Anda di halaman 1dari 45

1

LAPORAN KASUS

Katarak Senilis Imatur

Disusun oleh :
Irma Putri Hariyani
21804101017

Pembimbing :
dr. Agustin Wijayanti, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK MADYA


LABORATORIUM MATA
RSUD MARDI WALUYO KOTA BLITAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2019
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

kasus dengan judul “Katarak Senilis Imatur”. Penulisan laporan kasus ini ditujukan

untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik bagian Mata di RSUD Mardi

Waluyo Kota Blitar.

Penulis menyadari dengan adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak

sehingga laporan kasus ini dapat terselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar – besarnya kepada dr. Agustin Wijayanti, Sp.M selaku pembimbing

yang telah membantu dan memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan kasus

ini, dan kepada semua pihak yang turut serta membantu penyusunan laporan kasus

ini.

Akhir kata dengan segala kekurangan yang penulis miliki, segala saran dan

kritik yang bersifat membangun akan penulis terima untuk perbaikan selanjutnya.

Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

mempergunakan terutama untuk proses kemajuan pendidikan selanjutnya.

Blitar, 24 Juni 2019

Irma Putri Hariyani

(21804101017)
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ............................................................ 2
1.3 TUJUAN...................................................................................... 3
1.4 MANFAAT ................................................................................. 3
BAB II STATUS PASIEN
2.1 IDENTITAS ............................................................................... 4
2.2 ANAMNESIS .............................................................................. 4
2.3 PEMERIKSAAN FISIK .............................................................. 6
2.4 RESUME ..................................................................................... 8
2.5 DIAGNOSIS................................................................................ 9
2.6 DIAGNOSIS BANDING ............................................................ 9
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG ................................................ 9
2.8 TATALAKSANA ....................................................................... 10
2.9 KOMPLIKASI ............................................................................ 11
2.10 PROGNOSIS ............................................................................... 11
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 ANATOMI LENSA MATA ....................................................... 12
3.2 FISIOLOGI LENSA MATA ....................................................... 15
3.3 DEFINISI KATARAK SENILIS ................................................ 16
3.4 FAKTOR RESIKO KATARAK SENILIS ................................. 19
3.5 TANDA DAN GEJALA KATARAK SENILIS ......................... 21
3.6 STADIUM KATARAK SENILIS .............................................. 22
3.7 PATOFISIOLOGI KATARAK SENILIS ................................... 24
3.8 PROSES PENEGAKAN KATARAK SENILIS......................... 25
3.9 TATALAKSANA KATARAK SENILIS ................................... 25
3.10 KOMPLIKASI KATARAK SENILIS ........................................ 29
4

3.11 PROGNOSIS KATARAK SENILIS .......................................... 30


BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................. 31
BAB V PENUTUP
5.1 KESIMPULAN ........................................................................... 36
5.2 SARAN........................................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA
5

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 2.1 Status Lokalis Mata Kanan dan Kiri ......................................... 8

GAMBAR 3.1 Anatomi Lensa Mata ................................................................. 12

GAMBAR 3.2 Bagian Lensa Mata .................................................................... 13

GAMBAR 3.3 Skematik Lensa Mata ................................................................ 14

GAMBAR 3.4 Akomodasi Mata ....................................................................... 15

GAMBAR 3.5 Pump-Leak Theory.................................................................... 16

GAMBAR 3.6 Klasifikasi Bentuk Katarak ....................................................... 17

GAMBAR 3.7 Katarak Nuklear ........................................................................ 17

GAMBAR 3.8 Katarak Kortikal ........................................................................ 18

GAMBAR 3.9 Katarak Subkapsular Posterior .................................................. 19

GAMBAR 3.10 Stadium Katarak Senilis ............................................................ 22

GAMBAR 3.11 Teknik ECCE ........................................................................... 27

GAMBAR 3.12 Teknik Fakoemulsifikasi .......................................................... 27

GAMBAR 4.1 Iris Shadow Pada Katarak ......................................................... 33


6

DAFTAR TABEL

TABEL 2.1 Pemeriksaan Status Lokalis (Oftalmologis) .............................. 6

TABEL 3.1 Perbedaan Stadium Katarak ...................................................... 25

TABEL 3.2 Efek Operasi Katarak ................................................................ 28


7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Katarak merupakan kelainan lensa mata karena terdapat kekeruhan pada

sebagian maupun seluruh lensa yang dapat menyebabkan penurunan ketajaman

penglihatan (Eva et al., 2011). Berdasarkan data dari World Health Organization

(WHO) katarak merupakan penyebab utama kebutaan di dunia. Didapatkan 39 juta

orang buta di dunia dengan penyebab utama katarak sebesar 51% (WHO, 2012).

Selain itu, katarak merupakan penyebab kedua pada orang dengan keluhan

gangguan penglihatan di dunia dengan angka kejadian sebesar 33% (Kemenkes RI,

2014). Berdasarkan Riset kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia tahun 2007

dan 2013, prevalensi penduduk di Indonesia yang menderita katarak termasuk

katarak senilis sebesar 1,8%.

Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya antara lain katarak

kongenital, katarak senilis, katarak traumatik, katarak metabolit, dan katarak radiasi

(Gupta et al, 2014). Katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling banyak

ditemukan di dunia dengan prevalensi sekitar 90% dari jumlah semua jenis katarak

(Rumerung et al., 2016). Katarak senilis yaitu jenis katarak yang diderita oleh

pasien dengan usia lebih dari 50 tahun akibat proses degenerasi. Katarak senilis

terbagi menjadi 4 stadium berdasarkan klinisnya yaitu katarak incipiens, immature,

mature, dan hypermature (Ilyas dan Yulianti, 2017). Sedangkan berdasarkan

letaknya, katarak senilis diklasifikasikan menjadi katarak nuklear, kortikal dan

subskapular (Bowling, 2017). Selain disebabkan karena proses degenerasi, katarak

senilis juga dapat terjadi karena paparan radiasi sinar UV, riwayat diabetes melitus,
8

riwayat hipertensi, merokok, minuman beralkohol, dan kurangnya nutrisi (AOA,

2010).

Kekeruhan pada lensa atau katarak, terutama pada usia lanjut dapat

menimbulkan gangguan penglihatan bahkan kebutaan bila tidak segera ditangani,

sehingga perlu dilakukan penatalaksanaan untuk memperbaiki tajam penglihatan

dan menghindari adanya komplikasi yang lebih parah. Sebagai dokter umum yang

merupakan dokter layanan primer, penting halnya untuk dapat menegakkan

diagnosis dengan tepat, sehingga mampu memberikan tatalaksana awal yang sesuai

serta mengetahui bagian mana yang harus dikonsultasikan. Oleh karena itu,

dilakukan penyusunan tugas laporan kasus ini agar pembaca dapat lebih memahami

dan mempelajari bagaimana diagnosis dan tatalaksana pada pasien dengan katarak

senilis imatur.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari lensa mata?

2. Apakah definisi dari katarak senilis?

3. Apa saja faktor resiko terjadinya katarak senilis?

4. Apa saja tanda dan gejala dari katarak senilis?

5. Apa saja stadium dari katarak senilis?

6. Bagaimana patofisiologi dari katarak senilis?

7. Bagaimana proses penegakan diagnosa dari katarak senilis?

8. Bagaiamana tatalaksana dari katarak senilis?

9. Apa saja komplikasi pada kasus katarak senilis?

10. Bagaimana prognosis dari kasus katarak senilis?


9

1.3. Tujuan Penulisan Laporan Kasus

1. Mengetahui anatomi dan fisiologi dari lensa mata.

2. Mengetahui definisi dari katarak senilis.

3. Mengetahui apa saja faktor resiko terjadinya katarak senilis.

4. Mengetahui apa saja tanda dan gejala dari katarak senilis.

5. Mengetahui apa saja stadium dari katarak senilis.

6. Mengetahui patofisiologi dari katarak senilis.

7. Mengetahui proses penegakan diagnosa dari katarak senilis.

8. Mengetahui tatalaksana dari katarak senilis.

9. Mengetahui apa saja komplikasi pada kasus katarak senilis.

10. Mengetahui prognosis dari kasus katarak senilis.

1.4. Manfaat Penulisan Laporan Kasus

Diharapkan makalah ini dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan,

sumber pustaka praktis sebagai dasar untuk melakukan manajemen diagnosa dan

tatalaksana dari katarak senilis imatur dalam praktek klinis sehari-hari.


10

BAB II

STATUS PASIEN

2.1 IDENTITAS

Nama : Ny. Y

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 72 Tahun

Alamat : Ringinanom RT 03 RW 03, Blitar

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status : Menikah

Suku Bangsa : Jawa

Tanggal Periksa : 17 Juni 2019

2.2 ANAMNESIS

1. Keluhan Utama

Pengelihatan kedua mata buram

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli mata RSUD Mardi Waluyo Blitar dengan keluhan

pengelihatan kedua mata buram seperti tertutup kabut. Pasien menjelaskan

bahwa pengelihatan buram antara mata kanan dan kiri sama, tidak ada yang

lebih berat atau lebih ringan. Keadaan ini dirasakan sejak 5 bulan lalu dan

semakin lama semakin memberat. Pengelihatan buram dirasakan terus-

menerus sepanjang hari, tidak ada faktor yang memperburuk atau

memperingan gejala tersebut. Pasien mengeluh bahwa merasa silau berlebihan

ketika terkena cahaya. Pasien tidak merasakan nyeri dan gatal pada kedua
11

matanya, pasien juga mengaku bahwa kedua matanya tidak pernah mengalami

pengeluaran kotoran berlebih, berair ataupun kemerahan. Pasien mengaku

bahwa sebelumnya tidak pernah menggunakan kacamata untuk alat bantu

melihat.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat Penyakit Serupa : Disangkal

b. Trauma Pada Mata : Disangkal

c. Diabetes Mellitus : Disangkal

d. Hipertensi : Disangkal

e. Penyakit Jantung : Disangkal

f. Riwayat MRS : Disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat Penyakit Serupa : Ibu pasien pernah mengeluh keluhan yang

sama dengan yang pasien rasakan sekarang

b. Diabetes Mellitus : Disangkal

c. Hipertensi : Disangkal

d. Penyakit Jantung : Disangkal

5. Riwayat Pengobatan

 1 bulan yang lalu sempat berobat ke mantri dan diberikan obat tetes

mata (pasien lupa nama obat tersebut), namun pasien merasa tidak ada

perubahan.

 Pasien mengaku tidak memiliki riwayat konsumsi obat dalam jangka

waktu lama
12

6. Riwayat Alergi

Disangkal

7. Riwayat Kebiasaan

Makan minum sehari 3-4 kali dengan kualitas dan kuantitas normal, jarang

olahraga, tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, namun kadang

mengkonsumsi kopi dan jamu.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Composmentis (GCS 456)

Tanda Vital

 Tekanan Darah : Tidak dilakukan pemeriksaan (Pasien menjelaskan rutin

pemeriksaan bulanan di puskesmas dengan tekanan darah normal yaitu

sekitar 120/80 mmHg)

 Nadi : 84x per menit

 Pernafasan : 18x per menit

 Suhu : Tidak dilakukan pemeriksaan

STATUS GENERALIS

Tidak dilakukan pemeriksaan

STATUS LOKALIS (OFTALMOLOGIS)

TABEL 2.1 Pemeriksaan Status Lokalis (Oftalmologis)

Pemeriksaan OD OS
VISUS
Tanpa koreksi 1/60 1/2/60
Dengan koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
TIO 14.6 14.6
Kedudukan Orthophoria Orthophoria
13

Pergerakan

Palpebra
- edema - -
- nyeri tekan - -
- hiperemi - -
- trikiasis - -
- ptosis - -
- sikatriks - -
- lagophtalmus - -
- entropion - -
- ektropion - -
Konjungtiva
- bulbi: injeksi - -
konjungtiva
- tarsal: folikel, - -
hiperemi
- pertumbuhan jar. - -
fibrovaskular
- sekret - -
Kornea
- warna Jernih Jernih
- permukaan Cembung Cembung
- infiltrate - -
- arkus senilis + +
- perluasan - -
pertumbuhan jar.
fibrovaskular
konjungtiva

Bilik mata depan


- kedalaman Normal Normal
- kejernihan Jernih Jernih
- hifema - -
- hipopion - -
Iris / pupil
- warna iris Hitam Hitam
- bentuk pupil Bulat Bulat
- reflek cahaya + +
Lensa
- warna Keruh (tidak rata) Keruh (tidak rata)
- Iris shadow + +
Vitreus tidak dilakukan tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Retina tidak dilakukan tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
14

OD OS

GAMBAR 2.1 Status Lokalis Mata Kanan dan Kiri

2.4 Resume

Pasien Ny. Y 72 tahun datang ke poli mata RSUD Mardi Waluyo Blitar dengan

keluhan pengelihatan kedua mata buram sejak 5 bulan yang lalu, semakin lama

semakin memberat. Pasien menjelaskan bahwa pengelihatan buram antara mata

kanan dan kiri sama, tidak ada yang lebih berat atau lebih ringan. Buram yang

dirasakan pasien adalah seperti berkabut. Pasien juga mengeluhkan adanya rasa

silau yang berlebihan ketika terkena cahaya. Pasien menyangkal adanya keluhan

seperti mata merah, nyeri, gatal, berair dan keluar kotoran berlebih. Pasien mengaku

bahwa sebelumnya tidak pernah menggunakan kacamata sebagai alat bantu

melihat. Pasien tidak pernah merasakan keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien juga

menyangkal memiliki riwayat trauma pada mata ataupun penyakit lain seperti

hipertensi, diabetes melitus, jantung dan lain sebagainya. Dalam riwayat keluarga

pasien, ibu pasien pernah memiliki keluhan sama seperti yang pasien rasakan

sekarang namun tidak pernah diperiksakan, dan riwayat penyakit keluarga yang lain

disangkal.
15

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran

komposmentis GCS 456, tanda vital dan status generalis umum kesan baik.

Kemudian pada status ofthalmologis didapatkan penurunan visus pada mata kanan

(1/60) dan kiri (1/2/60), kekeruhan lensa mata kanan dan kiri dengan warna putih

kekuningan yang tidak rata dan dengan iris shadow kanan dan kiri (+).

2.5 Diagnosis

OD : Katarak Senilis Stadium Immatur

OS : Katarak Senilis Stadium Immatur

2.6 Diagnosis Banding

 Presbiopia

 Retinopati

2.7 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Funduskopi

Untuk melihat ada tidaknya kelainan pada bagian fundus seperti refleks

fundus, papil (bentuk, warna, batas dan cd ratio), pembuluh darah, retina

(edema, perdarahan, eksudat, sikatriks dan lain lain), makula lutea (refleks

fovea, edema dan pigmentosa)

b. Pemeriksaan Persiapan Operasi

 Biometri

Untuk pemilihan ukuran lensa intra okuler sebagai persiapan operasi.

 Pemeriksaan Hb, HCT, Leukosit, Trombosit, PT dan APTT

Untuk melihat kemungkinan ada tidaknya infeksi dan fungsi homeostasis

sebagai persiapan operasi.


16

 Pemeriksaan Ureum, Creatinin, SGOT dan SGPT

Untuk melihat fungsi ginjal dan hati sebagai persiapan operasi.

 Pemeriksaan Glukosa Darah

Untuk melihat kondisi gula darah pasien baik atau tidak untuk

menjalankan operasi agar tidak terjadi komplikasi seperti ketoasidosis.

 Pemeriksaan Foto X-Ray Thoraks, EKG dan konsultasi ke Sp. Jantung dan

Sp. Anasthesi

Untuk melihat ada tidaknya kelainan dari jantung dan untuk menilai

kesiapan pasien untuk menjalani operasi dan pilihan jenis anasthesi.

2.8 Tatalaksana

1. Non operatif

a. Nonmedikamentosa

 Mengedukasi pasien dan keluarga pasien mengenai penyakit yang

diderita pasien

 Modifikasi gaya hidup pasien dengan mengurangi faktor resiko, diet

sehat dan olahraga teratur

 Memberikan penjelasan bahwa terapi efektif yang dapat dilakukan

untuk mengurangi gejala pengelihatan buram seperti ada kabut

tersebut adalah dengan operasi untuk mengambil katarak. Namun

tindakan operasi akan dilakukan satu mata terlebih dahulu.

b. Medikamentosa

Beta Blocker : Timolol 0,25% 2x1 ODS


17

2. Operatif

Operasi ECCE (Extracapsular Cataract Extraction) dengan SICS (Small

Incision Cataract Surgery) ataupun Fakoemulsifikasi, yang kemudian dilakukan

pemasangan IOL.

2.9 Komplikasi

 Glaukoma

 Dislokasi IOL

2.10 Prognosis

Ad Vitam : dubia ad bonam

Ad Functionam : dubia ad bonam

Ad Sanationam : dubia ad bonam

Ad Cosmetica : dubia ad bonam


18

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Lensa Mata

Lensa mata berbentuk bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah

(avaskular), tembus pandang, dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm yang

memiliki fungsi untuk mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan

memberikan akomodasi. Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, korteks dan

nukleus. Anterior lensa berhubungan dengan humor aqueous dan bagian posterior

berhubungan dengan corpus vitreus. Pada posterior iris, lensa digantung pada

prosesus siliaris oleh Zonula Zinii (ligamentum suspensorium lentis), yang melekat

pada ekuator lensa (1,5 mm pada bagian anterior dan 1,25 pada bagian posterior),

serta menghubungkannya dengan corpus siliare. Zonula Zinii berasal dari lamina

basal epitel tidak berpigmen prosesus siliare. Lensa diliputi oleh kapsula lentis,

yang bekerja sebagai membran yang semipermiabel, yang akan memperoleh air

dan elektrolit untuk masuk (Eva et al., 2011). Lensa mata tidak mendapatkan

vaskularisasi ataupun inervasi, semuanya bergantung pada aqueos humor dan

vitreous humor (Ilyas S, 2010).

Gambar 3.1 Anatomi Lensa Mata


19

Lensa mampu membiaskan cahaya karena kemampuan indeks pembiasannya,

normalnya sekitar 1,4 pada sentral dan 1,36 pada perifer. Pada keadaan non-

akomodasi, lensa menyumbangkan kekuatan sebesar 15-20 dioptri (D). Seiring

bertambahnya usia penebalan korteks meningkat, lensa semakin melengkung,

serta peningkatan protein yang tidak larut sehingga menimbulkan gangguan pada

mata (AAO, 2016).

Gambar 3.2 Bagian Lensa Mata

Lensa terbagi menjadi beberapa bagian yaitu kapsul, epitel lensa, korteks, dan

nukleus. Kapsul lensa bersifat elastis, transparan, serta mengandung kolagen tipe

4 dan glikosaminoglikan. Kapsul lensa merupakan membran semipermeabel

sehingga air dan elektrolit dapat masuk. Pada kapsul lensa bagian anterior dan

posterior prequoatorial lebih tebal, sedangkan daerah posterior tengah lebih tipis

sekitar 2-4µm (AAO, 2016).


20

Gambar 3.3 Skematik Lensa Mata

Epitel lensa terletak dibalik kapsul. Epitel hanya memiliki satu lapis sel kuboid

dan hanya terletak pada anterior lensa. Sel epitel ini melakukan semua aktifitas

termasuk biosintesis DNA, RNA, protein, lipid, serta pembentukan ATP

digunakan sebagai energi untuk lensa. Sel epitel dapat memanjang untuk

membentuk sel serat lensa. Pada saat yang bersamaan sel-sel epitel yang

membentuk serat kehilangan organel sel seperti nukleus, ribosom, maupun

mitokondria. Serat-serat ini kemudian diisi dengan protein lensa kristallin untuk

meningkatkan indeks refraksi lensa (Jusuf, 2003).

Pada bagian dalam dari lensa mata terdapat korteks dan nukleus lensa. Nukleus

pada lensa mata lebih keras daripada korteksnya. Lensa menjadi lebih besar dan

kurang elastik seiring dengan bertambahnya usia diakibatkan oleh adanya

produksi serat lamelar subepitel secara terus-menerus. Nukleus dan korteks

terbentuk dari serat lamelar panjang yang memiliki inti gepeng didalamnya (Eva

et al., 2011).
21

3.2 Fisiologi Lensa Mata

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Supaya hal

ini dapat dicapai, maka daya refraksinya harus diubah-ubah sesuai dengan sinar

yang datang sejajar atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa disebut

akomodasi. Akomodasi lensa bergantung pada bentuk lensa yang dikendalikan

oleh otot siliaris. Otot siliaris melekat pada lensa melalui ligamen suspensorium.

Ketika otot siliaris relaksasi, ligamen suspensorium menegang sehingga menarik

lensa yang mengakibatkan lensa menjadi gepeng. Sebaliknya, saat otot siliaris

kontraksi, ligamen suspensorium mengendur sehingga lensa menjadi lebih bulat

(Sheerwood, 2014).

Gambar 3.4 Akomodasi Mata

Pada lensa mata, metabolisme tertinggi terjadi pada sel epitel dan korteks

bagian luar. Sel superfisial ini bertanggungjawab pada penggunaan oksigen dan

glukosa serta pengangkutan elektrolit, karbohidrat, dan asam amino kedalam

lensa. Hal ini karena lensa bersifat avaskuler dan bagian dalam lensa harus tetap

mendapatkan nutrisi agar transparansi tetap terjaga (AAO, 2016).

Sebagian besar aktivitas Na+ ,K+ -ATPase terjadi pada epitel lensa dan sel serat

korteks superfisial. Normalnya lensa mengandung 66% air dan 35% protein yang

akan berubah apabila telah menua. Lensa memiliki kandungan kalium sekitar
22

20mM dan asam amino yang tinggi serta rendah natrium, klorida, dan air. Sesuai

dengan pump-leak theory menyebutkan bahwa kalium dan asam amino secara

aktif masuk ke epitel anterior lensa lalu berdifusi dengan gradien konsentrasi

melalui bagian belakang lensa. Sebaliknya pada natrium mengalir dari belakang

lensa kemudian bertukar dengan kalium sehingga membutuhkan ATP. (AAO,

2016).

Gambar 3.5 Pump-Leak Theory

3.3 Definisi Katarak Senilis

Katarak senilis adalah kekeruhan pada lensa yang disebabkan karena penuaan

ditandai dengan hilangnya transparansi dan opaksifikasi lensa mata (Sreelakshmi

dan Abraham, 2016). Penyebab katarak senilis sampai sekarang tidak diketahui

secara pasti (Ilyas danYulianti, 2017). Kekeruhan lensa pada katarak senilis

diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu katarak nuklear, katarak kortikal, dan

katarak subkapsular posterior (Eva et al., 2011).


23

Gambar 3.6 Klasifikasi Bentuk Katarak

Katarak nuklear adalah katarak yang dimulai pada permulaan usia 50 tahun

dengan tanda coklat kekuningan pada nukleus lensa. Proses ini terjadi akibat fiber

lensa perifer yang menekan dan menyebabkan pemadatan pada seluruh lensa.

Pada katarak nuklear fungsi penglihatan mengalami penurunan yang ringan dan

paling sering hanya satu mata yang terkena. Pada tahap awal yang di timbulkan

adalah penglihatan dekat tanpa kacamata akan normal karena peningkatan fokus

lensa bagian tengah dan menyebabkan myopia lenticular. Diplopia monocular

juga terjadi karena perubahan dari inti sklerotik dan korteks lensa. Pada penderita

katarak nuklear ini sulit membedakan warna (AAO, 2016).

Gambar 3.7 Katarak Nuklear


24

Katarak kortikal merupakan kekeruhan pada korteks lensa yang terjadi bilateral

dan asimetrik (Eva et al, 2011). Katarak kortikal terjadi karena hidrasi kortikal

pada celah di antara serat lensa di bagian korteks anterior, posterior maupun di

ekuator (Bowling, 2016). Perubahan fungsi penglihatan yang terjadi sangat

beragam tergantung lokasi kelainan pada axis penglihatan. Gejala yang sering

terjadi adalah silau bila terkena cahaya langsung. Diplopia mononuklear pada

katarak nuklear juga bisa terjadi. Secara histologi akan di temukan pembengkakan

pada kortikal dan gangguan pada sel serat lensa (AAO, 2016).

Gambar 3.8 Katarak Kortikal

Katarak subkapsular posterior adalah kekeruhan pada korteks yang berada di

sebelah kapsul posterior bagian tengah. Kekeruhan bisa di sebabkan pajanan

radiasi pegion, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, trauma, dan

peradangan (Eva et al., 2011). Gejala pada pasien ini adalah silau dan penglihatan

yang kurang tajam pada saat terkena cahaya terang. Diplopia monokular juga bisa

terjadi sama seperti ke dua tipe sebelumnya. Secara histologi akan didapatkan

perpindahan sel epitel lensa ke dalam kapsul bagian posterior. Sel tersebut akan

membesar saat berpindah. Sel ini di beri nama wedl, bladder dan cell (AAO,

2016).
25

Gambar 3.9 Katarak Subkapsular Posterior

3.4 Faktor Resiko Katarak Senilis

Secara garis besar ada dua faktor yang dapat menyebabkan katarak senilis

yaitu faktor intriksik dan faktor ekstrinsik. Faktor intriksik meliputi umur dan jenis

kelamin, sedangkan faktor ekstrinsik dikarenakan penyakit diabetes mellitus,

radiasi ultraviolet, merokok, minuman alkohol, dan nutrisi (AOA, 2010).

Pada penelitian Hadini et al., (2016) didapatkan peningkatan usia akan

mempengaruhi kejadian katarak dengan hasil pasien usia ≥ 45 tahun 14,4 kali

lebih besar dari pada pada pasien < 45 tahun. Peningkatan usia pada pasien akan

menurunkan kemampuan lensa untuk melihat. Kejadian ini di mulai umur 40

tahun dan akan mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Wanita memiliki jumlah 1,31 kali lebih banyak daripada pria. Pada wanita

yang mengalami menarke lebih awal dan menopause lebih lambat akan

menurunkan kejadian katarak karena kemungkinan ada keterlibatan estrogen

dalam melindungi lensa (Puspandari dan Masduki, 2016).

Diabetes melitus merupakan penyakit yang bisa menyebabkan katarak,

karena dapat mengubah kejernihan lensa serta mengubah akomodatif amplitude


26

lensa (AAO, 2016). Kekeruhan pada lensa mata dipengaruhi tingginya enzim

aldose reductase yang mereduksi gula menjadi sorbitol sehingga terjadi

perubahan osmotik di dalam lensa (pollreisz dan erfurth, 2010). Kedua melalui

proses glikasi nonenzimatik yang menyebabkan kelarutan protein turun melalui

mekanisme senyawa reaktif karbonil yang ada di glukosa akan berikatan dengan

gugus amino protein kristalin lensa. Stress oksidatif akan terjadi jika gula darah

terlalu tinggi yang akan mengaktifkan proses glukooksidasi (Lukitasari, 2011).

Paparan radiasi ultraviolet akan menyebabkan peningkataan terjadinya

penyakit katarak (AOA, 2010). Wilayah Indonesia timur yang memiliki daerah

pesisir yang banyak, paparan matahari yang terik serta layanan kesehatan yang

kurang menyebabkan katarak (Rumerung et al., 2016).

Merokok juga dapat menyebabkan katarak melalui paparan asap rokok yang

disebabkan oleh serat dan membrane sel mata yang rusak serta enzim dan

antioksidan tubuh tertanggu. Dalam penelitian Tana et al. (2007) di dapatkan

jumlah perokok yang katarak 2,17 kali lebih tinggi dari pada yang tidak merokok.

Konsumsi alkohol berpengaruh terhadap katarak karena efek metabolit yang

dihasilkan. Enzim sitokrom yang di hasilkan setelah komsumsi alkohol

menyebabkan metabolisme etanol yang nantinya menghasilkan radikal bebas.

Metabolisme alkohol dapat menyebabkan katarak melalui proses agregasi protein

lensa. Alkohol juga menyebabkan kerusakan membrane pada lensa (Wang dan

Zhang, 2014).
27

Asupan nutrisi yang rendah bisa menyebabkan terjadinya katarak. Vitamin

C, vitamin E dan karotenoid merupakan nutrisi yang bisa meningkatkan

antioksidan dalam tubuh. Jika nutrisi tersebut kurang bisa menyebabkan

terjadinya katarak (AOA, 2010).

3.5 Tanda dan Gejala Katarak Senilis

Tanda dan gejala pada katarak senilis adalah penurunan penglihatan, silau,

dan kekeruhan pada lensa mata. Penurunan penglihatan di sebabkan usia lensa

yang sudah tua sehingga terjadi penebalan dan peningkatan berat lensa. Penurunan

penglihatan tergantung jenis katarak senilis yang di deritanya, ukuran pupil,

derajat kejadian miopi dan cahaya. Seringkali pasien datang karena aktifitasnya

terganggu (AOA, 2010).

Gejala kedua yang sering di keluhkan pasien katarak senilis adalah silau

yang paling menonjol. Gejala ini akibat adanya peningkatan fotosensitifitas pada

keadaan terlalu terang pada siang hari atau terkena sorot lampu pada malam hari.

Perubahan miopi juga biasa di temukan pada pasien katarak senilis. Pasien dengan

gangguan presbiopi akan melaporkan pada dokter jika penglihatan dekat mereka

kembali normal. Gejala ini akan mucul pada tipe katarak nuklear tetapi tidak

muncul pada katarak kortikal dan katarak subkapsular posterior. Gejala lain yang

bisa di dapatkan pada pasien katarak senilis adalah diplopia monokular karena

perubahan dari inti sklerotik dan korteks lensa (AOA, 2010).


28

3.6 Stadium Katarak Senilis

Katarak senilis secara klinis dikenal dalam 4 stadium, yaitu :

A B

C D

Gambar 3.10 Stadium Katarak Senilis


(A) Insipien (B) Imatur (C) Matur (D) Hipermatur

 Katarak insipien

Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut :

- Katarak kortikal : kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju

korteks anterior dan posterior. Vakuol mulai terlihat di dalam korteks.

- Katarak subkapsular posterior : kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular

posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan

degenerative (benda Morgagni).

Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak

sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk

waktu yang lama (Ilyas dan Yulianti, 2017).

 Katarak imatur
29

Sebagian lensa yang keruh belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada

katarak imatur, volume lensa akan bertambah akibat meningktnya tekanan

osmotic bahan lensa yang degeneratif. Ketika lensa mencembung dapat

menimbulkan hambatan pupil karena adanya dorongan, sehingga terjadi

glaukoma sekunder (Ilyas dan Yulianti, 2017).

 Katarak matur

Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa.

Kekeruhan bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak

imatur tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa

kembali pada ukuran yang normal. Keadaan ini menyebabkan bilik mata depan

akan normal kembali, karena tidak terdapat dorongan iris dari lensa yang keruh,

sehingga uji bayangan iris negatif (Ilyas dan Yulianti, 2017).

 Katarak hipermatur

Katarak hipermatur akan mengalami proses degenerasi lebih lanjut, dapat

menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar

dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi kecil, berwarna kuning dan kering.

Pada pemeriksaan terlihat lipatan kapsul lensa dan bilik mata depan dalam. Bila

proses katarak progresif disertai dengan kapsul lensa yang tebal maka korteks

yang tebal dan cair tidak dapat keluar, sehingga akan terlihat bentukan kantong

susu disertai nukleus yang terbenam didalam korteks lensa karena lebih berat.

Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni (Ilyas dan Yulianti, 2017).
30

3.7 Patofisiologi Katarak Senilis

Secara garis besar, patofisiologi katarak senilis terjadi akibat agregat-

agregat protein lensa yang terurai hingga mengalami koagulasi. Selain itu terjadi

penambahan cairan dalam lensa (hidrasi). Hal ini menimbulkan perubahan warna

pada lensa menjadi coklat kekuningan hingga terjadinya opasitas. Hilangnya

transparansi pada lensa mengakibatkan terhambatnya cahaya yang masuk ke mata

sehingga terjadi penurunan visus. Apabila tidak segera ditangani akan menjadi

katarak dan berisiko tinggi terhadap kebutaan (Eva et al., 2011).

Pengaturan protein lensa memegang peran utama dalam pemeliharaan

transparansi serta modifikasi struktural dan fungsional protein. Xantin oksidase

merupakan enzim pro-oksidan yang meningkat ketika terjadi stress oksidatif pada

lensa. Karbonilase protein merupakan hasil modifikasi protein sebagai indikasi

adanya kerusakan oksidatif yang parah hingga menimbulkan perubahan fungsi

protein. Hasil oksidan dan perubahan protein inilah yang menyebabkan hilangnya

transparansi lensa dan menyebabkan terjadinya katarak (Sreelakshmi dan

Abraham, 2016).

Selain itu, keseimbangan elektrolit pada lensa berdasarkan pump-leak

theory juga berpengaruh terhadap terjadinya katarak. Untuk mempertahankan

keseimbangan gradien maka lensa harus mengeluarkan energi agar dapat

memindahkan natrium dan kalsium dengan kalium (Amann et al., 2000).

Perpindahan natrium dan kalium harus seimbang, apabila terjadi elevasi natrium

secara progresif disertai dengan menurunnya jumlah kalium maka memicu

peningkatan kalsium yang mengakibatkan terjadinya opaksifikasi pada lensa. Hal

ini dikarenakan peningkatan kalsium dalam waktu lama dapat meningkatkan


31

kalpain dan menginduksi terbentuknya agregat protein (Sreelakshmi dan

Abraham, 2016).

3.8 Proses Penegakan Diagnosa Katarak Senilis

Tabel 3.1 Perbedaan Stadium Katarak

Insipien Imatur Matur Hipermatur

Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang

(air masuk) (air keluar)

Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam

depan

Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka

mata

Shadow test - + - Pseudops

Penyulit - Glaukoma - Uveitis +

Glaukoma

Keterangan : Perbedaan antara stadium katarak insipien, imatur, matur dan


hipermatur berdasarkan kekeruhan, cairan lensa, iris, bilik mata depan, sudut
bilik mata, shadow test serta penyulit.

3.9 Tatalaksana Katarak Senilis

Satu-satunya terapi katarak adalah tindakan bedah. Indikasi operasi katarak

secara umum adalah untuk rehabilitasi visus, mencegah dan mengatasi komplikasi,

tujuan terapeutik dan diagnostik, mencegah ambliopia dan tujuan kosmetik. Saat

ini terapi bedah katarak sudah mengalami banyak perkembangan.


32

Dahulu bedah katarak dilakukan dengan teknologi yang disebut ECCE dan

ICCE masih memerlukan sayatan lebar untuk mengeluarkan lensa secara utuh,

sehingga pasien pun harus mendapatkan jahitan yang cukup banyak pada

matanya yang mengakibatkan proses pemulihan matanya menjadi lama. Sekarang

dengan teknologi fakoemulsifikasi sayatan pada mata menjadi sangat kecil dan

seringkali tidak memerlukan jahitan.

Adapun beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam operasi katarak adalah

sebagai berikut :

 Teknik ICCE (Intra Capsular Cataract Extraction) atau ekstraksi katarak

intrakapsular

Pembedahan katarak dilakukan dengan mengeluarkan lensa dengan

kapsul lensa. Teknik ICCE berisiko lebih besar terjadinya ablatio retina

daripada teknik ECCE sehingga teknik ECCE lebih banyak digunakan (Eva et

al., 2011).

 Teknik ECCE (Extra Capsular Cataract Extraction) atau ekstraksi katarak

ekstrakapsular

Pembedahan katarak yang dilakukan dengan mengeluarkan isi lensa

(korteks dan nukleus) melalui kapsul anterior yang dirobek (kapsulotomi

anterior) dengan meninggalkan kapsul posterior. Selanjutnya lensa intraokuler

ditempatkan pada kapsul lensa yang kosong, kemudian kapsul posterior yang

utuh difungsikan sebagai penyangga (Eva et al., 2011)


33

Gambar 3.11 Teknik ECCE

a) Teknis SICS (Small Incission Cataract Surgery)

Teknik ini dilakukan dengan cara insisi 6 mm pada sclera (jarak 2 mm dari

limbus), kemudian dibuat sclera tunnel sampai di bilik mata depan. Selanjutnya

nucleus dikeluarkan dengan manual, korteks dikeluarkan dengan aspirasi dan

irigasi kemudian dipasang IOL (Mutiarasari dan Handayani, 2011).

b) Teknik fakoemulsifikasi

Teknik ini menggunakan vibrator ultrasonik yang berfungsi untuk

mengancurkan nukleus yang kemudian diaspirasi melalui insisi kecil 3mm.

Proses memasukkan lensa intraokuler dengan cara dilipat karena sifatnya yang

elastis (Eva et al., 2011).

Gambar 2.12 Teknik Fakoemulsifikasi


34

Setelah operasi semua pasien membutuhkan koreksi kekuatan tambahan

untuk memfokuskan benda dekat dibandingkan untuk melihat jauh. Akomodasi

hilang dengan diangkatnya lensa. Kekuatan yang hilang pada sistem optik mata

tersebut harus digantikan oleh kacamata afakia yang tebal, lensa kontak yang tipis

atau implantasi lensa plastik (IOL) di dalam bola mata (Husain R et.al, 2005).

Tentunya setiap tindakan operasi memiliki resiko, yang paling buruk adalah

hilangnya penglihatan secara permanen. Setelah dilakukan operasi masih mungkin

muncul masalah pada mata, sehingga diperlukan kontrol post operasi yang teratur.

Tabel 3.2 Efek Operasi Katarak

Jangka Pendek Jangka Panjang

Infeksi pada mata Fotosensitif

Perdarahan pada kornea (hifema) Dislokasi IOL

Edema pupil Kekeruhan pada kapsul lensa

Edema kornea Ablasio retina

Rupture kapsul lensa Astigmatisma

Ablasio retina Glaukoma

Ptosis

Keterangan : Efek operasi katarak jangka pendek dan jangka panjang.


35

3. 10 Komplikasi Katarak Senilis

Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi karena

proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik.

 Fakolitik

- Pada lensa yang keruh terdapat lerusakan maka substansi lensa akan keluar yang

akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama bagian kapsul lensa.

- Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior akan

bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi merabsorbsi

substansi lensa tersebut.

- Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga timbul

glaukoma.

 Fakotopik

- Berdasarkan posisi lensa

- Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut kamera okuli

anterior menjadi sempit sehingga aliran humor aqueaous tidak lancar sedangkan

produksi berjalan terus, akibatnya tekanan intraokuler akan meningkat dan

timbul glaukoma

 Fakotoksik

- Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi mata sendiri

(auto toksik)

- Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang kemudian akan

menjadi glaukoma.
36

3.11 Prognosis Katarak Senilis

Prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan

tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak dewasa. Adanya ambliopia dan

kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian

penglihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman

penglihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan

paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang progresif lambat

(Johns J.K, 2011).

Sedangkan pada katarak senilis jika katarak dapat dengan cepat terdeteksi serta

mendapatkan pengobatan dan pembedahan katarak yang tepat maka 95 %

penderita dapat melihat kembali dengan normal (Johns J.K, 2011).


37

BAB IV

PEMBAHASAN

Katarak adalah kelainan lensa mata karena terdapat kekeruhan pada sebagian

maupun seluruh lensa yang dapat menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan.

Penuaan adalah sebab paling umum dari katarak, namun beberapa faktor lain dapat

terlibat, termasuk trauma, toksin, penyakit sistemik (diabetes mellitus), merokok,

dan keturunan. Katarak dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa,

denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya. Sebagian besar kasus bersifat

bilateral, walaupun kecepatan perkembangan masing-masing memiliki perbedaan.

Kekeruhan lensa tersebut dapat menyebabkan lensa menjadi tidak transparan

sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-abu. Kekeruhan ini dapat ditemukan

pada berbagai lokalisasi di lensa seperti pada korteks, nucleus, subkapsular.

Pada kasus ini, didapatkan hasil anamnesis bahwa pasien mengeluh kedua

mata buram sejak 5 bulan yang lalu, semakin lama semakin memberat. Pasien

menjelaskan bahwa pengelihatan buram antara mata kanan dan kiri sama, tidak ada

yang lebih berat atau lebih ringan. Buram yang dirasakan pasien adalah seperti

berkabut. Pasien juga mengeluhkan adanya rasa silau yang berlebihan ketika

terkena cahaya. Pasien menyangkal adanya keluhan seperti mata merah, nyeri,

gatal, berair dan keluar kotoran berlebih. Pasien mengaku bahwa sebelumnya tidak

pernah menggunakan kacamata sebagai alat bantu melihat. Pasien tidak pernah

merasakan keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien juga menyangkal memiliki

riwayat trauma pada mata ataupun penyakit lain seperti hipertensi, diabetes melitus,

jantung dan lain sebagainya. Dalam riwayat keluarga pasien, ibu pasien pernah
38

memiliki keluhan sama seperti yang pasien rasakan sekarang namun tidak pernah

diperiksakan, dan riwayat penyakit keluarga yang lain disangkal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran

komposmentis GCS 456, tanda vital dan status generalis umum kesan baik.

Kemudian pada status ofthalmologis didapatkan penurunan visus pada mata kanan

(1/60) dan kiri (1/2/60), kekeruhan lensa mata kanan dan kiri dengan warna putih

kekuningan yang tidak rata dan dengan iris shadow kanan dan kiri (+).

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan

pada pasien, didapatkan kemungkinan diagnosis pasien mengarah pada katarak

senilis stadium imatur pada mata kanan dan kiri (ODS). Dan beberapa

kemungkinan diagnosis banding adalah presbiopia dan retinopati karena pasien

berusia 72 tahun dan terdapat keluhan melihat buram dengan mata tenang, semakin

lama semakin memberat. Diagnosis banding presbiopia dapat disingkirkan dengan

pemeriksaan visus dengan koreksi kacamata, namun pada keadaan ini tidak

dilakukan karena pada lensa pasien didapatkan kekeruhan sehingga refraksi tidak

dapat dinilai dengan baik dan benar. Sedangkan diagnosis banding retinopati dapat

disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang berupa funduskopi untuk melihat

keadaan retina dan menilai beberapa resiko yang menyebabkan retinopati seperti

kadar gula darah dan tekanan darah.

Katarak senilis merupakan tipe katarak yang timbul karena proses

degeneratif dan umum terjadi pada pasien di atas 50 tahun. Pada usia 70 tahun, lebih

dari 90% individu mengalami katarak senilis. Umumnya mengenai kedua mata

dengan salah satu mata terkena lebih dulu (Ilyas S, 2010). Katarak senilis terjadi

karena beberapa faktor seperti penyakit diabetes melitus, paparan sinar ultraviolet,
39

merokok serta pekerjaan (Hadini et al., 2016) yang menekan dan menyebabkan

pemadatan pada lensa.

Pada katarak stadium imatur didapatkan kekeruhan lensa yang belum

merata, sehingga akan membentuk bayangan iris ketika dilakukan pemeriksaan tes

bayangan menggunakan lampu senter dengan sudut 30-450 dari kornea (Iris

Shadow). Hal ini didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa secara fisiologis

lensa mata berfungsi untuk meneruskan dan memfokuskan cahaya agar bayangan

yang dibentuk jatuh tepat di retina. Namun ketika pada lensa tersebut didapatkan

suatu kekeruhan maka akan mengagalkan fungsi normal lensa tesebut. Akibatnya

ketika dilakukan penyinaran menggunakan lampu senter dengan sudut 30-450 dari

kornea pada lensa yang memiliki kekeruhan tidak rata, akan terbentuk bayangan

gelap seperti bulan sabit yang merupakan bayangan dari iris (Iris Shadow +).

Sedangkan pada katarak matur, penyinaran menggunakan lampu senter dengan

sudut 30-450 dari kornea tidak akan membentuk bayangan iris karena lensa yang

keruh rata sudah sama sekali tidak mampu untuk meneruskan dan memantulkan

cahaya.

Gambar 4.1 Iris Shadow Pada Katarak Imatur (A) dan Katarak Matur (B)

Pada stadium imatur, lensa yang mengalami degenerasi mulai menyerap

cairan mata ke dalam lensa sehingga lensa menjadi cembung. Lensa mata yang
40

cembung akan mendorong iris ke depan sehingga bilik mata akan sempit atau

tertutup dan terjadi hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder (Ilyas dan

Yulianti, 2017). Namun pada pasien ini, belum terjadi hingga tahap tersebut, karena

pada pemeriksaan didapatkan kedalaman bilik mata depan masih normal dan

tekanan intra okular menggunakan tonometri masih dalam batas normal yaitu

sebesar 14.6 mmHg pada mata kanan dan kiri.

Bila tidak dilakukan penanganan, proses degenerasi akan berjalan terus

sehingga lama kelamaan akan terjadi pengeluaran air dari lensa dan pada stadium

ini lensa akan berukuran normal kembali. Iris tidak lagi terdorong ke depan dan

bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada

stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih akibat perkapuran menyeluruh

karena deposit kalsium. Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif (Johns

J.K, 2011). Pada tahap ini disebut sebagai katarak stadium matur.

Jika keadaan tersebut tidak kunjung dilakukan penatalaksanaan yang baik

dan benar maka proses degenerasi akan terus berlanjut. Sehingga lensa akan terlihat

mengkerut dan berwarna kuning. Akibat pengeriputan lensa dan mencairnya

korteks, nukleus lensa akan tenggelam ke arah bawah (katarak morgagni). Lensa

yang mengecil akan mengakibatkan bilik mata menjadi dalam. Uji bayangan iris

memberikan gambaran pseudopositif karena bayangan yang dibentuk bukan karena

kekeruhan lensa yang sedikit namun karena lensa yang keruh rata tersebut mulai

mengecil atau mengkeriput. Akibat masa lensa yang keluar melalui kapsul lensa

dapat menimbulkan penyulit berupa uveitis fakotoksik atau glaukom fakolitik

(Johns J.K, 2011). Pada tahap ini disebut sebagai katarak stadium hipermatur.
41

Penatalaksanaan yang paling efektif pada kasus ini adalah dengan

dilakukan operasi atau pembedahan. Operasi yang disarankan pada pasien ini

adalah ECCE (Extracapsular Cataract Extraction) dengan SICS (Small Incision

Cataract Surgery) ataupun Fakoemulsifikasi, yang kemudian dilakukan

pemasangan IOL.
42

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Penegakan diagnosis katarak senilis imatur adalah berdasarkan anamnesis

dan pemeriksaan fisik. Pada kasus tersebut didapatkan anamnesis yang mendukung

diagnosis katarak senilis adalah usia pasien 72 tahun, melihat buram seperti ada

kabut, semakin lama semakin memberat, tidak ada faktor pemberat dan peringan,

tidak disertai keluhan lain seperti mata merah, berair, nyeri, gatal dan pengeluaran

kotoran mata. Kemudian dari pemeriksaan fisik juga ditemukan beberapa hal yang

mendukung diagnosis katarak senilis yaitu penurunan visus mata kanan 1/60 dan

mata kiri 1/2/60 serta didapatkan lensa keruh yang tidak rata dan iris shadow mata

kanan kiri (+) menandakan bahwa katarak senilis ini berada pada stadium imatur.

Berdasarkan keadaan tersebut, pasien diberikan penjelasan bahwa tindakan efektif

yang dapat dilakukan pada penyakitnya adalah dengan operasi guna mengambil

katarak, dan operasi ini dilakukan pada satu mata terlebih dahulu. Kemudian pasien

juga diberikan obat berupa timolol 0,25% 2x1 ODS sebagai preventif terjadinya

glaukoma. Karena berdasarkan teori dijelaskan bahwa komplikasi tersering dari

katarak adalah terjadinya glaukoma. Prognosis pada kasus ini secara umum adalah

dubia ad bonam, namun perlu tatalaksana yang tepat dan cepat untuk mengurangi

kemungkinan komplikasi.
43

5.2 Saran

Katarak merupakan salah satu contoh kasus mata yang banyak ditemukan

dalam kehidupan masyarakat. Sehingga penting bagi dokter umum yang merupakan

dokter layanan primer untuk dapat menegakkan diagnosis dengan tepat, sehingga

mampu memberikan tatalaksana awal yang sesuai serta mengetahui bagian mana

yang harus dikonsultasikan.


44

DAFTAR PUSTAKA

AAO. 2016. Lens and Cataract. San Fransisco: American Academy of


Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course.

AOA. 2010. Care of the Adult Patient with Cataract. USA : American Optometric
Association. P. 1-43.

Eva, et al. 2011. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 18th edition.
London: The Mc Graw-Hill Companies.

Ferdian, F., Afifudin, A. dan Hamzah. 2015. Astigmat Kornea Anterior Setelah
Fakoemulsifikasi dengan Insisi Kornea Temporal Ukuran 2,75 Milimeter
pada Penderita Katarak. JST Kesehatan fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin. 1(5): 66-73.

Gupta, V.B., Rajagopala, M. dan Ravishankar, B. 2014. Etiopathogenesis of


cataract: An appraisal, Indian Journal of Ophthalmology. 2(62): 103-110.

Hadini, M.A., Eso, A. dan Wicaksono, S. 2016. Analisis Faktor Risiko yang
Berhubungan dengan Kejadian Katarak Senilis Di RSU Bahteramas Tahun
2016, Jurnal UHO. 2(3): 256-267.

Hiswara, E. 2013. Proteksi Radiasi Lensa Mata, Proc. Seminar Nasional Sains dan
Teknologi Nuklir PTNBR. P. 91-95.

Husain R, Tong L, Fong A, Cheng JF, How A, Chua WH, Lee L, Gazzard G, Tan
DT, Koh D, Saw SM. Prevalence of Cataract in Rural Indonesia.
Ophthalmology, Jul 2005; 112(7): 1255-62

Ilyas, S. dan Yulianti, S.R. 2017. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kelima. Badan Penerbit
: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010

Irawan, G.B. Saerang, J.S.M. Tongku, Y. 2015. Katarak Pada Anak Di Poliklinik
Mata Blu Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2011 – Desember
2013, Jurnal e-Clinic (eCI). 1(3): 338-341.

Johns J.K Lens and Cataract. Basic and Clinical Science Section 11. American
Academy of Ophthalmology. 2011.

Kemenkes RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007.


Kementrian Kesehatan RI: Jakarta.

Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013.


Kementrian Kesehatan RI: Jakarta.
45

Kemenkes RI. 2014. Infodatin: Situasi Gangguan Penglihatan dan Kebutaan.


Kementrian Kesehatan RI: Jakarta.

Lukitasari, A. 2011. Katarak Diabetes. Jurnal Kedokteran Syah Kuala. 1(11).

Mutiarasari, D. dan Handayani, F. 2011. Katarak Juvenil. Inspirasi No. XIV edisi
Oktober 2011.

Ocampo VVD, Roy H. Senile Cataract. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview. Updated on: 22
January 2013.

Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR J Ophthalmol. 2011.

Rizkawati. 2012. Hubungan antara Kejadian Katarak dengan Diabetes Melitus di


Poli Mata RSUD dr. Soedarso Pontianak. Pontianak: Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura.

Rumerung, G. Rares, L.M. Saerang, J.S.M. 2016. Perbandingan prevalensi katarak


senilis di daerah pantai dengan di daerah pegunungan, Jurnal e-Clinic (eCI).
1(4).

Shah, J. 2015. Care of Patient with Cataract: A Literature Review. Indian Journal
of Applied Reserch. 5(8), ISSN – 2249-555X.
Sherwood, L. 2014. “Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke 8”. Penerjemah:
Ong, dkk. Judul buku asli : Human Physiology from Cells to Systems 8th
Edition. Jakarta: Penerbit EGC. 211-230.

Vaughan, Daniel G., Taylor Asbury, Paul Riordan-Eva. Oftalmologi Umum, edisi
17. Jakarta: EGC, 2007, p169-176.

Wang, W. dan Zhang, X. 2014. Alcohol Intake and teh Risk of Age-Related
Catarcts: A Meta: Analysis of Prospective Cohort Studies. Plos One. 9(9).

Yogatama, M.P. 2015. Laki-laki Usia 17 Tahun dengan Ruptur Kornea dan
Katarak Traumatik. Lampung : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Anda mungkin juga menyukai

  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • COVER
    COVER
    Dokumen1 halaman
    COVER
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen1 halaman
    Bab I
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • Referat Erupsi Dan Hipoparatiroid
    Referat Erupsi Dan Hipoparatiroid
    Dokumen20 halaman
    Referat Erupsi Dan Hipoparatiroid
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • Sle - Irma Terbaru
    Sle - Irma Terbaru
    Dokumen40 halaman
    Sle - Irma Terbaru
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • Ekstra K Siva Kum Buku A Cuan
    Ekstra K Siva Kum Buku A Cuan
    Dokumen16 halaman
    Ekstra K Siva Kum Buku A Cuan
    Jo Ye
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen4 halaman
    Daftar Isi
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen27 halaman
    Bab Iii
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • DR Novi - Materi 2
    DR Novi - Materi 2
    Dokumen20 halaman
    DR Novi - Materi 2
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen10 halaman
    Bab Ii
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • Jurding Irma
    Jurding Irma
    Dokumen39 halaman
    Jurding Irma
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • OPTIMIZED TITLE FOR NEUROLOGICAL EXAMINATION DOCUMENT
    OPTIMIZED TITLE FOR NEUROLOGICAL EXAMINATION DOCUMENT
    Dokumen36 halaman
    OPTIMIZED TITLE FOR NEUROLOGICAL EXAMINATION DOCUMENT
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Corpal Konjungtiva - Dr. Dani, SP.M PDF
    Lapsus Corpal Konjungtiva - Dr. Dani, SP.M PDF
    Dokumen28 halaman
    Lapsus Corpal Konjungtiva - Dr. Dani, SP.M PDF
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • EDITED
    EDITED
    Dokumen5 halaman
    EDITED
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • Lapsus CHF
    Lapsus CHF
    Dokumen43 halaman
    Lapsus CHF
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Corpal Konjungtiva - Dr. Dani, SP.M PDF
    Lapsus Corpal Konjungtiva - Dr. Dani, SP.M PDF
    Dokumen28 halaman
    Lapsus Corpal Konjungtiva - Dr. Dani, SP.M PDF
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen2 halaman
    Bab Iii
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen1 halaman
    Bab V
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv Analisa Kasus
    Bab Iv Analisa Kasus
    Dokumen4 halaman
    Bab Iv Analisa Kasus
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • Ca Serviks Vaksin HPV
    Ca Serviks Vaksin HPV
    Dokumen42 halaman
    Ca Serviks Vaksin HPV
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • Ca Serviks Vaksin HPV
    Ca Serviks Vaksin HPV
    Dokumen42 halaman
    Ca Serviks Vaksin HPV
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen1 halaman
    Bab Iii
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen7 halaman
    Bab Ii
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Irma Putri Hariyani
    Belum ada peringkat