Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang
mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi di dalam bronkiolus dan meluas ke parenkim paru yang
berdekatan di sekitarnya.1
Data riskesdas tahun 2007 menunjukkan prevalensi pneumonia pada
bayi cukup tinggi di Indonesia yaitu sebanyak 0,76%. Prevalensi tertinggi
adalah Provinsi Gorontalo (13,2%) dan Bali berada di peringkat ke dua
(12,9%), sedangkan provinsi lainnya di bawah 10%. Riskesdas 2007 juga
melaporkan bahwa pneumonia adalah penyebab kematian balita nomor dua
dari seluruh kematian balita (15,5%) di Indonesia. Jumlah kematian balita
akibat penumonia tahun 2007 adalah 30.470 balita (15,5% x 196.579), atau
rerata pneumonia mengakibatkan 83 orang balita meninggal setiap hari.2
Sementara itu immune thrombocytopenic purpura (ITP) merupakan
suatu kelainan perdarahan akibat dari penghancuran trombosit yang
berlebihan, ditandai dengan trombositopenia (trombosit <150.000/mm3),
purpura, gambaran darah tepi yang umumnya normal, dan tidak ditemukan
penyebab trombositopenia yang lainnya. Klasifikasi ITP adalah akut dan
kronik, disebut kronik bila trombositopenia menetap lebih dari 6 bulan.3
Diperkirakan ITP merupakan salah satu penyebab kelainan perdarahan
didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak, dengan insiden penyakit
simptomatik berkisar 3 sampai 8 per 100.000 anak pertahun.4 Umumnya
ditemukan pada anak berusia antara 2 sampai 10 tahun, tidak terdapat
perbedaan insiden antara laki-laki dan perempuan.3 kelainan ini juga bisa
terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang juga menderita ITP.4
Pada laporan kasus ini, akan dibahas tentang bronkopneumonia +ITP
yang ditemukan pada seorang bayi laki-laki berusia 3 bulan, yang dirawat di
Ruang Anak Rumah Sakit Umum Palembang Bari.

1
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan pembuatan laporan kasus ini:
1. Diharapkan pada semua sarjana kedokteran dapat memahami setiap
kasus Bronkopneumonia dan ITP secara menyeluruh
2. Diharapkan adanya pola berpikir kritis setelah dilakukannya diskusi
laporan kasus Bronkopneumonia disertai ITP ini dengan pembimbing
klinik.
1.3 Manfaat
1.3.1 Teoritis
Untuk meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan ilmu
tentang Kasus Bronkhopneumonia dan ITP
1.3.2 Praktis
Sebagai masukan guna lebih meningkatkan mutu pelayanan yang
diberikan terutama dalam memberikan informasi (pendidikan
kesehatan) kepada pasien dan keluarganya tentang pasien dengan
Bronkhopneumonia dan ITP.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


a. No. Rekam Medik : 57.312.17
b. Nama : Ahmad Danis Azhari
c. Tanggal lahir : 14 Desember 2018
d. Jenis Kelamin : Laki-Laki
e. Umur : 3 bulan
f. Anak ke : ke-2 dari 2 bersaudara
g. Agama : Islam
h. Alamat : Jalan Tanjung Pinang Kec Tanjung Batu OKI
i. Dikirim oleh : IGD
j. MRS tanggal : 19 Maret 2019
k. Nama Ibu : Rindayani
l. Umur : 30 tahun
m. Pekerjaan : IRT
n. Agama : Islam
o. Alamat : Jalan Tanjung Pinang Kec. Tanjung Batu OI
p. Nama Ayah : Ahmad Destomi
q. Umur : 34 tahun
r. Pekerjaan : Pandai Besi
s. Agama : Islam
t. Alamat : Jalan Tanjung Pinang Kec. Tanjung Batu OI

2.2 Anamnesis
Tanggal : 19 Maret 2019
Diberikan oleh : Ibu pasien

3
A. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Keluhan Utama
Sesak nafas sejak ± 2 hari SMRS

2. Keluhan Tambahan
Batuk,demam, bintik-bintik kemerahan

3. Riwayat Perjalanan Penyakit


2 hari SMRS pasien mengalami sesak napas. Sesak napas yang
dialami terus menerus yang tidak dipengaruhi oleh cuaca, posisi dan
aktivitas.
Sebelum timbul sesak ibu pasien mengatakan anaknya batuk
sejak 1 bulan SMRS. Batuk tidak disertai dahak, batuk tidak
diperngaruhi cuaca dan posisi.
Selain itu Ibu pasien juga mengatakan 3 hari SMRS, anaknya
demam dan terdapat warna biru kehitaman dari langit-langit mulut
anak pasien selain itu terdapat bintik-bintik kemerahan yang dirasakan
semakin banyak dan menyebar ke badan, lengan, dan kaki pasien
dalam waktu beberapa jam.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengeluhkan keluhan sama sebelumnya.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat batuk lama (-), Hipertensi (-), Diabetes mellitus (-), Alergi
(-), Asma (-), Dermatitis atopi (-), dan Rhinitis alergi (-).

6. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


- Paritas : P2A0
- Masa kehamilan : Cukup bulan
- Partus : Spontan
- Penolong : Bidan
- BB lahir : 2800 gram

4
- Panjang badan : Lupa
- Keadaan saat lahir : Langsung menangis

7. Riwayat Makanan
- ASI ekslusif : sampai sekarang
- Susu formula : -
- Bubur tim :-
- Nasi biasa :-
1. Sayuran, buah : -
2. Ikan :-
3. Telur :-
4. Ayam, daging : -
5. Tahu, tempe : -
Kesan : secara kualitatif asupan gizi cukup, secara kuantitatif
asupan cukup memenuhi gizi seimbang.

8. Riwayat Imunisasi
- BCG :+
- DPT : belum lengkap
- Polio : belum lengkap
- Hepatitis B : belum lengkap
- Campak : belum lengkap
Kesan : imunisasi dasar sesuai usia
9. Riwayat Tumbuh Kembang
- Tengkurap :-
- Duduk :-
- Merangkak :-
- Berdiri :-
- Berjalan :-
- Bicara :-
Kesan : tidak ada keterlambatan dalam tumbuh kembang anak

5
10. Riwayat pribadi/sosial ekonomi keluarga
Orangtua pasien termasuk dalam kondisi sosial ekonomi cukup.

2.3 Pemeriksaan Fisik ( 19 Maret 2019)


1. Pemeriksaan fisik umum
Keadaan Umum : Tampak sesak
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 5 kg
Tinggi Badan : 58cm
Status Gizi :
BB/U : 83,3%
TB/U : 96,67 % (TB normal)
BB/TB : 98,04 (Gizi baik)
Kesan : Gizi Baik
Lingkar Kepala : normosefali
Demam (+), Edema (-), sianosis (-), dispnue (+), anemia (+), ikterik (-)

Tanda Vital :
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 128 x/menit, isi : cukup, tegangan : cukup
Pernapasan : 62 x/menit, vesikuler, tipe pernapasan : abdominal-
thorakal, ronki (+/+), wheezing (-/-).
Suhu : 39 0C

2. Pemeriksaan khusus
a. Kepala
Bentuk : Normosefali, simetris
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata : lagoftalmus (-/-), palpebra edema (-/-), konjungtiva
anemis (+), sklera ikterik (-), sekret (-/-), pupil bulat

6
isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+)
normal.
Hidung : dismorfik (-), napas cuping hidung (+), sekret (-/-),
epistaksis (-)
Mulut : pada langit-langit mulut terdapat terdapat bercak merah
Telinga : dismorfik (-), cairan (-)
Gigi : karies (-), gusi berdarah (-)
Lidah : atrofi papil (-), hiperemis (-), selaput (-)

b. THT
Faring : hiperemis (+), edema (-), selaput (-)
Tonsil : simetris, ukuran T1-T1, uvula ditengah, hiperemis (-),
edema (-), selaput (-), detritus (-)
c. Leher
Inspeksi : dismorfik (-), benjolan (-)
Palpasi : pembesaran KGB (-)
d. Thoraks
Paru :
Inspeksi : Dismorfik (-), tampak purpura, simetris kanan dan kiri,
pernapasan regular, frekuensi 62x/menit, retraksi (+/+)
intercostalis, iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler meningkat, ronki basah halus nyaring(+/+),
wheezing (-/-).
e. Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Thrill (-) iktus cordis tdk teraba
Perkusi
Batas kanan atas (ICS II lin. Parasternalis dextra)
Batas kiri atas (ICS II lin. Parasternalis sinistra)

7
Batas kanan bawah (ICS IV lin. Parasternalis dextra)
Batas kiri bawah (ICS V midclavicularis sinistra)
Auskultasi : HR 128x/menit, bunyi jantung I dan II normal, irama
reguler, murmur (-) gallop (-)
f. Abdomen
Inspeksi : Datar, tampak bintik berwarna merah
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani, nyeri ketok (-), shiffting dullnes (-), asites (-)
g. Ekstremitas : Akral hangat (+) , CRT <3”
h. Kulit : sianosis (-), edema(-), petechie(-), purpura(+)

8
2.4 Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin (Tanggal 19 Maret 2019)
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 8.3 g/dl 14 - 16 g/dl
Leukosit 13,2/ ul 5.0-10.0 ul (10*3/ul)
Trombosit 55.000/ ul 150.000-400.000/ ul
Hematokrit 26% 40 - 48%
Basofil 0% 0-1 %
Eosinofil 0% 1-3 %
Neutrofil batang 1% 2-6 %
Neutrofl segmen 12 % 50-70 %
Limfosit 85 % 20-40 %
Monosit 2% 2-8 %

2.5 Pemeriksaan Khusus


Rotgen Thorax (Tanggal 20 Maret 2019)

Cor :tidak ditemukan kelainan


Pulmo : didapatkan infiltrasi suprahilus kanan
Kesan : bronkopneumonia

9
2.6 Diagnosis Banding
 Bronkopneumonia + ITP
 Bronkopneumonia + DBD grade 1
 Bronkiolitis + ITP
2.7 Diagnosis Kerja
Bronkopneumonia + ITP
2.8 Tatalaksana (19 Maret 2019):
 O2 1-2 L/menit
 IVFD D5 1/4 NS 20 cc/jam
 Injeksi ampisilin 3x200 mg
 Injeksi gentamisin 2x10 mg
 Metilprednisolon 2x5 mg
 Pct drop 3x0.6 (jika demam)
 Transfusi PRC 50cc

2.8 Prognosis
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad functionam : dubia ad bonam
 Quo ad sanationam : dubia ad bonam
2.9 Follow Up
Tanggal Pemeriksaan Fisik Tindakan
20 Maret S: Sesak nafas dan batuk masih dirasakan, P:
2019 mual muntah tidak ada,.  O2 1-2 L/menit
12.00 WIB -Mengi (-)  IVFD D5 1/4 NS 20
-Demam(-) cc/jam
-Batuk berdahak(+)  Injeksi ampisilin 3x200
-Mual dan muntah (-) mg
-BAB dan BAK baik  Injeksi gentamisin 2x10
Tampak bintik kemerahan di langit-langit mg
mulut, lengan, badan, dan kaki.  Pct drop 3x0,6 (jika
demam)
O: KU: Tampak sesak  Metilprednisolon 2x5 mg
-Sensoris: lemah

10
-TD: 120/70 mmHg  Transfuse PRC 50cc
-Nadi: 120 x/m
-RR: 60 x/m
-Temp: 36,5 oC
Kepala: Kepala : normocephali, mata cekung
(-), sklera ikterik (-), edema palpebra (-),
konjungtiva anemis (+)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorak: Simetris, retraksi (-), vesikuler (+),
rhonki (+/+) ,wheezing (-/-), Bunyi jantung 1
dan bunyi jantung 2 (+) normal, murmur (-),
gallop (-), purpura (+)
Abdomen : datar, lemas, bising usus (+)
normal, turgor normal, hepar lien tidak teraba,
terdapat purpura
Ekstremitas : akral hangat , CRT < 2,
Petekie (-), purpura (+)

A: perbaikan bronkopneumonia dan ITP

21 Maret S: Sesak nafas dan batuk masih dirasakan, P:


2019 mual muntah tidak ada,.  O2 1-2 L/menit
12.00 WIB -Mengi (-)  IVFD D5 1/4 NS gtt 20
-Demam(-) cc/jam
-Batuk berdahak(+)  Injeksi ampisilin 3x200
-Mual dan muntah (-) mg
-BAB dan BAK baik  Injeksi gentamisin 2x10
bintik kemerahan di langit-langit mulut mulai mg
menghilang, lengan, badan, dan kaki.  Pct drop 3x0,6 cc (jika
demam)
O: KU: Tampak sesak  Metilprednisolon 2x5 mg
-Sensoris: compos mentis
 Transfuse PRC 50cc
-TD: 120/80 mmHg
-Nadi: 110 x/m
-RR: 56 x/m
-Temp: 36,3 oC
Kepala: Kepala : normocephali, mata cekung
(-), sklera ikterik (-), edema palpebra (-),

11
konjungtiva anemis (+)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorak: Simetris, retraksi (-), vesikuler (+),
rhonki (+/+) ,wheezing (-/-), Bunyi jantung 1
dan bunyi jantung 2 (+) normal, murmur (-),
gallop (-), purpura (+)
Abdomen : datar, lemas, bising usus (+)
normal, turgor normal, hepar lien tidak teraba,
terdapat purpura
Ekstremitas : akral hangat , CRT < 2,
Petekie (-), purpura (+)

A: perbaikan bronkopneumonia dan ITP

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Bronkopneumonia
3.1.1 Definisi Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai
pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi
di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di
sekitarnya.1
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru pada bagian lobularis yang
ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh agen
infeksius seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing, yang ditandai
dengan gejala demam tinggi, gelisah, dispneu, nafas cepat dan dangkal
(terdengar ronki basah), muntah, diare, batuk kering dan produktif.5

3.1.2 Epidemiologi Bronkopneumonia


Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah diberbagai
negara terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Insiden
pneumonia pada anak <5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100
anak/tahun, sedangkan di negara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun.
Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian pertahun pada anak
balita di negara berkembang.6
Data riskesdas tahun 2007 menunjukkan prevalensi pneumonia pada
bayi cukup tinggi di Indonesia yaitu sebanyak 0,76%. Prevalensi tertinggi
adalah Provinsi Gorontalo (13,2%) dan Bali berada di peringkat ke dua
(12,9%), sedangkan provinsi lainnya di bawah 10%. Riskesdas 2007 juga
melaporkan bahwa pneumonia adalah penyebab kematian balita nomor
dua dari seluruh kematian balita (15,5%) di Indonesia. Jumlah kematian
balita akibat penumonia tahun 2007 adalah 30.470 balita (15,5% x
196.579), atau rerata pneumonia mengakibatkan 83 orang balita meninggal
setiap hari.2

13
3.1.3 Etiologi dan Faktor Resiko Pneumonia
Etiologi yang dapat menyebabkan bronkopneumonia diantaranya
adalah:
1. Pneumonia oleh Bakteri
Berdasarkan studi mikrobiologik penyebab utama pneumonia anak
balita adalah Streptococcus pneumoniae/ pneumococcus (30-50%)
dan Hemophilus influenzae type b/ Hib (10-30%), diikuti
Staphylococcus aureus dan Klebsiela pneumoniae pada kasus berat.
Bakteri lain seperti Mycoplasma pneumonia, Chlamydia spp,
pseudomonas spp, escherichia coli. Pneumonia pada neonatus
banyak disebabkan bakteri gram negatif seperti klebsiella spp dan
bakteri gram positif seperti S. Pneumoniae, S. Aureus.
2. Pneumonia oleh Virus
Penyebab pneumonia karena virus disebabkan respiratory syncytial
virus (RSV), diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human
metapneumovirus dan adenovirus.
3. Pneumonia Jenis Lain
Pneumonia dapat juga disebabkan oleh bahan-bahan lain misal
bahan kimia (aspirasi makan/susu atau keracunan hidrokarbon pada
minyak tanah atau bensin).7

Beberapa faktor resiko yang meningkatkan angka kejadian dan derajat


pneumonia adalah defek anatomi bawaan, imunodefisiensi, polusi,
GERD, aspirasi, gizi buruk, berat badan lahir rendah, tidak mendapat
ASI, imunisasi tidak lengkap, terdapat anggota keluarga serumah yang
menderita batuk dan kamar tidur yang terlalu padat.6

3.1.4 Patogenesis Pneumonia


Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman
atau penyebaran langsung kuman dari saluran respiratorik atas. Hanya
sebagian kecil merupakan akibat sekunder dari viremia / bakteremia atau
penyebaran dari infeksi intraabdomen. Dalam keadaan normal saluran

14
respiratorik bawah mulai dari sublaring hingga unit terminal dalam
keadaan steril. Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme:6
- filtrasi partikel di hidung
- pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis
- ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
- pembersihan ke arah kranial oleh selimut mukosilier
- fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
- netralisasi kuman oleh substansi imun lokal
- drainase melalui sistem limfatik
Pneumonia terjadi jika satu atau lebih mekanisme di atas mengalami
gangguan.

3.1.5 Manifestasi Pneumonia


Gejala yang sering terlihat pada anak yang menderita pneumonia
adalah demam, batuk, kesulitan bernafas, terlihat adanya retraksi
interkostal, nyeri dada, penurunan bunyi nafas, pernafasan cuping hidung,
sianosis, batuk kering kemudian berlanjut ke batuk produktif dengan
adanya ronkhi basah, frekuensi nafas > 50 kali per menit. Pada
pemeriksaan kardiovaskuler akan didapatkan gejala takikardi dan pada
pemeriksaan neurologis terdapat nyeri kepala, gelisah, susah tidur.6

3.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat diakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis pneumonia adalah:
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu dilakukan
untuk membantu menentukan pemberian antibiotik. Pada pneumonia
virus dan mikoplasma, umumnya ditemukan leukosit dalam batas
normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri
didapatkan leukosit antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan
PMN. Leukopenia (<5.000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk.
Pada infeksi Clamydia pneumonia kadang-kadang ditemukan

15
eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan sel PMN
berkisar antara 300-100.000/mm3, protein>2,5 g/dL, dan glukosa
relatif lebih rendah dibandingkan glukosa darah. Kadang-kadang
terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat.
Trombositopeni dapat ditemukan pada 90% penederita pneumonia
dengan empiema. Secara umum hasil pemeriksaan darah perifer tidak
dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara
pasti.8
2. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto thorax direkomendasikan pada penderita pneumonia
yang dirawat inap atau bila tanda klinis yang ditemukan
membingungkan. Foto thorax dengan proyeksi antero-posterior
merupakan dasar diagnosis untuk pneumonia. Foto lateral dilakukan
bila diperlukan informasi tambahan, misalnya efusi pleura. Kelainan
foto thorax pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan
gambaran klinis. Kadang-kadang bercak-bercak sudah ditemukan
pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi,
resolusi infiltrat sering memerluksn waktu yang lebih lama setelah
gejala klinis menghilang.8

3.1.7 Diagnosis Banding Pneumonia


1. Bronkiolitis
Diawali infeksi saluran napas bagian atas, subfebris, sesak nafas, nafas
cuping hidung, retraksi intercostal dan suprasternal, terdengar
wheezing, ronki nyaring halus pada auskultasi. Gambaran
laboratorium dalam batas normal, kimia darah menggambarkan
asidosis respiratorik ataupun metabolik.9
2. Tuberkulosis
Pada TB, terdapat kontak dengan pasien TB dewasa, uji tuberkulin
positif >10 mm atau pada keadaan imunosupresi >5 mm, demam 2
minggu atau lebih, batuk 3 minggu atau lebih, pertumbuhan
buruk/kurus atau berat badan menurun, pembengkakan kelenjar limfe

16
leher, aksila, inguinal yang spesifik, pembengkakan tulang atau sendi
punggung, dan dapat disertai nafsu makan menurun dan malaise yang
dapat ditegakkan melalui skor TB.9

3.1.8 Diagnosis Pneumonia


Diagnosis pneumonia terutama didasarkan gejala klinis, sedangkan
pemeriksaan foto rontgen toraks perlu dibuat untuk menunjang diagnosis,
selain untuk melihat luasnya kelainan patologi secara lebih akurat. Foto
torak antero proterior (AP) dan lateral dibutuhkan untuk menentukan
lokasi anatomik dalam paru, luasnya kelainan, dan kemungkinan adanya
komplikasi seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, dan efusi pleura.
Diagnosis pneumonia yang terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu
dengan pemeriksaan mikrobiologik.7

3.1.9 Tatalaksana Pneumonia


Tatalaksana pasien meliputi terapi suportif dan terapi etiologik. Terapi
suportif berupa pemberian makanan atau cairan sesuai kebutuhan serta
koreksi asam-basa dan elektrolit sesuai kebutuhan. Terapi oksigen
diberikan secara rutin. Jika penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat
bantu napas mungkin diperlukan terutama dalam 24-48 jam pertama.
Analgetik dan antipiretik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan
pasien dan mengontrol batuk.8
Bagian yang sangat penting dari tata laksana pneumonia adalah
pemberian antibiotik. Idealnya tata laksana pneumonia sesuai dengan
kuman penyebabnya. Namun karena berbagai kendala diagnostik etiologi,
untuk semua pasien pneumonia diberikan antibiotik secara empiris.
Pneumonia viral seharusnya tidak diberikan antibiotik, namun pasien
dapat diberi antibiotik apabila terdapat kesulitan membedakan infeksi
virus dengan bakteri; di samping kemungkinan infeksi bakteri sekunder
tidak dapat disingkirkan.8
Streptokokus dan pneumokokus sebagai kuman Gram positif dapat
dicakup oleh ampisilin, sedangkan hemofilus suatu kuman gram negatif

17
dapat dicakup oleh kloramfenikol. Dengan demikian keduanya dapat
dipakai sebagai antibiotik lini pertama untuk pneumonia anak tanpa
komplikasi. Secara umum pengobatan antibiotik untuk pneumonia
diberikan dalam 5-10 hari, namun dapat sampai 14 hari. Pedoman lain
pemberian antibiotik sampai 2-3 hari bebas demam. Pada pasien
pneumonia community acquired, umumnya ampisilin dan kloramfenikol
masih sensitif. Pilihan berikutnya adalah obat golongan sefalosporin atau
makrolid.8

Petunjuk pemberian antibiotik empiris


Pilihan antibiotika untuk penderita pneumonia baru yang datang ke IRD
atau rawat jalan yang belum pernah mendapatkan perawatan di RS
lainnya:9
a. Pneumonia ringan yang bisa rawat jalan:
- Amoksisilin 50-80 mg/kgbb/hari per oral dibagi dalam 3 dosis, atau
- Amoksisilin+asam klavulanat 50 mg/kgbb peroral dibagi dala 3 dosis
b. Pneumonia yang memerlukan rawat inap:
- Ampisilin sulbactam 200 mg/kgbb/hari intravena dibagi 4 dosis atau
- Ampisilin sulbactam 100 mg/kgbb/hari intavena dibagi dalam 4 dosis

Pneumonia yang memerlukan rawat inap yang disertai penyakit penyerta


penyakit menular tanpa disertai sepsis (ISK, gastroenteritis, morbili)
Ampisilin sulbactam 100 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam 4 dosis

Pneumonia yang memerlukan rawat inap yang disertai sepsis


Ampisilin sulbactam 200 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam 4 dosis

Pilihan antibiotik untuk penderita pneumonia yang dirujuk dari RS lainnya


adalah:9
a. Pernah mendapatkan perawatan di RS lain kurang dari 72 jam
Ampisilin sulbactam 100mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam 4 dosis
b. Pernah mendapatkan perawatan di RS lebih dari 72 jam

18
- Cefotaxim 200 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam 3 dosis, atau
- Ceftriaxon 100 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam 2 dosis, atau
sesuai dengan kultur dahak/ darah yang ada, atau pertimbangan lain

Rekomendasi UKK Respirologi


Antibiotik untuk community acquired pneumonia:
- Neonatus - 2 bulan: Ampisilin+gentamisin
- >2 bulan:
 Lini pertama ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan
dapat ditambahkan kloramfenikol
 Lini kedua seftriakson
Bila klinis perbaikan antibiotik intravena dapat diganti preparat
peroral dengan antibiotik golongan yang sama dengan antibiotik
intravena sebelumnya.9

Kriteria pulang
- Gejala dan tanda pneumonia menghilang
- Asupan peroral adekuat
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)
- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana
kontrol
- Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah.9

19
Tabel 1. Jenis obat dan dosis yang dapat digunakan untuk terapi pneumonia 9

Obat Dosis/kg/BB/hari Cara pemberian


Ampisilin 200mg IM/IV, dibagi 4 kali pemberian
Amoksisilin 50-80mg PO/IM/IV, dibagi 3-4 kali pemberian
Amoksisin+ asam 30-75 mg Pemberian PO, dibagi 3-4 kali pemberian
klavulanat
Ampisilin sulbactam 100 mg IV, dibagi 4 kali pemberian

Azitromisin 7,5-15 mg PO/IV, 1 kali pemberian


Eritromisin 30-50 MG PO, dibagi 3-4 kali pemberian
Cefotaxim 50-100 mg IV, dibagi 3-4 kali pemberian
Ceftriaxon 50-100mg IV, dibagi 1-2 kali pemberian
Gentamisin 5-7 mg IM/IV, dibagi 1-2 kali pemberian
Klaritromisin 15-30 mg PO, dibagi 2 kali pemberian
Kloramfenikol 50-100 mg IV/PO, dibagi 3-4 kali pemberian
Spiramisin 50 mg PO, dibagi 3 kali pemberian

3.2 ITP
3.2.1 Definisi ITP
Immune thrombocytopenic purpura (ITP) ialah kelainan perdarahan
(bleeding disorder) akibat penghancuran trombosit yang berlebihan,
ditandai dengan trombositopenia (trombosit<150.000/mm3), purpura,
gambaran darah tepi yang umumnya normal, dan tidak ditemukan
penyebab trombositopenia yang lainnya.3

3.2.2 Epidemiologi ITP


Diperkirakan ITP merupakan salah satu penyebab kelainan perdarahan
didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak, dengan insiden penyakit
simptomatik berkisar 3 sampai 8 per 100.000 anak pertahun.4 Umumnya
ditemukan pada anak berusia antara 2 sampai 10 tahun, tidak terdapat
perbedaan insiden antara laki-laki dan perempuan.3 kelainan ini juga bisa
terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang juga menderita ITP.

20
3.2.3 Etiologi ITP
Trombositopeni dapat disebabkan oleh penurunan jumlah produksi
platelet, peningkatan destruksi platelet, dan sekuestrasi. Penurunan jumlah
produksi platelet dapat disebabkan karena kegagalan sumsum tulang,
kongenital ataupun karena infeksi (misalnya CMV, hepatitis C, HIV dan
Rubella). Peningkatan destruksi dapat terjadi pada kondisi destruksi
alloimun sesudah transfusi atau transplantasi, sindrom autoimun, induksi
obat, imun trombositopeni maupun karena infeksi (misalnya CMV,
hepatitis C, HIV dan Rubella). Kondisi trombositopeni karena sekuestrasi
dapat terjadi pada penyalahgunaan alkohol kronis, gestasional,
hiperspleenism dan penyakit hati.10

ITP dapat diklasifikasikan berdasarkan usianya (anak-anak dan


dewasa), berdasarkan durasi penyakitnya (akut dan kronis), serta adanya
penyakit atau kondisi lain yang menjadi penyebabnya (primer dan
sekunder). Kondisi trombositopeni yang lebih dari 6 bulan termasuk
klasifikasi ITP kronis.10

3.2.4 Patogenesis ITP


Penyakit ITP adalah penyakit autoimun yang disebabkan adanya
destruksi trombosit normal akibat adanya antibodi (antibody-mediated
destruction of platelets) dan gangguan produksi megakariosit. Penyakit
ITP merupakan kelainan akibat disregulasi imun dengan hasil akhir
adanya hilangnya toleransi sistem imun terhadap antigen diri yang berada
di permukaan trombosit dan megakariosit. Sel T teraktivasi akibat
pengenalan antigen spesifik trombosit pada APC (antigen presenting cell)
yang kemudian menginduksi ekspansi antigen-spesifik pada sel B.
Kemudian sel B menghasilkan autoantibodi yang spesifik terhadap
glikoprotein yang diekspresikan pada trombosit dan megakariosit.
Trombosit yang bersirkulasi diikat oleh autoantibodi trombosit kemudian
terjadi pelekatan pada reseptor FC makrofag limpa yang mengakibatkan
penghancuran trombosit. Selain itu, terbentuk juga autoantibodi anti
megakariosit yang mengurangi kemampuan megakariosit untuk

21
menghasilkan trombosit. Terjadi produksi autoantibody yang
meningkatkan penghancuran trombosit oleh makrofag limpa dan
menurunnya produksi trombosit akibat antibodi anti-megakariosit.10

3.2.5 Gambaran Klinis


Pasien ITP mempunyai gambaran klinis yang khas, yaitu terjadi pada
anak usia 4-6 tahun yang tampak “sehat” dengan gambaran perdarahan
kulit seperti hematom dan petekiae. Sebanyak 75% pasien datang dengan
jumlah trombosit <20.000/ uL. Sebagian besar kasus (hampir 2/3 kasus)
mempunyai riwayat penyakit infeksi yang terjadi hingga 4 minggu
sebelumnya. Pemeriksaan fisis juga hanya mendapatkan perdarahan kulit
akibat trombositopenia. Gambaran darah tepi menunjukkan jumlah
trombosit rendah tanpa sel blast.11
Pada ITP sendiri dapat dijumpai gejala-gejala sebagai berikut:12
a. Gejala bersifat tiba-tiba
b. Purpura
c. Menorrhagia
d. Epistaksis
e. Perdarahan gusi
f. Riwayat imunisasi virus hidup belakangan ini
g. Riwayat penyakit virus belakangan ini
h. Kecenderungan untuk memar

3.2.6 Diagnosa Banding


Trombositopenia bisa terjadi sebagai gejala dari berbagai penyakit, atau
bisa juga karena obat-obatan. Diantaranya:
- Infeksi virus, misalnya demam berdarah dengue (DBD), epsteinbarr virus,
hepatitis hingga HIV-AIDS
- Infeksi bakteri yang berat misalnya tuberkulosis miliar
- Keganasan pada sel darah, misalnya leukemia ataupun limfoma
- Anemia aplastik
- Obat-obatan tertentu (anti kejang, antibiotik, dsb)

22
- Keturunan
- Penyakit autoimun, seperti ITP
- Efek samping kemoterapi dan radioterapi.10

3.2.7 Diagnosis ITP


Diagnosis ITP ditegakkan setelah penyebab trombositopenia lain dapat
disingkirkan. Beberapa infeksi perlu disingkirkan seperti HIV, Hepatitis C,
Helicobacter Pylori, dan CMV. Kecurigaan ke arah keganasan dan
pengaruh obat seperti valproat, heparin juga harus disingkirkan.
Pemeriksaan antibodi antifosfolipid dan lupus anticoagulant harus diperiksa
bila gejala ITP menjadi persisten/kronik. Bila gambaran klinis sangat
mendukung ke arah ITP, maka pemeriksaan sumsum tulang tidak perlu
dilakukan Pemeriksaan sumsum tulang juga tidak di lakukan bila pasien
splenektomi. Pemeriksaan sumsum tulang dilakukan bila ITP tidak
memberikan respons dalam waktu 3 bulan (mengarah ke ITP persisten).11

3.2.8 Pemeriksaan Penunjang


Darah tepi:
Morfologi eritrosit, leukosit dan retikulosit biasanya normal.
Trombositopenia, besar trombosit umumnya normal, hanya kadang
ditemui bentuk trombosit yang lebih besar (giant platelets).12
Apabila perjalanan penyakit ITP telah mencapai 3 bulan maka
penyakit ITP dikategorikan sebagai ITP persisten. Pemeriksaan
laboratorium yang diperlukan, terdiri dari: 13
- Skrining penyakit autoimun: ANA, antids-DNA, Rheumatoid arthritis,
C3, C4
- Skrining tiroid: TSH, free T4, antibodi tiroid
- Pengukuran kadar imunoglobulin: IgG, IgA dan IgM
- Fungsi hati
- Tes PCR adanya virus seperti EBV, CMV, parvovirus, Hepatitis C,
dan HIV
- H. Pylori

23
- Pemeriksaan sumsum tulang
- Antibodi antifosfolipid

3.2.9 Tatalaksana ITP


Sebagai terapi lini pertama maka dapat diberikan IVIG dosis tunggal
atau steroid jangka pendek (Grade 1 B). Dosis IVIG adalah 0,8-1 g/kg
dosis tunggal atau 2 g/kg terbagi dalam 2-5 hari. Efek samping pemberian
IVIG (15-75%) kasus adalah nyeri kepala, nyeri punggung, mual dan
demam.14
Metilprednisolon diberikan dengan dosis 2 mg/kg per hari atau 60
mg/m2/hari (maksimal 80mg/hari) selama 14 hari, dilanjutkan dengan
tappering off dan dhentikan selama 1 minggu berikutnya. Kortikosteroid
dapat juga diberikan dengan dosis tinggi yaitu metilprednisolon 4mg/kg
per hari (maksimal 180 mg/hari) dibagi dalam 3 dosis selama 7 hari,
dilanjutkan 50% dosis pada minggu kedua, dan tappering off pada
minggu ketiga. Kortikosteroid parenteral diberikan metilprednisolon
sebanyak 15-30 mg/kg IV (maksimal 1g/hari) selama 30-60 menit selama
hari.14
Berbagai pilihan terapi yang dapat diberikan pada kasus ITP persisten
dan kronik, yaitu:15
- Deksametason 28 mg/m2/hari akan memberikan respons hingga
80%. Biasanya respon akan timbul dalam waktu 3 hari.
- Metil prednisolon dosis tinggi 30mg/kg/hari selama 3 hari yang
dilanjutkan dosis 20 mg/kg/hari selama 4 hari. Respons terjadi
pada 60%-100% kasus yang terjadi pada 2-7 hari.
- Rituximab 100 mg atau 375 mg/m2/minggu selama 4 minggu.
Respons bervariasi 31%-79% kasus.
- Terapi obat atau kombinasi obat, siklosporin A, azatioprin, metil
prednisolon, IVIG, anti-D, vinkristin, dan danazol. Sekitar 70%
kasus memberikan respons.

24
- Splenektomi. Dalam waktu 24 jam pasca splenektomi, jumlah
trombosit akan meningkat. Namun demikian, tindakan ini sangat
berisiko terjadinya komplikasi sepsis.

Perdarahan Ringan observasi

USIA
Perdarahan mukosa < 1 tahun : - IVIg atau kortikosteroid –
atau perdarahan transfusi trombosit
berat
>1 tahun: -kortikosteroid – transfusi
trombosit

Gambar1. Alur tata laksana pasien ITP newly diagnosed15

Tabel 2. Terapi pada kasus ITP anak dan dewasa14


Obat/terapi Dosis Waktu respons Waktu puncak respons
awal (hari) (hari)

Metil Prednison 1-4 mg/kg/hari, po, 1- 4-14 7-28


4 minggu
Deksametason 40 mg/hari po atau IV, 2-14 4-28
4-6 siklus setiap 14-28
hari
IVIG 0,4-1 g/kg per dosis, 1-3 2-7
IV (1-5 dosis)
Anti-D 75 µg/kg/dosis, IV 1-3 3-7
Rituximab 375 mg/m2 per dosis 7-56 14-180
(setiap 4 minggu)
Splenektomi Laparoskopi 1-56 7-56
Vinkristin Hingga 2 mg/dosis IV 7-14 7-42
(setiap 4-6 minggu)
Vinblastin 0,1 mg/kg/dosis IV 7-14 128-180
(setiap 6 minggu)
Danazol 400 – 800 mg po tiap 14-90 30-180
hari
Azatioprin 2 mg/kg perhari, po 30-90 30-180
Eltrombopag 50-75 mg perhari, po 7-28 14-90

25
3.2.10 Komplikasi ITP
Frekuensi komplikasi ITP anak hanya 0,2% atau 1 per 500 kasus.
Komplikasi perdarahan intrakranial terjadi pada jumlah trombosit
<10.000/uL.
Komplikasi perdarahan berat hanya terjadi pada 3% kasus ITP dengan
jumlah trombosit <20.000/ uL berupa epistaksis, melena, menorrhagia
dan/atau perdarahan intrakranial yang membutuhkan perawatan dan/atau
transfusi darah.
Penelitian Yohmi dkk di RSCM (2007) mendapatkan gambaran klinis
ITP adalah lebih sering terjadi pada anak laki-laki (1,9 : 1), rerata usia
4,78 tahun. Komplikasi perdarahan yang terjadi adalah petekiae (89%),
episktaksis (18%), perdarahan mukosa mulut (12%), perdarahan
subkonjungtiva (8%), hematemesis/melena (6%), hematuria (5%).
Penelitian di Amerika Serikat mendapatkan gambaran klinis ITP, yaitu
52% anak laki-laki, terutama usia 2-5 tahun (37,6%). Komplikasi
perdarahan yang terjadi adalah epistaksis (8,4%), hematuria (2,3%),
menoragia (2,6%), perdarahan saluran cerna (2,2,%), perdarahan
intrakranial (0,3%). Sebagian besar tanpa perdarahan yang berat (85,8%).
Penelitian Tarantino dkk (2016) juga mendapatkan hasil yang tidak jauh
berbeda. Komplikasi perdarahan berat yang terjadi pada pasien ITP anak
yaitu perdarahan intrakranial (0,6%), perdarahan saluran cerna (0,4%),
dan hematuria (1,3%). Delapan puluh lima persen pasien ITP anak tidak
mengalami perdarahan.16

26
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak sejak 2 hari SMRS. Sesak
napas yang dialami terus menerus yang tidak dipengaruhi oleh cuaca, posisi
dan aktivitas. Sebelum timbul sesak ibu pasien mengatakan anaknya batuk
sejak 1 bulan SMRS. Batuk tidak disertai dahak, batuk tidak diperngaruhi
cuaca dan posisi.
Selain itu Ibu pasien juga mengatakan 3 hari SMRS, anaknya demam dan
terdapat warna biru kehitaman dari langit-langit mulut anak pasien selain itu
terdapat bintik-bintik kemerahan yang dirasakan semakin banyak dan
menyebar ke badan, lengan, dan kaki pasien dalam waktu beberapa jam,
pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik, dari tanda-tanda vital didapatkan keadaan umum
tampak sesak nafas, kesadaran compos mentis, nadi 128x/menit, pernafasan
62x/menit dan suhu 39oC.
Pada pemeriksaan khusus didapatkan konjungtiva anemis (+), nafas
cuping hidung (+) terdapat bintik-bintik kemerahan di langit-langit mulut.
Pada pemeriksaan thoraks tampak pergerakan dinding dada simetris kanan
dan kiri, perkusi sonor, dan auskultasi terdengar vesikuler meningkat.
terdengar ronkhi basah halus nyaring(+), retraksi interkostalis(+), dan
wheezing (-). Pada pemeriksaan ekstremitas terdapat bintik-bintik kemerahan.
Hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan bahwa Hb 8,3 g/dl, leukosit
13.200/ul, trombosit 55.000/ul. Hasil pemeriksaan foto torax menunjukan
adanya infiltrasi suprahilus kanan.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan
penunjang maka diagnosis keja pada kasus ini adalah bronkopneumonia
+ITP. Hal ini sesuai dengan teori bahwa manifestasi penyakit yaitu sesak
napas, batuk, dan disertai demam yang kadang timbul menunjukkan gejala
dari pneumonia. Dari pemeriksaan fisik didapatkan suara ronkhi basah halus

27
nyaring. Dimana suara napas tambahan pada pneumonia adalah ronkhi basah
halus nyaring. Dari pemeriksaan darah rutin juga ditemukan leukositosis
yang menunjukkan adanya infeksi. Pada pemeriksaan foto torax juga
menunjukkan adanya infiltrasi pada superhilus kanan yang mendukung
diagnosa bronkopneumonia.
Selain itu dari alloanamnesis dengan ibu pasien, ibu pasien mengatakan
terdapat ruam kemerahan pada langit-langit mulut pasien, selain itu juga
terdapat ruam kemerahan pada dada dan juga lengan serta kaki yang
menunjukkan terjadi nya purpura yang merupakan manifestasi dari ITP. Pada
pemeriksaan cek darah rutin juga menunjukkan adanya trombositopenia yang
merupakan ciri khas dari penyakit tersebut. Diagnosis banding dbd grade 1
juga disingkirkan karena tidak terdapat riwayat demam mendadak tinggi,
terus menerus, 2-7 hari.
Penyebab dari ITP ini kemungkinan penyebabnya adalah infeksi virus
dan sewaktu umur 2 bulan diberikan imunisasi BCG. Bedasarkan teori
kelainan ini biasanya menyertai infeksi virus atau imunisasi yang disebabkan
oleh respon imun yang tidak tepat (innapporopiate) yang biasanya terjadi 1-
4 minggu setelah infeksi virus yaitu pada 50-65% kasus ITP pada anak.
Infeksi virus yang sering berhubungan dengan ITP diantaranya virus
Epstein-Barr dan HIV. Virus Epstein-Barr terkait dengan ITP biasanya
dalam waktu singkat, sedangkan HIV yang terkait dengan ITP biasanya
kronik.
Pada pemeriksaan fisik pasien ITP ditemukan purpura pada badan dan
ekstremitas selain itu juga ditemukan pada mukosa langit-langit mulut.
Gambaran klasik pada ITP dapat timbul berupa petekie, purpura dan
ekimosis yang tersebar keseluruh tubuh. Gejala lainnya adalah perdarahan
pada traktus digestivus, genitorius, mata dan agak jarang pada SSP, akan
tetapi pada kasus tidak ditemukan adanya tanda-tanda ITP berat.
Pada kasus ini diberikan terapi berupa:
- O2 1-2 L/menit
- IVFD D5 1/4 NS 20 cc/jam
- Injeksi ampisilin 3x200 mg

28
- Injeksi gentamisin 2x10 mg
- Pct drop 3x0,6 cc (jika demam)
- Metilprednisolon 2x5 mg
- Transfusi PRC 50cc
Terapi pada pasien ini sudah sesuai dimana pada pasien pneumonia yang
memerlukan rawat inap terapi suportif berupa pemberian oksigen dan juga
pemberian cairan sesuai dengan berat badan selain itu juga diatasi dari
pengobatan kausal nya yaitu dengan pemberian antibiotik inj ampisilin
dosis 200 mg dibagi 3x pemberian serta inj gentamisin 2x10 mg.
Antipiretik dapat diberikan jika anak mengalami demam. Kortikosteroid
merupakan pengobatan utama pada ITP karena dipercaya dapat
menghambat penghancuran trombosit dalam sistem retikkuloendotalial
dan mengurangi pembentukan antibody terhadap trombosit oleh limfosit
B, serta mempunyai efek stabilisasi kapiler yang dapat mengurangi
perdarahan. Sediaan glokokortikoid (prednisone, prednisolone). Transfusi
PRC digunakan untuk meningkatkan Hb.
Indikasi pulang pada kasus ini apabila gejala dan tanda pneumonia
menghilang, trombosit meningkat, asupan peroral adekuat, keluarga
mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson: ilmu kesehatan anak. Edisi ke:15.


Volume 2. Jakarta: EGC; 2000
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2007
3. Yu WC, Korb J, Sakamoto KM. Idiopathic trombocytopenic purpura.
Pediatr Rev 2000;21:95-103. 2.
4. Frederiksen H, Schmidt K. The incidence of idiopathic thrombocytopenic
purpura in adults increase with age. Blood 1999;94:909-13.
5. Saputri ND. Evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia
pediatric di instalasi rawat inap RSUP Dr. Soeradji Tritonegoro Klaten
Tahun 2011. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2013.
6. Said, M. Pengendalian Pneumonia Anak-Balita dalan Rangka Pencapaian
MDG4. Kemenkes RI: Buletin Jendela Epidemiologi Volume 3,
September 2010. ISSN 2087-1546 Pneumonia Balit. 2010
7. Marni, S. Asuhan Keperawatan pada Anak Gangguan Pernafasan.
Yogyakarta:Gosyen Publishing. 2014
8. Carroll KC. Laboratory diagnosis of lower respiratory tract infections:
controversy and conundrums. J Clin Microbiol 2002; 40:3115-20.
9. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta.
2009. Hal 86-93.
10. Gauer RL, Braun MM. Thrombocytopenia. Am. Fam. Physician. 2012;
85(6): 612622. 4. Cine
11. Yohmi E, Windiastuti E, Gatot D. Perjalanan penyakit purpura
trombositopenik imun perjalanan penyakit purpura trombositopenik imun.
Sari Pediatri 2007;8:310-5.
12. Breakey VR, Blanchette VS. Childhood immune thrombocytopenia: a
changing therapeutic landscape. Semin Thromb Hemost 2011;37:745-55.
13. Provan D, Stasi R, Newland AC, Blanchette VS, BoltonMaggs P, Bussel
JB, dkk. International consensus report on the investigation and
management of primary immune thrombocytopenia. Blood 2010;115:168-
86.
14. Tarantino MD, Danese M, Klaassen RJ, Duryea J, Eisen M, Bussel J.
Hospitalizations in pediatric patients with immune thrombocytopenia in
the United States. Platelets 2016;27:4728.
15. Neunert CE. Current management of immune thrombocytopenia.
Hematology 2013;2013:276-82.

30
16. Rodehiero F, Stasi R, Gernsheimer T, Michel M, Provan D, Arnold DM,
dkk. Standarization of terminology, definitions and outcome criteria ini
immune thrombocytopenic purpura of adults and children: report from an
international working group. Blood 2009;113:2386-93.

31

Anda mungkin juga menyukai