Pengaruh Pemancangan Tiang Pada Pasiran: Budijant
Pengaruh Pemancangan Tiang Pada Pasiran: Budijant
PILE 2005
ABSTRAK
Dalam perancangan daya dukung pondasi tiang pancang, parameter desain
umumnya diambil berdasarkan hasil uji lapangan dan uji laboratorium sebelum
fiang dipancang. Akibat konstruksi pemancangan pada tiang, daya dukung tiang
pada tanah pasiran dapar meningkat terhadap waktu sebesar 2.6 - 3.9 kali lebih
besar terhadap daya dukung prediksi awal. Mekanisme ini disebut sebagai
mekanisme setup. Setup ini rergantung pada derajat kepadatan tanah dan tekanan
air pori ekses yang terjadi. Pada studi kasus ini dibahas tiang pancang segiempar
35 cm x 35 cm dengan panjang pembenaman 6. 0 m yang berada pada lapisan
pasir medium hingga padat. Difunjukkan bahwa hasil SP1; CPT, dan DMT untuk
kondisi setelah tiang dipan cang mengalami perubahan yang signifikan terhadap
kondisi sebelum pemancangan. Rumusan empirik Denver & Skov (1988), Svinkin
(J 996), dan Bogard & Matlock (1990) digunakan untuk menyimulasikan
perubahan daya dukung akibat setup tersebut. Se/ain itu, ditunjukkan juga
koefisien fJ untuk perhitungan daya dukung jangka panjang berdasarkan has ii uji
pembebanan tiang.
1. PENDAHULUAN
Umumnya, dalam mendesain besarnya daya dukung tiang pancang, data
parameter tanah yang digunakan di dalam desain adalah berupa hasil penyelidikan
tanah yang dilakukan sebelum tiang tersebut dipancang. Tentunya, dalam ha! ini
terdapat perbedaan besarnya daya dukung aksial tekan tiang sebelum dan sesudah
tiang dipancang. Hal ini memunculkan pengertian mekanisme setup. Mekanisme
ini muncul sebagai akibat adanya peningkatan besarnya daya dukung tanah
terhadap waktu akibat proses pemancangan tiang. Besamya setup sangat
tergantung pada jenis tanah, metode konstruksi, dan disipasi air pori. Beberapa
peneliti telah mengusulkan beberapa formula daya dukung akibat setup. Dalam
makalah ini, tipe tanah yang diteliti adalah tanah pasiran dengan kepadatan
medium hingga padat.
51
2. SETUP
Tiang pancang dikategorikan sebagai displacement pile yang berarti bahwa dalam
pelaksanaannya, tiang mendesak tanah di sekitamya sehingga daya dukung
pondasi sangat dipengaruhi oleh tegangan lateral yang bekerja di sekeliling tiang
termasuk bagian ujung pondasi.
Terdapat perbedaan mekanisme perubahan kuat geser tanah yang muncul pada
tanah pasir lepas (loose sand) dan tanah pasir yang relatif padat (dense sand)
akibat pemancangan. Pemancangan tiang tergantung pada kepadatan relatif tanah
pasiran dapat menyebabkan setidaknya tiga macam kejadian yakni perubahan
posisi partikel pasir, pecahnya butiran pasir, dan pemadatan.
Pada tanah pasir yang lepas, akibat kompresi tanah di sekeliling tiang dan akibat
permeabilitas tanah yang tinggi, tekanan air pori ekses yang terjadi akan dengan
cepat terdisipasi. Pada jenis tanah ini, setidaknya ketiga kejadian di atas sangat
berpengaruh dan terutarna yang paling dominan adalah pemadatan.
Pada tanah pasiran yang relatif padat akan terjadi dilasi lokal yaitu terjadinya
ekspansi tanah yang umumnya bersifat sementara. Akibatnya memunculkan
tekanan air pori ekses negatif sehingga mengakibatkan kuat geser tanah relatif
meningkat. Namun, peningkatan kuat geser yang semakin besar tentunya sangat
berpengaruh terhadap semakin tinggi kesulitan di dalam pemancangan tiang. Oleh
karena itu, perhatian utama di dalam makalah ini adalah untuk mempelajari
besarnya perubahan permanen akibat pemancangan tiang.
Kesulitan pemancangan tersebut pada tanah pasir padat dapat diatasi dengan
melakukan predril/ sebelum tiang diinstalasi. Predrill ini akan menjadikan tanah
relatif menjadi relatif lebih lepas sehingga tiang relatif dapat dipancang.
Terlihat bahwa daya dukung tiang terkait dengan disipasi tekanan air pori ekses.
Akibat adanya disipasi air pori ini tentunya terkait dengan masalah wak.'tu dan
jenis tanah. Pada tanah pasiran dengan permeabilitas yang dapat mencapai satu
juta kali lebih tinggi daripada tanah lempung. Laju peningkatan daya dukung tiang
terhadap waktu ini pada tanah pasiran disebut deugan setup. Setup pada tiang
umumnya sangat berhubungan erat dengan peningkatan gesekan selimut tiang
(Lukas & Bushell, 1989; Chow et al., 1998; Bullock, 1999; Fellenius et al., 2000).
Masalah setup ini pertarna kali disebutkan dalam literatur pada tahun 1900 oleh
Wendel (Long et al., 1999). Untuk setup pada tanah pasiran pertama kali
dilakukan oleh Tavenas & Audy (1972) dan Samson & Authier (I 986).
Peningkatan kuat geser tanah yang terjadi pada interface antara tiang dan tanah
dapat disebabkan pula oleh aging. Sebagai garnbaran untuk tiang pancang beton
dari hasil penelitian Axellsson (2002), sebanyak 75% tiang uji, setup diakibatkan
oleh masalah aging yang terjadi hingga 7 bulan setelah tiang dipancang.
52
Untuk mengukur daya dukung tiang akibat setup ini dibutuhkan minimum dua
kali pengukuran daya dukung. Pengukuran pertama dilakukan sedapat mungkin
pada saat akhir pemancangan tiang dan pengukuran kedua dilakukan dalam kurun
waktu yang relatif lebih lama (Komurka, 2004). Tan et al (2004) mengusulkan
agar pengukuran kedua dilakukan di atas 24 jam untuk tanah pasiran sebagai
akibat adanya anggapan bahwa tekanan air pori ekses telah terdisipasi.
3. RUMUSAN EMPIRIK LAJU SETUP
Terdapat beberapa rumusan empirik terhadap laju setup untuk tanah pasir.
Umumnya laju setup ini dianggap linear terhadap peningkatan logaritma waktu.
Beberapa rumusan yang diusulkan tersebut antara lain adalah:
• Denver & Skov (1988)
dengan
t = waktu yang ditinjau setelah akhir tiang dipancang
to = waktu initial yang berhubungan dengan Q0
Q(t) = daya dukung tiang waktu t
Qo = daya dukung waktu to
A = konstanta
Nilai A tersebut diusulkan sebesar 0.2 untuk tiang di pasir (Denver &
Skov, 1988). Long et al. (1999) mengindikasikan nila A bervariasi antara
0.2 - 1.0.
• Svinkin (1996)
Svinkin mengembangkan rumusan empirik berdasarkan hasil uji
pembebanan tiang pada lima buah tiang pancang beton pada tanah pasiran
pad at. Rumusan yang diusulkan adalah :
Q(f) = (1.025 - } _4) Qts O t O.\ (2)
dengan
Q(t) = daya dukung tiang saat waliu t
4. STUDI KASUS
Pada lokasi pemancangan tiang, sebelurnnya telah dilakukan pengujian lapangan
dan uji laboratorium Uji lapangan yang dilakukan meliputi Standard Penetration
53
Test (SPT), Sondir (CPT), dan Dilatometer (DMT). Secara umum, penguJ1an
lapangan ini dilakukan pad a bu Ian September - Oktober 2002.
Uji laboratorium yang dilakukan meliputi indeks properti tanah termasuk analisis
saringan dan uji triaksial. Secara umum, dari hasil pengujian menunjukkan bahwa
lapisan tanah merupakan lapisan pasir.
Tiang yang digunakan dalam kasus ini berupa tiang pancang dengan penampang
35 x 35 cnl. Panjang liang yang terbenam adalah 6.0 m. Tiang pancang ini
diinstalasi pada tanggal l 8 September 2003 . Tiang sendiri dipancang dengan
menggunakan hammer hidrolik tipe BAN UT 4+ I ton dan tinggi jatuh sebesar 0.23
m. Dari hasil kalendering pada akhir pemru1cangan, diperoleh nilai set sebesar 1.5
mm/pukulan.
Pengujian tiang statik skala penuh dengan sistem kentledge dilakukan pada
tanggal 27 Juli 2004. Pengujian tiang ini dilakukan hingga mencapai kondisi
failure.
Pada gambar I dan grunbar 2 menunjukkan lokasi beberapa jenis tiang yang diuji
meliputi tiang bor, con1im.1011s.flight nuger pile. dan tiang pancang. Tiang pancang
yang diuji dalam kasus ini adalah tiang C-1.
54
4.1 KONDISI GEOLOGI
Jenis tanah yang dominan adalah berupa tanah pasir kelanauan yang merupakan
hasil pelapukan (residual soil) dari batuan granit. Tanah residual umumnya
terdapat di daerah tropis atau daerah yang mengalami tingkat pelapukan yang
relatif tinggi. Batuan granit sendiri termasuk batuan beku dalam yang terbentuk
akibat mendinginnya magma cair dan terbentuk jauh di dalam kulit bumi. Karena
proses pendinginannya lamb at sekali, ukuran kristalnya relatif besar.
---· }:oo¾"•i------------
~ I I iCMI J
1 i:n r ~ ' t
T : I
C2 T2 :
I
I
I
I
;;;i
I
J_____
I
I
I
55
4.2.2 Berdasarkan uji Dilatometer
Dari hasil DMT dapat diperoleh besarnya sudut geser dalam dan koefisien tekanan
tanah lateral berdasarkan usulan dari Marchetti {1997, 1999). Korelasi parameter
tanah berdasarkan DMT adalah sebagai berikut:
1
cp' = 20° + - - - - (4)
(0.04+ 0.06)
KD
Ko = 0.376 + 0.095KD-0.0046(qcfci:) (5)
Hasil uji SPT ditunjukkan pada gambar 3 berdasarkan nilai N6o yang telah
dikoreksi terhadap energi dari nilai NsPr lapangan. Nilai koreksi N6o dalam
korelasi dengan kepadatan pasir sedikit berbeda dengan korelasi umum dengan
NSPT (Budhu, 2000). Berdasarkan N60, tanah hingga kedalaman 5.0 m berada
dalam kepadatan medium, sedangkan pada kedalaman lebih dari 5.0 m merupakan
pasir padat.
N.,.,
0 10 20 30 40
0
j 5
B --s1
-s3
9 _..,._54
-ss
10
56
Untuk mengetahui perubahan perilaku tanah akibat pemancangan, CPT dilakukan
sebanyak 5 buah sebelum pemancangan dan 4 buah setelah tiang dipancang
(gambar 2). Dari hasil CPT terlihat bahwa nilai tahanan konus (qc) sebelum dan
sesudah dipancang cukup berbeda hingga kedalaman 5.0 m Peningkatan nilai qc
rata-rata hingga kedalaman tersebut mencapai 10% - 40%.
2
Ge (kg/cm )
0 s 10 15 20
o~~~"::======~::;;---7
9,--,===========-,
10 ,..__ _ _ _ _ _ _ _ ___,
Dari hasil uji DMT, terjadi perubahan pada perilaku tanah pasir. Perubahan
tersebut meliputi peningkatan nilai modulus dilatometer (Ed) rata-rata sebesar dua
kali lebih besar hingga kedalaman 5.0 m Koefisien tegangan horisontal juga
menunjukkan hasil serupa di mana tekanan tanah lateral (Kn) membesar di bagian
atas tiang dan Kn menurun seiring dengan peningkatan kedalaman tiang.
Sedangkan, nilai indeks material (Io) memberikan informasi tentang jenis tanah
yak:ni pasir kelanauan (gambar 5).
Berdasarkan hasil uji lapangan dan laboratorium, secara skematis kondisi tanah
sebelum pemancangan ditunjukkan di gambar 6.
57
hanya berdasarkan kondisi tan.ah sebelum pemancangan. Metode konvensional
yang digunakan adalah metode Meyerhoff (1976) untuk tahanan ujung dan
metode Puntuk tab.an.an selimut.
~deksMlllerlal, Id
... _ ......./_.._.----~-----,_f~~7l
s>
~· 1.0
i ! r rr---· !
~.. ' -\""··-....-
! i
i
.. i ..t-.;.--Lj_j fl \'1 ! ! i
j/'lj i i ( !
. ... •• --1i'~4 i----,--·r·-1
,{(' ' (: L,9: : : :
~\ ')i_) .. --+-·+) :
.,
I '-.._\1,. I
·-r··t--'~-1."-,-·T·-;
O o :
,....·H-'
/~{)~~-::{_j}:J
!l-
. Jt~Fl,
t J:',,·-~·
,..} .i : :
), _:.--!.• !
~,111/i.-'
i
,_. 1·:: ..,,,..,;: I i lui. , ·,, ...·,j ·i
-i ;y11··-:
"T[.kl~
''("!,. ' •.· . : .. ~\tJ____L__ J____ J
j ~ I ;.-j:,0 i {f ;j i i !
I ... --~f.r-.
:.,,.,,.: __ ; •• , • • ?
·:·-t·•."1---,
:
j '\l,1 ..•,- : : : i I I I :
; :, '·. }~;. •I:,., :, i
"'~=---·•.. ! i •• }~---:____ : __ J___ !
1
I:
: '··~
i ().: ;)'\
··t-·-+•'fl·,.$,..+--!
r-· : i.2 dI •l i
'
i
'
i !
· :
! ! ~~'h-i •._ I !
' ' _,\,,\"'<.:-,. _,.f :
.. ' ·,. i' .i i' i:
·___ j ___ j ___ J ___ j
Lf
I
••~•-t~~{-
l•t,. . I
I••~••-!
i
'. ' '
:i i i i !
.:
:'fl)
I I I I :
i i i ! !i i i i !
--,~---1--t--t·-1
t • 0 I :
i i i, '· i !
•·• .. ~I ...:-.(..;..5
I ·,1 Y- 'I
~~---l
:
u
' ' ;-..c,/ ' :
i i < {<i ! ;! ! ! ! !
I
: : :):v: ' •• ;---1----1----1-- - 0
,. .• 1-•• .1. •• -l-(..4'.:-..J .. -:
.. i H-?i I I
i
I
i
I
i
O
i
:
!
: :
! ! ! ! ]"-, !
: l,: ·,: :
\i i i i !
Lt •····•··•·•-·•··•••····-•·•••••····' lO •• 'L.:.......:.......:.......:....... :
58
Tiang Pancang: 0.35 m x 0.35 m
E = 3 ,9.10' kg/an 2
0
Mediu m Sand
N00 = 13
Or = 45% (Skempton, 1986)
• = 32 ° (Skempton, 1986)
y = 1,79 tJm'
u = 0.320
Dense Sand
N00 = 27 • = 37 • (Skempton, 1986)
Or = 45% (Skempton, 1986) y =1 .90 tJm'
u = 0.320
--------------------------------------~'J-~u~------------------
59
tiang. Berdasarkan kedua kondisi untuk sebelum sebelum dan sesudah
pemancangan, daya dukung mengalami kenaikan daya dukung sebesar 7%.
Pada gambar 7 ditunjukkan kurva hubungan antara hasil uji pembebanan tiang
dengan basil model Coyle & Castello (1966). Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa pada beban di bawah 100.0 ton, kedua kurva saling berhimpit. Namun,
untuk kondisi di atas 100.0 ton, kurva model Coyle & Castello cenderung berada
di bawah hasil uji lapangan hingga melebihi beban ultimit uji pembebanan tiang
yang terjadi.
Salah satu hasil interpretasi dengan metode Decourt ditunjukkan pada gambar 8.
Metode ini menggambarkan hubungan antara Q terhadap Q/S. Perpotongan garis
yang linear pada akhir pengujian memiliki kemiringan l /C 1 pada sumbu beban
merupakan nilai Qu. Keuntungan dari metode ini adalah marnpu diketahui basil
ultimit tiang sewaktu uji pembebanan tiang dilakukan. Metode ini agak mirip
dengan metode Chin di mana metode Chin memplot hubungan antara S/Q
terhadap S.
60
Hasil interpretasi ditabelkan pada tabel 2. Berdasarkan hasil uji pembebanan tiang
diperoleh bahwa Qu berkisar antara 129 - 159 ton. Metode Decourt cukup dekat
dengan hasil interpretasi daya dukung dengan metode Mazuerkiewich.
Beban, Q (Ion)
0 50 100 150 200
0
10
20
/ -~ebelum .
30 mu,.,,, 1.,0y,., 0i l.,il5"•"" \ ' """'I
e 40
· .S
C
!! 50
Uji Pembebanan liang
5.,
C 60
Cl.
70
80
90
100
30
Metode Decourt (1999)
25
20
E
E
i 15
~
0
10
0
0 50 100 150 200
Q (Ion)
61
Tabel 2 : Hasi/ Interpretasi Hasi/ Uji Pembebanan Tiang
Metode Daya Dukung Ultimit (ton)
Davisson {1972) 132
De Beer (1967) 129
Mazurkiewich (I 972) 156
Chin (1971)* 142
Decourt (1999) 159
Menurut Coduto (2001 ), nilai p ini dapat mewakili kondisi tanah sehingga daya
dukung pada lokasi lokal tersebut dapat ditentukan selama memiliki kondisi
perlapisan tanah yang serupa. Tabel 3 menunjukkan berbagai nilai p bila
dibandingkan dengan basil analisis balik. Koefisien Pdari analisis balik ini cukup
berdekatan dengan usulan dari Garlenger (1973). Namun, nilai yang diusulkan
oleh Meyerhoff (1 976) dan Poulos & Davis (1980) berbeda antara 1.1 - 2.1 kali
nilai dari analisis balik.
62
Rumusan empirik dari Denver & Skov (1988), Svinkin (1996), dan Bogard &
Matlock (1990) digambarkan pada gambar 9. Rumusan empirik dari Svinkin
berada di antara kedua metode yang lain. Namun demikian, ketiga model tersebut
menunjukkan hal yang sama yaitu terjadi peningkatan daya dukung pada tanah
pasiran terhadap waktu.
180 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - .
40 -l-- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 1
20 -l--- - -- - - - - - - - - - - - - -- ----1
0+-- - - - - - , - - - - - - - . - - - - -- . . - - - - - - i
0 5 10 15 20
0 Hosll Interpretosl UJI Pembebonon Sta ~k
t 0 · 5 (hari0 •5 )
• Metode Schmertmam & Nottingham (1975)
5. KESIMPULAN
• Berdasarkan basil pengujian lapangan seperti SPT, CPT, dan DMT
menunjukkan perubahan terhadap perilaku mekanik tanah pasir. Secara
umum, terjadi peningkatan kuat geser tanah hingga mencapai kedalaman 5.0
m
• Daya dukung pondasi tiang secara umum mengalami peningkatan akibat setup
untuk kondisi sebelum tiang dipancang dan setelah pemancangan baik untuk
63
..
metode konvensional maupun berdasarkan basil SPT, CPT, dan DMT serta
metode transfer beban.
• Berdasarkan hasil interpretasi uji pembebanan tiang di lapangan, diperoleh
daya dukung ultimit antara 129- 159 ton.
• Koefisien Ppada lokasi penelitian ini memiliki nilai yang berdekatan dengan
usulan dari Garlenger (1973). Koefisien ~ ini diperoleh dengan melakukan
analisis balik terhadap hasil uji pembebanan tiang setelah memperhitungkan
adanya setup.
• Berdasarkan rumusan empiri.k Denver & Skov (1988), Svinkin (1996), dan
Bogard & Matlock (I 990), daya dukung tiang pada tanah pasir meningkat
sebesar 2.6 - 3 .9 kali lebih besar akibat setup yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
ASCE. 1993. Bearing Capacity ofSoils. New York: ASCE Press.
Astriani, D., Widjaja, B. and Rustiani, S. 2004. Daya Dula.mg Pondasi Tiang Bor
dan Continuous Flight Auger Pada Tanah Pasir di Porto, Portugis. Aspek
. Geoteknik Dalam Pelaksanaan Konstruksi Sipil: Peran dan Resiko Bagi
Perancana, Pelaksana dan Pengawas. Pertemuan Ilmiah Tahunan-VIII: 107 -
111.
Budhu, M. 2000. Soil Mechanics & Foundations. New York: John Wiley & Sons,
Inc.
Coduto, Donald P. 2001. Foundation Design Principles and Practices. 2 nd ed.
New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Coduto, Donald P. l 999.Geotechnical Engineering Principles and Practices.
Delhi, India: Pearson Education.
Das, Braja M. 2004. Principles ofFoundation Engineering. 5th ed. Pacific Grove:
Brooks/Cole-Thomson Learning.
Erbland, Philip J. and McGillivary, Ross T. 2004. Effects of Pile Setup on Pile
Design and Construction: A Case History. Current Practices and Future In
Deep Foundation. Geotechnical Special Publication No.125: 66 - 76.
Fellenius, Bengt H. 2004. Basic of Foundation Design. Calgary, Alberta: eLib
AB.
GW & Associates. 2005. Laporan Te/mis: Peningkatan Daya Dukung Pondasi
Tiang Pancang Wisma Asia II Jakarta. Bandung
Komurka, Van E. 2004. Incorporating Set-Up and Support Cost Distributions into
Driven Pile Design. Current Practices and Future In Deep Foundation.
Geotechnical Special Publication No.125: 16 - 49.
McCarthy, David F. 2002. Essentials of Soil Mechanics and Foundations Basic
Geotechnics. 6th ed. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Olson, Roy E. and Shantz, Thomas J. 2004. Axial Load Capacity of Piles in
California In Cohessionless Soils. Current Practices and Future In Deep
Foundation. Geotechnical Special Publication No.125: 1 - 15.
Prakash, Shamser and H.D. Sharma. 1990. Pile Foundations in Engineering
Practice. New York: John Wiley & Sons, Inc.
64
Simon, N. and Menzes, B. 1999. A Short Course in Foundation Engineering. 2nd
ed. Guildford: Thomas Telford.
Tan, Siew L., Cuthbertson, J. and Kimmerling, Robert E. 2004. Prediction ofPile
Set-Up in Non-Cohesive Soils. Current Practices and Future In Deep
Foundation. Geotechnical Special Publication No.125 : 50- 65.
Whitlow, R 1998. Basic Soil Mechanics. 3rd ed. Malaysia: Longman Malaysia,
PP.
Widjaja, B. 2003. Prediction of Behavior of Driven, Bored, and CFA Piles.
Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
Widjayanti, L. 2005. Studi Banding Daya Dula.mg Tiang Pancang pada Tanah
Pasiran: Studi Kasus Porto Portugis. Skripsi tidak dipublikasikan.
Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
65
L:.:D!Jl1i'i!TC W:DJ~JA, ST., MT.
NIK : 41 061 106 6
KATA PENGANTAR
Panitia
DAFrAR ISi
1. Evaluasi Kapasitas Selimut Aksial Tekan dan Aksial Tarik Tiang Pancang
Baja pada Lapisan Lime Stone
(Bambang Hasto Winarno, Mohamad Wabyono M.T, Rismantojo,
Padmono)
2. Peningkatan Daya Dukung Ultimate Tanah terhadap Waktu pada Pondasi
Tiang Pancang
(Sudioto Susilo)
3. Set Up Piles in Saturated Soils
(Joehan Rohani, Achmad Muzai, Syed Fairuz)
4. Evaluasi Daya Dukung Tanah Pondasi Tiang Pancang Pada Tanah Residual
Berdasarkan Uji In-situ, Uji Pembebanan Statik dan Uji Dinamik
(Yunius Sinsin Saputra, Paulus Pramono Rabardjo)
5. Drivability Analyses of 36 inch Steel Pile at GTSY Platform in
Mahakam Delta, East Kalimantan
(Henrico Rudi Winata, Simon Ballantyne, David K Nolan)
6. Silent Piling Technology for Sustainable Construction in
Indonesia
(Er. Dr. GOH Teik Lim)
13. Peilaku Daya Dukung Tiang Bor pada Bagian Pylon Jembatan Layang
Pasupati, Bandung dengan Metode Transfer Behan
(Arief Witjaksono, Leonard Siahaan, Budijanto Widjaja, Ade Anthony
Izaach)
14. Aplikasi Pondasi Tiang Bor dalam Penanganan Keruntuhan Lereng pada
Deposit Serpih
(Hedy Rahadian, Slamet Prabudi Setianto)
15. Jajaran Tiang Pancang untuk Penahan Pergerakan Abutmen Jembatan,
Cilangkap, Cirata, Purwakarta, Jawa Barat
(Ir. Wisjnu Yoga Brotodihardjo, MSCE)
16. Evaluasi Penurunan Rangkak Tiang Pancang Lekatan Tunggal dengan Analisa
Data Loading Test Lapangan
(Yudianto E.A., dan Mochtar I.B)
17. Perbandingan Karakteristik Lapisan Bawah Permukaan berdasarkan Analisis
Mikrotremor dan Data Bor
(Dian Parwatiningtyas)
18. Kajian Lendutan pada Pelat Beton yang Didukung Kelompok Tiang pada
Tanah Lempung Akibat Behan Siklik
(Hary Christady Hardiyatmo)
19. Studi Penggunaan Fabrikasi Fondasi Tiang dari Bambu sebagai Soil
Reinforcement pada Konstruksi Timbunan di Atas Tanah Lunak
(Helmy Darjanto, Daniel M Rosyid, Akhmad Basuki Widodo, Djoko
. Soepriyono)
20. Penggunaan Data Uji Pembebanan Lateral pada Tiang untuk Menentukan
Reaksi Subgrade dan Kurva Respon Tanah (P-Y Curve)
(Paulus P. Rahardjo, Yunan Halim)
21. Penentuan Besaran Ko dari Hasil Uji Unpar Dual Dilatometer pada Tanah
Residual Vulkanik
(Dr. Ir. Hadi U Moeno,MSc, MIHT)
22. Desain Tahanan Tarik Undrained Tiang Bor dengan Pendekatan LRFD
(Widjojo A. Prakoso)
23. Perkembangan Metode LRFD dalam Perencanaan Fundasi Tiang d Indonesia
(A.Aziz Djajaputra)