Anda di halaman 1dari 4

Ushul al-‘Isyrin -Manhaj Ishlah

Kontemporer-
undefined undefined, undefined by Unknown

sumber:www.hassanalbanna.com

Setelah kakhalifahan Turki Ustmani runtuh pada tahun 1924 M muncullah banyak gerakan
penyadaran untuk kembali memperbaiki keadaan umat yang kian terpuruk. Namun sayang
gencarnya semangat penyadaran ini dibarengi juga oleh berbagai konflik dan kekisruhan
pemikiran.....
Kondisi umum berbagai jama’ah Islam di Mesir (dan dunia Islam pada umumnya)
menampakkan gejala ”parsialisasi Islam” dalam gerakan dakwah mereka. Masing-masing
hanya memperhatikan satu aspek tertentu saja dari risalah Islam yang syumul ini,
menitikberatkan kepada yang satu dengan meninggalkan aspek-aspek lainnya.
Ada yang hanya memperhatikan aspek aqidah saja, atau aspek ibadah saja, atau aspek kultural
saja, dalam ajaran Islam. Ada pula tarekat-tarekat sufi yang hidup di sudut-sudut sempit dari
lingkup Islam yang besar, yang hanya mementingkan aspek rohani yang bersifat ritual dan
menyendiri atau aspek sosial yang sempit dalam batas-batas tarekat. Dan adapula jama’ah-
jama’ah politik atau partai politik yang umumnya berorientasi ”Nasionalisme-Sekulerisme”
yang para pemimpinnya terdiri atas orang-orang berlatarbelakang pendidikan barat yang
sekuler. Diantara jama’ah-jama’ah itu ada yang menganggap jelek orang-orang yang sibuk
memperhatikan dan menekankan aspek-aspek lainnya.
Dilatarbelakangi oleh berbagai kondisi yang melanda gerakan-gerakan Ishlah (reformasi)
inilah Hasan Al Banna berhasil mengidentifikasi persoalan yang dihadapi umat ini dengan
sangat jelas. Didasari oleh relitas inilah maka Imam Syahid Hasan Al Banna memformulasikan
kerangka berfikir untuk meyatukan semua gerakan penyadaran umat untuk kerja bahu-
membahu.
Diantara berbagai kekeliruan dan penyimpangan baik dalam pemikiran maupun dalam
tindakan umat Islam ditangkap dan dipetakan dalam amat cerdas oleh beliau, khususnya di
Mesir ketika itu adalah sebagai berikut :
1. Pemisahan urusan politik, kekuasaan, agama, dan negara.
2. Pengertian akhlak yang sesungguhnya dipisahkan dengan keperluan menggunakan
kekuatan dalam mengukuhkan kedudukan Islam di muka bumi. Pemahaman ini
menekankan seolah-olah kekuatan dalam pengertiannya yang luas bertentangan
dengan nilai akhlak yang mulia.
3. Kegagalan dalam mengkorelasikan keunggulan ilmu-ilmu Islam dan peranannya
sebagai dasar hukum dan perundang-undangan begi penegakkan hukum dan
penyelesaian perselisihan antara manusia.
4. kekeliruan antara memuliakan nash-nash Al Qur’an dan As Sunnah sebagai simbol-
simbol yang bersifat bathiniyyah dan tidak dapat dipahami dengan menjadikannnya
sebagai sumber pegangan hidup dan asas atas segala ’ilmu dan ’amal.
5. Pengamalan perkara-perkara yang dapat mengandung unsur syirik seperti tangkal,
jampi dan sebagainya dengan mengatasnamakan agama.
6. Tidak dapat membedakan antara bolehnya berpegang kepada pendapat imam-imam
madzhab dengan tuntutan berpegang kepada hujjah-hujjah yang sesuai dengan Al
Qur’an dan As Sunnah.
7. Tidak dapat melakukan pemisahan antara perkara-perkarata’abbud dengan perkara-
perkara yang bersifat ’adat.
8. Tidak dapat membedakan mana perkara ushul dan mana perkara yang cabang dalam
Islam, sehingga persoalan furu’ dalam masalah fiqh menjadi sebab perselisihan dan
perpecahan.
9. Gagal dalam mengidentifikasi masalah umat Islam sehingga terjebak menghabiskan
banyak waktu dan tenaga dalam perdebatan hukum-hukum yang tidak berlaku.
10. Gagal dalam membedakan antara mentauhidkan Allah dengan terbawa-bawa dalam
peraselisihan ’ulama’ terkait penafsiran dan penta’wilan ayat-ayat Al Qur’an dan
hadist-hadist yang berhubungan dengan sifat-sifat Allah.
11. Gagal dalam membedakan antara amalan-amalan biasa yang telah meluas dalam
masyarakat dengan pengertian bid’ah dalam Islam.
12. Tidak adapat membedakan antara bolehnya mengasihi dan mencintai salihin dengan
mengkultuskan mereka dan tidak dapat membedakan antara asas-asas iman dengan
natijah-natijah iman yang sahih.
13. Mencampuradukkan amalan-amalan sunat dengan amalan-amalan yang dapat
membawa kepada syirik seperti meminta-minta kepada orang mati, menyeru orang
mati dan lain-lain ketika menziarahi kubur, sedangkan menziarahi kubur adalah
sunat.
14. Tidak dapa membedakan antara bertawasul sebagai kaifiat do’a dengan bertawasul
sebagai unsur utama dalam do’a.
15. Tidak dapat membedakan ’uruf-’uruf yang diterima syara’ dengan ’uruf-’uruf yang
bertentangan dengan syara’.
16. Tidak dapat meletakkan keseimbangan antara amal-amal lahir dengan amal-amal
batin.
17. Gagal dalam mendudukkan akal sehingga terdapat satu pihak yang enggan
menggunkan akal karena takut menyalahi nash, sedangkan terdapat pula satu pihak
yang menggunakan akal secara bebas hingga meminggirkan nash.
18. Terbawa-bawa dalam mengkafirkan kaum muslimin karena kesalahan dan dosa-
dosanya.

Hasan Al Banna berhasil mendamaikan konflik diantara aliran pemikirang yang ada saat itu.
Dalam persimpangan inilah Hasan Al Banna menggariskan jalan pertengahan yang sahih dan
tepat bagi mengembalikan umat Islam untuk memahami risalah Islam yang asli. Hasan Al
Banna menggariskan dua puluh prinsip berkaitan dengan permasalahn ini yang dinamakan
sebagai ”Ushul ’Isyrin” . Secara ringkas, ushul ’isyrin menggariskan perkara-perkara berikut :
1. Islam adalah al-Din yang syamil.
2. Al Qur’an dan As Sunnah adalah sumber utama kehidupan.
3. Iman adal;ah asas utama sedangkan najitah-natijah iman seperti kasyaf, mimpi, ilham,
dan sebagainya tidak menjadi matlamat ibadah dan tidak boleh menjadi hujjah.
4. Jampi-jampi yang berdasarkan nash saja yang diterima sedangkan selainnya batal dan
ditolak.
5. Pendapat imam dapat diterima seandainya tidak berlawanan dengan kaidah-kaidah
syari’at Islam.
6. Perkataan siapa saja boleh ditolak atau diterima kecuali perkataan Rasulullah SAW.
7. Muslim yang belummencapai peringkat ilmu yang tinggi dapat mengikuti pendapat
salah satu imam mazhab, tetapi harus berusaha untuk terus meningkatkan ilmunya.
8. Perselisihan dalam perkara-perkara furu’ tidak boleh menjadi sebab terjadinya
perpecahan.
9. Membicarakan perkara-perkara yang tidak waqi’i adalah memberta-beratkan dan mesti
ditinggalkan.
10. Sifat-sifat Allah bersih dari ta’wil-ta’wil yang salah.
11. Bid’ah yang jelas bertentangan dengan nash adalah dholalah.
12. Baid’ah dalam ibadah mutlak adalah masalah khilafiyyah.
13. Mengasihi para salihin adalah untuk tujuan taqarrub kepada Allah.
14. Amalan ziarah kubur hendaknya dilakukan berpedoman kepada sunnah.
15. Tawassul adalah masalah khilafiyyah dalam kaifiat do’a
16. ’Uruf yang salah tidak mengubah hakikat lafazh syari’at.
17. Aqidah adalah asa kepada amal. Amal hati lebih penting daripada amal zahir, tetapi
mencapai kesempurnaan dalam kedua-duanya adalah tuntunan syara’.
18. Islam menempatkan akal di stu tempat yang mulia.
19. Dalam perkara yang qat’i, syari’at dan akal tidak bertentangan.
20. Tidak boleh mengkafirkan orang yang mengucapkan syahadatain karena maksiat yang
dilakukannya.

Pemikir Islam dari Syiria, Sayyid Hawwa mengatakan : ”Kedua puluh dasar yang
disebutkan oleh Hasan Al Banna ini mertupakan hasil dari pandangan yang tafshili (teliti)
terhadap kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Ia juga sebagai hasil penelitian yang luas
terhadap kitab-kitab ushul fiqh dan aqidah. Ia juga sebagai hasil dari pemahaman yang
mendalam terhadap realitas umat Islam dan juga pengetahuan yang tinggi dalam
membedakan mana yang baik dan yang buruk diantara perkara-perkara yang telah
diwariskan oleh umat Islam.”
Namun cara penyajian ushul tersebut dan kedudukan utama ke-20 prinsip tersebut sebagai
asas pemikiran tajdid Al Banna adalah sesuatu yang penting. Ini karen Ushul ’Isyrin bukan
hanya sebagai panduan-panduan yang bersifat ilmu, tetapi Ushul ’Isyrin adalah satu ijtihad
dalam menentukan suatu pendekatan untuk mengemukakan Islam sebagai satu dasar hidup
yang syumul. Manhaj seperti ini sangat penting bagi masyarakat Islam yang berhadapan
dengan serangan pembaratan. Manhaj yang mendamaikan banyak kekeliruan ini
sedemikian penting dalam membersihkan keserabutan pemikiran di kalangan masyarakat
Islam di masa itu.
Apa yang terdapat dalam Ushul ’Isyrin mungkin merupakan persoalan badihiyyat
(aksiomatik) pada hari ini. Tetapi pada saat pertama kali hal ini dikemukakan keadaannya
tidak seperti itu. Perkara-perkara yang terkandung dalam Ushul ’Isyrin menjadi badihiyyat
pada saat ini setelah Asy Syahid Hasan Al Banna menegaskan dan menekankannya kepada
anggota ikhwan di dalam jama’ahnya. Kemudian mereka inilah, melalui amal, ceramah-
ceramah, kuliah-kuliah dan khususnya penulisan-penulisan, telah mempopulerkan manhaj
tersebut kepada umat Islam ke seluruh dunia pada abad kedua puluh ini.
Dengan demikian nyatalah bahwa Ushul ’Isyrin sebagai ’Manhaj Ishlah’ juga dapat
dianggap sebagai satu ijtihad karena kedudukannya yang istimewa sebagai asas pertama
dalam pembinaan para tentara dakwah yang multazim. Melalui asas Al Fahmu sebagai
arkanul ’asyarah yang pertama maka gerakan tajdid dalam memahami Islam dilakukan
dalam abad ini melaui Ushul ’Isyrin.
Hasan Al Banna memperbaharui pendekatan terhadap metode bagaimana umat Islam
memahami Islam yang asli.hal ini membuat ’melek’ umat Islam yang berpuluh-puluh tahun
berada dibawah dominasi penjajahan barat.

Risalah ini termasuk risalah terpenting yang ditulis oleh Hasan Al Banna.Bahkan Utadz
Abdul Halim Muhammad mengganggapnya sebagai puncak dan intisari dari semua risalah
yang beliau tulis.

Rislah ini berisi strategi jama’ah ikhwan dalam tarbiyah dan pembentukan kader. Juga
berisi tentang tujuan-tujuan dakwah dan perangkat untuk mencapai tujuan tersabut. Asy
Syahid menulis risalah ini untuk para anggota ikhwan yang tulus, para mujahid atau yang
disebut dengan kader inti Ikhwan. Dimana gaya bahasa yang dipakai adalah gaya bahasa
instruktif untuk beramal, bukan sekedar pembicaraan.

Teori reformasi yang diusulkan oleh Hasan Al Banna adalah sebuah sintesa atas berbagai
visi dan orientasi sebagai ”modus bersama” yang menghimpun berbagai
kecenderungannya, menyatukan persepsi fundamental mereka mengenai persoalan-
peroalan global dan masalah-masalah besar, meski dalam masalah-masalah furu’ yang
kecil mereka tetap memiliki perbedaan, dan agar Ushul ’Isyrin dapat menjadi poros
bertemunya berbagai gerakan Ishlah.

”Sesungguhnya terapi bagi keterpurukan, perpecahan kata, kehancuran dan kemunduran


peradaban umat Islam tidak bisa dilakukan dengan terapi tunggal, ia harus dengan terapi
komprehensif. Begitu juga manhaj reformasi untuk membebaskan umat Islam dari
keterpurukannya haruslah komprehensif tanpa memprioritaskan manhaj sqalah satu
reformis., tetapi harus mencakup seluruh unsur reformasi. Dengan itulah semua kondisi
umat Islam akan membaik.” begirulah yang ditulis Asy Syahid Hasan Al Banna
menjelaskan gagasan reformasinya.....

Anda mungkin juga menyukai