Anda di halaman 1dari 9

Identifikasi Lapisan Batuan di Daerah Cikuyaa, Kabupaten

Tangerang Dengan Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas

Firyal Hana Salsabila

Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Jalan. Ir. H. Djuanda No. 95, Cempaka Putih, Ciputat, Kota Tangerang
Selatan, banten 15412, Indonesia

Email : firyalhana8@gmail.com

Abstrak. Dalam penelitian ini telah dilakukan untuk mengidentifikasi lapisan batuan di daerah Cikuya,
Kab. Tangerang. Pada penelitian ini menggunakan metode Geolistrik Resistivitas. Metode geolistrik ini
memanfaatkan respon dari sifat kelistrikan yang dimiliki batuan dengan menginjeksikan arus listrik ke
permukaan tanah sehingga dapat diketahui karakteristik berdasarkan nilai resistivitas dari batuan tersebut.
Jenis konfigurasi yang digunakan pada penelitian ini berupa konfigurasi Schlumberger dan konfigurasi
dipole-dipole. Untuk mapping, hasil yang didapat pada lintasan pertama berupa jenis batuan yang
didominasi oleh jenis batuan lempung dan batu pasir dengan ketebalan ± 6.50 m. Pada lintasan kedua,
didapat berupa jenis batuan yang didominasi oleh jenis batuan lempung dan batu pasir dengan ketebalan
± 20 m. Dan pada lintasan ketiga juga masih sama didominasi oleh batuan lempung dan batu pasir. Dan
untuk sounding, lapisan pertama didapat 5 lapisan dengan kedalaman 7,27 m dan didominasi oleh batuan
lempung. Selanjutnya pada lapisan kedua didapat 4 lapisan dengan kedalaman 18,6 m dan didominasi
oleh batuan lempung. Litasan terakhir atau ketiga terdapat 4 lintasan dengan kedalaman 17,28 dan
didominasi oleh batuan lempung dan lanau.

Kata Kunci : Cikuya, Resistivitas, Schlumberger, Dipole-Dipole

Abstract.

Keywords : Resistivity, Schlumberger, Dipole-Dipole

PENDAHULUAN

Guest House UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berlokasi di Cikuya, Kec. Solear
merupakan salah satu daerah rawan kekeringan. Pencarian tentang potensi keberadaan air tanah
untuk kebutuhan sehari-hari sangat menolong warga sekitar. Identifikasi lapisan penyusun
akuifer dalam tanah dapat dilakukan melalui metode geolistrik resistivitas (Todd, D.K, 1980).
Identifikasi ini bertujuan untuk mengetahui jenis lapisan batuan dibawah permukaan bumi
dengan informasi kedalaman, ketebalan, dan jenis batuan lapisan akuifer.
Pendeteksian dilakukan berdasarkan sifat fisika batuan terhadap arus yang diinjeksikan kedalam
tanah, dimana setiap batuan mempunyai sifat harga hambatan jenis yang berbeda (Astawa,
2009:57). Berdasarkan hal tersebut, apabila arus listrik searah (DC) dialirkan melalui dua buah
elektroda arus A dan B, kemudian diukur beda potensialnya pada titik MN (Todd, D.K, 1980).

TINJAUAN PUSTAKA

Metode Geolistrik Resistivitas adalah salah satu metode yang cukup banyak digunakan
dalam dunia eksplorasi khususnya eksplorasi air tanah karena resistivitas dari batuan sangat
sensitif terhadap kandungan airnya. Sebenarnya ide dasar dari metode ini sangatlah sederhana,
yaitu dengan mengganggap bumi sebagai sebuah resistor.

Gambar 1. Pola Penginjeksian Arus

Metode Geolistrik Resistivitas atau tahanan jenis adalah salah satu dari kelompok
metode geolistrik yang digunakan untuk mempelajari keadaan bawah permukaan dengan cara
mempelajari sifat aliran listrik didalam batuan dibawah permukaan bumi. Metode ini hanya
digunakan untuk eksplorasi dangkal sekitar 300-500 m. Prinsip dalam metode ini yaitu arus
listrik di injeksikan kedalam bumi melalui 2 elektroda arus sedangkan beda potensial yang
terjadi diukur melalui 2 elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial
listrik dapat diperoleh variasi harga resistivitas listrik pada lapisan dibawah titik ukur.
Pada keadaan tertentu, pengukuran bawah permukaan dengan arus yang tetap akan
diperoleh suatu variasi beda tegangan yang berakibat akan terdapat variasi resistansi yang akan
membawa suatu informasi tentang struktur dan material yang dilewatinya. Prinsip ini sama
halnya dengan menggangap bahwa material bumi memiliki sifat resistivitas atau seperti perilaku
resistor, dimana material-materialnya memiliki derajat yang berbeda dalam menghantarkan arus
listrik.
Gambar 2. Tabel Nilai Resistivitas Batuan

Berdasarkan pada tujuan penyelidikan, metode ini dibagi menjadi dua yaitu mapping
dan sounding. Metode resistivitas mapping merupakan metode yang bertujuan mempelajari
variasi resistivitas lapisan bawah permukaan secara horisontal. konfigurasi elektroda yang
sering digunakan dalam teknik mapping yaitu konfigurasi dipole-dipole.

Gambar 3. Rangkaian elektroda konfigurasi dipole-dipole

Metode resistivitas sounding bertujuan mempelajari variasi resistivitas batuan di bawah


permukaan bumi secara vertikal. Konfigurasi elektroda yang sering digunakan dalam teknik
sounding yaitu konfigurasi Schlumberger. Kelemahan dari konfigurasi ini adalah pembacaan
tegangan pada elektroda MN lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relatif jauh. Sedangkan
keunggulannya adalah kemampuan untuk mendeteksi adanya sifat tidak homogen lapisan
batuan pada permukaan.
Gambar 4. Rangkaian elektroda konfogurasi Shclumberger

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 6-7 April 2019, di Lapangan Guest House UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta , Cikuya, kec. Solear, Tangerang, Banten. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode geolistrik resistivitas untuk mendapatkan nilai resistivitas setiap
batuan dan kedalaman masing-masing lapisan sehingga akan didapatkan model struktur bawah
permukaan. Akuisisi data ini menghasilkan 7 lintasan dengan menggunakan dua konfigurasi
yang berbeda, yakni konfigurasi schlumberger dan dipole-dipole. Untuk konfigurasi
Schlumberger ini menghasilkan 4 lintasan yang masing-masing lintasannya sepanjang 100 m
dan untuk konfigurasi dipole-dipole ini menghasilkan 3 lintasan yang masing-masing
lintasannya sepanjang 200 m.

Adapun Peralatan yang di gunakan pada tahap akuisisi data lapangan diantaranya
adalah Resistivitymeter OYO type mcohm-el model 2119D dengan jumlah Elektroda logam
sebanyak 4 buah, SYSCAL Junior Switch IRIS dengan jumlah Elektroda logam sebanyak 11
buah, Accu, Kabel Penghubung sebanyak 4 buah, Meteran 100 m sebanyak 2 buah, Palu
sebanyak 3 buah, Kertas Pengambilan Data, Handy talky (HT).

Gambar 4. Diagram Alur Penelitian


HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengolahan Data Menggunakan RES2DINV

Gambar 5. Penampang Mapping Lintasan 1

Pada lintasan 1, terdapat berbagai macam jenis batuan yang didominasi oleh warna biru,
hijau, kuning dan merah dan ungu. Untuk warna biru pada kedalaman 2,5 m sampai 7,5 m
sepanjang 80 m memiliki nilai resistivitas sekitar 2,35 Ωm sampai 4,86 Ωm yang kemungkinan
besar adalah lempung, batu pasir dan air tanah. Untuk warna hijau memiliki nilai resistivitas
20.7 Ωm sampai 42 Ωm yang kemungkinan besar adalah lempung, batu pasir. Untuk warna
kuning dan merah memiliki nilai resistivitas 60,4 Ωm sampai 200 Ωm yang berupa batu kapur
atau batu pasir dan warna ungu dengan nilai resistivitas 400 Ωm yang berupa batu kapur atau
batu pasir.

Gambar 6. Penampang Mapping Lintasan 2


Pada lintasan 2, terdapat juga berbagai macam jenis batuan yang didominasi oleh warna
biru, hijau, dan merah. Untuk warna biru pada kedalaman 7,5 m sampai 25,9 m sepanjang 80 m
memiliki nilai resistivitas sekitar 32,9 Ωm sampai 40,2 Ωm yang kemungkinan besar adalah
lempung, batu pasir dan air tanah. Untuk warna hijau memiliki nilai resistivitas 58,8 Ωm sampai
70 Ωm yang kemungkinan besar adalah lempung, batu pasir. Untuk warna merah memiliki nilai
resistivitas 132 yang berupa batu kapur atau batu pasir.

Gambar 7. Penampang Mapping Lintasan 3

Pada lintasan 3, lebih didominasi oleh warna biru dan hijau, dan juga sedikit merah.
Untuk warna biru pada kedalaman 5,5 m sampai 25,9 m sepanjang 120 m memiliki nilai
resistivitas sekitar 20,8 Ωm sampai 40,8 Ωm yang kemungkinan besar adalah lempung, batu
pasir dan air tanah. Untuk warna hijau memiliki nilai resistivitas 60,4 Ωm sampai 94,6 Ωm yang
kemungkinan besar adalah lempung, batu pasir. Untuk warna merah memiliki nilai resistivitas
220 Ωm yang berupa batu kapur atau batu pasir

Hasil korelasi antar 3 lapisan

Gambar 8. Hasil korelasi lapisan 1,2,3


Hasil Pengolahan Data Menggunakan IP2WIN

Gambar 9. Penampang Sounding Lintasan 1

Lintasan pertama terdapat 5 lapisan hingga kedalaman 7,27 m. Lapisan pertama berupa
tanah lanau dengan nilai resistivitas 19,9 Ωm. Lapisan kedua berupa batuan lempung dengan
nilai resistivitas 1,01 Ωm. Lapisan ketiga berupa batu lumpur dengan nilai resistivitas 17,2 Ωm.
Lapisan keempat berupa batuan lempung dengan nilai resistivitas 0,64 Ωm. Lapisan kelima
berupa batuan lempung dengan nilai resistivitas 5,22 Ωm.

Tabel 1. Hasil Interpretasi Lintasan 1

Gambar 10. Penampang Sounding Lintasan 2


Lintasan kedua terdapat 4 lapisan hingga kedalaman 18,6 m. Lapisan pertama berupa tanah
lanau dengan nilai resistivitas 20,7 Ωm. Lapisan kedua berupa batu lumpur dengan nilai
resistivitas 42,1 Ωm. Lapisan ketiga berupa lempung dengan nilai resistivitas 3,3 Ωm. Dan
lapisan keempat berupa batuan lempung dengan nilai resistivitas 0,698 Ωm.

Tabel 2. Hasil Interpretasi Lintasan 2

Gambar 11. Penampang Sounding Lintasan 3

Lintasan ketiga terdapat 4 lapisan hingga kedalaman 17,28 m. Lapisan pertama berupa
tanah lanau dengan nilai resistivitas 8,958 Ωm. Lapisan kedua berupa batu lumpur dengan nilai
resistivitas 5,286 Ωm. Lapisan ketiga berupa lempung dengan nilai resistivitas 1,385 Ωm.
Lapisan keempat berupa batuan lempung dengan nilai resistivitas 2,825 Ωm.

Tabel 3. Hasil Interpretasi Lintasan 3


KESIMPULAN

1. Lapisan permukaan pada setiap lintasan daerah penelitian umumnya didominasi dengan
lapisan tanah lanau, tanah lempung dan batu kapur. Hal ini menunjukkan bahwa lokasi
penelitian tersebut memiliki lapisan yang dapat menyimpan dan dilalui air tanah dengan
cukup baik.

REFERENSI

1. Pranata, J. 2015. Identifikasi Keberadaan Akuifer dengan Metode Geolistrik Konfigurasi


Schlumberger di Buperta. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Santoso, Agus. et al. 2015. Buku Panduan Praktikum Geolistrik. Yogyakarta UPN Veteran
Yogyakarta.
3. Santoso, Djoko. Pengantar Teknik Geofisika. Bandung: Penerbit ITB.

Anda mungkin juga menyukai