : akral hangat , CRT < 2,
Petekie (-), purpura (+)
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Bronkopneumonia
3.1.1 Definisi Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai
pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi
di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di
sekitarnya.1
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru pada bagian lobularis yang
ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh agen
infeksius seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing, yang ditandai
dengan gejala demam tinggi, gelisah, dispneu, nafas cepat dan dangkal
(terdengar ronki basah), muntah, diare, batuk kering dan produktif.5
13
3.1.3 Etiologi dan Faktor Resiko Pneumonia
Etiologi yang dapat menyebabkan bronkopneumonia diantaranya
adalah:
1. Pneumonia oleh Bakteri
Berdasarkan studi mikrobiologik penyebab utama pneumonia anak
balita adalah Streptococcus pneumoniae/ pneumococcus (30-50%)
dan Hemophilus influenzae type b/ Hib (10-30%), diikuti
Staphylococcus aureus dan Klebsiela pneumoniae pada kasus berat.
Bakteri lain seperti Mycoplasma pneumonia, Chlamydia spp,
pseudomonas spp, escherichia coli. Pneumonia pada neonatus
banyak disebabkan bakteri gram negatif seperti klebsiella spp dan
bakteri gram positif seperti S. Pneumoniae, S. Aureus.
2. Pneumonia oleh Virus
Penyebab pneumonia karena virus disebabkan respiratory syncytial
virus (RSV), diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human
metapneumovirus dan adenovirus.
3. Pneumonia Jenis Lain
Pneumonia dapat juga disebabkan oleh bahan-bahan lain misal
bahan kimia (aspirasi makan/susu atau keracunan hidrokarbon pada
minyak tanah atau bensin).7
14
respiratorik bawah mulai dari sublaring hingga unit terminal dalam
keadaan steril. Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme:6
- filtrasi partikel di hidung
- pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis
- ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
- pembersihan ke arah kranial oleh selimut mukosilier
- fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
- netralisasi kuman oleh substansi imun lokal
- drainase melalui sistem limfatik
Pneumonia terjadi jika satu atau lebih mekanisme di atas mengalami
gangguan.
15
eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan sel PMN
berkisar antara 300-100.000/mm3, protein>2,5 g/dL, dan glukosa
relatif lebih rendah dibandingkan glukosa darah. Kadang-kadang
terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat.
Trombositopeni dapat ditemukan pada 90% penederita pneumonia
dengan empiema. Secara umum hasil pemeriksaan darah perifer tidak
dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara
pasti.8
2. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto thorax direkomendasikan pada penderita pneumonia
yang dirawat inap atau bila tanda klinis yang ditemukan
membingungkan. Foto thorax dengan proyeksi antero-posterior
merupakan dasar diagnosis untuk pneumonia. Foto lateral dilakukan
bila diperlukan informasi tambahan, misalnya efusi pleura. Kelainan
foto thorax pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan
gambaran klinis. Kadang-kadang bercak-bercak sudah ditemukan
pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi,
resolusi infiltrat sering memerluksn waktu yang lebih lama setelah
gejala klinis menghilang.8
16
leher, aksila, inguinal yang spesifik, pembengkakan tulang atau sendi
punggung, dan dapat disertai nafsu makan menurun dan malaise yang
dapat ditegakkan melalui skor TB.9
17
dapat dicakup oleh kloramfenikol. Dengan demikian keduanya dapat
dipakai sebagai antibiotik lini pertama untuk pneumonia anak tanpa
komplikasi. Secara umum pengobatan antibiotik untuk pneumonia
diberikan dalam 5-10 hari, namun dapat sampai 14 hari. Pedoman lain
pemberian antibiotik sampai 2-3 hari bebas demam. Pada pasien
pneumonia community acquired, umumnya ampisilin dan kloramfenikol
masih sensitif. Pilihan berikutnya adalah obat golongan sefalosporin atau
makrolid.8
18
- Cefotaxim 200 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam 3 dosis, atau
- Ceftriaxon 100 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam 2 dosis, atau
sesuai dengan kultur dahak/ darah yang ada, atau pertimbangan lain
Kriteria pulang
- Gejala dan tanda pneumonia menghilang
- Asupan peroral adekuat
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)
- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana
kontrol
- Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah.9
19
Tabel 1. Jenis obat dan dosis yang dapat digunakan untuk terapi pneumonia 9
3.2 ITP
3.2.1 Definisi ITP
Immune thrombocytopenic purpura (ITP) ialah kelainan perdarahan
(bleeding disorder) akibat penghancuran trombosit yang berlebihan,
ditandai dengan trombositopenia (trombosit<150.000/mm3), purpura,
gambaran darah tepi yang umumnya normal, dan tidak ditemukan
penyebab trombositopenia yang lainnya.3
20
3.2.3 Etiologi ITP
Trombositopeni dapat disebabkan oleh penurunan jumlah produksi
platelet, peningkatan destruksi platelet, dan sekuestrasi. Penurunan jumlah
produksi platelet dapat disebabkan karena kegagalan sumsum tulang,
kongenital ataupun karena infeksi (misalnya CMV, hepatitis C, HIV dan
Rubella). Peningkatan destruksi dapat terjadi pada kondisi destruksi
alloimun sesudah transfusi atau transplantasi, sindrom autoimun, induksi
obat, imun trombositopeni maupun karena infeksi (misalnya CMV,
hepatitis C, HIV dan Rubella). Kondisi trombositopeni karena sekuestrasi
dapat terjadi pada penyalahgunaan alkohol kronis, gestasional,
hiperspleenism dan penyakit hati.10
21
menghasilkan trombosit. Terjadi produksi autoantibody yang
meningkatkan penghancuran trombosit oleh makrofag limpa dan
menurunnya produksi trombosit akibat antibodi anti-megakariosit.10
22
- Keturunan
- Penyakit autoimun, seperti ITP
- Efek samping kemoterapi dan radioterapi.10
23
- Pemeriksaan sumsum tulang
- Antibodi antifosfolipid
24
- Splenektomi. Dalam waktu 24 jam pasca splenektomi, jumlah
trombosit akan meningkat. Namun demikian, tindakan ini sangat
berisiko terjadinya komplikasi sepsis.
USIA
Perdarahan mukosa < 1 tahun : - IVIg atau kortikosteroid –
atau perdarahan transfusi trombosit
berat
>1 tahun: -kortikosteroid – transfusi
trombosit
25
3.2.10 Komplikasi ITP
Frekuensi komplikasi ITP anak hanya 0,2% atau 1 per 500 kasus.
Komplikasi perdarahan intrakranial terjadi pada jumlah trombosit
<10.000/uL.
Komplikasi perdarahan berat hanya terjadi pada 3% kasus ITP dengan
jumlah trombosit <20.000/ uL berupa epistaksis, melena, menorrhagia
dan/atau perdarahan intrakranial yang membutuhkan perawatan dan/atau
transfusi darah.
Penelitian Yohmi dkk di RSCM (2007) mendapatkan gambaran klinis
ITP adalah lebih sering terjadi pada anak laki-laki (1,9 : 1), rerata usia
4,78 tahun. Komplikasi perdarahan yang terjadi adalah petekiae (89%),
episktaksis (18%), perdarahan mukosa mulut (12%), perdarahan
subkonjungtiva (8%), hematemesis/melena (6%), hematuria (5%).
Penelitian di Amerika Serikat mendapatkan gambaran klinis ITP, yaitu
52% anak laki-laki, terutama usia 2-5 tahun (37,6%). Komplikasi
perdarahan yang terjadi adalah epistaksis (8,4%), hematuria (2,3%),
menoragia (2,6%), perdarahan saluran cerna (2,2,%), perdarahan
intrakranial (0,3%). Sebagian besar tanpa perdarahan yang berat (85,8%).
Penelitian Tarantino dkk (2016) juga mendapatkan hasil yang tidak jauh
berbeda. Komplikasi perdarahan berat yang terjadi pada pasien ITP anak
yaitu perdarahan intrakranial (0,6%), perdarahan saluran cerna (0,4%),
dan hematuria (1,3%). Delapan puluh lima persen pasien ITP anak tidak
mengalami perdarahan.16
26
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak sejak 2 hari SMRS. Sesak
napas yang dialami terus menerus yang tidak dipengaruhi oleh cuaca, posisi
dan aktivitas. Sebelum timbul sesak ibu pasien mengatakan anaknya batuk
sejak 1 bulan SMRS. Batuk tidak disertai dahak, batuk tidak diperngaruhi
cuaca dan posisi.
Selain itu Ibu pasien juga mengatakan 3 hari SMRS, anaknya demam dan
terdapat warna biru kehitaman dari langit-langit mulut anak pasien selain itu
terdapat bintik-bintik kemerahan yang dirasakan semakin banyak dan
menyebar ke badan, lengan, dan kaki pasien dalam waktu beberapa jam,
pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik, dari tanda-tanda vital didapatkan keadaan umum
tampak sesak nafas, kesadaran compos mentis, nadi 128x/menit, pernafasan
62x/menit dan suhu 39oC.
Pada pemeriksaan khusus didapatkan konjungtiva anemis (+), nafas
cuping hidung (+) terdapat bintik-bintik kemerahan di langit-langit mulut.
Pada pemeriksaan thoraks tampak pergerakan dinding dada simetris kanan
dan kiri, perkusi sonor, dan auskultasi terdengar vesikuler meningkat.
terdengar ronkhi basah halus nyaring(+), retraksi interkostalis(+), dan
wheezing (-). Pada pemeriksaan ekstremitas terdapat bintik-bintik kemerahan.
Hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan bahwa Hb 8,3 g/dl, leukosit
13.200/ul, trombosit 55.000/ul. Hasil pemeriksaan foto torax menunjukan
adanya infiltrasi suprahilus kanan.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan
penunjang maka diagnosis keja pada kasus ini adalah bronkopneumonia
+ITP. Hal ini sesuai dengan teori bahwa manifestasi penyakit yaitu sesak
napas, batuk, dan disertai demam yang kadang timbul menunjukkan gejala
dari pneumonia. Dari pemeriksaan fisik didapatkan suara ronkhi basah halus
27
nyaring. Dimana suara napas tambahan pada pneumonia adalah ronkhi basah
halus nyaring. Dari pemeriksaan darah rutin juga ditemukan leukositosis
yang menunjukkan adanya infeksi. Pada pemeriksaan foto torax juga
menunjukkan adanya infiltrasi pada superhilus kanan yang mendukung
diagnosa bronkopneumonia.
Selain itu dari alloanamnesis dengan ibu pasien, ibu pasien mengatakan
terdapat ruam kemerahan pada langit-langit mulut pasien, selain itu juga
terdapat ruam kemerahan pada dada dan juga lengan serta kaki yang
menunjukkan terjadi nya purpura yang merupakan manifestasi dari ITP. Pada
pemeriksaan cek darah rutin juga menunjukkan adanya trombositopenia yang
merupakan ciri khas dari penyakit tersebut. Diagnosis banding dbd grade 1
juga disingkirkan karena tidak terdapat riwayat demam mendadak tinggi,
terus menerus, 2-7 hari.
Penyebab dari ITP ini kemungkinan penyebabnya adalah infeksi virus
dan sewaktu umur 2 bulan diberikan imunisasi BCG. Bedasarkan teori
kelainan ini biasanya menyertai infeksi virus atau imunisasi yang disebabkan
oleh respon imun yang tidak tepat (innapporopiate) yang biasanya terjadi 1-
4 minggu setelah infeksi virus yaitu pada 50-65% kasus ITP pada anak.
Infeksi virus yang sering berhubungan dengan ITP diantaranya virus
Epstein-Barr dan HIV. Virus Epstein-Barr terkait dengan ITP biasanya
dalam waktu singkat, sedangkan HIV yang terkait dengan ITP biasanya
kronik.
Pada pemeriksaan fisik pasien ITP ditemukan purpura pada badan dan
ekstremitas selain itu juga ditemukan pada mukosa langit-langit mulut.
Gambaran klasik pada ITP dapat timbul berupa petekie, purpura dan
ekimosis yang tersebar keseluruh tubuh. Gejala lainnya adalah perdarahan
pada traktus digestivus, genitorius, mata dan agak jarang pada SSP, akan
tetapi pada kasus tidak ditemukan adanya tanda-tanda ITP berat.
Pada kasus ini diberikan terapi berupa:
- O2 1-2 L/menit
- IVFD D5 1/4 NS 20 cc/jam
- Injeksi ampisilin 3x200 mg
28
- Injeksi gentamisin 2x10 mg
- Pct drop 3x0,6 cc (jika demam)
- Metilprednisolon 2x5 mg
- Transfusi PRC 50cc
Terapi pada pasien ini sudah sesuai dimana pada pasien pneumonia yang
memerlukan rawat inap terapi suportif berupa pemberian oksigen dan juga
pemberian cairan sesuai dengan berat badan selain itu juga diatasi dari
pengobatan kausal nya yaitu dengan pemberian antibiotik inj ampisilin
dosis 200 mg dibagi 3x pemberian serta inj gentamisin 2x10 mg.
Antipiretik dapat diberikan jika anak mengalami demam. Kortikosteroid
merupakan pengobatan utama pada ITP karena dipercaya dapat
menghambat penghancuran trombosit dalam sistem retikkuloendotalial
dan mengurangi pembentukan antibody terhadap trombosit oleh limfosit
B, serta mempunyai efek stabilisasi kapiler yang dapat mengurangi
perdarahan. Sediaan glokokortikoid (prednisone, prednisolone). Transfusi
PRC digunakan untuk meningkatkan Hb.
Indikasi pulang pada kasus ini apabila gejala dan tanda pneumonia
menghilang, trombosit meningkat, asupan peroral adekuat, keluarga
mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol.
29
DAFTAR PUSTAKA
30
16. Rodehiero F, Stasi R, Gernsheimer T, Michel M, Provan D, Arnold DM,
dkk. Standarization of terminology, definitions and outcome criteria ini
immune thrombocytopenic purpura of adults and children: report from an
international working group. Blood 2009;113:2386-93.
31