Anda di halaman 1dari 7

Penetapan Tersangka Bupati Nganjuk Terkait Korupsi 5 Proyek

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan


Bupati Nganjuk, Taufiqurrahman, sebagai tersangka.

Taufiq diduga terlibat korupsi dalam 5 proyek pembangunan di Kabupaten Nganjuk pada
tahun 2009.

"Tersangka TFR diduga melakukan atau turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau
persewaan di 5 proyek," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, dalam jumpa pers di Gedung
KPK, Jakarta, Selasa (6/12/2016).

(Baca: KPK Tetapkan Bupati Nganjuk sebagai Tersangka Korupsi)

Lima proyek yang dimaksud adalah, pembangunan jembatan Kedungingas, proyek


rehabilitasi saluran Melilir Nganjuk, dan proyek perbaikan Jalan Sukomoro sampai
Kecubung.

Kemudian, proyek rehabilitasi saluran Ganggang Malang, dan yang terakhir,


proyek pemeliharaan berkala Jalan Ngangkrek ke Mblora di Kabupaten Nganjuk.

Taufiq merupakan Bupati Nganjuk periode 2008-2013 dan 2013-2018.

Atas dugaan tersebut, Taufiq disangka melanggar Pasal 12 huruf i dan Pasal 12 B Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tangkap Auditor BPK, KPK Temukan Uang Rp 1,145 Miliar di Brankas

JAKARTA, (PR).- Selain mengamankan uang senilai Rp 40 juta, KPK juga menemukan
uang Rp 1,145 miliar dan 3.000 dollar Amerika Serikat dari
brankas ruang kerja RS. Pejabat eselon I BPK RI itu ditetapkan sebagai tersangka oleh
KPK setelah operasi tangkap tangan yang menangkap auditor BPK dan dua pejabat
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
“Uang Rp 40 juta diduga merupakan uang yang diserahkan oleh ALS. Sementara uang Rp
1,145 miliar dan 3.000 dollar Amerika Serikat (sekitar Rp 40 juta, red) ditemukan dalam
brankas ruang kerja RS. Uang tersebut, KPK masih melakukan penyelidikan apakah uang
tersebut terkait kasus jual beli WTP atau perkara lain. Apakah berhubungan dengan kasus ini
atau tidak, statusnya akan ditentukan kemudian,” kata Kepala Biro Umum KPK Syarief
Hidayat dalam konferensi pers di KPK, Sabtu, 27 Mei 2017.
Kasus ini berkaitan dengan adanya jual beli pengurusan audit Kemendes PDTT untuk
mendapatkan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP). KPK menetapkan empat orang
sebagai tersangka. Mereka adalah SUG (Irjen Kemendes RI), JBP (pejabat eselon III
Kemendes PDTT), RS (pejabat eselon I BPK RI), dan ALS (auditor utama BPK RI).
Selain menemukan uang dalam brankas, KPK juga menyita barang bukti berupa uang tunai
sebesar Rp 40 juta dari ruangan ALS diduga merupakan bagian dari total komitmen Rp 240
juta. Sebelumnya di awal Mei 2017, diduga telah diserahkan uang Rp 200 juta.
Syarief mengungkapkan, kasus yang melibatkan pejabat negara dari lembaga audit negara
tersebut berawal pada Maret 2017 dilakukan pemeriksaan atas laporan KemendesPDTT tahun
anggaran 2016. Dalam rangka memperoleh opini WTP, tersangka SUG diduga melakukan
pendekatan pada pihak auditor BPK.
“Kode untuk sejumlah uang yang disepakati adalah ‘PERHATIAN’. (Dalam tanda kutip dan
huruf besar). Pemberian diduga terkait dengan pemberian opini WTP. Setelah melakukan
pemeriksaan 1x24 jam, dilanjutkan gelar perkara siang (Sabtu,red) tadi. Memang adanya
dugaan tindak pidana korupsi hadiah atau janji terkait dengan pemeriksaan BPK RI terhadap
laporan Kemendes PDTT tahun anggaran 2016,” ujarnya.
Pasal yang disangkakan adalah sebagai pihak pemberi suap, yakni SUG dan JBP disangkakan
melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.
Sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal yang
disangkakan kepada pihak penerima, yakni RS dan ALS, disangkakan Pasal 12 huruf a atau b
atau Pasal 11 UU Tipikor.

Ikuti Proses Hukum


Sementara itu, Ketua BPK RI Moermahadi Soerja Djanegara yang juga hadir dalam
konferensi pers tersebut mengungkapkan, pihaknya akan mendukung upaya penegakan
hukum yang dilakukan KPK terhadap pegawai BPK yang sedang diproses dalam peristiwa
OTT.
“BPK akan mengikuti seluruh proses hukum yang sedang berjalan dengan seksama guna
menentukan langkah-langkah lebih lanjut terhadap organisasi dan auditor yang
bersangkutan,” katanya.
Dia menuturkan, selama ini BPK memiliki sistem penegakan hukum internal melalui majelis
kehormatan kode etik. Namun dia mengakui, sistem tersebut tidak dapat mengawasi atau
memantau tiap individu di BPK.
“BPK akan menjadikan hal ini sebagai suatu pembelajaran untuk menjaga kredibilitas
lembaga dan tetap bekerja sama dengan aparat penegak hukum. Untuk mengawal
transparansi dan akuntabilitas keuangan negara,” ucapnya.***

Bupati Disidik KPK, Proyek di


Jombang Diduga Sarat KKN

TEMPO.CO, Jombang - Dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme di balik pengaturan


proyek-proyek pembangunan di Pemerintah Kabupaten Jombang terus bergulir seiring
dengan penyidikan terhadap pasangan suami-isteri, Bupati Nganjuk, Taufiqurrahman dan
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Jombang, Ita Triwibawati oleh penyidik Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Koordinator LSM Lingkar Indonesia untuk Keadilan (LInK) Jombang, Aan Anshori,
pengaturan proyek untuk memenangkan perusahaan atau kelompok usaha milik keluarga Ita
dan Taufiqurrahman dalam proses lelang. “Saya menduga kuat pengaturan proyek benar
terjadi,” katanya, Senin, 12 Desember 2016.

Aan mengatakan, meski seorang Sekda tidak berada secara langsung dalam struktur Unit
Layanan Pengadaan (ULP) Barang dan Jasa Kabupaten Jombang, tapi Sekda adalah eselon
dan jabatan tertinggi di lingkup pemerintahan daerah.
Aan menjelaskan, pejabat Sekda punya tugas pokok dan fungsi yang sentral dalam
pembangunan daerah termasuk perencanaan dan penganggaran. Ia juga menduga ada
gratifikasi atau suap di balik lelang proyek di Jombang. “Bisa dikatakan hampir semua
proyek demikian,” ujarnya.

Ita belum bisa dikonfirmasi atas tuduhan ini. Namun ia membenarkan penggeledahan KPK
yang dilakukan di ruang kerjanya pada 5 Desember 2016 lalu terkait proyek pembangunan di
Jombang. “Iya, pembangunan di Jombang,” ucapnya usai pengggeledahan.

Ita enggan menanggapi keterkaitan penggeledahan KPK dengan proyek-proyek yang


dimenangkan dan dikerjakan perusahaan dan kelompok usaha keluarganya. “Kita lihat saja
nanti,” kata wanita berjilbab itu.

Sebelum menjabat sebagai Bupati Nganjuk sejak 2008, Taufiqurrahman merupakan


pengusaha jasa konstruksi. Bisnisnya semakin berkembang seiring dengan pengaruhnya
sebagai bupati dan Ketua DPC PDI Perjuangan Nganjuk. Taufiqurrahman juga
mengembangkan bisnis di Jombang, yang ditopang oleh jabatan isterinya sebagai Sekda
Jombang sejak Oktober 2014.

Saat ini KPK sedang menyidik proyek-proyek pembangunan di Nganjuk dan Jombang
selama 2008-2016. Taufiqurrahman telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dengan
sangkaan menerima gratifikasi. Sedangkan Ita masih sebagai saksi. Dalam penggeledahan di
Jombang, penyidik KPK menyita sejumlah mobil mewah dari rumah Ita.

Sebelumnya Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko membantah ada masalah dalam
proyek-proyek pembangunan di Jombang. Bahkan Nyono mengklaim Jombang termasuk
daerah berprestasi dalam pengelolaan anggaran. “Jombang mendapat penghargaan dari
Presiden berupa dana insentif daerah,” katanya, 6 Desember 2016.

Menurut Nyono, dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2015, Jombang mendapat
status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). “Kami mendapat hadiah dana insentif daerah tahun
2017 sebanyak Rp 51.330.244.000, tertinggi di Indonesia dari 534 kabupaten dan kota,” ujar
Nyono yang juga Ketua DPD I Partai Golkar Jawa Timur itu.

Ihwal kasus yang menimpa Ita, Nyono mengimbau agar proses hukum yang berjalan diikuti.
“Ikut proses hukumnya dan kami mendukung penegakan hukum yang dilakukan KPK.”
Dugaan Korupsi Rp 264 Juta, Mantan
Kepala BPBD Kota Sukabumi Ditahan
UKABUMI, (PR).- Unit Tindak Pidana Korupsi Satuan Reserse dan Kriminalitas
Markas Kepolisian Resort Sukabumi Kota menahan mantan Kepala Pelaksana
Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Sukabumi. Mantan
Kepala BPBD Kota Sukabumi HH terlihat tertunduk lesu saat polisi menggiring usai
pemeriksaan ke terali besi, Selasa, 6 Juni 2017.
Dengan kedua tangan di borgol, dia terlihat gugup ketika polisi melakukan
konferensi pers terkait tindak pidana korupsi yang dilakukannya. Tersangka yang
sebelumnya dinilai kooperatif dalam pemeriksaan sehingga tidak dilakukan
penahanan, kini harus menerima kenyataan pahit. Dia kini harus mendekam di
penjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya hingga menunggu proses
persidangan.
Oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kota Sukabumi itu, ditetapkan tersangka tindak
pidana korupsi sehingga merugikan negara hingga mencapai Rp 264.290.890. HH
yang kini bertugas menjadi pegawai staf ahli Pemkot Sukabumi diduga tidak hanya
melakukan pemotongan sebesar 15 persen pada setiap pencairan dana kegiatan
rutin.
Tapi saat menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) telah meminta fee atau
sejumlah uang dari kegiatan pengadaan barang dan jasa kepada pihak ketiga. “Uang
yang diambil tersebut untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan memenuhi
kebutuhan sehari-hari,” kata Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Sukabumi Kota,
Rustam Mansur.
Didampingi Kepala Satuan Reserse dan Kriminalitas (Kasat Reskrim), Yadi
Kusmayadi, Rustam Mansur, polisi menjebloskan tersangka setelah dilakukan
serangkaian pengungkapan. Polisi tidak hanya menerima laporan dari masyarakat
yang menyatakankegiatan BPBD 2013 lalu, tidak direalisasikan secara maksimal.
“Tapi perawatan sarana serta prasarana sama sekali tidak dilakukan,” katanya.

Nota fiktif
Selain itu, kata Rustam Mansur langkah tegas dengan menjebloskan HH setelah
polisi melakukan koordinasi dengan sejumlah pemeriksan administrasi. Dari
koordinasi dengan Badan Inspektorat Kota Sukabumi terungkap dalam
pemeriksaan ada temuan kegiatan rutin dan pengadaan barang.
“Begitu pun setelah dilakukan koordinasi dengan BPK terdapat bukti-bukti berupa
nota pembelian BPBD yang diduga kuat fiktif alias tidak sesuai dengan sebenarnya.,”
kata Rustam Mansur.
Rustam Mansur mengatakan lima berkas tersangka pelaku tindak korupsi telah
diserahkan ke pihak Kejaksaan Negeri (kejari) Kota sukabumi. Kelima berkas
tersebut diantaranya hasil pemeriksaan dari Badan Pengawasan Keuangan
Pembangunan (BPKB), BKP dan Badan Inspektorat dinilai telah lengkap.
“Dia dijerat Pasal 2 dan 3 ayat 1 UU RI No 31 1000 tetang pemberantasan Tipikor.
Yang diubah dan ditambah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas
UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantaasan Tipikor. Dia diancam kurungan
penjara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun,” katanya.***

2 Kadis Pemprov Jatim yang


Ditangkap KPK Baru Dipromosikan

Jakarta - Dua kepala dinas Pemprov Jawa Timur yang ditangkap KPK, baru
dipromosikan jabatannya. Keduanya, Kadis Peternakan Jatim Rohayati dan
Kadis Pertanian Bambang Heryanto kini sudah berstatus tersangka.

Dari penelusuran detikcom, dua pejabat yang sudah ditahan KPK itu
merupakan pejabat yang baru saja dilantik Gubernur Jatim Soekarwo pada
Selasa (27/12/2016).

"Iya benar, baru mereka. Naik promosi, eselon 3 ke 2. Ini memprihatinkan


karena orang dinilai bagus kok melah melanggar," kata Wakil Gubernur
Jatim Saifullah Yusuf atau Gus Ipul saat dikonfirmasi, Rabu (7/6/2017).

Gus Ipul memastikan Pemprov Jatim mendukung penuh upaya KPK dalam
pemberantasan korupsi. "Kami mendukung penuh, dan kita serahkan
proses hukum ini ke KPK," tegasnya.

Gubernur Soekarwo sebelumnya melantik ratusan pejabat di lingkungan


Pemprov Jatim yang berasal dari eselon II yakni sebanyak 72 orang dan
eselon III sebanyak 531 orang.

Khusus untuk 72 pejabat eselon II yang dilantik beberapa diantaranya


menempati jabatan baru hingga jabatan promosi dari eselon III. Sisanya
adalah pejabat dengan nomenklatur dinas, badan atau biro yang baru.

Di antara yang mendapat promosi kenaikan jabatan itu adalah Rohayati


dan Bambang Heryanto.

Dalam kasus suap setoran triwulan, KPK menetapkan enam orang


tersangka. Dari terduga pihak penerima adalah M Basuki (Ketua Komisi B
DPRD Jatim), Santoso (anggota staf DPRD Jatim), dan Rahman Agung
(anggota staf DPRD Jatim).
Sementara itu, pihak terduga pemberi adalah Bambang Heryanto (Kadis
Pertanian Jatim), Anang Basuki Rahmat (ajudan), dan Rohayati (Kadis
Peternakan Jatim).

Dalam OTT yang dilakukan KPK pada Senin (5/6), tim menyita barang bukti
uang sejumlah Rp 150 juta disita dari ruangan Komisi B DPRD Jatim.

Diduga uang tersebut merupakan pembayaran per triwulan terkait


pelaksanaan tugas pengawasan dan pemantauan DPRD tentang
penggunaan anggaran di Provinsi Jatim.

Anda mungkin juga menyukai