Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS POLA KONSUMSI

MASYARAKAT KOTA MALANG


PASCA KENAIKAN HARGA BAHKAN MAKANAN
Oleh:
Dwi Susilowati
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang
E-mail/No. Hp: susilowati@umm.ac.id/081334699996

Abstract

The intention of this research are 1) To know how pattern consume society of
malang city after the increase of price foodstuff? 2) How pattern consume society of
malang city after increase of price of food-stuff compared to previously? and 3)
Whether difference of pattern consume society of malang city before and hereafter the
increase of price food-stuff? From result of research indicate that there is no change
meaning to consume rice and soy (tempe/tofu) before and also after existence of
increase of price. This matter give indication that consumption of rice and
soy(tempe/tofu) of society is not affected by change (increase of price) remember that
rice and soy (tempe/tofu) represent fundamental requisites. As suggestion for the
government is shall the stock of soy and rice have to be taken care of don't be scarce in
marketing. Rare of soy and rice (tempe/tofu) is disaster for society. For the government
is obliged to control price so that did not be heavy against for the society especially the
impecunious society.

Keywords: consume, price foodstuff, and malang

PENDAHULUAN seimbangan antara produksi dan


Kenaikan harga pangan dunia konsumsi. Produksi pertanian yang
memicu berbagai keresahan di berbagai semakin terbatas karena kebijakan
Negara, seperti di Haiti, Kamerun, negara yang kurang berpihak disisi lain
Senegal, dan Bangladesh. Penyebabnya konsumsi bahan makanan yang semakin
adalah kenaikan harga bahan makanan meningkat.
yang terus membumbung sejak akhir Tabel 1. Harga Komoditas April 2007 –
tahun lalu dan diperkirakan masih akan April 2008 (US$ per ton)
terus naik hingga tahun depan. Menurut Komoditas
April April Kenaikan
2007 2008 (%)
presiden Bank Dunia Robert B. Zoelick Beras 322,33 866,33 168,77
lonjakan harga ini akan membuat 100 Gandum 206,25 392,33 90,22
juta orang di seluruh akan jatuh miskin. Kedelai 271,75 492,73 81,32
Sumber : Tempo, Edisi 28 April – 4 Mei 2008
Direktur World Food Programme,
Josette Sheeran, menggambarkan
Di Indonesia sendiri pada bulan
kondisi pangan dunia sebagai silent
Januari 2008 harga kedelai mengalami
tsunami, tsunami yang datang diam-
kenaikan yang fantastic, yaitu dari harga
diam. (Tempo, Edisi 28 April-4 Mei
normal Rp. 4.500,- per kg melonjak
2008).
menjadi Rp. 7.500,- sampai dengan Rp.
Sumber dari kenaikan harga bahan
8.000,- per kg, padahal kedelai sebagai
makanan ini adalah adanya ketidak
salah satu komoditas pangan yang sangat
Analisis Pola Konsumsi Masyarakat….(Dwi Susilowati)

strategis. Kenaikan ini disebabkan ditunda-tunda lagi. Salah satu komoditas


penurunan produksi, gangguan pasokan, yang perlu dikembangkan adalah kedelai
distribusi, dan lonjakan harga di pasar sebab kedelai merupakan bahan utama
dunia. Sebanyak 70 persen kedelai di pembuatan tempe dan tahu. Di Indonesia
Indonesia merupakan kedelai hasil ada sekitar 85.000 perajin tempe dengan
impor, sehingga kenaikan harga kedelai melibatkan tenaga kerja sebanyak
di pasaran dunia jelas sangat memukul 112.000 orang. Meskipun lebih banyak
produsen makanan yang berbahan baku berupa industri skala rumah tangga yang
kedelai. Belum lagi kenaikan kedelai tergolong UMKM, kerajinan tempe
akan diikuti dengan kenaikan harga memiliki rantai dampak ekonomi yang
bahan makanan lain, seperti terigu, gula, sangat panjang dan menciptakan
telor, beras dan minyak goreng. lapangan kerja yang sangat luas.
Lonjakan harga kedelai yang (Kompas, 19 Januari 2008).
mencapai dua kali lipat saat ini Kenaikan harga kedelai merupakan
merupakan imbas dari factor eksternal, salah satu sebab melonjaknya harga
yaitu terbatasnya pasokan akibat tempe dan tahu. Sebab kedelai merupkan
pengalihan lahan sehingga bahan baku pembuatan tempe dan tahu.
mengakibatkan harga pasar dunia Dengan kenaikan harga ini otomatis
meningkat. Produksi kedelai terbesar di akan mengurangi daya beli masyarakat
dunia adalah pada Negara Amerika dalam melakukan konsumsi terutama
Serikat, China dan Brasil. Pada negara- tempe dan tahu. Kenaikan harga ini
negara tersebut luas lahan untuk tanaman dapat mempengaruhi pola konsumsi
kedelai mengalami penurunan dan masyarakat akan tempe dan tahu. Dari
digantikan dengan tanaman lain seperti latar belakang tersebut, maka dapat
jagung dan tebu. diambil suatu permasalahan diantaranya
Krisis kedelai merupakan salah 1) Bagaimana pola konsumsi masyarakat
satu indikasi adanya krisis pangan di kota Malang pasca kenaikan harga bahan
Indonesia. Sebagai bangsa agraris makanan? 2)Bagaimana pola konsumsi
sungguh ini merupakan hal yang ironis, masyarakat kota Malang pasca kenaikan
tidak menutup kemungkinan krisis harga bahan makanan dibandingkan
kedelai akan diikuti dengan krisis dengan sebelumnya? 3) Apakah ada
pangan yang lainnya, seperti jagung dan perbedaan pola konsumsi masyarakat
beras. Sebenarnya krisis ini tidak akan kota Malang sebelum dan setelah
terjadi jika pemerintah jauh sebelumnya kenaikan harga bahan makanan?
melakukan antisipasi, sebab peringatan
dunia akan terjadinya krisis pangan di TINJAUAN PUSTAKA
masa yang akan datang sudah Ada 15 jenis pengeluaran untuk
menggema. Hal ini disebabkan makanan dari padi-padian sampai
terjadinya pengalihan penggunaan bahan dengan tembakau dan sirih. Dari tabel 3,
bakar minyak (BBM) ke bahan nabati terlihat bahwa persentase pengeluaran
(BBN) dengan menggunakan bahan makanan yang paling tinggi adalah untuk
pangan sebagai sumber energy. jenis makanan padi-padian, yaitu sebesar
Jika Pemerintah tidak serius 11,33 persen, kemudian peringkat kedua
menangani masalah pangan, maka tidak pengeluaran makanan untuk tembakau
heran di masa yang akan datang dan sirih sebesar 8 persen dan ketiga
Indonesia akan mengalami krisis pangan. pengeluaran konsumsi untuk ikan
Untuk itu pengembangan sektor sebesar 6,53 persen.
pertanian sangatlah penting tidak bisa

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 1 Juli 2009 23


Analisis Pola Konsumsi Masyarakat….(Dwi Susilowati)

Untuk pengeluaran rumah tangga responden sebanyak 783 yang tersebar di


bukan makanan terdiri dari 13 jenis Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Medan,
dimulai dari pengeluaran perumahan dan Padang, Pontianak, Banjarmasin,
fasilitas rumah tangga sampai dengan Makasar, Manado, dan Jayapura melalui
keperluan pesta dan upacara dengan telepon dengan tingkat kepercayaan 95
peringkat sebagai berikut: persen (Tabel 3).
Tabel 2. Peringkat Tertinggi Pengeluaran Dari tabel 3, menunjukkan bahwa
Rumah Tangga Bukan Makanan2 sebagian besar masyarakat di daerah
Jenis Makanan Persentase penelitian mengonsumsi tempe/tahu
Perumahan dan fasilitas rumah 10.61 setiap hari, yaitu sebanyak 47,9 persen
tangga responden. Hal ini mengindikasikan
Sewa dan kontrak 8,25
bahwa tempe/tahu bukanlah makanan
Pakaian, alas kaki dan tutup 6,50 yang asing bagi masyarakat. Tempe/tahu
kepala
Sumber : Susenas 2003, dalam Warta Demografi, 2007
melekat erat dalam kehidupan sehari-
hari.
Dari tabel 2, persentase Hal yang menarik dari hasil jejak
pengeluaran untuk perumahan dan pendapat ini adalah kenyataannya untuk
fasilitas rumah tangga, kemudian memperoleh tempe/tahu ternyata hampir
pengeluaran sewa dan kontrak sebesar sama antara mudah dan sulit, yaitu
8,25 persen dan ketiga pengeluaran sebanyak 47,4 persen responden
untuk pakaian, alas kaki, dan tutup menjawab mudah dan sebanyak 47,5
kepala sebesar 6,50 persen. (Abdillah persen menjawab sulit. Sehingga dapat
Ahsan, 2007) disimpulkan bahwa untuk mendapatkan
Jejak pendapat yang dilakukan tempe/tahu responden sudah mengalami
oleh Litbang harian KOMPAS terhadap kesulitan sebelum ada gonjang-ganjing
konsumsi tempe dan tahun sebelum kenaikan kedelai. Dari sini Pemerintah
terjadi kenaikan harga kedelai secara sebetulnya sudah dapat mengantisipasi,
fantastik, yaitu pada tanggal 14 – 15 sehingga tidak terjadi krisis kedelai.
Agustus 2007, dengan menggunakan
Tabel 3. Hasil Jejak Pendapat Konsumsi Tempe dan Tahu
No Pertanyaan Jawaban Prosentase
1. Seberapa seringkah anda mengonsumsi Tidak Jawab 0,1
tempe/tahu dalam seminggu? Tidak Tahu 0,6
Tidak Pernah 2,9
Seminggu 1 kali 10,2
Seminggu 2 kali 11,5
Seminggu 3-6 kali 26,7
Setiap hari 47,9
Jumlah 100
2. Sulit atau mudah anda memperoleh Tidak Jawab 0,4
tempe/tahu dalam beberapa hari ini? Tidak Tahu 4,7
Mudah 47,4
Sulit 47,5
Jumlah 100
n = 783
Sumber : Litbang Kompas, 19 Januari 2008

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 1 Juli 2009 3


Analisis Pola Konsumsi Masyarakat….(Dwi Susilowati)

Teori permintaan menerangkan objektivitasnya selama ini tidak


tentang ciri hubungan antara jumlah diragukan.
permintaan dan harga. Berdasarkan ciri Populasi dalam penelitian adalah
hubungan tersebut dapat dibuat grafik semua rumah tangga penerima manfaat
kurva permintaan. Permintaan seseorang raskin yang ada di kota Malang, yaitu
atau suatu kelompok masyarakat akan sebanyak 24.271 rumah tangga pada
suatu barang ditentukan oleh banyak tahun 2008. Untuk lebih lengkapnya
faktor. Faktor-faktor tersebut adalah 1) dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Harga barang itu sendiri 2) Harga barang Tabel 4. Daftar Penerima Manfaat Raskin
lain yang berkaitan erat dengan barang Kota Malang Tahun 2008
tersebut 3) Pendapatan rumah tangga dan No. Nama Jumlah Persentase
Kecamatan RTM
pendapatan rata-rata masyarakat 4) 1. Kedungkandang 6.631 27,32
Corak distribusi pendapatan dalam 2. Klojen 3.407 14,04
masyarakat 5)Cita rasa masyarakat 3. Blimbing 4.158 17,13
4. Lowokwaru 3.820 15,74
6)Jumlah penduduk 7)Ramalan 5. Sukun 6.255 25,77
mengenai keadaan di masa yang akan Jumlah 24.271 100
datang Sumber : BPMKB Kota Malang, 2009

METODE PENELITIAN Berdasarkan Tabel di atas, jumlah


Jenis penelitian yang akan penerima manfaat raskin di kota Malang
dilakukan adalah survey, karena terbesar adalah Kecamatan
penelitian ini akan mengambil suatu Kedungkadang dengan jumlah penerima
kesimpulan secara umum tentang pola sebanyak 6.631 RTM (Rumah Tangga
konsumsi makanan berbahan baku Miskin) atau sebanyak 27,32 persen,
kedelai pada masyarakat di Kota kemudian Kecamatan Sukun sebanyak
Malang. Pengambilan sampel 6.255 RTM atau 25,77 persen dan
berdasarkan pada rumah tangga yang ada Kecamatan Blimbing sebanyak 4.158
di Kota Malang khususnya rumah tangga RTM atau 17,04 persen.
yang termasuk golongan menengah Di Kecamatan Kedungkandang,
bawah dengan pertimbangan golongan jumlah RTM penerima manfaat Raskin
ini yang paling besarnya terkena dampak terbanyak ada di Kelurahan Kotalama,
kenaikan harga makanan berbahan baku yaitu sebanyak 1.203 RTM dan paling
kedelai dengan mengamati sebagian sedikit ada di Kelurahan Sawojajar
kecil rumah tangga saja dengan sebanyak 249 RTM. Di Kecamatn
instrumen utama berupa quesioner. Klojen, jumlah RTM penerima manfaat
Mengingat penelitian ini adalah Raskin terbanyak ada di Kelurahan
penelitian survey maka data yang Bareng, yaitu sebanyak 435 RTM dan
diperlukan sebagian besar adalah data paling sedikit ada di Kelurahan
primer yang diambil langsung oleh Gadingkasri sebanyak 162 RTM.
peneliti dan responden dengan Kecamatan Blimbing jumlah RTM
menggunakan quesioner, maupun penerima manfaat Raskin terbanyak ada
dengan observasi dan wawancara secara di Kelurahan Bunulrejo, yaitu sebanyak
mendalam. Tetapi guna mendukung 625 RTM dan paling sedikit ada di
analisa peneliti kemungkinan juga akan Kelurahan Ksatrian hanya sebanyak 88
membutuhkan data sekunder. Kebutuhan RTM. Di Kecamatan Lowokwaru jumlah
data sekunder ini akan diperoleh dari RTM penerima manfaat Raskin
data-data yang diterbitkan oleh BPS, terbanyak ada di Kelurahan Tulusrejo,
atau melalui media masa yang yaitu sebanyak 504 RTM dan paling

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 1 Juli 2009 4


Analisis Pola Konsumsi Masyarakat….(Dwi Susilowati)

sedikit ada di Kelurahan Tunggulwulung sebelum dan setelah kenaikan harga


dan Ketawanggede dengan jumlah bahan baku kedelai digunakan uji rata-
penerima masing-masing sebanyak 204 rata (uji Z pada sisi kanan), dengan
RTM. Di Kecamatan Sukun, jmlah RTM formulasi (Supranto, 1997):
Z     s  /  n
penerima manfaat Raskin terbanyak ada
di Kelurahan Tanjungrejo, yaitu
sebanyak 1.485 RTM dan paling sedikit Dimana:
ada di Kelurahan Karangbesuki µ = Rata-rata konsumsi makanan
sebanyak 235 RTM masyarakat Kota Malang setelah
Untuk pemilihan sampelnya, akan kenaikan harga bahan makanan; µs =
dilakukan dengan menggunakan tehnik Rata-rata konsumsi makanan masyarakat
purposive sampling, maksudnya adalah Kota Malang sebelum kenaikan harga
mula-mula responden akan ditentukan bahan makanan; σn = Simpangan baku
berdasarkan nama Kecamatan. Di Kota Dengan kriteria uji:
Malang ada 5 Kecamatan, yaitu
Kecamatan Kedungkandang, Kecamatan Ho diterima bila Z hitung ≤ Z tabel
Klojen, Kecamatan Blimbing, Ho ditolak bila Z hitung > Z tabel
Kecamatan Lowokwaru dan Kecamatan
Sukun. Kemudian masing-masing PEMBAHASAN
Kecamatan diambil responden sebanyak Sampai saat ini masalah pangan
20 sehingga terdapat 100 responden. menjadi masalah yang penting di
Teknik pengumpulan data secara Indonesia karena proporsi pendapatan
formal dan informal yang digunakan rumah tangga yang dibelanjakan untuk
penelitian in mencakup 1) Penggalian pangan pada decade 80an mencapai 70
informasi awal dan pustaka dan persen dan kini sekitar 50 persen.
publikasi yang tersedia; 2) Penggunaan Penurunan ini amat penting karena
angket formal dibuat semi terbuka, yaitu setengah dari pendapatan habis untuk
terdiri dari sejumlah pertanyaan disertai konsumsi pangan. Hal ini berbeda
alternatif jawaban yang dapat dipilih dengan di Amerika Serikat yang pada
oleh responden, dan pertanyaan terbuka tahun 2003 warga Amerika Serikat
yang jawabannya diserahkan sepenuhnya hanya membelanjakan 10 persen
kepada responden. Angket ini diisi o!eh pendapatan riilnya (disposable income)
responden jika memungkinkan, atau diisi untuk pangan (food). Sampai saat ini
oleh peneliti berdasarkan jawaban persentase pendapatan yang dibelanjakan
responden; 3) Wawancara dengan untuk konsumsi pangan di Amerika
responden dilakukan untuk mendapatkan Serikat terus menurun. (Ahmad Erani Y,
informasi secara mendalam (indepth 2008).
interview), guna mendapatkan jawaban Penelitian yang dilakukan Abdillah
yang tidak tercantum dalam angket. Ahsan dengan menggunakan
Untuk mengetahui pola konsumsi penghitungan dari data mentah Survey
masyarakat kota Malang pasca kenaikan Sosial Ekonomi Nasional (Susenas
harga bahan baku kedelai dan pergeseran 2003), menunjukkan hasil bahwa di
pola konsumsi digunakan analisis Indonesia rata-rata pengeluaran Rumah
diskriptif dengan cara menguraikannya Tangga untuk bahan makanan adalah
berdasarkan nilai rata-rata, persentase sebesar 55,94 persen dan sisanya 44,06
dan frekuensi. persen konsumsi bukan makanan. Hasil
Untuk membandingkan pola peringkat konsumsi makanan dan bukan
konsumsi masyarakat kota Malang makanan sebagai berikut :

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 1 Juli 2009 5


Analisis Pola Konsumsi Masyarakat….(Dwi Susilowati)

Tabel 5. Peringkat Tertinggi Pengeluaran


Rumah Tangga untuk Makanan
Jenis Makanan Persentase
Padi-Padian 11,33
Tembakau & Sirih 8,00
Ikan 6,53
Sumber : Susenas 2003, dalam warta Demografi, 2007

Dari hasil penelitian, menunjukkan


bahwa tidak ada perubahan yang berarti Gambar 2. Pola Konsumsi Kedelai Setelah
untuk konsumsi beras baik sebelum & Sebelum Kenaikan Harga
maupun pasca kenaikan harga. Hal ini
memberikan indikasi bahwa konsumsi Dari grafik menunjukkan
beras masyarakat tidak terpengaruh oleh konsumsi kedelai (tempe/tahu) tidak
perubahan (kenaikan harga) mengingat mengalami perubahan yang berarti. Hal
beras merupakan kebutuhan pokok, ini menunjukkan bahwa konsumsi
sehingga pada tingkat harga berapapun kedelai (tempe/tahu) tidak terpengaruh
konsumen cenderung untuk tetap dengan harga. Perubahan terjadi pada
membelinya. Dari hasil penelitian, skala A, C dan D. Konsumsi kedelai
perubahan hanya terjadi pada skala C (tempe/tahu) sebelum kenaikan harga
dan D, yaitu sebelum kenaikan harga seminggu 1 kali sebanyak 1 responden,
konsumsi beras antara 16-20 sebanyak setelah kenaikan harga bertambah
14 responden, kemudian pada saat harga menjadi 2 responden, konsumsi kedelai
beras mengalami kenaikan bertambah (tempe/tahu) antara 3 – 6 kali seminggu
menjadi sebanyak 15 responden. sebelum kenaikan harga sebanyak 20
Demikian juga untuk konsumsi beras responden setelah kenaikan harga
lebih dari 20 kg perbulan, pada saat bertambah menjadi 24 responden,
harga belum mengalami kenaikan konsumsi kedelai tempe/tahu setiap hari
sebanyak 61 responden, kemudian sebelum kenaikan harga dilakukan oleh
setelah harga mengalami kenaikan 70 responden, setelah kenaikan harga
jumlahnya turun menjadi 60 responden. mengalami penurunan menjadi 67
responden .
Untuk mengetahui apakah ada
perbedaan pola konsumsi mayarakat
sebelum dan pasca kenaikan harga,
digunakan uji Z dua arah, dengan hasil
sebagai berikut : Rata-rata konsumsi
makanan (beras) sebelum harga naik
adalah = 17,70, setelah harga
mengalamai kenaikan menjadi 17,68.
µ = 17,68 (rata-rata konsumsi beras
pasca kenaikan harga)
Gambar 1. Pola Konsumsi Pasca & Sebelum
µs = 17,70 (rata-rata konsumsi beras
Kenaikan Harga
sebelum kenaikan harga)
Untuk konsumsi kedelai baik pasca σ = 0,154 (simpangan baku / standar
maupun sebelum kenaikan harga juga deviasi)
kecenderungaannya tetap atau
mengalami pergeseran yang berarti.
(lihat grafik)

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 1 Juli 2009 6


Analisis Pola Konsumsi Masyarakat….(Dwi Susilowati)

17,68 – 17,70 PENUTUP


Z=
- 0,1298 Dari hasil penelitian menunjukkan
= 0,154 bahwa tidak ada perubahan yang berarti
untuk konsumsi beras baik sebelum
Nilai Z hitung = - 0,1298 , maka Z maupun setelah adanya kenaikan harga.
tabel = - 0,0478. maka Hipotesa HO Hal ini memberikan indikasi bahwa
diterima, hal ini berarti tidak ada konsumsi beras masyarakat tidak
perbedaan pola konsumsi masyarakat terpengaruh oleh perubahan (kenaikan
(beras) baik sebelum maupun pasca harga) mengingat beras merupakan
kenaikan harga. Dengan demikian kebutuhan pokok, sehingga pada tingkat
konsumsi masyarakat terhadap beras harga berapapun konsumen cenderung
tidak terpengaruh oleh kenaikan harga, untuk tetap membelinya. Dari hasil
hal ini juga menunjukkan bahwa beras penelitian, perubahan hanya terjadi pada
merupakan kebutuhan primer, sehingga skala C dan D, yaitu sebelum kenaikan
berapapun harga beras masyarakat tetap harga, konsumsi beras antara 16-20
saja akan mengkonsumsinya. sebanyak 14 responden, kemudian pada
Rata-rata konsumsi makanan saat harga beras mengalami kenaikan
(kedelai) sebelum harga naik 5,91. Rata- bertambah menjadi sebanyak 15
rata konsumsi makanan kedelai pasca responden. Demikian juga untuk
kenaikan harga adalah 6,06. konsumsi beras lebih dari 20 kg
µ = 6,06 (rata-rata konsumsi kedelai perbulan, pada saat harga belum
pasca kenaikan harga) mengalami kenaikan sebanyak 61
µs = 5,91 (rata-rata konsumsi kedelai responden , kemudian setelah harga
sebelum kenaikan harga) mengalami kenaikan jumlahnya turun
σ = 0,42 (simpangan baku / standar menjadi sebanyak 60 responden.
deviasi) Untuk konsumsi kedelai
6,06 – 5,91 (tempe/tahu) sama seperti beras tidak
Z = mengalami perubahan yang berarti. Hal
0,357 ini menunjukkan bahwa konsumsi
= 0,42 kedelai (tempe/tahu) tidak terpengaruh
dengan harga. Perubahan terjadi pada
skala A, C dan D. Konsumsi tempe/tahu
Nilai Z hitung = 0,357 , maka Z sebelum kenaikan harga seminggu 1 kali
tabel = 0,1368. maka Hipotesa HO sebanyak 1 responden, setelah kenaikan
diterima, yaitu hipotesa yang harga bertambah menjadi 2 responden,
menyatakan tidak ada perbedaan pola konsumsi tempe/tahu antara 3 – 6 kali
konsumsi masyarakat (kedelai) baik seminggu sebelum kenaikan harga
sebelum maupun pasca kenaikan harga. sebanyak 20 responden setelah kenaikan
Dengan demikian konsumsi masyarakat harga bertambah menjadi 24 responden,
terhadap kedelai tidak terpengaruh oleh konsumsi tempe/tahu setiap hari sebelum
kenaikan harga, hal ini juga kenaikan harga dilakukan oleh 70
menunjukkan bahwa kedelai merupakan responden, setelah kenaikan harga
kebutuhan primer, sehingga berapapun berkurang menjadi 67 responden.
harga kedelai masyarakat tetap saja akan Untuk mengetahui apakah ada
mengkonsumsinya. perbedaan pola konsumsi masyarakat
sebelum dan pasca kenaikan harga, baik
konsumsi beras maupun kedelai

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 1 Juli 2009 7


Analisis Pola Konsumsi Masyarakat….(Dwi Susilowati)

(tempe/tahu) dengan menggunakan uji J. Supranto, 1998, Statistik Teori dan


beda dua rata-rata diperoleh nilai Z Aplikasi, Edisi Ke lima, Erlangga,
hitung sebesar – 0,1298 dan Z tabel Jakarta
sebesar – 0,0478 untuk beras, dan Z
hitung sebesar 0,0357 dan Z tabel Lincolin Arsyad, Ekonomi
sebesar 0,1368 untuk konsumsi kedelai Pembangunan, Bagian Penerbitan
(tempe/tahu), hal ini menunjukkan STIE YKPN, Yogyakarta
bahwa, tidak ada perbedaan pola
konsumsi beras dan kedelai (tempe/tahu) Mankiw N. Gregory, Teori Makro
bagi masyarakat kota Malang baik Ekonomi, Diterjemahkan oleh
sebelum maupun pasca kenaikan harga. Imam Nurmawan, Edisi Keempat,
Erlangga, Jakarta, 2000

DAFTAR PUSTAKA Mudarjad Kuncoro, 1977, Ekonomi


Pembangunan : Teori, Masalah
________________, Penggemar Tempe dan Kebijakan, UPP AMP YKPN,
yang Tidak Mampu Beli Tempe, Yogyakarta
Kompas, Sabtu, 19 Januari 2008
Mudrajad Kuncoro, 2003, Metode Riset
________________, Krisis Pangan, untuk Bisnis dan Ekonomi
Krisis Bangsa Agraris, Kompas, Bagaimana Meneliti dan Menulis
Sabtu, 19 Januari 2008 Thesis, Erlangga, Jakarta
________________, Statistik Ekonomi Sadono Sukirno, 2005, Mikro Ekonomi,
Keuangan Indonesia, Vol : VII Teori Pengantar, Edisi Ketiga, PT.
No.$ April 2005, Bank Indonesia, Rajagrafindo, Jakarta
Jakarta
Robert D. Mason, Douglas A. Lind,
________________, Kota Malang 1996, Tehnik Statistika untuk
Dalam Angka, 2002, Badan Pusat Bisnis dan Ekonomi, Alih Bahasa,
Statistik Kota Malang Ellen Gunawan dkk, Penerbit
Erlangga, jakarta.
________________, Demam Keras
Akibat Beras, Tempo, Majalah
Berita Mingguan, Edisi 28 April –
4 April 2008, Jakarta

Abdillah Ahsan, 2007, Manakar Rokok


dan Pertanian Tembakau dalam
Perekonomian Indonesia, Warta
Demografi Th ke 37 No. 2, UI
Depok

Ahmad Erani Yustika, 2008, Pangan


Murah dan Sindrom Kelangkaan,
Artikel dalam Kompas Edisi 20
Februari 2008, Jakarta

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7 No. 1 Juli 2009 8

Anda mungkin juga menyukai