Anda di halaman 1dari 29

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat

menyelesaikan makalah Evaluasi Pembelajaran matematika dengan judul

“Taksonomi“ ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga

kami berterima kasih pada Ibu Dra. Hj. Aty nurdiana, M.Pd selaku Dosen mata

kuliah Evaluasi Pembelajaran Matematika yang telah memberikan tugas ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah

wawasan serta pengetahuan kita tentang pengklasifikasian tujuan pembelajaran.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat

kekurangan dan jauh dari apa yang telah harapkan. Untuk itu, kami berharap

adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang,

mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah ini dapat dipahami dan bermanfaat bagi siapapun yang

membacanya.

Bandar Lampung, 3 Oktober 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................i

DAFTAR ISI .........................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ...................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH ..............................................................................2

BAB 11 PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TAKSONOMI (BLOOM) .................................3

B. PERBEDAAN REVISI TAKSONOMI (BLOOM).....................4

1. RANAH KOGNITIF ..........................................................5

2. RANAH AFEKTIF.............................................................8

3. RANAH PSIKOMOTORIK ..............................................10

BAB 111 PENUTUP

A. KESIMPULAN ……………………………………………….…14

B. SARAN ...........................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................16


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam pendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan

pendidikan. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain,

yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali

menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis

(bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang

paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan

juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah.

Taksonomi Bloom ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-

kawan pada tahun 1956. Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan pada tahun

1956 oleh Benjamin S. Bloom bersama dengan rekannya Krathwohl.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang dapat di

rumuskan oleh penulis adalah sebagai berikut :

1.2.1 Apakah arti dan letak taksonomi dalam pendidikan?

1.2.2 Apa isi taksonomi Bloom?

1.2.3 Apakah perbedaan taksonomi (Bloom) dan revisi taksonomi (Bloom)?


1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan malah ini adalah:

1.3.1 Mengetahui arti dan letak taksonomi dalam pendidikan.

1.3.2 Mengetahui isi taksonomi Bloom.

1.3.3 Mengetahui perbedaan taksonomi (Bloom) dan revisi taksonomi (Bloom).


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Arti dan Letak Taksonomi dalam Pendidikan

Kata “taksonomi” diambil dari bahasa yunani “tassein” yang berarti untuk

mengelompokan dan “nomos” yang berati aturan. Taksonomi dapat diartikan

sebagai pengelompokan suatu hal berdasrkan hieraki (tingkatan) tertentu. Dimana

taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum dan taksonomi yang lebih rendah

besifat lebih spesifik.

Sejak lahirnya kurikulum PPSP (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan) yang


kemudian disusul oleh lahirnya kurikulum tahun 1975, telah mulai tertanam
kesadaran pada para guru bahwa tujuan pelajaran harus dirumuskan sebelum
proses belajar-mengajar berlangsung. Tujuan tersebut harus diberitahukan kepada
para siswa. Jadi, tujuan tersebut bukanlah sesuatu yang perlu dirahasiakan.
Apabila dalam pengajaan teidaak disebtkan tujuannya, siswa tidak akan tau mana
pelajaranyang penting dan mana yang tidak.

Kesadaran seperti ini diharapkan dapat mendarah daging, seperti hanya jika
orang mau pergi ke suatu tempat sudah mempunyai bayangan letak tempat tesebut
dengan sehingga dengan mudah mementukan jalan mana yang herus dilalui.
Apabila setiap guru memahami kegunaan perumusan tujuan ini maka mereka
dapat mengusahakan kegiatan megajar secara efektif.

Kepentingan hubungan dengan kegiatan belajar-mengajar dengan tujuan, oleh

seorang ahli bernama Scriven (1967) dikemukakan bahwa harus ada hubungan

yang erat antara:

a. Tujuan kurikulum dengan bahan pelajaran.


b. Bahan pelajaran dengan alat-alat evaluasi.

c. Tujuan kurikulum dengan alat-alat evaluasi.

Tujuan kurikulum yang dimaksud adalah tujuan yang dapat diukur. Ebel

(1963) berpendapat bahwa jika hasil pendidikan merupakan sesuatu yang penting

tetapi tidak dapat diukur maka tujuan itu harus diubah. Jika tujuan telah

dirumuskan secara operasional maka hasilnya akan dapat terlihat pada perubahan

tingkah lakunya.

Tujuan pendidikan dapat dirumuskan pada tiga tingkatan. Pertama, tujuan

umum pendidikan. Tujuan ini menentukan perlu dan tidaknya suatu program

diadakan. didalam praktek sehari-hari disekolah, tujuan ini dikenal sebagai TIU

(Tujuan Instruksional Umum). Kedua, tujuan yang didasarkan atas tingkah laku.

Dalam periode 20 tahun terakhir ini, banyak usaha telah dilakukan untuk mencari

metode yang dapat digunakan untuk menganalisis atau mengklarifikasikan sebuah

pandangan yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari. Yang dimaksud adalah

berhasilnya pendidikan dalam bentuk tingkah laku. Inilah yang dimaksud dengan

taksonomi (taxonomy). Ada 3 macam tingkah laku yang dikenal umum, yaitu

kognitif, afektif, dan psikomotor (yang dalam hal ini penulis gunakan istilah

ketampilan). Ketiga, tujuan yang lebih jelas yang dirumuskan secara professional.

Kaum behavioris (kaum yang mengutamakan tingkah laku), berpendapat bahwa

taksonomi yang dikemukakan oleh bloom dan kawan-kawan, adalah sangat

bersifat mental. Mereka tidak menjelaskan kepada para pendidik secara konkret

dan dapat diamati.


Dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah, ketiga tujuan ini harus ada. Tetapi

prakteknya memang sulit karena dalam beberapa hal, penafsirannya lalu menjadi

subjektif. Kesulitan lain adalah bahwa sulit untuk menjabarkan menjabarkan

tujuan umum ini menjadi tujuan yang lebih terperinci.

Beberapa ahli telah mencoba memberikan cara bagaimana menyebut ketiga

tingkatan tujuan ini, yang akhirny oleh Viviane De Landsheere disimpulkan

bahwa ada 3 tingkat tujuan (termasuk taksonomi), yaitu:

a. tujuan akhir atau tujuan umum pendidikan.

b. taksonomi.

c. tujuan yang operasional.

2.2 Taksonomi Bloom

Bloom dan Krathwohl telah memberikan banyak inspirasi kepada banyak orang

yang melahirkan taksonomi lain. Prinsip-prinsip dasar yng digunakan oleh 2

orang ini ada 4 buah, yaitu:

a. Prinsip metodologis

Perbedaan-perbedaan yang besar telah merefleksi kepada cara-cara guru

dalam mengajar.

b. Prinsip psikologis

Taksonomi hendaknya konsisten dengan fenomena kejiwaan yang ada

sekarang.
c. Prinsip logis

Taksonomi hendaknya dikembangkan secara logis dan konsisten.

d. Prinsip tujuan

Tingkatan-tingkatan tujuan tidak selaras dengan tingkatan-tingkatan nilai-

nilai. Tiap-tiap jenis tujuan pendidikan hendaknya menggambarkan corak yang

netral.

Atas dasar prinsip ini maka taksonomi disusun menjadi suatu tingkatan yang

menunjukkan tingkat kesulitan. Sebagai contoh, mengingat fakta lebih mudah

daripada menarik kesimpulan. Atau menghafal, lebih mudah daripada

memberikan pertimbangan. Tingkatan kesulitan ini juga merefleksikan kepada

kesulitan dalam proses belajar dan mengajar.

Sudah banyak diketahui bahwa mula-mula taksonomi Bloom terdiri dari dua

bagian yaitu kognitif domain dan afektif domain (cognitive domain and affective

domain). Pencipta dari kedua taksonomi ini merasa tidak tertarik pada prikomotor

domain karena mereka melihat hanya ada sedikit kegunaannya di sekolah

menengah atau universitas (Bloom,1956). Akhirnya Simpson melengkapi dua

domain yang ada dengan psikomotor domain (1966). Namun sebenarnya

pemisahan antara ketiga domain ini merupakan pemisahan yang dibuat-buat,

karena manusia merupakan suatu kebulatan yang tidak dapat dipecah-pecah

sehingga segala tindakannya juga merupakan suatu kebulatan.

Saat ini sudah banyak diketahui oleh umum bahwa apa yang dikenal sebagai

taksonomi Bloom (1956) sebenarnya merupakan hasil kelompok penilai di


Universitas yang terdiri dari B.S Bloom Editor M.D. Engelhart, E. Furst, W.H.

Hill, dan D.R. Krathwohl, yang kemudian didukung pula oleh Ralph W. Tyler.

Secara garis besar, Bloom bersama kawan-kawan merumuskan tujuan-tujuan

pendidikan pada 3 (tiga) tingkatan:

a. Kategori tingkah laku yang masih verbal.

b. Perluasan kategori menjadi sederetan tujuan.

c. Tingkah laku konkret yang terdiri dari tugas-tugas (task) dalam pertanyaan-
pertanyaan sebagai ujian dan butir-butir soal.

Ada 3 (tiga) ranah atau domain besar, yang terletak pada tingkatan ke-2 yang

selanjutnya disebut taksonomi yaitu:

a. Ranah kognitif (cognitive domain)

b. Ranah afektif (affective domain)

c. Ranah psikomotor (psychomotor domain).

Keterangan lebih lanjut adalah sebagai berikut.

A. Ranah kognitif

1. Mengenal (recognition)

Pengetahuan mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan

disimpan dalam ingatan. Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan, digali pada

saat dibutuhkan melalui bentuk ingatan mengingat (recall) atau mengenal

kembali (recognition). Kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan,

definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan


sebagainya. Dalam pengenalan siswa diminta untuk memilih satu dari dua

atau lebih jawaban.

Contoh:

Hasil bumi yang terkenal di daerah lampung adalah:

a. Padi

b. Kopi

c. Tembakau

Mengungkapkan/mengingat kembali

Berbeda dengan mengenal maka dalam mengingat kembali ini siswa

diminta untuk mengingat kembali satu atau lebih fakta-fakta yang

sederhana.

Contoh:
Tempat keluarnya air dari dalam tanah disebut...

Mengenal dan mengungkapkan kembali, pada umumnya dikategorikan

menjadi satu jenis, yakni ingatan. Kategori ini merupakan kategori yang

paling rendah tingkatannya karena tidak terlalu banyak meminta energi.

2. Pemahaman (comprehension)

Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menangkap makna dan

arti tentang hal yang dipelajari. Adanya kemampuan dalam menguraikan isi

pokok bacaan; mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk

lain.

Dengan pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia

memahami hubungan yang sederhana di antara fakta-fakta atau konsep.


Contoh:

Di antara gambar-gambar di bawah ini yang dapat disebut sebagai segitiga

siku-siku adalah:

a)

b)

c)

Untuk dapat menentukan gambar mana yang dapat dinamakan segitiga siku-

siku maka ia harus menghubungkan konsep segitiga dan konsep siku-siku.

3. Penerapan/aplikasi (application)

Kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode untuk menghadapi

suatu kasus atau problem yang konkret atau nyata dan baru. kemampuan untuk

menerapkan gagasan, prosedur metode, rumus, teori dan sebagainya.

Untuk penerapan atau aplikasi ini siswa dituntut memiliki kemampuan

untuk menyeleksi atau memilih suatu abstrasi tertentu (konsep, hukum,

dalil, aturan, gagasan, cara) secara tepat untuk diterapkan dalam suatu

situasi baru dan menerapkannya secara benar.


Contoh:
Untuk menyelesaikan hitungan 51 x 40 = n, maka paling tepat kita
gunakan
a. Hukum asosiatif

b. Hukum komutatif

c. Hukum distributif

4. Analisis (analysis)

Di tingkat analisis, sesorang mampu memecahkan informasi yang kompleks

menjadi bagian-bagian kecil dan mengaitkan informasi dengan informasi lain.

Kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga

struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik.

Dalam tugas analisis ini siswa diminta untuk menganalisis suatu hubungan

atau situasi yang kompleks atas konsep-konsep dasar.

Contoh:

Siswa disuruh menerangkan apa sebab pada waktu mendung dan ada angin

kencang tidak segera turun hujan.

5. Sintesis (synthesis)

Kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru. Bagian-bagian

dihubungkan stu sama lain. Kemampuan mengenali data atau informasi yang

harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan. Adanya kemampuan

ini dinyatakan dalam membuat suatu rencana penyusunan satuan pelajaran.

Misalnya kemampuan menyusun suatu program kerja

Apabila penyusunan soal tes bermaksud meminta siswa melakukan

sintesis maka pertanyaan-pertanyaan disusun sedemikian rupa sehingga

meminta siswa untuk menggabungkan atau menyusun kembali


(reorganize) hal-hal spesifik agar dapat mengembangakan suatu struktur

baru. Engan singkat dapat dikatakan bahwa dengan soal sintesis ini siswa

diminta untuk melakukan generalisasi.

Contoh:

“Dengan mengetahui situasi daerah dan milik dalam hal kekayaan bahan

mentah serta semangat penduduk di suatu daerah yang kini dapat

berkembang pesat menjadi kota pelabuhan yang besar maka kota-kota

kecil di tepi pantai mana yang mempunyai potensi untuk menjadi sebuah

kota pelabuhan besar?”

6. Evaluasi (evaluation)

Kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap suatu materi pembelajaran,

argumen yang berkenaan dengan sesuatu yang diketahui, dipahami, dilakukan,

dianalisis dan dihasilkan.

Apabila penyusunan soal bermaksud untuk mengetahui sejauh mana siswa

mampu menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki

untuk menilai sesuatu kasus yang diajukan oleh penyusun soal.

Mengadakan evaluasi dalam pengukuran aspek kognitif ini tidak sama

dengan mengevaluasi dalam pengukuran aspek efektif.

Mengevaluasi dalam aspek kognitif ini menyangkut masalah “benar/salah”

yang didasarkan atas dalil, hukum, prinsip pengetahuan, sedangkan

mengevaluasi dalam aspek efektif menyangkut masalah “baik/buruk”

berdasarkan nilai atau norma yang diakui oleh subjek yang bersangkutan.

Sejak tahun 1983 istilah “aspek” ini lebih populer dengan istilah baru

yakni “ranah”. Untuk ranah kognitif, bloom menemukan adanya tingkatan-

tingkatan ranah, tersusun dalam urutan meningkat (hierarki) yang sifatnya


linear. Namun dan beberapa studi lanjutan yang dilakukan oleh ahli-ahli

lain antara lain Madaus di ketemukan bahwa ranah-ranah tersebut tidak

seluruhnya dalam urutan linear.

Untuk ranah yang lebih tinggi, yakni analisis, sintesis, dan evaluasi,

terletak pada satu garis horizontal dan terlihat sebagai cabang. Apabila

dibandingkan akan tergambar sebagai berikut ini:

Struktur hipotesis Struktur yang ditemukan


Oleh Bloom oleh Madaus dkk.
Evaluasi Evaluasi

Sintesis Analisis Sintesis

Analisis

Aplikasi Aplikasi

Pemahaman Pemahaman

ingatan ingatan

Beberapa aspek kejiwaan yang telah disebutkan, sebagian hanya cocok

diterapkan di sekolah dasar (ingatan, pemahaman, dan apikasi),

sedangakan analisis dan sintesis baru dapat dilatihkan di SLTP, SMU, dan

Perguruan Tinggi secara bertahap. Dengan urutan yang ada, memang


menunjukan usaha yang makin kebawah makin berat. Sebagai contoh,

untuk melakukan pemahaman, siswa harus terlebih dahulu mengingat dan

mengenal kembali. Dan untuk pemahaman, memang dibutuhkan unsur

mengenal atau mengingat kembali.

Kata Kerja Operasional, Taksonomi Bloom Ranah Kognitif

Kata Kerja Ranah Kognitif Edisi Lama

PENGETAHUAN PEMAHAMAN PENERAPAN ANALISIS SINTESIS EVALUASI

C1 C2 C3 C4 C5 C6

Mengutip Memperkirakan Menugaskan Menganalisis Mengabstraksi Membanding-


kan
Menyebutkan Menjelaskan Mengurutkan Mengaudit Mengatur
Menyimpul-
Menelusuri Mengkategorikan Menentukan Memecahkan Menganimasi kan

Menggambar Mencirikan Menerapkan Menegaskan menyusun Menilai

Membilang Merinci Menyesuaikan Mendeteksi Mengkode Mengarahkan

Mengidentifikasi Mengasosiasikan Mengkalkulasi Memerinci Mengarang Mengkritik

Mendaftar Membandingkan Memodifikasi Menominasikan Membangun Menimbang

Menunjukkan Menghitung Mengklarifikasi Mendiagramkan Menciptakan Memutuskan

Memberi label Mengkontraksi- Menghitung Mengkorelasi- Mengoreksi Memisahkan


kan kan
Memberi indeks Membangun Merancang Memprediksi
Mengubah Merasionalkan
Memasangkan Mengurutkan Mendikte Memperjelas
Mempertahankan Menguji
Menamai Membiasakan Memperjelas Menugaskan
Menguraikan Mencerahkan
Menandai Mencegah Memfasilitasi Menafsirkan
Menjalin Menjelajah
Membaca Menentukan Membentuk Mempertahan
Membedakan Membagankan -kan
Menyadari Menggambarkan Merumuskan
Mendiskusikan Menyimpulkan Memerinci
Menghafal Menggunakan Memadukan
Menggali Menemukan Mengukur
Meniru Menilai Membatasi
Mencontohkan Menelaah Merangkum
Mencatat Melatih Mereparasi
Menerangkan Memaksimalkan Membuktikan
Mengulang Mengemukakan Menggali Memerintahkan Menyiapkan Memvalidasi

Mereproduksi Mempolakan Mengemukakan Mengedit Merangkum Memproyeksi-


kan
Meninjau Memperluas Mengadaptasi Mengaitkan Meningkatkan
Mendukung
Memilih Menyimpulkan Menyelidiki Memilih Mengkategori-
kan Mengetes
Menyatakan Meramalkan Mengoperasikan Mengukur
Mengkombinasi Memilih
Mempelajari Merangkum Mempersoalkan Melatih kan

Mentabulasi menjabarkan Mengkonsepkan Mentransfer Merekontruksi

Memberi kode Melaksanakan Mengkreasikan

Meramalkan Menggenerali-
sasi
Memproduksi
Menghubung-
Memproses kan

Mengaitkan Merencanakan

Mensimulasikan Memproduksi

Memcahkan Menanggulangi

Melakukan Menampilkan

Mentabulasi

Menyusun

Memperoses

Kata Kerja Ranah Kognitif Edisi Kurikulum 2013 Revisi 2017

MENGINGAT MEMAHAMI MENERAPKAN MENGANALISIS MENGEVALUASI MENCIPTAKAN

C1 C2 C4 C4 C5 C6

Menemukenali Menjelaskan Melaksanakan Mendiferensiasi- Mengecek Membangun


(identifikasi) kan
Mengartikan Mengimplementa Mengkritik Merencanakan
Mengingat -sikan Mengorganisasi-
kembali Menginterpretasi- kan Membuktikan Memproduksi
kan Menggunakan
Membaca Mengatribusikan Mempertahankan Mengkombinasi
Menceritakan Mengonsepkan
Menyebutkan Mendiagnosis Memvalidasi Merancang
Menampilkan Menentukan
Melafalkan/ Memberi contoh Memproseskan Merinci Mendukung Merekontruksi
melafazkan
Merangkum Mendemonstrasi- Menelaah Memproyeksikan Membuat
Menuliskan kan
Menyimpulkan Mendeteksi Membandingkan Menciptakan
Menghafal Menghitung
Membandingkan Mengaitkan Menyimpulkan Mengabstraksi
Menyusun Menghubungkan
daftar Mengklasifikasi- Memecahkan Mengkritik Mengkategori-
kan Melakukan kan
Menggaris Menguraikan Menilai
bawahi Menunjukkan Membuktikan Mengkombinasi
Memisahkan Mengevaluasi -kan
Menjodohkan Menguraikan Menghasilkan
Menyeleksi Memberi saran Mengarang
Memilih Membedakan Memperagakan
menyadur Memilih Memberi Merancang
Memberi Melengkapi argumentasi
definisi Meramalkan Membandingkan Menciptakan
Menyesuaikan Menafsirkan
Menyatakan Memperkirakan Mempertentang- Mendesain
Menemukan kan Merekomendasi
Menerangkan Menyusun
Menguraikan Memutuskan kembali
Menggantikan
Membagi Merangkaikan
Menarik
kesimpulan Membuat Menyimpulkan
diagram
Meringkas Membuat pola
Mendistribusikan
Mengembangkan
Menganalisis
Membuktikan
Memilah-milah

Menerima
pendapat
B. Ranah Afektif

1) pandangan atau pendapat (opinion)

Apabila guru mau mengukur aspek afektif yang berhubungan dengan

pandangan siswa maka pertanyaan yang disusun menghendaki respons yang

melibatkan ekspresi, perasaan atau pendapat pribadi siswa terhadap hal-hal

yang relative sederhana tetapi bukan fakta.

Contoh:

“bagaimanakah pendapat anda tentang keputusan yang diambil oleh Bapak

Lurah dalam situasi diatas? Bagaimana tindakan anda jika seandainya yang

menjadi Lurah itu Anda?”

2) Sikap atau nilai (attitude, value)

Dalam penilaian afektif tentang sikap ini, siswa ditanya mengenai responsnya

yang melibatkan sikap atau nilai telah mendalam di sanubarinya, dan guru

meminta dia untuk mempertahankan pendapatnya.

Contoh:

“Bagaimanakah pendapat Anda sendainya semua penjahat yang merugikan

masyarakat dan negara, baik yang proletar maupun yang elite diberi hukuman

mati saja? Mengapa pendapat Anda demikian?”

Kata Kerja Operasional, Taksonomi Bloom Ranah Afektif

Kata Kerja Ranah Afektif Edisi Lama

MENERIMA MENANGGAPI MENILAI MENGELOLA MENGHAYATI


A1 A2 A3 A4 A5

Memilih Menjawab Mengasumsikan Menganut Mengubah


perilaku
Mempertanyakan Membantu Meyakini Mengubah
Berakhlak mulia
Mengikuti Mengajukan Melengkapi Mengklasifikasi-kan
Mempengaruhi
Memberi Mengompromikan Meyakinkan Mengombinasikan
Mendengarkan
Menganut Menyenangi Memperjelas Mempertahankan
Mengkualifikasi
Mematuhi Menyambut Memprakarsai Membangun
Melayani
Meminati Mendukung Mengimani Membentuk
Membuktikan
Menyetujui Mengundang Pendapat
Memecahkan
Menampilkan Menggabungkan Memadukan

Melaporkan Mengusulkan Mengelola

Memilih Menekankan Menegosiasi

Mengatakan Menyumbang Merembuk

Memilah

Menolak

Kata Kerja Ranah Afektif Edisi Kurikulum 2013 Revisi 2017

MENERIMA MERESPON MENGHARGAI MENGORGANISASIKAN KARAKTERISASI


MENURUT NILAI

(A1) (A2) (A3) (A4) (A5)

Mengikuti Menyenangi Mengasumsikan Mengubah Membiasakan

Menganut Menyambut Meyakinkan Menata Mengubah


perilaku
Mematuhi Mendukung Memperjelas Membangun
Berakhlak mulia
Meminati Melaporkan Menekankan Membentuk pendapat
Melayani
Memilih Menyumbang Memadukan
Membuktikan
Menampilkan Mengimani Mengelola
Memecahkan
Menyetujui Merembuk

Mengatakan Menegosiasi
C. Ranah Psikomotor

Perkataan psikomotor berhubungan dengan kata “motor, sensory-motor atau

perceptual-motor”. Jadi, ranah psikomotor berhubungan erat dengan kerja otot

sehingga menyebabkan geraknya tubuh atau bagian-bagiannya. Yang termasuk ke

dalam klarifikasi gerak di sini mulai dari gerak yang paling sederhana, yaitu

melipat kertas sampai dengan merakit suku cadang televisi serta computer. Secara

mendasar perlu dibedakan antara dua hal, yaitu keterampilan (skills) dan

kemampuan (abilities).

Contoh:

“Seberapa terampil para siswa dalam menyiapkan alat-alat.” Dan “Seberapa

terampil para siswa menggunakan alat-alat.”

Taksonomi untuk ranah psikomotorik antara lain dikemukakan oleh Anita Harrow

(1972). Menurut Harrow, kebanyakan para guru tidak dapat menuntut pencapaian

100 dari tujuan yang dirumuskan kecuali hanya berharap bahwa keterampilan

yang dicapai oleh siswa-siswa akan sangat mendukung mempelajari keterampilan

lanjutan atau gerakan-gerakan yang lebih kompleks sifatnya. Selain yang telah

dikemukakan tersebut, Harrow juga memberikan saran mengenai bagaimana

melakukan pengukuran terhadap ranah psikomotor ini. Menurutnya, penentuan

krikteria untuk mengukur keterampilan siswa harus dilakukan dalam jangka

waktu sekurang-kurangnya 30 menit. Kurang dari waktu tersebut diperkirakan

para penilai belum dapat menangkap gambaran tentang pola keterampilan yang

mencerminkan kemampuan siswa.


Garis besar taksonomi yang dikemukakan oleh Harrow adalah sebagai berikut:

Tingkat Uraian dan contoh

1. Gerakan refleks Respons gerakan yang tidak disadari yang dimiliki sejak lahir
(reflex movement)

1.1. Segmental reflexes Kesemuanya berhubungan dengan gerakan- gerakan yang


1.2. Intersegmental reflexes dikoordinasikan oleh otak dan bagian-bagian sumsum tulang
1.3. Suprasegmental reflexes belakang.

2. Dasar gerakan-gerakan Gerakan-gerakan, yang menuntun kepada keterampilan yang


(basic fundamental movement) bersifat kompleks.

2.1. Locomotor movements Gerakan-gerakan yang mendahului ke- mampuan berjalan


(tengkurap, merangkak, tertatih-tatih, berjalan, lari,
melompat, menggelinding, memanjat).

2.2. Nonlocomotor movements Gerakan-gerakan dinamis di dalam suatu ruangan yang


bertumpu pada sesuatu sumbu tertentu.

2.3. Manipulative movements Gerakan-gerakan yang terkoordinasikan seperti dalam


kegiatan bermain piano, menggambar, naik sepeda,
mengetik, dan sebagainya.

3. Perceptual abilities Kombinasi dari kemampuan kognitif dan gerakan

3.1. Kinesthetic discrimination Menyadari akan gerakan-gerakan tubuh seseorang.

3.1a. Body awareness Menyadari gerakan pada dua sisi tubuhnya. Pada satu sisi,
keberat-sebelahan, dan keseimbangan

3.1b. Body image Perasaan-perasaan tentang adanya gerakan yang


berhubungan dengan badannya sendiri.

3.1c. Body relationship to Konsep tentang arah dan kesadaran badan dalam hubungan
Surrounding objects in space dengan lingkungan ruang sekitar.

3.2. Visual discrimination Visual acuity (kemampuan membedakan bentuk dan bagian),
Visual tracking (kemampuan mengikuti objek), visual
memory (mengingat kembali pengalaman visual), figure
ground differentiation (memebedakan figure yang dominan
diantara latar belakang yang kabur), dan consistency
(pengalaman konsep visual).

3.3. Auditory discrimination Meliputi auditory acuity, auditory tracking, auditory


memory.

3.4. Tactile discrimination Kemampuan untuk membedakan dengan sentuhan.

3.5. Coordinated activities Koordinasi antara mata dengan tangan dan mata dengan
kaki.

4. Physical abilities Kemampuan yang diperlukan untuk mengembangkan


gerakan-gerakan keterampil-
an tingkat tinggi.

4.1. Ketahanan (Endurance) Kemampuan untuk melanjutkan aktivitas, termasuk


ketahanan otot dan denyut jantung.

4.2. Kekuatan (Strength) Kemampuan menggunakan otot untuk mengadakan


perlawanan.

4.3. Flexibility Rentangan gerakan dan sendi.

4.4. Kecerdasan otak (Agility) Kemampuan untuk bergerak cepat termasuk kemampuan
untuk mengubah arah, memulai atau berhenti, mengurangi
waktu tenggang antara reaksi dan respons (tampak dalam
cekatan), dan meningkatkan dextery (meningkatkan
ketangkasan = deftness).

5. Skilled movements Gerakan-gerakan yang memerlukan belajar misalnya


keterampilan dalam menari, olahraga, dan rekreasi.

5.1. Simple adaptive skills Setiap adaptasi yang berhubungan dengan dasar gerakan
dasar nomor 2.2.

5.2. Coumpound adaptive skills Gerakan kombinasi untuk menggunakan alat-alat seperti
raket, parang, dan sebagainya.

5.3. Complex adaptive skills Menguasai mekanisme seluruh tubuh seperti dalam senam
(gymnastic).

6. Nondiscoursive communication Kemampuan untuk berkomunikasi dengan menggunakan


gerakan misalnya ekspresi wajah (mimik), postur, dan
sebagainya.

6.1. Expressive movements Gerakan-gerakan yang digunakan dalam kehidupan sehari-


hari seperti sikap dan gerak tubuh, isyarat, ekspresi wajah.

Gerakan sebagai bagian dari bentuk seni ter-


6.2. Interpretive movements Masuk gerakan estetis, gerakan-gerakan greatif (improvisasi)
dan sebagainya.

2.3 PERBEDAAN REVISI TAKSONOMI (BLOOM)

Pada 1990-an, Lorin Anderson merevisi taksonomi Bloom yang lama yang

berpa kata benda menjadi kata kerja, karena kata kerja yang digunakandalam

masing-masing level kognisi mencirikan pengguasaan yang diinginkan. Anderson


(dalam Widodo 2006: 5) menjelaskan bahwa dimensi proses kognitif dalam

taksonomi Bloom yang baru secara umum sama dengan yang lama yang

menunjukkan adanya proses perjenjangan, dari proses kognitif yang sederhana

ke proses kognitif yang lebih kompleks. Namun perjenjangan pada taksonomi

yang baru (revisi) ini lebih fleksibel sifatnya. Pada awalnya Bloom mengklasifikan

tujuan kognitif dalam enam level, yaitu pengetahuan (knowledge), pemahaman

(comprehension), aplikasi (apply), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan

evaluasi (evaluation) dalam satu dimensi, maka Anderson dan Kratwohl

merevisinya menjadi dua dimensi, yaitu proses dan isi/jenis.

Pada dimensi proses, terdiri atas mengingat (remember), memahami

(understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze), menilai (evaluate),

dan berkreasi (create). Sedangkan pada dimensi isinya terdiri atas pengetahuan

faktual (factual knowledge), pengetahuan konseptual (conceptual knowledge),

pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan pengetahuan metakognisi

(metacognitive knowledge). Tingkat taksonomi Lorin Anderson sebagai berikut (

Pickard , 2007) :

1. Mengingat : kemampuan siswa untuk mengingat atau mengingat informasi

2. Memahami : kemampuan untuk menjelaskan ide-ide atau konsep

3. Menerapkan : kemampuan untuk menggunakan informasi dengan cara baru

4. Menganalisis : kemampuan untuk membedakan antara bagian yang berbeda


5. Mengevaluasi : kemampuan untuk membenarkan sikap atau keputusan

6. Menciptakan : kemampuan untuk menciptakan produk baru atau sudut

pandang.

Jadi perbedaan taksonomi (bloom) dengan revisi taksonomi (bloom) terletak

pada pengklasifikasian tujuan dari taksonominya.

Kata Kerja Operasional, Taksonomi Bloom Ranah Psikomotorik

Kata Kerja Ranah Psikomotorik Edisi Lama

MENIRUKAN MEMANIPULASI PENGALAMIAHAN ARTIKULASI

P1 P2 P3 P4

Mengaktifkan Mengoreksi Mengalihkan Mengalihkan

Menyesuaikan Mendemonstrasikan Mengganti Mempertajam

Menggabungkan Merancang Memutar Membentuk

Melamar Memilah Mengirim Memadankan

Mengatur Melatih Memindahkan Menggunakan

Mengumpulkan Memperbaiki Mendorong Memulai

Menimbang Mengidentifikasi Menarik Menyetir

Memperkecil Mengisi Memproduksi Menjeniskan

Membangun Menempatkan Mencampur Menempel

Mengubah Membuat Mengoperasikan Mensketsa

Membersihkan Memanipulasi Mengemas Melonggarkan

Memposisikan Mereparasi Membungus Menimbang

mengonstruksi Mencampur

Kata Kerja Ranah Psikomotorik Edisi Kurikulum 2013 Revisi 2017


MENIRU MEMANIPULASI PRESISI ARTIKULASI NATURALISASI

P1 P2 P3 P4 P5

Menyalin Kembali membuat Menunjukkan Membangun Mendesain

Mengikuti Membangun Melengkapi Mengatasi Menentukan

Mereplikasi Melakukan Menyempurna- Menggabungkan mengelola


kan
Mengulangi Melaksanakan Beradaptasi
Mengkalibrasi
Mematuhi Menerapkan Memodifikasi
Mengendalikan
Mengaktifkan Mengoreksi Merumuskan
Mengalihkan
Menyesuaikan Mendemonstrasi- Mengalihkan
kan Menggantikan
Menggabungkan Mempertajam
Merancang Memutar
Melamar Membentuk
Memilah Mengirim
Mengatur Memadankan
Memperbaiki Memindahkan
Mengumpulkan Menggunakan
Mengidentifikasi- Mendorong
Menimbang kan Memulai
Menarik
Memperkecil Mengisi Menyetir
Memproduksi
Membangun Menempatkan Menjelaskan
Mencampur
Mengubah Membuat Mensketsa
Mengoperasikan
Membersihkan Memanipulasi Mendengarkan
Mengemas
Memposisikan Mereparasi menimbang
Membungkus
mengkonstruksikan mencampur

2.3 PERBEDAAN REVISI TAKSONOMI (BLOOM)

2.3 PERBEDAAN REVISI TAKSONOMI (BLOOM)

Pada 1990-an, Lorin Anderson merevisi taksonomi Bloom yang lama yang

berpa kata benda menjadi kata kerja, karena kata kerja yang digunakandalam

masing-masing level kognisi mencirikan pengguasaan yang diinginkan. Anderson

(dalam Widodo 2006: 5) menjelaskan bahwa dimensi proses kognitif dalam


taksonomi Bloom yang baru secara umum sama dengan yang lama yang

menunjukkan adanya proses perjenjangan, dari proses kognitif yang sederhana

ke proses kognitif yang lebih kompleks. Namun perjenjangan pada taksonomi

yang baru (revisi) ini lebih fleksibel sifatnya. Pada awalnya Bloom mengklasifikan

tujuan kognitif dalam enam level, yaitu pengetahuan (knowledge), pemahaman

(comprehension), aplikasi (apply), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan

evaluasi (evaluation) dalam satu dimensi, maka Anderson dan Kratwohl

merevisinya menjadi dua dimensi, yaitu proses dan isi/jenis.

Pada dimensi proses, terdiri atas mengingat (remember), memahami

(understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze), menilai (evaluate),

dan berkreasi (create). Sedangkan pada dimensi isinya terdiri atas pengetahuan

faktual (factual knowledge), pengetahuan konseptual (conceptual knowledge),

pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan pengetahuan metakognisi

(metacognitive knowledge). Tingkat taksonomi Lorin Anderson sebagai berikut (

Pickard , 2007) :

1. Mengingat : kemampuan siswa untuk mengingat atau mengingat informasi

2. Memahami : kemampuan untuk menjelaskan ide-ide atau konsep

3. Menerapkan : kemampuan untuk menggunakan informasi dengan cara baru

4. Menganalisis : kemampuan untuk membedakan antara bagian yang berbeda

5. Mengevaluasi : kemampuan untuk membenarkan sikap atau keputusan


6. Menciptakan : kemampuan untuk menciptakan produk baru atau sudut

pandang.

Jadi perbedaan taksonomi (bloom) dengan revisi taksonomi (bloom) terletak

pada pengklasifikasian tujuan dari taksonominya.

2.4 Lain-Lain Taksonomi

Banyak kritik telah dilemparkan kepada bloom cs. Tentang pembagian taksonomi

ini, sehingga timbul teori-teori sebagai adaptasi, modifikasi atau kategori baru.

a. McGuire (1963), Klickmann (1963) telah menyusun taksonomi untuk

bidang biologi, Wood (1968) untuk matematika, Leuis (1965) untuk ilpu

pengetahuan alam. Sebagai contoh, dihasilkan oleh The National

Longitudinal Study of Mathematical Abilities (NLSMA).

1. Knowledge of facts,

2. Computation,

3. Comprehension,

4. Application,

5. Analysis.

Alasannya adalah:

1. Computation (komputasi, perhitungan) merupakan satu keterampilan

khusus yang tidak mempunyai tempat dalam taksonomi bloom.

Padahal aspek ini perlu dinilai pula.


2. Synthesis and evalution (sintesis dan evaluasi) hanya sedikit

mempunyai peranan di dalam kurikulum matematika.

b. Guilford telah menciptakan pola yang menggambarkan struktur intelek

dalam bentuk kubus.

Operation/process
(bidang mendatar)

product
(bidang belakang)

Content
(bidang tegak)

Selanjutnya Guilford juga telah berbicara lebih luas tentang implikasi

model ini di bidang pendidikan. Dikatakannya bahwa untuk melatih

kemampuan intelektual tertentu dibutuhkan latihan tertentu pula.

c. Gagne dan Merrill juga mengemukakan taksonomi lain. Di dalam bukunya

The Conditions of Learning (1965). Gagne menyebutkan adanya 8 buah

kategori, yang oleh Merrill (1971) ditambah 2 (dua) kategori lagi.

Delapan hierarki tingkah laku menurut Gagne adalah:

1. Signal learning,

2. Stimulus-response learning,

3. Chaining,

4. Verbal association,

5. Discrimination learning,

6. Concept learning,

7. Rule learning,
8. Problem learning.

d. Garlach dan Sullivan beranggapan bahwa taksonomi bloom mempunyai

terbatas sebagai alat untuk perencanaan dan pengembangan kurikulum.

Mereka mencoba mengganti gambaran tentang proses dalam rumusan

yang umum menjadi tingkah laku siswa yang dapat diamati.

Kategori yang diajukan adalah:

1. Identify,

2. Name,

3. Describe,

4. Construct,

5. Order,

6. Demonstrate.

e. De Block mengatakan bahwa taksonomi bloom diilhami oleh masalah

evaluasi. Jika Gagne dan Merrill bertitik tolak pada kondisi belajar maka

De Block (1972) mengemukakan model yang didasarkan pada tujuan-

tujuan mengajar.

Ia mengajukan 3 (tiga) arah dalam kegiatan mengajar:

1. From partical to more integral learning,

2. From limited to fundamental learning,

3. From special to general learning.

Anda mungkin juga menyukai