Oleh:
Kelompok : 5
Kelas : A2C
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi penyakit Gagal Ginjal.
2. Mengetahui patofisiologi penyakit Gagal Ginjal.
3. Mengetahui tatalaksana penyakitGagal Ginjal (Farmakologi & Non-Farmakologi)
4. Dapat menyelesaikan kasus terkait penyakit Gagal Ginjalsecara mandiri dengan
menggunakan metode SOAP.
B. DASAR TEORI
1. Definisi Gagal Ginjal Kronis
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif
dan irreversible dimana ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, yang menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah). CKD ditandai dengan penurunan fungsi ginjal
yang irreversible pada suatu derajat atau tingkatan yang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Smeltzer,
2010).
Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur atau
fungsi ginjal yang berlangsung ≥ 3 bulan, dengan atau tanpa disertai penurunan
glomerular filtration rate (GFR). Selain itu, CKD dapat pula didefinisikan sebagai
suatu keadaan dimana GFR < 60 mL/menit/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan dengan atau
tanpa disertai kerusakan ginjal (National Kidney Foundation, 2002).
2. Klasifikasi
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penyakit ginjal yang ditandai
dengan penurunan nilai laju filtrasi glomerulus atau Glomerular Filtration Rate
(GFR) selama tiga bulan atau lebih.KlasifikasiCKD berdasarkan nilai GFR dapat
dilihat pada Tabel:
3. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit CKD awalnya tergantung pada penyakit awal yang
mendasarinya, tetapi pada proses selanjutnya proses yang terjadi adalah sama.
Pengurangan masa ginjal menyebabkan hipertrofi struktur dan fungsi dari nefron
yang sehat. Kompensasi hipertrofi di perantarai oleh molekul vasoaktif, sitokin
dan growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi yang di ikuti
oleh peningkatan tekanan darah kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses
adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya di ikuti oleh proses maladaptasi berupa
sclerosis nefron yang masih tersisa dan akhirnya di ikuti oleh penurunan fungsi
nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan aktivitas renin angiotensin aldosterone intrarenal turut memberikan
kontribusi terjadinya hiperfiltrasi sclerosis dan progresifitas penyakit (Suwitra,
2009).
Stadium paling dini dari penyakit ginjal kronik, adalah terjadinya kehilangan
daya cadang ginjal (renal reserve) pada keadaan dimana basal LFG masih normal
atau meningkat. Kemudian secara perlahan akan terjadi penurunan fungsi nefron
yang progresif yang di tandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Pasien pada LFG di bawah 30% memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang
nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor
dan kalsium, pruritus, mual. Pasien juga terkena infeksi seperti infeksi saluran
kemih, saluran nafas maupun saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan
keseimbangan air seperti hpo atau hipervolemia dan gangguan keseimbangan
elektrolit (Smeltzer dan Bare, 2001).
4. Gejala
Menurut Brunner dan Suddarth, 2002 tanda dan gejala padapasien Gagal
Ginjal Kronik ini tergantung tingkat keparahannya. Seperti pada:
5. Faktor Resiko
CKD (Chronic Kidney Dissease) dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain:
1. Faktor lingkungan-sosial yang meliputi status sosial ekonomi, lingkungan
fisik dan ketersediaan lembaga pelayanan kesehatan,
2. Faktor risiko biomedik, meliputi antara lain diabetes, hipertensi, obesitas,
sindroma metabolisma, infeksi saluran kencing, batu ginjal dan batu
saluran kencing, glomerulonefritis, infeksi streptokokus dan keracunan
obat;
3. Faktor risiko perilaku, meliputi antara lain merokok atau pengguna
tembakau, kurang gerak dan olah raga serta kekurangan makanan dan
4. Faktor predisposisi, meliputi antara lain umur, jenis kelamin, ras atau
etnis, riwayat keluarga dan genetik.
6. Penatalaksanaan
a. Terapi Farmakologi
Beberap terapi yang dapat diberikan pada pasien CKD antara lain:
1. Mengontrol gula darah secara intensif dengan terapi insulin untuk
penderita DM tipe 1.
2. Mengontrol tekanan darah Untuk pasien CKD stage 1 hingga 4, goal of
therapy tekanan darah harus kurang dari 130/80 mmHg. Sedangkan untuk
pasien CKD stage 5 goal of therapy tekanan darah harus kurang dari
140/90 mmHg sebelum hemodialisis dan kurang dari 130/80 mmHg
setelah hemodialisa.
3. Mengurangi proteinuria ACEI (Angiotensin Converting Enzym Inhibitor)
dan ARB (Angitensin Reseptor Bloker) dapat menurunkan tekanan kapiler
dan volume pada glomerulus karena efek dari angiotensin II. Hal tersebut
yang dapat mengurangi jumlah protein yang disaring melalui glomerulus,
sehingga akan mengurangi perkembangan gangguan ginjal kronis.
(Schonder, 2008).
25-60 0,6-0,8g/kg/hari
5-25 0,6-0,8/kg/hari atau tambahan 0,3g asam
amino esensial atau asam keton.
<60(sindrom 0,8/kg/hari(=1 gr protein /g protein urea
nefrotik) atau 0,3 g/kg tambahanasam amino esensial
atau asamketon.
7. Pencegahan
Bahan:
1. Text Book (Dipiro, Koda Kimble, DIH, ECS, JNC)
2. Data nilai normal laboratorium
3. Evidence terkait (Journal, Systematic riview, Meta analysis)
D. STUDI KASUS
1. Patient’s Database
Tn N 45 tahun
BB : 55 kg
TB : 160 cm
PC : mual, muntah selama 3 hari
RP : Hepatitis B, OA (2 tahun)
RO : Na Diclofenac 3 x 50 mg, Prednison 3x1 tab
PHARMACEUTICAL CARE
PATIENT PROFILE
Tn. / Ny : N
Subjective (symptomp)
Presenting Complaint
Mual, muntah selama 3 hari
Diagnosa kerja :
Diagnosa banding :
Drug Allergies:
Tidak ada
Objective (signs)
Assesment:
1. Dari hasil data lab. dan perhitungan LFG, Pasien mengalami AKI stage 5
2. Pasien mengalami gejala mual dan muntah tetapi tidak diberikan terapi
3. Tekanan darah pada pasien 150/90 mmHg, nilai diatas rata-rata normal bagi pasien
penderita gagal ginjal
4. Kadar natrium dan kalium pasien rendah
Plan:
Monitoring
a. Efektivitas
1. Dilakukan pengecekan tekanan darah secara berkala untuk mengetahui efektivitas
terapi hipertensi ACEI dan diuretik.
2. Pengecekan kadar kreatinin, BUN dan elektrolit untuk mengetahui perkembangan
dari CKD.
b. Efek Samping Obat
1. Penggunaan ACEI jangka panjang dapat menimbulkan batuk kering pada pasien.
2. Penggunaan diuretic dapat menimbulkan hypokalemia dan hipotensi.
PEMBAHASAN
Berdasarkan kasus tuan N yang berumur 45 tahun dengan berat badan 55 kg dan tinggi
badan 160 cm yang mengalami keluhan mual dan muntah selama 3 hari dan mempunyai
riwayat penyakit Hepatitis B, dan OA 2 tahun yang lalu. Dilihat dari hasil lab tuan N dimana
menunjukkan kadar Creatinin dan BUN melebihi rentang normal yaitu untuk Creatinin
rentang normalnya 0,5 – 15 dan BUN 0 – 24 sedangakan pada hasil lab tuan N menunjukkan
kadar Creatinin sebesar 3x lebih besar yaitu sebesar 4.6 mg/dL dan BUN 2x lebih besar yaitu
sebesar 45 mg/dL. Dari kedua hasil lab tersebut dapat disimpulkan bahwa tuan N mengalami
gangguan ginjal dimana gangguan ginjal disini dapat disebut dengan AKI (Acute Kidney
Injury) hal tersebut karena tuan N tidak memiliki riwayat pemeriksaan LFG (Laju Filtrasi
Glomerulus) sejak 3 bulan yang lalu.
Untuk mengetahui stage gangguan ginjal yang dialami oleh tuan N dapat dilakukan
melalui perhitungan LFG dengan menggunakan Rumus Cockroft & Gault yaitu:
(140 − 𝑢𝑠𝑖𝑎) 𝑥 55
𝐿𝐹𝐺 = (𝑥 0,85 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛)
72 𝑥 4,6
(140 − 45) 𝑥 55
𝐿𝐹𝐺 =
72 𝑥 4,6
LFG = 15,77
LFG = 13,8
Dari hasil perhitungan diatas dapat dilihat bahwan pasien tuan N mengalami
gangguan ginjal stage 5 (Gagal ginjal) karena hasil dari perhitungan menunjukan GFR <15
dan tindakan yang di ambil adalah transplantasi ginjal pada pasien. (DOQI, 2012)
Keluhan mual muntah yang dialami oleh tuan N itu dapat di sebabkan kadar BUN
pasien yang tinggi. Keluhan tersebut dapat diatasi dengan pemberian antiemetic Domperidone
oral dengan dosis 3 x sehari apabila pasien merasa mual. (Medscape, 2019). Hasil
pemeriksaan lab lain pada tuan N yaitu Kadar Natrium dan Kalium yang dibwah rentang
normal yaitu Na sebesar 120 meq/L danK sebesar 2,8 meq/L. Dimana untuk kadar normal
dari Na yaitu sebesar 135 – 150 meq/L dan K 3,5 – 5,0 meq/L. Hal tersebut menunjukkan
bahwa tuan N mengalami Hiponatremia dan Hipokalemia.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut di ketahui bahwa pasien Tuan N mengalami
Hiponatremia berat di karenakan kadar natrium pasien <125 mmol/L. Terapi yang di
rekomendasikn untuk pasien adalah pemerian cepat 150 ml infus salin (NaCl) hipertonik 3%
atau setara selama 20 menit. Di anjurkan untuk melakukan pemeriksaan kadar natrium plasma
setelah 20 menit. (ERBP, 2014)
Selain itu, pasien Tuan N juga mengalami Hipokalemia derajat sedang dengan kadar
serum setelah pemeriksaan memasuki rentang 2.5 – 3 meq/L. Terapi yang di sarankan apabila
kadar serum > 2 meq/L adalah pemberian kalium secara intravena dengan dosis 10 meq/jam
maksimal 20 meq/jam untuk mencegah terjadinya hiperkalemia. (CPD, 2019)
Hasil pemeriksaan lainnya pada tuan N yang melebihi rentang normal yaitu pada
tekanan darah nya. Pada pemeriksaan didapatkan tekanan darah tuan N sebesar 150/90 mmHg
yang menandakan tuan N mengalami Hipertensi dimana nilai tekanan darah normal yang
diharapkan untuk pasien dengan gangguan ginjal yaitu 130/80 mmHg. Hal tersebut dapat
diatasi dengan pemberian terapi antihipertensi golongan ACE –Ihibitor yang dikombinasikan
dengan Diuretik. (Dipiro, 2008)
Untuk golongan ACEI dapat diberikan Captopril dengan dosis 12.5 mg 1 x sehari
yang di berikan bersamaan dengan diuretic. (Medscape, 2019). Pada terapi hipertensi yang di
sertai dengan gagal ginjal terapi kombinasi dengan diuretic sangat di sarankan. Terapi diuretic
di perlukan untuk mencegah edema dan dapat juga membantu menagatsi masalah urin output
pasien yang terlalu rendah. Selain itu, dapat juga di melakukan terapi diet rendah protein.
(Dipiro, 2008). Diuretik yang di berikan berupa diuretic tiazid Hydrochlorotiazide dengan
dosis sebesar 12,5 mg 1x sehari dan di lakukan monitoring pada tekanan osmotic. (Medscape,
2019).
F. LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8Volume
2.Jakarta: EGC
Cindy Monika, 2017.Kajian Drug Related Problem (Drps) Pada Pasien Penyakit Ginjal
Kronik Stadium V Yang Menjalani Hemodialisa. Jakarta: Universitas Andalas.
Derebail V.K, Abhijit V.K., dan Melanie S.J. (2011).Chronic Kidney Disease: Progression-
ModifyingTherapies in Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Edisi
Kedelapan. USA: Mc-GrawHills Companies. Halaman 767 - 782.
Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM. Pharmacotherapy a
National Kidney Foundation, 2002. Clinical Practice Guidelines For Chronic Kidney Disease:
Evaluation, Classification and Stratification. In New York: National Kidney
Foundation, Inc., p. 4.
NKF-DOQI. 2012. Clinical Practice Gideline for Cronic Kidney Disease : Evaluation,
Classification and Stratification. New York : National Kidney Fondation, Inc
Rindiastuti, Y. 2005. Deteksi Dini dan Pencegahan Penyakit Gagal Ginjal Kronik. UNS
Schonder, K.S., 2008. Chronic and End-Stage Renal Disease. In Burns, M.A.C., Wells, B.G.,
Schwinghammer, T.L., Malone, P.M., Kolesar, J.M., Rotschafer, J.C. & J. T. Dipiro,
eds. Pharmacotherapy Principles and Practice. New York: The McGraw-Hill
Companies, p. 373-380.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G. 2001. Buku Ajar keperawatan Medikal – Bedah Brunner &
Suddart Vol 2 edisi VIII. Jakarta: EGC
Smeltzer, C. S., & Bare, B. G. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal BedahBrunner &
Suddart. Jakarta: EGC.
Suwitra, K. 2009. Penyakit Ginjal Kronik edisi 3 Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Interna Publishing
Wiffen PJ, Collins S, McQuay H, Carroll D, Jadad A, Moore A. 2007. Lamotrigine For Acute
and Chronic Pain. Cochrane Database Syst Rev