Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Luka terjadi karena rusaknya struktur dan fungsi anatomi normal akibat proses
patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu.
Efek yang akan muncul ketika timbul luka antara lain adalah hilangnya seluruh atau
sebagian fungsi organ, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri serta
kematian sel. Luka yang tidak sembuh dalam waktu yang lama dikhawatirkan
mengalami komplikasi9.

Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi jaringan


yang rusak. Sifat penyembuhan pada semua luka adalah sama dengan variasi
bergantung pada lokasi, keparahan dan luas cidera6. Luka yang tidak sembuh dalam
waktu yang lama, dengan berbagai etiologi merupakan masalah yang sering
ditemukan dalam berbagai disiplin ilmu kedokteran. Kejadian ini salah satu sumber
utama morbiditas, meningkatkan angka mortalitas, penyebab kerusakan psikologis
bagi para penderita, meningkatkan anggaran biaya pengobatan, kehilangan jam kerja
pada penderita dalam usia produktif.

Penyembuhan luka secara perdefinisi adalah perbaikan atau penyusunan


kembali jaringan/organ yang rusak, terutama kulit. Adanya luka akan mengaktifkan
proses sistemik yang merubah fungsi fisiologi yang dapat melampaui kondisi lokal
pada daerah yang mengalami luka5.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI

Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan tubuh. Luka
antara lain dapat mengakibatkan perdarahan, infeksi, kematian sel dan gangguan
sebagian atau seluruh fungsi organ7.

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit (Taylor,1997).
Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ
tubuh lain (Kozier,1995). Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul:
1.Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ 2.Respon stres simpatis
3.Perdarahan dan pembekuan darah 4.Kontaminasi bakteri 5.Kematian sel2.

II.2 JENIS-JENIS LUKA

Secara garis besar luka dapat digolongkan menjadi7:

1. Luka terbuka
Yaitu luka yang terpapar oleh udara karena adanya kerusakan pada kulit tanpa
atau disertai kerusakan jaringan di bawahnya. Luka terbuka merupakan jenis
luka yang banyak dijumpai.

Jenis-jenis luka terbuka antara lain:

a. Luka lecet (abrasi atau ekskoriasis)

Yaitu luka yang mengenai lapisan kulit paling atas (epidermis) yang
disebabkan oleh gesekan kulit dengan permukaan yang kasar.

2
Gambar: Luka lecet Gambar: Luka insisi

b. Luka insisi atau luka iris (vulnus scissum)


Yaitu luka yang terjadi karena teriris oleh benda yang tajam dan rata
seperti silet atau pisau. Tepi luka tampak teratur. Misalnya luka operasi.

c. Luka robek (laserasi atau vulnus laceratum)


Yaitu luka yang disebabkan oleh benturan keras dengan benda tumpul.
Tepi luka biasanya tidak teratur.

Gambar: Luka robek

d. Luka tusuk (vulnus punctum)


Yaitu luka yang disebabkan oleh benda runcing yang menusuk kulit,
misalnya jarum atau paku.

Gambar: Luka tusuk

3
e. Luka karena gigitan (vulnus morsum)
Yaitu luka yang terjadi akibat gigitan hewan atau manusia. Bentuk
luka tergantung dari bentuk dan susunan gigi yang menggigit.

f. Luka tembak
Yaitu luka karena peluru dari tembakan senjata api.

Gambar: Luka tembak Gambar: Luka bakar

g. Luka bakar (combustio)


Yaitu luka yang terjadi karena kontak dengan api atau benda panas
lainnya, zat kimia, terkena radiasi, aliran listrik atau petir. Berdasarkan
kedalaman luka, luka bakar digolongkan menjadi:

1. Derajat I (superficial burn) : eritema, nyeri, tidak ada bulla.

Pada derajat satu hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh


dalam 5-7 hari. Misalnya : akibat tersengat matahari. Luka tampak sebagai
eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitivitas setempat. Luka
dapat sembuh tanpa bekas.

4
2. Derajat II (partial thickness burn) : kemerahan/campuran bulla,
epidermis rusak, bengkak, permukaan basah, berair, nyeri, sensitif pada
udara.

Luka bakar derajat II mencapai kedalaman dermis. Tetapi masih


ada elemen epitel sehat yang tersisa. Elemen epitel tersebut, misalnya
sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal
rambut. Dengen adanya sisa epitel ini luka dapat sembuh sendiri.
Gejala yang timbul adalah nyeri, gelembung, atau bulla yang berisi
cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas
dindingnya meningkat.

Derajat II dibedakan atas 2 yaitu :

- Derajat II A (dangkal) : kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan


atas dari dermis. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14
hari tanpa terbentuk sikatriks.
- Derajat II B (dalam) : kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
dan sisa-sisa jaringan epitel sehat tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi
lebih lama dan disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi
dalam waktu > 1 bulan.

5
3. Derajat III ( full thickness burn ) : kulit pucat, putih, kaku; kulit rusak,
tampak jaringan lemak, permukaan kulit kering tidak nyeri, edema.

Luka bakar derajat III meliputi seluruh kedalaman kulit dan mungkin
subkutis, atau organ yang lebih dalam. Tidak ada lagi elemen epitel hidup
yang tersisa yang kemungkinan penyembuhan dari dasar luka; biasanya
diikuti dengan terbentuknya eskar yang merupakan jaringan nekrosis akibat
denaturasi protein jaringan kulit. Kulit tampak pucat abu-abu gelap atau
hitam, dengan permukaan lebih rendah dari jaringan sekeliling yang masih
sehat. Tidak ada bulla dan tidak ada terasa nyeri.

6
RESUSITASI CAIRAN PADA LUKA BAKAR

Rumus baxter = 4 cc x % luas luka bakar x berat badan (kg)

Jenis resusitasi cairan: Ringer Laktat ; 8 jam pertama: 50%,16 jam kedua : 50%
*catatan: pada anak, selain cairan resusitasi juga diberikan tambahan cairan
rumatan berupa kombinasi larutan ringer laktat dan glukosa 5%.

Sedangkan untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan metode rule of
nine (cara mengukur luas luka bakar pada orang dewasa di mana tubuh dibagi
ke dalam daerah-daerah yang sama dengan kelipatan 9% luas permukaan
tubuh total).

Gambar: Rule of nine

7
2. Luka tertutup
Yaitu cedera pada jaringan di mana kulit masih utuh atau tidak
mengalami luka. Misalnya :
a. Luka memar (kontusio)
Merupakan cedera pada jaringan dan menyebabkan kerusakan kapiler
sehingga darah merembes ke jaringan sekitarnya. Biasanya disebabkan
oleh benturan dengan benda tumpul.

Gambar: Luka memar


b. Hematoma
Adalah pengumpulan darah setempat (biasanya menggumpal) di
dalamm organ atau jaringan akibat pecahnya dinding pembuluh darah.

Gambar: Hematoma

8
II.3 JENIS PENYEMBUHAN LUKA / PENUTUPAN LUKA

Tujuan utama dari penutupan luka yaitu untuk mengembalikan integritas


kulit sehingga mengurangi resiko terjadinya infeksi, scar dan penurunan
fungsi. Proses penutupan pada luka terbagi menjadi 3 kategori, tergantung pada
tipe jaringan yang terlibat dan keadaanserta perlakuan pada luka.

1. Penyembuhan primer
Yaitu penyembuhan luka yang terjadi secara cepat dengan cara menyatukan
tepi luka secara langsung. Misalnya penyembuhan luka insisi pada
pembedahan di mana tepi luka disatukan dengan penjahitan, distaples atau
diplester. Biasanya penyembuhan jenis ini akan meninggalkan jaringan parut
yang lebih halus dan kecil dibanding dengan jenis penyembuhan luka lainnya.
2. Penyembuhan sekunder (penyembuhan spontan)
Yaitu penyembuhan luka pada luka yang dibiarkan tetap terbuka. Luka akan
menutup spontan dengan kontraksi dan re-epitelisasi luka. Penyembuhan
sekunder memerlukan waktu yang lebih lama dan akan meninggalkan jaringan
parut yang kurang baik dibandingkan dengan penyembuhan primer. Misalnya
pada luka yang lebar.
3. Penyembuhan tersier (delayed primary healing)
Yaitu penyembuhan luka dengan menutup luka beberapa hari pasca trauma.
Pada penyembuhan tersier, setelah debrideman (tindakan menghilangkan
jaringan yang mati dan benda asing pada luka), luka dibiarkan tetap terbuka
dalam waktu tertentu kemudian baru dilakukan penutupan luka dengan
penjahitan atau tandur kulit (skin graft). Misalnya pada luka yang terinfeksi
atau luka yang tidak beraturan yang akan menyebabkan infeksi bila langsung
dijahit10.

9
II.4 FASE PENYEMBUHAN LUKA

Fase penyembuhan luka :

1. Vascular response
beberapa detik setelah terjadinya luka pada tipe apapun, respon tubuh dengan
penyempitan pembuluh darah (konstriksi) untuk menghambat perdarahan dan
mengurangi pajanan terhadap bakteri. Pada saat yang sama, protein
membentuk jaringan fibrosa untuk menutup luka. Ketika trombosit bersama
protein menutup luka, luka menjadi lengket dan lembab membentuk fibrin.
Setelah 10-30 menit setelah terjadinya luka, pembuluh darah melebar karena
serotonin yang dihasilkan trombosit. Plasma darah mengaliri luka dan
melawan toxin yang dihasilkan microorganisme, membawa oksigen dan
nutrisi yang dibutuhkan untuk penyembuhan luka dan membawa agen fagosit
untuk melawan bakteri maupun jaringagan yang rusak.

10
2. Inflamasi
Bagian luka akan menjadi hangat dan merah karen aprose fagositosis. Fase
inflamasi terjadi 4-6 hari seteah injury. Tujuan inflamasi untuk membatasi
efek bakteri dengan menetralkan toksin dan penyebaran bakteri.
3. Proliferasi/resolusi
Penumpukan deposit kolagen pada luka, angiogenesis (pembentukan
pembuluh darah baru), proliferasi dan pengecilan lebar luka. Fase ini berhenti
2 minggu setelah terjadinya luka, tetapi proses ini tetap berlangsung lambat
1-2 tahun. Fibroblast mensistesis kolagen dan menumbuhkan sel baru.
Miofibroblas menyebabkan luka menyempit, bila tidak terjadi penyempitan
akan terjadi kematian sel. Contohnya jika terjadi scar atau kontraktur.
Epitelisasi adalah perpindahan sel epitel dari area sekitar folikel rambut ke
area luka. Perpingahan tersebut terbatas 3 cm. Epitelisai akan lebih cepat jika
luka dalam keadaan lembab.
4. Maturasi/rekontruksi
fase terakhir penyembuhan dengan remodelling scaryang terjadi. Biasanya
terjadi selam setahun atau lebih seteleh luka tertutup. Selama fase ini fibrin di
bentuk ulang, pembuluh darah menghilang dan jaringan memperkuat
susunananya. Remodeling ini mencakup sintesis dan pemecahan kolagen1.

11
II.5 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENYEMBUHAN LUKA

1. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua
lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu
sintesis dari faktor pembekuan darah.
2. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien
memerlukan diet kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan
mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk
memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien
yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena
suplai darah jaringan adipose tidak adekuat.
3. Infeksi
Bakteri sumber penyebab infeksi. Infeksi menyebabkan peningkatan inflamasi
dan nekrosis yang menghambat penyembuhan luka.

12
4. Sirkulasi (Hipovolemia) dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya
sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit
pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat
karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama
untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada
orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau
diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita
anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume
darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan
oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
5. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara
bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat
bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi
tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
6. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan
terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul
dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah putih), yang
membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”).
7. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah
pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi
akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor
internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
8. Diabetes Mellitus
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula
darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan
terjadi penurunan protein-kalori tubuh.

13
9. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas
penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
10. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat
membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.

a. Steroid: akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap


cedera
b. Antikoagulan: mengakibatkan perdarahan
c.Antibiotik: efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri
penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan
tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular4.

II.6 KOMPLIKASI PENYEMBUHAN LUKA

Komplikasi penyembuhan luka / masalah yang terjadi pada luka bedah meliputi:

1. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan
atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari
setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent,
peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka,
peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan adanya pelepasan jahitan, darah sulit
membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh
benda asing (seperti drain). Waspadai terjadinya perdarahan tersembunyi yang
akan mengakibatkan hipovolemia. Sehingga balutan (dan luka di bawah
balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah

14
pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika perdarahan berlebihan terjadi,
penambahan tekanan luka dan perawatan balutan luka steril mungkin
diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan juga mungkin
diperlukan.
3. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius.
Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah
keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi,
kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang
berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami
dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi
sebelum kolagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi
terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres
dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada
daerah luka8.

II.7 PENATALAKSANAAN LUKA

A. Penilaian Luka

Pada penatalaksanaan luka, perlu dilakukan penilaian luka, yaitu dalam hal:

1. Perkiraan waktu penyembuhan (luka akut atau kronik)

2. Penyebab luka (trauma, operasi, gangguan pembuluh darah, dll)

3. Kedalaman luka (superfisial atau dalam)

4. Kondisi luka (bersih, kotor, eksudat, jaringan nekrotik, infeksi, dll.

15
Eksudat

Eksudat merupakan cairan yang keluar dari luka yang mengandung


berbagai substansi seperti air, elektrolit, nutrisi, sel mediator inflamasi, leukosit
(sel darah putih), protease (enzim yang menghancurkan protein).

Berdasarkan viskositas atau kekentalannya, eksudat terdiri dari 2 jenis

1. Eksudat yang encer (serous)

Pada luka akut, eksudat biasanya encer, jernih dengan jumlah sedikit.

2. Eksudat yang kental (viscous)

Pada luka kronik, eksudat biasanya kental, kekuningan dengan jumlah


bervariasi.

Dalam jumah sedikit, eksudat bermanfaat untuk proses penyembuhan


luka. Eksudat diperlukan untuk menjaga lingkungan yang optimal bagi
penyembuhan luka dan bermanfaat memberikan efek menenangkan
(soothing effect) ujung saraf yang terpapar pada luka sehingga mengurangi
nyeri pada luka. Tetapi jika jumlah eksudat pada luka berlebihan, maka
dapat menyebabkan peningkatan risiko infeksi pada luka dan maserasi pada
kulit sekitar luka (perlunakan jaringan akibat ”terendam” cairan). Selain itu,
dalam eksudat luka kronik, jumlah sel mediator inflamasi dan protease
meningkat.

Jaringan Nekrotik

Jaringan nekrotik adalah jaringan yang telah mati, terdiri dari 2 jenis:

1. Slough (basah, kekuningan)

2. Eskar (kering, kehitaman)

16
Gambar: Slough Gambar: Eskar

B. Prinsip Penatalaksanaan Luka

Beberapa prinsip umum penatalaksanaan luka adalah:


1. Lingkungan luka yang lembab (moist environment)
2. Oksigenasi yang baik (misalnya dengan pemberian cairan yang optimal dan
menghentikan perdarahan)
3. Menghilangkan faktor-faktor yang menghambat penyembuhan luka seperti
jaringan nekrotik, infeksi, dan sebagainya. Lingkungan luka yang lembab
merupakan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka.

Manfaat dari lingkungan luka yang lembab (moist wound environment) antara
lain7:

1. Mencegah dehidrasi jaringan

2. Mempertahankan suhu yang optimal pada luka

3. Mempercepat pemecahan jaringan nekrotik (autolytic debridement)

4. Mempercepat fase inflamasi

5. Mempercepat kontraksi luka dan re-epitelisasi

6. Mempercepat angiogenesis

7. Mengurangi nyeri dan trauma saat pelepasan dressing dari luka

17
8. Mengurangi pembentukan jaringan parut

9. Mengurangi risiko infeksi

Sedangkan lingkungan luka yang kering akan memperlambat penyembuhan


luka karena lingkungan luka yang kering akan:

1. Menyebabkan terbentuknya keropeng (scap) pada luka akibat dehidrasi


jaringan luka sehingga menghambat pertumbuhan sel dan migrasi sel epitel
ke permukaan luka.
2. Menurunkan suhu pada luka sehingga juga akan menghambat migrasi sel
epitel ke permukaan luka.
3. Mengurangi oksigenasi pada permukaan luka.
4. Mengganggu aliran nutrisi ke permukaan luka.
5. Meningkatkan risiko infeksi.
6. Menyebabkan nyeri dan merusak sel-sel baru pada luka saat dressing
dilepas dari luka. Lingkungan luka yang lembab dapat diperoleh dengan
penggunaan wound dressing yang sesuai.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan luka:


1. Evaluasi Luka
Meliputi pemeriksaan fisik, lokasi, dan eksplorasi luka. Hal ini perlu
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan cedera pada struktur jaringan
yang lebih dalam, menemukan jaringan yang telah mati dan benda asing
yang mungkin tertinggal pada luka.
2. Pencucian Luka
Dilakukan dengan cara irigasi dengan menggunakan air bersih.

18
3. Pemberian Antiseptik
Daerah yang diberi antiseptik harus lebih luas dari ukuran luka. Prinsip saat
memberi antiseptik pada kulit adalah mulai dari tengah ke arah luar dengan
pengusapan secara spiral (memutar). Terdapat data in vitro yang
menyebutkan bahwa antiseptik bersifat sitotoksik terhadap sel yang
berperan dalam penyembuhan luka seperti fibroblas dan leukosit sehingga
menghambat penyembuhan luka, namun ternyata pada konsentrasi yang
rendah, antiseptik tidak bersifat sitotoksik dan kebanyakan antiseptik aman
untuk mencegah infeksi pada luka. Contoh antiseptik yang sering digunakan
pada luka yaitu : povidone iodine, hydrogen peroxide, chlorhexidine dan
alkohol.
4. Penggunaan Wound Dressing
Prinsip penggunaan wound dressing adalah untuk mendapatkan kondisi
lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung
optimal.
5. Pemberian Antibiotika
Pada prinsipnya, luka yang bersih tidak perlu diberikan antibiotika.
Sedangkan pada luka terkontaminasi atau kotor, perlu diberikan antibiotika
untuk mencegah terjadinya infeksi pada luka. Penggunaan antibiotika
topical dapat berisiko terjadinya dermatitis kontak alergi dan resistensi
bakteri3.

19
BAB III

KESIMPULAN

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Bentuk luka
bermacam-macam bergantung penyebabnya, misalnya luka sayat atau vulnus
scissum disebabkan oleh benda tajam, sedangkan luka tususk yang disebut
vulnus punctum akibat benda runcing. Luka robek, lasersi atau vulnus
laceratum merupakan luka yang tepinya tidak rata atau compang camping
disebabkan oleh benda yang permukaannya tidak rata. Luka lecet pada
permukaaan kulit akobat gesekan disebut eksoriasi. Panas dan zat kimia juga
dapat menyebabkan luka bakar10.

Luka ditandai dengan rusaknya berbagai jaringan tubuh. Terkoyaknya


jaringan berbagai ikat, otot, serta kulit akibat suatu sebab sering diikuiti dengan
rusaknya jaringan syaraf dan robeknya pembuluh darah yang mengakibatkan
pendarahan. Bila keadaan itu dibiarkan maka akan mengganggu homeostatis
tubuh. untuk menghindari kerusakan yang lebih lanjut maka tubuh memiliki
mekanisme khusus untuk penutupan luka. Pemulihan luka biasanya diawali
dengan peradangan yang merupakan benteng proteksi pertama yang otomatis
tersedia di dalam tubuh. Proses peradangan dan pemulihan membutuhkan
sejumlah senyawa kimiawi guna menjaga daerah luka dari serangan
mikroorganisme serta membangun struktur penutup luka itu sendiri.

Proses pemulihan luka bukan hanya meliputi penutupan luka pada


permukaan kulit tetapi juga meliputi penutupan pembuluh darah yang terkoyak,
regenerasi dari sel-sel perifer saraf serta penggantian jaringan otot oleh serabut
kolagen. Oleh karena itu dibutuhkan berbagai zat kimia tertentu yang terkait
dalam mekanisme penutupan luka baik sebagai agen komplemen maupun
senyawa penyeimbang homeostasis lainnya. Tahapan penutupan-luka meliputi
pengurangan curah darah yang mengalir di pembuluh dengan cara
vasoikontriksi pembuluh darah, pembentukan sumbat-protein dan

20
penggumpalan darah. Darah yang semakin kental akibat penggumpalan akan
semakin lambat alirannya dalam pembuluh darah yang telah mengalami
penyempitan lumen. Kondisi tersebut akan Iebih memudahkan terjaringnya
gumpalan darah oleh serabut protein fibrinogen sehingga terbentuk sumbat
pada area jaringan yang luka. Jaringan yang luka tidak bisa sepenuhnya
memiliki kemampuan seperti semula sebab adanya penggantian sejumlah
jaringan asal oleh serabut kolagen yang memiliki struktur dan fungsi tidak sama
dengan jaringan semula.

Seiring dengan bertambahnya usia maka kemampuan fungsional atau organ


yang terluka akan mengalami penurunan meskipun telah dilakukan pernulihan.
Hal tersebut disebabkan oleh menurunya kecepatan metabolisme tubuh dan
berkurangnya kemampuan tubuh memproduksi berbagai agen yang menjadi
faktor dalam penutupan luka11.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Baririet Baroroh Dewi. 2011. Penyembuhan Luka. Basic Nursing


Department PSIK FIKES UMM.
2. Black&Hawks. 2005. Medical - Surgical Nursing, Clinical Management
For Positive Outcomes 7th Edition.Missouri:Elsevier Saunders.
3. Drosou A, Falabella A, Kirsner R.S. 2003. Antiseptics on Wounds : An
Area of Controversy. Wounds.
4. Gita.K. 2011. Perawatan Luka dalam Praktik Kebidanan. Surakarta:
KDK-II/Smt.II-Poltekkes Surakarta.
5. Gurtner CG. 2007. Wound Healing : Normal and Abnormal. In: Thorn HC
et al. Grabb Plastic Surgery. 6th Ed., Wolters Kluwer-Lippincot William
and Wilkins, Philadelphia.
6. Hardjito K, Wijayanti LA, Saputri NM., 2012. Senam kegel dan
penyembuhan luka jahitan perineum pada ibu post partum. 2- TRIK:
Tunas-Tunas Riset Kesehatan.
7. Keast D, Orsted H. 2007. The Basic Principles of Wound Healing.
www.pilonidal. org/pdfs/Principles- of-Wound-Healing.pdf.
8. Oswari E, Bedah dan perawatannya, Gramedia, Jakarta, 1993.
9. Setyarini EA, Barus LS, Dwitari A., 2013. Perbedaan alat ganti verband
antara dressing set dan dressing trolley terhadap resiko infeksi nosokomial
dalam perawatan luka post operasi. Jurnal Kesehatan STIKes Santo
Borromeus.
10. Sjamsuhidajat R. 2010. Luka, trauma, syok dan bencana. Dalam : R, Jong
W, ed. Buku Ajar ilmu Bedah. Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC.
11. Suryana Abdurrahmat Asep. 2014. Jumal Entropi Volume 9 Nomor I
Februari. Inovosi Penelitian, pendidikan don pembelajaran Sains

22

Anda mungkin juga menyukai