Anda di halaman 1dari 36

Makalah Immunologi

“KONSEP HIV/AIDS”

Disusun Oleh :

Kelompok 9

A. Nurfadillah Rezky
Nuraevina Madong
Ananda Nadila Putri
Ernik Jumain
Nur Rahma
Reni Hardiyanti
Lusiana

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016

KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga
Makalah kelompok kami dapat terselesaikan. Pokok bahasan makalah ini

1
disesuaikan dengan materi dan kompetensi yang diajarkan pada Pendidikan
Tinggi Keperawatan. Makalah ini berisi tentang materi kardiovaskular telah
diberikan kepada kelompok kami yaitu mencakup materi Konsep HIV/AIDS.

Atas terselesaikannya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih


kepada teman-teman dari kelompok kami yang telah terlibat, baik secara langsung
maupun tidak dalam penyusunan makalah ini. Dan semua pihak yang telah
mendukung terselesaikannya penyusunan makalah ini.

Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan dalam


makalah ini. Kami mengharapkan masukan yang membangun dari pembaca agar
makalah ini terus menjadi lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
mahasiswa keperawatan.

Wassalamu’alaikum

Penyusun

Kelompok 9

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1

2
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Definisi AIDS...............................................................................................3
B. Epidemiologi HIV/AIDS.............................................................................3
C. Etiologi AIDS...............................................................................................4
D. Patofisiologi HIV/AIDS..............................................................................5
E. Manifestasi Klinis........................................................................................7
F. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................14
G. Upaya Pelayanan Kesehatan...................................................................17
H. ASKEP HIV/AIDS....................................................................................23
BAB III PENUTUP 37
A. Kesimpulan 37
DAFTAR PUSTAKA 38

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang
mengandung mikroba pathogen disekelilingnya. Mikroba tersebut dapat
menimbulkan penyakit infeksi pada manusia. Mikroba patogen yang ada
bersifat poligenik dan kompleks. Oleh karena itu respon imun tubuh manusia
terhadap berbagai macam mikroba patogen juga berbeda. Umumnya
gambaran biologic spesifik mikroba menentukan mekanisme imun mana yang
berperan untuk proteksi. Begitu juga respon imun terhadap bakteri khususnya
bakteri ekstraseluler atau bakteri intraseluler mempunyai karakteriskik
tertentu pula.
Seperti yang diketahui , AIDS adalah suatu penyakit yang belum ada
obatnya dan belum ada vaksin yang bisa mencegah serangan virus HIV,
sehingga penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang sangat berbahaya
bagi kehidupan manusia baik sekarang maupun waktu yang datang. Selain itu
AIDS juga dapat menimbulkan penderitaan, baik dari segi fisik maupun dari
segi mental. Mungkin kita sering mendapat informasi melalui media cetak,
elektronik, ataupun seminar-seminar, tentang betapa menderitanya seseorang
yang mengidap penyakit AIDS. Dari segi fisik, penderitaan itu mungkin,
tidak terlihat secara langsung karena gejalanya baru dapat kita lihat setelah
beberapa bulan. Tapi dari segi mental, orang yang mengetahui dirinya
mengidap penyakit AIDS akan merasakan penderitaan batin yang
berkepanjangan. Semua itu menunjukkan bahwa masalah AIDS adalah suatu
masalah besar dari kehidupan kita semua. Dengan pertimbangan-
pertimbangan dan alasan itulah kami sebagai pelajar, sebagai bagian dari
anggota masyarakat dan sebagai generasi penerus bangsa, merasa perlu
memperhatikan hal tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari AIDS?
2. Bagaimana epidemiologi HIV/AIDS?
3. Apa saja etiologi dari AIDS?

4
4. Bagaimana patofisiologi AIDS?
5. Bagaimana Manifestasi Klinis dari AIDS?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari AIDS?
7. Bagaimana upaya pelayanan kesehatan HIV/AIDS?
8. Bagaimana asuhan keperawatan AIDS?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari AIDS
2. Mengetahui epidemiologi HIV/AIDS
3. Mengetahui etiologi dari AIDS
4. Memahami patofisiologi AIDS
5. Mengetahui Manifestasi Klinis dari AIDS
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari AIDS
7. Mengetahui upaya pelayanan kesehatan HIV/AIDS
8. Mengetahui asuhan keperawatan AIDS

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi AIDS
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) diartikan sebagai
kondisi paling berat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan
infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Smeltzer & Bare, 2013).
AIDS menurut Price & Wilson (2014) adalah suatu kumpulan kondisi klinis
tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV. Selama bertahun-
tahun, HIV diartikan sebagai HTLV III (human T-Cell lymphotropic virus tipe
III) dan virus yang berkaitan dengan limfadenopati. Manifestasi infeksi HIV
berkisar mulai dari kelainan ringan dalam respons imun tanpa tanda-tanda
dan gejalan yang nyata hingga keadaan imunosupresi yang berat yang
berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dengan
kelainan malignitas yang jarang terjadi.
B. Etiologi AIDS
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang
disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Jalur penularan infeksi HIV
serupa dengan infeksi hepatitis B. pada homoseksual pria, anal intercourse
atau anamanipulation akan meningkatkan kemungkinan trauma pada mukosa
rectum dan selanjutnya memperbesar peluang untuk terkena penyakit virus
HIV lewat secret tubuh. Peningkatan frekuensi praktik dan hubungan seksual
ini dengan partner yang bergantian juga turut menyebarkan penyakit ini.
Hubungan heteroseksual dengan orang yang menderita infeksi HIV juga
merupakan bentuk penularan yang terus tumbuh secara bermakna (Kowalak,
Welsh, & Mayer, 2014).
Penularan melalui pemakai obat bius intravena terjadi lewat kontak
langsung darah dengan jarum dan semprit yang terkontaminasi. Meskipun
jumlah darah dalam semprit relative kecil, efek kumulatif pemakaian bersama
peralatan suntik yang sudah terkontaminasi tersebut akan meningkatkan
risiko penularan (Corwin, 2008).

1
Darah dan produk darah, yang mencakup transfuse yang diberikan
pada penderita hemophilia, dapat menularkan HIV kepada resipien. Namun
demikian, risiko yang berkaitan dengan transfuse kini sudah baanyak
berkurang sebagai hasil dari pemeriksaan serologi yang secaraa sukarela
diminta sendiri, pemrosesan konsentrat factor pembekuan dengan pemanasan,
dan cara-cara inaktivasi virus yang semakin efektif (Donegan, 1990). Insidens
penyakit AIDS pada petugas kesehatan yang terpajan HIV lewat cedera
tertusuk jarum suntik diperkirakan kurang dari 1%. Penelitian berskala besar
terhadap para petugas kesehatan yang terpajan kini sedang dilaksanakan oleh
CDC dan kelompok-kelompok lainnya. Virus HIV dapat pula ditularkan in
utero dari ibu dan bayinya dan kemudian melalui air susu ibu (Smeltzer &
Bare, 2013).

C. Patofisiologi HIV/AIDS
HIV tergolong ke dalam kelompok virus yang dikenal sebagai
retrovirus yang menunjukkan bahwa virus tersebut membawa materi
genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam
deoksiribonukleat (DNA). Virion HIV (partikel virus yang lengkap yang
dibungkus oleh selubung individu ) mengandung RNA dalam inti berbentuk
peluru yang terpancung dimana p24 merupakan komponen struktural utama.
Tombol knop yang menonjol lewat dinding virus teriri dari atas proteingp120
yang terkait pada protein gp41. Bagian yang secara selektif berkaitan dengan
sel-sel CD4-positif (CD4+) adalah gp120 dari HIV (Smeltzer & Bare, 2013).
Sel-sel CD4+ mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper
(yang dinamakan sel-sel CD4+ kalaun dikaitkan dengan infeksi HIV);
limfosit t4 helper ini merupakan sel yang paling banyak di antara ketiga sel di
atas. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper, HIV akan
menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper.
Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase, HIV
akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 (DNA utas-
ganda). DNA ini akan disatukan ke dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah
provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen.

2
Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang
terinfeksi ini diaktifkan. Aktivasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh
antige, mitogen, sitokin atau produk gen virus seperti sitomegalovirus, virus
Epstein-Barr, herpes simpleks dan hepatitis. Sebagai akibatnya, pada saat sel
T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV akan
terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini kemudian
dilepas ke dalam plasma darah dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya.
Infeksi monosit dan makrofag tampaknya berlangsung secara
persisten dan tidak mengakibatkan kematian sel yang bermakna,tetapi sel-sel
inimenjadi reservoir bagi HIV sehingga virus tersebut dapat bersembunyi dari
sistem imun dan terangkutb ke seluruh tubuh lewat sistem ini untuk
menginfeksi berbagai jaringan tubuh. Sebagian besar jaringan ini dapat
,mengandung molekul CD4+ atau memiliki kemampuan untuk
memproduksinya. Replikasi virus akan berlangsung terus sepanjang
perjalanan infeksi HIV; tempat primernya adala jaringan limfoid. Ketika
sitem imun terstimulasi, replikasi virus akan terjadi dan virus menyebar ke
dalam plasma darah yang mengakibatkan infeksi berikutnya pada sel-sel
CD4+ yang lain.Sistem imun pada infeksi HIV lebih aktif daripada yang
diperkirakan sebelumnya sebagaimana dibuktikan oleh produksi sebanyak
dua milyar limfosit CD4+ perifer akan mengalami “pergantian (turn over)”
setiap 15 hari sekali.
Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status
kesehatan orang yang terjangkit infeksi tersebut. Jika orang tersebut tidak
sedang berperang melawan infeksi yang lain, reproduksi HIV berjalan dengan
lambat. Namun, reproduksi HIV tampakya akan dipercepat kalau
penderitanya sedang meghadapi infeksi lainatau kalau sistem imunnya
terstimulsi. Keadaan dapat menjelaskan periode laten yang diperlihatkan oleh
sebagian penderita sesudah terinfeksi HIV. Sebagai contoh, serang pasien
mungkin bebas dari gejala selama berpuluh tahn; kendati semkian, sebagian
besar orang yang terinfeksi HIV (sampai 65 %) tetap menderita penyakit HIV

3
atau AIDS yang simtomatik dalam waktu 10 tahun sesudah orang tersebit
terinfeksi (Price & Wilson, 2014).
Dalam respon imun, limfosit T4 memainkan beberapa peranan yang
penting yaitu, mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang
memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksik, memproduksi
limfokin dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit (Sherwood,
2014). Kalau fungsi limfosit T4 terganggu, mikroorganisme yang biasanya
tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi
dan menyebabkan sakit yang serius. Infeksi dan malignansi yang timbul
sebagai akibat dari gangguan sistem imun dinamakan infeksi oportunistik
(Smeltzer & Bare, 2013).

4
D. Manifestasi Klinis
AIDS adalah stadium akhir dalam suatu kelainan imunologik dan
klinis kontinum yang dikenal sebagai “spektrum infeksi HIV”. Perjalanan
penyakit dimulai saat terjadi penularan dan pasien terinfeksi. Tidak semua
orang terpajan akan terinfeksi. Setelah infeksi awal oleh HIV, pasien mungkin
tetap seronegatif selama beberapa bulan. Namun pasien ini bersifat menular
selam periode ini dan dapat memindahkan virus ke orang lain. Fase ini
disebut “window periode”. Manifestasi klinis pada orang yang terinfeksi
dapat timbul 1 sampai 4 minggu setelah pajanan (Price & Wilson, 2014).
Infeksi akut terjadi pada tahap serokonversi dari status negatif
menjadi positif. Sebagian besar orang mengalami sakit mirip mononukleosis
infeksiosa yang berlangsung beberapa hari. Gejala dapat berupa, malaise,
demam, diare, limfadenopati dan ruam makulopapular. Kadar limfosit CD4+
turun dan kemudin kembali ke kadar sedikit di bawah kadar semula unutuk
pasien yang bersangkutan (Price & Wilson, 2014).
Beberapa minggu setelah fase infeksi akut, pasien masuk ke fase
asimtomatik. Pada awal fase ini kadar limfosit CD4+ umumnya sudah
kembali mendekati normal. Namun, kadal limfosit CD4+ menurun secara
bertahap seiring dengan waktu. Selama fase ini, baik virus maupun antibodi
virus dapat ditemukan di dalam darah.
Pada fase simtomatik, dari perjalanan penyakit hitung sel CD4+
pasien biasanya telah turun di bawah 300 sel/ul. Di jumpai gejala-gejala yang
menunjukkan imunosupresi dan gejala ini berlanjut sampai pasien
memperlihatkan penyakit-penyakit terkait-AIDS.
Centers for Disease Control and Prevention telah menambahkan
hitung limfosit CD4+ yang kurang dari 200/ul sebagai kriteria tunggal untuk
diagnosis AIDS, apapun kategori klinisnya, asimtomatik atau simtomatik.
Manifestasi klinis penyakit AIDS menyebar luas dan pada dasarnya
mengenai setiap sistem organ. Penyakit yang berkaitan dengan infeksi HIV
dan penyakit AIDS terjadi akibat infeksi, malignansi dan/atau efek langsung

5
HIV pada jaringan tubuh. Berikut adalah manifestasi klinis dan akibat infeksi
HIV berat yang paling sering ditemukan menurut (Smeltzer & Bare, 2013) :
1. Respirasi
a. Pneumonia Pneumocystis carinii. Gejala napas yang pendek, sesak napas
(dispnea), batuk-batuk, nyeri dada, dan demam akan menyertai berbagai
infeksi oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium
aviumintracellulare (MAI), sitomegalovirus (CMV) dan Legionella.
Walaupun begitu infeksi yang paling sering ditemukan di antara
penderita AIDS adalah Pneumonia Pneumocystis carinii (PCP) yang
merupakan penyakit oportunis pertama yang dideskripsikan berkaitan
dengan AIDS. Pneumonia ini merupakan manifestasi pendahuluan
penyakit AIDS pada 60% pasien. Tanpa terapi profilaktik, PCP akan
terjadi pada 80% orag-orang terinfeksi HIV. P. Carinii hanya
menimbulkan penyakit pada hospes yang kekebalannya terganggu.
Penderita AIDS pada mulanya hanya emperlihatkan tanda-tanda dan
gejala yang tidak khas seperti demam, menggigil, batuk nonproduktif,
napas pendek, dispnea dan kadang-kadang nyeri dada. Konsentrasi
oksigen dalam arterial pada pasien yang bernapas dengan udara ruangan
dapat mengalami penurunan yang ringan;keadaan ini menunjukkan
hipoksemia minimal. Bila tidak diatasi, PCP akan berlanjut dengan
menimbulkan kelainan paru yang signifikan dan pada akhirya, kegagalan
napas.
b. Kompleks Mycobacterium avium. Penyakit kompleks Mycobacterium
avium (MAC) muncul sebagai penyebab utama infeksi bakteri pada
pasien-pasien AIDS. Mikroorganisme yang termasuk dalam MAC
adalah M. Avium, M. Intracellulare dan M. Scrafulaceum. MAC, yaitu
suatu kelompok basil tahan asam, biasanya menyebabkan infeksi
pernapasam kendati juga sering dijumpai dalam traktus
gastrointestinal, nodus limfatikus dan sum-sum tulang. Infeksi MAC
akan disertai dengan angka mortalitas yang tinggi. M. Tuberculosis
yang berkaitan dengan HIV cenderung terjadi di antara pemakai obat

6
bius IV dan kelompok lain dengan prevalensi infeksi tuberkulosis yang
sebelumnya sudah tinggi. Berbeda dengan infeksi oportunis lainnya,
penyakit tuberkulosis (TB) cenderung terjadi secara dini ini dalam
perjalanan infeksi HIV dan biasanya mendahului diagnosis AIDS
(Corwin, 2008).
2. Gastrointestinal
Manifestasi gastrointestinal penyakit AIDS mencakup hilangnya selera
makan, mual, vomitus, kandidiasis oral serta esofagus, dan diare kronis.
Diare merupakan masalah bagi 50% hingga 90% dari keseluruhan
pasien AIDS. Pada sebagian kasus, gejala gastrointestinal dapat
berhubungan dengan efek langsung HIV pada sel-sel yang melapisi
intestinum. Sebagian mikroorganisme patogen enteral yang paling sering
ditemukan dan teridentifikasi dalam pemeriksaan kultur feses atau
biopsi intestinum adalah Cryptosporidium muris, Salmonella, CMV,
Clostridium difficile dan M. Avium-intracellulare. Bagi pasien
AIDS, diare dapat membawa akibat yang serius sehubungan dengan
terjadinya penurunan berat badan yang nyata (lebi dari 10% berat
badan), gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, ekskoriasi kulit
perianal. Kelemahan dan ketidakmampuan iuntuk melaksanakan
kegiatan yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
a. Kandidiasis oral. Suatu infeksi jamur, hampir terdapat secara
universal pada semua penderita AIDS serta keadaan yang
berhubungan dengan AIDS. Infeksi ini umumnya mendahului infeksi
serius lainnya. Infeksi ini umumnya mendahului infeksi serius
lainnya. Kandidiasi oral ditandai oleh bercak-bercak putih seperti
krim dalam rongga mulut. Kalau tidak diobati, kandidiasis oral akan
berlanjut dengan mengenai esofagus dan lambung. Tanda-tanda dan
gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit serta
nyeri dan rasa sakit di balik sternum (nyeri retrosternal).
b. Wasting Syndrom. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan
berat badan yang melampaui 10% dari berat badan dasar, diare

7
kronis yang terjadi lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis,
dan demam. Pada sebagian keadaan sakit yang berkaitan dengan
AIDS, pasiennya akan mengalami keadaan hipermetabolik di mana
terjadi pembakaran kalori yang berlebihan dan kehilangan lean body
mass. Anoreksia, diare, malabsorpsi gastrointestinal dan kekurangan
gizi pada penyakit kronis semuanya turut menyebabkan sindrom ini.
TNF (tumor necrosis factor) dan interleukin-1 (IL-1) merupakan
sitokin yang memainkan peranan penting dalam sindrom ini yang
berhubungan dengan AIDS. Keduanya bekerja langsung pada
hipotalamus untuk menimbulkan anoreksia. Demam yang
ditimbulkan oleh sitokin akan mempercepat metabolisme tubuh
sebanyak 14% untuk setiap kenaikan suhu sebsar 10 F. TNF
menyebabkan penggunaan lipid yang tidak efisien dengan
menurunkan jumlah enzim yang diperlukan untuk metabolisme
lemah, sementara IL-1 memicu pelepasan asama amino dari
jaringan otot. Penderita AIDS umunya mengalami peningkatan
metabolisme protein dalam kaitannya dengan metabolisme lemak
yang mengakibatkan terjadinya penurunan yang signifikan pada lean
body mass sebagai akibat dari pemecahan protein dan otot.
3. Kanker
Penderita AIDS memiliki insidensi penyakit kanker yang lebih tinggi
daripada insidensiyang biasa terjadi. Keaadan ini berkaitan dengan
stimulasi HIV terhadap sel-sel kanker yang sedang tumbuh atau berlebihan
dengan defisiensi kekebalan yang memungkinkan substansi penyebab
kanker, seperti virus, untuk mengubah sel-sel yang rentan menjadi sel-sel
malignan.
a. Sarkoma Kaposi. Merupakan kelainan malignitas yang berkaitan
dengan HIV yang paling sering ditemukan, merupakan penyakit yang
melibatkan lapisan endotel pembuluh darah dan limfe. Sarkoma kaposi
epidemik merupakan yang paling serig ditemukan pada penderita AIDS,
sarkoma Kaposi epidemik paling sering dijumpai di antara para

8
biseksual dan homoseksual laki-laki. Sarkoma Kaposi yang terjadi pada
AIDS memperlihatkan penyakit yang lebih agresif dan beragam yang
berkisar antara mulai dari lesi kutaneus setempat sehingga kelainan yang
menyebar dan mengenai lebih dari satu sistem organ (Corwin, 2008).
Lesi kutaneus yang dapat timbul pada setiap bagian tubuh
biasanya berwarna merah muda kecokelatan hingga ungu gelap. Lesinya
dapat datar atau menonjol dan dikelilingi oleh ekimosis serta edema.
Lokasi dan ukuran beberapa lesi dapat menimbulkan stasis aliran vena,
limfedema serta rasa nyeri. Lesi ulseratif akan merusak integritas kulit
dan meningkatkan ketidaknyamanan pasien serta kerentanannya
terhadap infeksi.
b. Limfoma Sel-B. Limfoma sel-B merupakan maligna paling sering kedua
yang terjadi di antara pasien-pasien AIDS. Limfoma yang berhubungan
denga AIDS cenderung berkembang di luar kelenjar limfe; limfoma ini
paling sering dijumpai pada otak, sum-sum tulang,dan traktus
gastrointestinal. Tipe limfoma ini secara khas memliki derajat yang lebih
tinggi yang menunjukkan sifat pertumbuhan yang agresif dan resisten
terhadap terapi. Perjalanan limfoma yang berhubungan dengan AIDS
mencakup lokasi organ yang terkena multipel dan komplikasi yang
berkaitan dengan terjadinya infeksi oportunis (Smeltzer & Bare, 2013).
4. Neurologik
Diperkirakan ada 80% dari semua pasien AIDS yang mengalami bentuk
kelainan neurologik tertentu selama perjalanan infeksi AIDS.
a. Ensefalopati HIV. Disebut pula sebagai kompleks demensia AIDS
(ADC; AIDS dementia complex), ensefalopati HIV terjadi sedikitnya
pada dua pertiga pasien-pasien AIDS. HIV yang ditemukn dalam jumlah
besar dalam otak maupun cairan serebrospinal pasien-pasien ADC. Sel-
sel otak yang terinfeksi HIV didominasi oleh sel-sel CD4+ yang berasal
dari makrofag/monosit. Infeksi HIV akan memicu toksin atau limfokin
yang mengakibatkan disfungsi seluler atau yang mengganggu fungsi
neuro transmitter ketimbang menyebabkan kerusakan seluler. Keadaan

9
ini berupa sindrom klinis yang ditandai oleh penurunan progresif pada
fungsi kognitif, perilaku dan motorik. Manifestasi dini mencakup
gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi
progresif, pelambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. Stadium lanjut
mencakup gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon verbal.
Gangguan afektif seperti pandangan yang kosong, hiperrefleksi
parapesisis spastik, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, serangan
jantung dan kematian (Corwin, 2008).
b. Cryptococcus neoformans. Infeksi jamur yang merupakan infeksi
oportunis keempat yang paling sering terjadi pada pasienp-pasien AIDS
dan penyebab infeksi paling serig ketiga yang menyebabkan gangguan
neurologik (Smeltzer & Bare, 2013).
5. Integumen
Manifestasi kulit menyertai infeksi HIV dan infeksi oportunis serta
malignansi yang mendampinginya. Infeksi oportunis seperti herpes zoster
dan herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri
yang merusak integritas kulit. Penderita AIDS juga dapat memeprlihatkan
folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan
mengelupas atau atau dengan dermatitis atopik seperti eksema atau
psoriasis. Hingga 60% penderita yang diobati dengan
trimetoprimsulfametoksazol (TMP/SMZ) untuk mengatasi Penumocystis
carinii akan mengalami ruam yang berkaitan dengan obat dan berupa
pruritus yang disertai pembentukan papula serta makula berwarna merah
muda.

10
Kategori Diagnostik Kategori Klinis
A B C
HIV primer atau Simtomatik, Kondisi yg
Kategori PGL bukan kondisi A merupakan
sel-T asimtomatik, atau C Indikator-AIDS
CD4+ akut
(1) ≥ 500/ul A1 B1 C1
(2) 200- A2 B2 C2
499/ul A3 B3 C3
(3) > 200 ul
Indikator-
AIDS
Jumlah Sel-
T
Diadaptasi dari Centerfor DiseaseControl, U.S Departement of Health nd Human
Services (Smeltzer & Bare, 2013)
Kategori Klinis A Kategori C
Mencakup suatu atau lebih keadaan Contoh-contoh keadaan pada pasien
berikut ini pada seseorang dewasa atau dewasa dan remaja mencakup:
remaja dengan infeksi HIV yang sudah - Kandidiasis bronkus, trakea atau
dipastikan dan tanpa keadaan dalam paru-paru;esofagus
kategori klinis B serta C. - Kanker serviks yang invasif
- Infeksi HIVyang asimtomatik - Koksidiodidomimikosis
- Limfadenopati generalisata yang intestinal yang kronis (durasi
persisten (PGL; persistent lebih 1 bulan)
generalized lymphadenophaty) - Penyakit sitomegalovirus (yang
- Infeksi HIV (primer) yang akut bukan hati, lien atau kelenjar
dengan keadaan sakit yang limfe)
menyertai atay riwayat infeksi HIV - Retinitis sitomegalovirus
yang akut. (dengan gangguan penglihatan)
Kategori Klinis B - Ensefalopati yang berhubungan
Contoh-contoh keadaan dalam dengan HIV
Kategori Klinis B mencakup : - Herpes simpleks : ulkus kronis
- Angiomatosis baksiliaris (durasi lebih dari 1
- Kandidiasis orofaring atau bulan);ataunbronkitis,
vulvovaginal pnumonitis atau esofagitis
- Displasia serviks - Histoplasmosis diseminata atau
- Gejala konstitusional seperti ekstrapulmoner
panas (38.5 0C) atau diare yang - Sarkoma Kaposi
lamanya melebihi satu bulan - Lmfoma Burkitt
- Leukoplakia oral yang berambut - Kompleks Mycobacterium-
- Herpes Zoster yang meliputi avium atau M. Kansasii yang
sedikitnya dua kejadian yang diseminata atau ekstrapulmoner.

11
berbeda atau yang terjadi pada - Pneumonia Penumocystis carinii
lebih dari satu dermatom saraf - Penumonia rekuren
- Idiopatik trombositopenik purpura - Leukoensefalopati mutifokal
- Listeriosis progresiva
- Penyakit inflamasi pelvik, - Septikemia Salmonella yang
khususnya jika disertai komplikasi rekuren
abses tuboovaril - Toksoplasmosis otak
- Neuropati perifer - Wasting Sindrom akibat HIV

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes laboratorium

Sejak ditemukannya HIV pada tahun 1983, para ilmuwan setelah


belajar banyak tentang karakterisitik dan patogenisitas virus tersebut.
Berdasarkan pengetahuan ini telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic
ang sebagian masih bersifat penelitian. Tes atau pemeriksaan laboratorium
kini digunakan untuk mendiagnostis HIV dan memantau perkembangan
penyakit serta responsnya terhadap terapi pada orang terinfeksi HIV. Tabel
50-1 merangkumkan pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk
mendiagnosis dan melacak perjalanan infeksi HIV (Smeltzer & Bare,
2013).

2. Tes Antibodi HIV

Kalau seseorang terinfeksi oleh virus HIV, system imunnya akan


bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody
umumnya terbentuk dalam waktu 3 hingga 12 minggu setelah terkena
infeksi, kendati pembentukan antibody ini dapat memerlukan waktu
sampai 6 hingga 14 bulan; kenyataan ini menjelaskan mengapa seseorang
dapat terinfeksi tetapi pada mulanya tidak memperlihatkan hasil tes yang
positif. Sayangnya, antibody untuk HIV tidak efektif dan tidak dapat
dihentikan perkembangan infeksi HIV. Kemampuan untuk mendeteksi
antibody HIV dalam darah telh memungkinkan pemeriksaan skrining
produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic pada pasien-pasien
terinfeksi HIV.

12
Ada tiga buah tes untuk memastikan adanya antibody terhadap
HIV dan membantu mendiagnosis infeksi HIV.

a. Tes enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)


mengidentfikasikan antibody yng secara spesifik ditujukan kepada
virus HIV. Tes ELISA tidak menegakkan diagnosis penyakit AIDS
tetapi lebih menunjukkan bahwa seseorang pernah terkena atau
terinfeksi oleh virus HIV. Orang yang darahnya mengandung antibody
untuk HIV disebt sebagai orang yang serositif (Corwin, 2008).

b. Pemeriksaan Western blot assay merupakan tes lainnnya yang dapat


mengenali antibody HIV dan digunakan untuk memastikan
seropositivitas seperti yang terindentifikasi lewat prosedur ELISA
(Smeltzer & Bare, 2013).

c. Indirect Immunofluorescence (IFA) kini sedang digunakan


sebagaian dokter sebagai pengganti pemeriksaan Westren blot untuk
memastikan seropositivitas.

d. Tes lainnya, yaitu radioimmunoprecipitation assay (RIPA), lebih


mendekti protein HIV ketimbang antibody (Smeltzer & Bare, 2013).

Setelah tes HIV dilaksanakan, makna tes tersebut dan


kemungkinan hasilnya harus dijelaskan dahulu. Persetujuaan tindakan
(informed consent) untk pelaksanaan tes diperlukan dari pasien. Hasil tes
antibody HIV harus dijelaskan dengan hati-hati kepada pasien. Semua
hasil tes harus dijaga kerahasiaannya. Implikasi hasil tes antibody
dirangkumkan dalam bagan 50-1. Pendidikan dan konseling tentang hasil
tes srta penularan penyakit sangat penting jika tes antibody HIV
dilaksanakan.

Pasien dengan hasil tes seronegatif dapat merasa aman terselubung


karena akan meneruskan perilaku berisiko tinggi atau mempunyai
perasaan bahwa mereka kebal terhadap virus HIV. Pasien-[asien ini
memerlukan konseling yang terus-menerus untuk membantu mengubah

13
perilaku berisiko tinggi dan menyadarkan bahwa mereka harus kembali
untuk menjalani tes ulang. Sebagian pasien lainnya dapat merasa khawatir
mengenai ketidakpastian status mereka.

Respons psikologis pasien terhadap hasil tes yang seroposotif


dapat mencakup perasan panic, depresi dan putus asa. Konsekuensi social
dan interpersonal dari hasil tes yang positif dapat menghancurkan
kehidupan pasien. Pasien dapat kehilangan pasangan seksualnya atau
asuransi kesehatannya karena pengungkapan penyakitnya itu; mereka
dapat pula mengalami diskriminasi dalam pekerjaan dan perumahan di
samping pengisolasian social. Pasien dengan hasil tes yang positif akan
memerlukan konseling yang terus-menerus di samping finansial, dukungan
medis dan psikologis.

e. Pelacakan Virus

Penentuan langsung keberadaan dan aktivitas virus HIV


digunakan untuk melacak perjalanan penyakit tersebut di samping menilai
responnya terhadap terapi. Protein inti virus disebut sebagai p24 antigen
capture assay sangat spesifik untuk HIV-1. Namun demikian, kadar p24
pada penderita infeksi HIV yang asimtomatik sangat rendah. Pasien
dengan p24 yang terukur memiliki keadaan yang berlanjut lebih cepat
menjadi penyakit AIDS. Pemeriksaan P24 antigen capture assay telah
digunakan bersama tes lainnya seperti CD4+ untuk mengevaluasi efek
terapi dari preparat antivirus. Pemeriksaan ini kini dalam uji klinis obat
sudah digantikan dengan suatu proses yang dikenal sebagai reaksi rantai
polymerase (PCR; polymerase chain reaction. PCR yang juga dinamakan
amplifikasi gen dipakai untuk mendeteksi RNA virus HIV atau DNA
provirus (Smeltzer & Bare, 2013).

Salah satu kekurangan pada pemeriksaan ini adalah bahwa hasil tes
false-positif dapat terjadi jika reagen yang digunakan sudah
terkontaminasi. Belakangan ini PCR dipakai untuk mendeteksi virus HIV

14
pada orang-orang dengan seronegatif HIV yang beresiko tinggi sebelum
timbulnya antibody; disamping itu, PCR juga dipakai untuk memastikan
hasil tes ELISA yang positif, memantau beban virus atas waktu,
melakukan skrining bagi neonates dan menentukan strain virus yang ada.
Pemeriksaan kultur HIV atau kultur plasma kuantitatif dan viremia plasma
merupakan tes tambahan yang mengukur beban virus (viral burden)
(Smeltzer & Bare, 2013).

Pemeriksaan Hasil pada Infeksi HIV


Tes Antibodi
Hasil tes yang positif dipastikan dengan
- ELISA
Western blot
- Western blot Positif
- Indirect
Hasil tes yang positif dipasttikan dengan
immunofluorescence assay
Western blot
(IFA)
- Radioimmunoprecipitation Positif, lebih spesifiik dn sensitif daripada
assay (RIPA) western blot
Pelacakan HIV
- Antigen p24 Positif untuk protein virus yang bebas
- Reaksi rantai polimerase
Deteksi RNA atau DNA virus HIV
(PCR)
Positif kalau dua kali uji-kadar (assay) secara
- Kultur sel mononulear berturut-turut mendeteksi enzim reverse
darah perifer untuk HIV transcript atau antigen p24 dengan kadar yang
meningkat
- Kultur sel kuantitatif Mengukur muatan virus dalam sel
Menukur muatan virus ewat virus bebas yang
- Kultur plasma kuantitatif
infeksius dalam plasma
Proein meningkat bersamaan dengan
- Mikroglobulin B2
berlanjutnya penyakit
- Neopterin serum Kadar meningkat dengan berlanjutnya penyakit
Status Imun
-Sel-sel CD4+ Menurun
-Persentase sel-sel Cd4+ Menurun
-Rasio CD4:CD8 Rasio CD4:CD8 menurun
-Hitung sel darah putih Normal hinggan menurun
-Kadar Immunoglobulin Meningkat
Sel-sel T4 mengalami penurunan kemampuan
-Tes fungsi sel CD4+
untuk bereaksi terhadap antigen
-Reaksi sensitivitas pada tes
Menurun hingga tidak terdapat
kulit

15
F. Upaya Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS.
1. Promotif
a) Promosi kesehatan ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan yang
benar dan komprehesif mengernai pencegahan penularan HIV dan
menghilangkan stigma serta diskriminasi.
b) Promosi kesehatan diberikan dalam bentuk advokasi, bina suasana,
pemberdayaan, kemitraan dan peran serta masyarakat sesuai dengan
kondisi social budaya serta didukung kebijakan public.
c) Promosi kesehatan dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tenaga
nonkesehatan terlatih.
d) Sasaran promosi kesehatan meliputi kebijakan public, swasta,
organisasi kemasyarakatan dan masyarakat.
e) Masyarakat diutamakan pada populasi sasaran dan populasi kunci.
f) Populasi sasaran merupakan populasi yang menjadi sasaran program.
g) Populasi kunci meliputi:
1) Pengguna napza suntik;
2) Wanita pekerja seks langsung maupun tidak langsung;
3) Pelanggan/ pasangan seks;
4) Gay, waria, dan laki pelanggan/ pasangan seks dengan sesame laki-
laki; dan
5) Warga binaan lapas rutan.
Promosi keehatan dapat dilakukan terintegrasi dengan pelayanan
kesehatan maupun program promosi kesehatan lainnya.
(1) Promosi kesehatan meliputi:
a. Iklan layanan masyarakat;
b. Kampanye penggunaan kondom pada setiap hubungan seks beresiko
penularan penyakit;
c. Promosi kesehatan bagi remaja dan dewasa muda;
d. Peningkatan kapasitas dalam promosi pencegahan penyalahgunaan
napza dan penularan HIV kepada tenaga kesehatan, tenaga non
kesehatan yang terlatih; dan
e. Program promosi keehatan lainnya.
(2) Promosi kesehatan yang terintegrasi pada pelayanan kesehatan diutamakan
pada pelayanan:
a. Kesehatan peduli remaja;
b. Kesehatan reproduksi dan keluarga berencana;

16
c. Pemeriksaan asuhan antenatal;
d. Infeksi menular seksual;
e. Rehabilitasi napza; dan tuberculosis.
2. Preventif
a. Penceghan ecara umum:
1) Pencegahan penularan HIV/AIDS dapat dicapai secara efektif dengan
cara menerapkan pola hidup aman dan tidak beresiko.
2) Pencegahan meliputi upaya:
a. Penecegahan penularan HIV melalui hubungan seksual;
b. Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya;
b. Pencegahan HIV melalui hubungan seksual
1) Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual merupakan
berbagai upaya untuk mencegah seseorang terinfeksi HIV dan/atau
penyakit IMS lain yang ditularkan melalui hubungan seksual.
2) Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual dilaksanakan
terutama di tempat yang berpotensi terjadinya hubungan seksual
beresiko.
3) Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual dilakukan
dengan 4 (empat) kegiatan yang terintegrasi meliputi:
a. Peningkatan peran pemangku kepentingan;
b. Intervensi perubahan perilaku;
c. Manajemen pasokan perbekalan kesehatan pencegahan; dan
d. Penatalaksanaan IMS.
4) Peningkatan peran pemangku kepentingan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a ditujukkan untuk menciptakan tatanan social
dilingkungan populasi kunci yang kondusif.
5) Intervensi perubahan perilaku ditujukan untuk member pemahaman
dan mengubah perilaku setiap individu dalam kelompok sehingga
kerentanan terhadap HIV berkurang.
6) Manajemen pasokan perbekalan keehatan pencegahan ditujukan untuk
menjamin tersedianya perbekalan kesehatan pencegahan yang
bermutu dan terjangkau.
7) Penatalaksanaan IMS ditujukan untuk menyembuhkan IMS pada
individu dengan memutus mata rantai penularan IMS melalui
penyediaan pelayanan diagnosis dan pengobatan serta konseling
perubahan perilaku.
8) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penatalaksanaan IMS
diatur dengan peraturan menteri.

17
(1) Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual dilakukan
melalui upaya untuk;
a. Tidak melakukan hubungan seksual;
b. Setia dengan pasangan;
c. Menggunakan kondom secara konsisten;
d. Menghindari penyalahgunaan obat/zat adiktif
e. Meningkatkan kemampuan pencegahan melalui edukasi termasuk
mengobati IMS sedini mungkin; dan
f. Melakukan pencegahan lain, antara lain melalui sirkumsisi.
(2) Tidak melakukan hubungan seksual hanya berhubungan seksual
dengan pasanagn tetap yang diketahui tidak terinveksi HIV.
(3) Menggunakan kondom secara konsisten berarti selalu menggunakan
kondom bila terpaksa berhubungan seksual serta hubungan seks
dengan pasangan yang telah terinfeksi HIV dan/ atau IMS.
c. Pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual
(1) Pencegahan penulran HIV mellaui hubungan non seksual ditunjukan untuk
mencegah penularan HIV melaui darah.
(2) Pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual meliputi;
a. Uji sering dana pendonor;
b. Pencegahan infeksi HIV pada tindakan medis dan non medis yang
melukai tubuh; dan
c. Pengurangan dampak buruk pada pengguna napza suntik.
Uji saring darah pendonor dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undanagan.
Pencegahan infeksi HIV pada tindakan medis dan nonmedis yang melukai
tubuh dilakukan dengan penggunaan peralatan steril dan mematuhi standar
prosedur operasional serta memperhatikan kewaspadaan umum.
(3) Pengurangan dampak buruk pada pengguna napza suntik meliputi:
a. Program layanan alat suntik steril dengan konseling perubahan
perilaku serta dukunga psikososial;
b. Mendorong pengguna napza suntik khususnya pecandu opiate
menjalani program terapi rumatan;
c. Mendorong pengguna napza suntik untuk melakukan pencegahan
penularan seksual; dan
d. Layanan konseling dan tes HIV serta pencegahan/ imunisasi hepatitis.
d. Pencegahan penularan HIV dsri ibu ke anaknya

18
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya dilaksanakan melalui 4
kegiatan meliputi:
a. Pencgahan penularan HIV pada perempuan usia reproduktif;
b. Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan dengan
HIV;
c. Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang
dikandung;
d. Pemeberian dukungan psikologis, social, dan perawatan ibu dengan HIV
beserta anaknya dan keluarganya.

3. Rehabilitasi
a. Rehabilitasi pada kegiatan Penanggulangan HIV dan AIDS dilakukan
terhadap setiap pola transmisi penularan HIV pada populasi kunci
terutama pekerja seks dan Pengguna Napza Suntik.
b. Rehabilitasi pada kegiatan Penanggulangan HIV dan AIDS dilakukan
melalui rehabilitasi medis dan sosial.
c. Rehabilitasi pada kegiatan Penanggulangan HIV dan AIDS ditujukan
untuk mengembalikan kualitas hidup untuk menjadi produktif secara
ekonomis dan sosial
d. Rehabilitasi pada populasi kunci pekerja seks dilakukan dengan cara
pemberdayaan ketrampilan kerja dan efikasi diri yang dapat dilakukan
oleh sektor sosial, baik Pemerintah maupun masyarakat.
e. Rehabilitasi pada populasi kunci pengguna napza suntik dilakukan
dengan cara rawat jalan, rawat inap dan program pasca rawat sesuai
ketentuan peraturan perundangundangan.
4. Pengobatan
a. Pengobatan HIV bertujuan untuk mengurangi risiko penularan HIV,
menghambat perburukan infeksi oportunistik dan meningkatkan
kualitas hidup pengidap HIV.
b. Pengobatan HIV harus dilakukan bersamaan dengan penapisan dan
terapi infeksi oportunistik, pemberian kondom dan konseling.
c. Pengobatan AIDS bertujuan untuk menurunkan sampai tidak
terdeteksi jumlah virus (viral load) HIV dalam darah dengan
menggunakan kombinasi obat ARV.
d. Pengobatan HIV dan AIDS dilakukan dengan cara pengobatan:
 terapeutik;

19
 profilaksis; dan
 penunjang.
e. Pengobatan terapeutik meliputi pengobatan ARV, pengobatan IMS,
dan pengobatan infeksi oportunitis.
f. Pengobatan profilaksis meliputi:
g. pemberian ARV pasca pajanan; da
h. kotrimoksasol untuk terapi dan profilaksis.
i. Pengobatan penunjang meliputi pengobatan suportif, adjuvant dan
perbaikan gizi.
G. ASKEP HIV/AIDS
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu :
Pasien memiliki riwayat melakukan hubungan seksual
dengan pasangan yang positif mengidap HIV/AIDS, pasangan
seksual multiple, aktivitas seksual yang tidak terlindung, seks anal,
homoseksual, penggunaan kondom yang tidak konsisten,
menggunakan pil pencegah kehamilan (meningkatkan kerentanan
terhadap virus pada wanita yang terpajan karena peningkatan
kekeringan/friabilitas vagina), pemakai obat-obatan IV dengan
jarum suntik yang bergantian, riwayat menjalani transfusi darah
berulang, dan mengidap penyakit defesiensi imun.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang:
Pasien mengatakan mudah lelah, berkurangnya toleransi
terhadap aktivitas biasanya, sulit tidur, merasa tidak berdaya, putus
asa, tidak berguna, rasa bersalah, kehilangan kontrol diri, depresi,
nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi, diare intermitten, terus-
menerus yang disertai/tanpa kram abdominal, tidak nafsu makan,
mual/muntah, rasa sakit/tidak nyaman pada bagian oral, nyeri
retrosternal saat menelan, pusing, sakit kepala, tidak mampu
mengingat sesuatu, konsentrasi menurun, tidak merasakan
perubahan posisi/getaran, kekuatan otot menurun, ketajaman
penglihatan menurun, kesemutan pada ekstremitas, nyeri, sakit,
dan rasa terbakar pada kaki, nyeri dada pleuritis, nafas pendek,
sering batuk berulang, sering demam berulang, berkeringat malam,

20
takut mengungkapkan pada orang lain dan takut ditolak
lingkungan, merasa kesepian/isolasi, menurunnya libido dan terlalu
sakit untuk melakukan hubungan seksual.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga :
Riwayat HIV/AIDS pada keluarga, kehamilan keluarga dengan
HIV/AIDS, keluarga pengguna obat-obatan terlarang.
b. Pengkajian Pemeriksaan Fisik (Doenges, Moorhouse, & Geissler, 2014)
1) Aktivitas / istirahat
Gejala: Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas
biasanya, progresi kelelahan / malaise, Perubahan pola tidur
Tanda: Kelemahan otot, menurunnya massa otot
Respon fisiologis terhadap aktivitas seperti perubahan dalam TD,
frekuensi jantung, pernapasan
2) Sirkulasi
Gejala: Proses penyembuhan luka yang lambat (bila anemia);
perdarahan lama pada cedera (jarang terjadi)
Tanda: Takikardia, perubahan TD postural, Menurunnya volume
nadi perifer, Pucat atau sianosis: perpanjangan kapiler
3) Integritas ego
Gejala: Faktor stres yang berhubungan dengan kehilangan, mis:
dukungan keluarga, hubungan dengan orang lain. Penghasilan,
gaya hidup tertentu dan stres spiritual. Mengkuatirkan penampilan:
alopesia, lesi cacat dan menurunnya BB, merasa tidak berdaya,
putus asa, tidak berguna, rasa bersalah kehilangan kontrol diri dan
depresi.
Tanda: Mengingkari, cemas, defresi, takut, menarik diri perilaku
marah, postur tubuh mengelak, menangis, dan kontak mata kurang
gagal menepati janji atau banyak janji untuk periksa dengan gejala
yang sama
4) Eliminasi
Gejala: Diare yang intermitten, terus menerus, sering dengan atau
tanpa disertai kram abdominal, Nyeri panggul, rasa terbakar saat
miksi

21
Tanda: Feces dengan atau tanpa disertai mukus dan marah, Diare
pekat yang sering
Nyeri tekan abdominal, Lesi atau abses rectal, personal, Perubahan
dalam jumlah, warna dan karakteristik urin
5) Makanan / cairan
Gejala: Anoreksia, perubahan dalam kemampuan mengenali
makanan / mual / muntah disfagia, nyeri retrostenal saat menelan
Penurunan berat bada: perawakan kurus, menurunnya lemak
subkutan / massa otot, turgor kulit buruk, Lesi pada rongga mulut,
adanya selaputnya putih dan perubahan warna. Kesehatan gigi /
gusi yang buruk, adanya gigi yang tanggal.Edema (umum,
dependen)
6) Higiene
Gejala: Tidak dapat menyelesaikan aktivitas
Tanda: Memperlihatkan penampila yang kurang rapi, Kekurangan
dalam banyak atau perawatan diri, aktivitas perawatan diri
7) Neurosensori
Gejala: Pusing, pening / sakit kepala, perubahan status mental.
Kehilangan ketajaman atau kemampuan diri untuk mengatasi
masalah, tidak mampu mengingat dan konsentrasi menurun,
Kerusakan sensasi atau indera posisi dan getaran kelemahan otot,
tremor dan perubahan ketajaman penglihatan, kebas, kesemutan
pada ekstremitas (kaki tampak menunjukkan perubahan paling
awal)
Tanda:Perubahan status mental dan rentang antara kacau mental
sampai dimensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat kesadaran
menurun, apatis, retardasi psikomotor / respon melambat, ide
paranoid, ansietas yang berkembang bebas, harapan yang tidak
realistis timbul refleksi tidak normal, menurunnya kekuatan otot
dan gaya berjalan ataksia tremor pada motorik kasar / halus,
menurunnya motoric.Vocalis: hemi paresis; kejang, hemoragi retina
dan eksudat

22
8) Nyeri / kenyamanan
Gejala: Nyeri umum atau local, sakit, rasa terbakar pada kaki, sakit
kepala (keterlibatan ssp), nyeri dada pleuritis
Tanda:Pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan
penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan / pincang, gerak
otot melindungi bagian yang sakit
9) Pernapasan
Gejala: isksering, menetap napas pendek yang progresif batuk
(sedang sampai parah), produktif / non produktif sputum (tanda
awal dari adanya PCP mungkin batuk spasmodic saat napas dalam),
bendungan atau sesak dada
Tanda: takipnea, distres pernapasan, perubahan pada bunyi napas /
bunyi napas adventisius. Sputum: kuning (pada pneumonia yang
menghasilkan sputum)
10) Keamanan
Gejala: riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka yang lambat proses
penyembuhannya
Riwayat menjalani transfusi darah yang sering atau berulang (mis:
hemofilia, operasi vaskuler mayor, insiden traumatis). Riwayat
penyakit defisiensi imun, yakni kanker tahap lanjut. Riwayat /
berulangnya infeksi dengan PHS. Demam berulang; suhu rendah,
peningkatan suhu intermitten / memuncak; berkeringat malam
Tanda: perubahan integritas kulit: terpotong, ruam mis: ekzema,
eksantem, psoriasis, perubahan warna / ukuran mola; mudah terjadi
memar yang tidak dapat dijelaskan sebabnya rektum, luka-luka
perianal atau abses, timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar
limfe pada 2 area tubuh atau lebih (mis: leher, ketiak, paha)
menurunnya kekuatan umum, tekanan otot, perubahan pada gaya
berjalan
11) Seksualitas
Gejala: riwayat perilaku beresiko tinggi yakni mengadakan
hubungan seksual dengan pasangan yang positif HIV, pasangan

23
seksual multipel, aktivitas seksual yang tidak terlindung dan seks
anal, menurunnya libido, terlalu sakit untuk melakukan hubungan
seks, penggunaan kondom yang tidak konsisten, menggunakan pil
pencegah kehamilan (meningkatkan kerentanan terhadap virus pada
wanita yang diperkirakan dapat karena peningkatan kekurangan
(pribilitas vagina)
Tanda: kehamilan atau resiko terhadap hamil
12) Genetalia:
Manifestasi kulit (mis: herpes, kulit); rabas
13) Interaksi sosial
Gejala: masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, mis: kehilangan
kerabat / orang terdekat, teman, pendukung, rasa takut untuk
mengungkapkannya pada orang lain, takut akan penolakan /
kehilangan pendapatan isolasi, kesepian, teman dekat ataupun
pasangan seksual yang meninggal akibat AIDS, mempertanyakan
kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat rencana
Tanda: perubahan pada interaksi keluarga / orang terdekat,
aktivitas yang tidak terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan
14) Penyuluhan / pembelajaran
Gejala: kegagalan untuk mengikuti perawatan, melanjutkan
perilaku beresiko tinggi (mis: seksual ataupun penggunaan obat-
obatan IV) penggunaan / penyalahgunaan obat-obatan IV, saat ini
merokok, penyalahgunaan alkohol
15) Pertimbangan rencana pemulangan:
Memerlukan bantuan keuangan, obat-obatan / tindakan, perawatan
kulit / luka, peralatan / bahan; trasportasi, belanja makanan dan
persiapan perawatan diri, prosedur keperawatan teknis, tugas
perawatan / pemeliharaan rumah, perawatan anak, perubahan
fasilitas hidup.
2. Diagnosa
Masalah keperawatan yang sering muncul pada HIV/AIDS (Nurarif &
Kusuma, 2015):

24
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya secret
yang mengental.
b. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan nafsu makan menurun.
c. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan faktor :Penurunan
responimun , kerusakan kulit.
d. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan cara-cara mencegah
penularan HIV dan perawatan mandiri.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keadaan mudah letih,
kelemahan, malnutrisi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

3. Intervensi
No Diagnosa Noc Nic
1 Bersihan jalan nafas
a. Respiratory status : 1. Pastikan kebutuhan
tidak efektif Ventilation oral / trachealsuctioning.
berhubungan b. Respiratory status : 2. Berikan O2
dengan adanya Airway patency 3. Anjurkan pasien
secret yang c. Aspiration Control untuk istirahat dan
mengental kriteria hasil : napas dalam
a. Mendemonstrasika 4. Posisikan pasien
b. batuk efektif dan untuk
c. suara nafas yang memaksimalkanVentilasi
bersih,tidak ada 5. Keluarkan sekret
sianosis dan dyspneu dengan batuk atau suction
d. Menunjukkan 6. Auskultasi suara
jalan nafas yang paten nafas, catat adanya
e. suara tambahan
Mampu mengidentifik 7. Monitor status
asikan dan mencegah hemodinamik
faktor yang penyebab. 8. Berikan pelembab
f. Saturasi O2 dalam udara Kassa basah
g. batas normal NaCl Lembab
9. Atur intake untuk

25
cairan
mengoptimalkan keseimb
angan.
10. Monitor respirasi dan
status O2
11. Pertahankan hidrasi
yang adekuat
untuk mengencerkan
sekret
2 Gangguan Nutritional status: 1. Kaji adanya alergi
pemenuhan nutrisi Adequacy of nutrient makanan
kurang dari b. Nutritional Status : 2. Kolaborasi dengan ahli
kebutuhan food and Fluid Intake gizi untuk menentukan
berhubungan Weight Control jumlah kalori dan nutrisi
dengan nafsu yang dibutuhkan pasien
makan menurun Kriteria hasil 3. Yakinkan diet yang
a. Albumin serum dimakan
b. Pre albumin serum mengandung tinggi serat
c. Hematokrit untuk mencegah
d. Hemoglobin konstipasi
e. Total iron binding 4. Monitor adanya
f. capacity penurunan BB dan
g. Jumlah limfosit gula darah
5. Monitor turgor kulit
6. Monitor mual dan
muntah
7. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
8. Monitor intake

26
nuntrisi
9. Informasikan pada
klien dan
keluarga tentang manfaat
nutrisi

27
3 Risiko tinggi NOC : NIC :
Infection Control
terhadap infeksi a. Immune Status
b. Knowledge : (Kontrol infeksi)
berhubungan
1 Bersihkan lingkungan
Infection control
dengan faktor
c. Risk control setelah dipakai pasien
:Penurunan
Kriteria Hasil : lain
responimun , 2 Pertahankan teknik
a. Klien bebas dari
kerusakan kulit isolasi
tanda dan gejala
3 Batasi pengunjung
infeksi
bila perlu
b. Mendeskripsikan
4 Instruksikan pada
proses penularan
pengunjung untuk
penyakit, factor yang
mencuci tangan saat
mempengaruhi
berkunjung dan setelah
penularan serta
berkunjung meninggalkan
penatalaksanaannya,
pasien
c. Menunjukkan
5 Gunakan sabun
kemampuan untuk
antimikrobia untuk cuci
mencegah timbulnya
tangan
infeksi 6 Cuci tangan setiap
d. Jumlah leukosit
sebelum dan sesudah
dalam batas normal
tindakan kperawtan
e. Menunjukkan
7 Pertahankan
perilaku hidup sehat
lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
8 Tingktkan intake
nutrisi
Infection Protection
4
(proteksi terhadap
infeksi)
Defisiensi
1 Monitor tanda dan
pengetahuan
gejala infeksi sistemik
berhubungan
dan lokal
dengan cara-cara 2 Monitor hitung
mencegah granulosit, WBC
3 Monitor kerentanan
penularan HIV dan
28
29
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulannya adalah bahwa kita harus waspada terhadap virus
HIV/AIDS. Makalah di atas juga menjelaskan pengertian, sejarah, cara
penularan , gejala-gejal dan pencegahannya. Adapun kesimpulan yang dapat
penulis simpulkan mengenai makalah ini adalah:
1. HIV (Human Immuno–Devesiensi) adalah virus yang hanya hidup dalam
tubuh manusia, yang dapat merusak daya kekebalan tubuh manusia. AIDS
(Acguired Immuno–Deviensi Syndromer) adalah kumpulan gejala
menurunnya gejala kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit dari luar.
2. Tanda dan Gejala Penyakit AIDS seseorang yang terkena virus HIV pada
awal permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas,
penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung
daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut.
3. Hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum maupun
vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab
penyakit AIDS yang ada hanyalah pencegahannya saja.

30
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E. J. (2008). Handbook of Pathophysiology, 3rd Edition. Michigan:
Lippincott Williams & Wilkins.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2014). Rencana asuhan


keperawatan edisi 3. Jakarta: EGC.

Kemenkes RI, P. D. (2014). Situasi dan Analisis HIV/AIDS. Jakarta: Pusat Data
dan Informasi Kemenkes RI.

Kowalak, P. J., Welsh, W., & Mayer, B. (2014). Buku Ajar Patofisiologi . Jakarta:
EGC.

Kurniawan, N., & M, N. (2007). Asuhan keperawatan pada pasien infeksi


HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi NANDA & NIC-NOC. Yogyakarta:
Mediaction.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2014). Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.

Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Keperawatan medikal-bedah brunner &


Suddarth. Jakarta: EGC.

WHO, W. H. (2015). Global Health Observatory (GHO) data HIV/AIDS. WHO.

31

Anda mungkin juga menyukai

  • Leukimia 3b Baru
    Leukimia 3b Baru
    Dokumen18 halaman
    Leukimia 3b Baru
    Amril Wirawan Akhmad
    Belum ada peringkat
  • Daftar Riwayat Hidup
    Daftar Riwayat Hidup
    Dokumen1 halaman
    Daftar Riwayat Hidup
    Amril Wirawan Akhmad
    Belum ada peringkat
  • Leukimia 3b Baru
    Leukimia 3b Baru
    Dokumen18 halaman
    Leukimia 3b Baru
    Amril Wirawan Akhmad
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen3 halaman
    Kata Pengantar
    Amril Wirawan Akhmad
    Belum ada peringkat
  • Kegawatdaruratan Syok
    Kegawatdaruratan Syok
    Dokumen26 halaman
    Kegawatdaruratan Syok
    endang sutreni
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen12 halaman
    Bab I
    Amril Wirawan Akhmad
    Belum ada peringkat
  • HIV
    HIV
    Dokumen22 halaman
    HIV
    Amril Wirawan Akhmad
    Belum ada peringkat
  • Gagal Ginjal Akut
    Gagal Ginjal Akut
    Dokumen8 halaman
    Gagal Ginjal Akut
    Ima Latief
    50% (2)
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen3 halaman
    Kata Pengantar
    Amril Wirawan Akhmad
    Belum ada peringkat
  • Tugas Kelompok
    Tugas Kelompok
    Dokumen38 halaman
    Tugas Kelompok
    Amril Wirawan Akhmad
    Belum ada peringkat
  • Leukimia 3b Baru
    Leukimia 3b Baru
    Dokumen18 halaman
    Leukimia 3b Baru
    Amril Wirawan Akhmad
    Belum ada peringkat
  • HIV
    HIV
    Dokumen22 halaman
    HIV
    Amril Wirawan Akhmad
    Belum ada peringkat
  • Buku Blok
    Buku Blok
    Dokumen43 halaman
    Buku Blok
    Agung Ikhssani
    Belum ada peringkat
  • Leukimia 3b Baru
    Leukimia 3b Baru
    Dokumen18 halaman
    Leukimia 3b Baru
    Amril Wirawan Akhmad
    Belum ada peringkat
  • Terapi Kongnitif
    Terapi Kongnitif
    Dokumen22 halaman
    Terapi Kongnitif
    Amril Wirawan Akhmad
    Belum ada peringkat
  • LP Askep Osteosarcoma
    LP Askep Osteosarcoma
    Dokumen19 halaman
    LP Askep Osteosarcoma
    Firsha Arda II
    Belum ada peringkat
  • HIV
    HIV
    Dokumen22 halaman
    HIV
    Amril Wirawan Akhmad
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen7 halaman
    Bab I
    PisangEpe
    Belum ada peringkat
  • LP Askep Osteosarcoma
    LP Askep Osteosarcoma
    Dokumen19 halaman
    LP Askep Osteosarcoma
    Firsha Arda II
    Belum ada peringkat