Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan paper Kapita Selekta Hukum Tanah (Studi Kasus: Apartemen
Terlambat Dibangun, Pengembang K2 Park Minta Maaf dan (Studi Kasus: Utang Rp 55 Commented [A1]: Tergantung kasusnya apa yang mau diambil
Juta, Rumah Mewah eks Kades Dilelang Danamon Rp 50 Juta, Enggran Eko Budianto)
Kami mengucapkan terima kasih kepada Tim Pengajar Kapita Selekta Hukum Agraria
yang telah memberikan tugas dengan pembuatan paper Kapita Selekta Hukum Tanah (Studi
Kasus: Apartemen Terlambat Dibangun, Pengembang K2 Park Minta Maaf dan Utang Rp 55
Juta, Rumah Mewah eks Kades Dilelang Danamon Rp 50 Juta, Enggran Eko Budianto)
kepada kami. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga paper ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Terutama kepada mereka yang
telah bersedia untuk berdiskusi dengan kami, sehingga kami memahami konteks yang diberikan
dan mendapatkan gambaran masalah yang akan dibahas dalam paper ini.
Paper ini diajukan guna memenuhi nilai tugas Kapita Selekta Hukum Tanah. Kami
membuat paper ini juga untuk menjawab apakah pengembang telah memenuhi persyaratan
sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun dalam penjualan rumah
susun menggunakan sistem pre-project selling melalui Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan
bagaimana penyelesaiannya jika pengembang wanprestasi serta melihat apakah pengadaan tanah
yang dilakukan pemerintah telah memenuhi kriteria kepentingan umum dan sesuai dengan
prosedur sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah.
Paper ini tentu masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami harapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan paper ini. Semoga paper ini dapat memberikan
manfaat bagi kami sebagai penulis dan juga bagi pembaca, atas perhatinnya kami ucapkan
terima kasih.
Salemba, 2019
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
pemilik bangunan secara bertahap dan pembeli dilindungi oleh hukum jika
bangunan tidak seleai dibangun oleh pengembang. Di Indonesia, penjualan
dengan sistem Pre Project Sellingdilakukan dengan membuat Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB) atau bahkan tanpa dibuatnya PPJB.
PPJB adalah kesepakatan dari dua pihak untuk melaksanakan prestasi di
kemudian hari yaitu pelaksanaan jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT), jika bangunan telah selesai, bersertipikat dan layak huni. Pembuatan
PPJB yang dibuat oleh pengembang seringkali disalahgunakan dan pihak pembeli
dirugikan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka salah satu isu hukum dalam
paper ini adalah penjualan rumah susun dengan sistem pre-project selling
menggunakan PPJB beserta perlindungan hukum bagi para pembeli rumah susun
tersebut.
Dengan keterbatasan tanah-tanah yang ada dan pembangunan harus tetap
terpelihara, khususnya pembangunan berbagai fasilitas untuk kepentingan umum.
Untuk memperoleh tanah-tanah tersebut pemerintah perlu mengadakan proses
pengadaan tanah. Dalam prosesnya, seringkali terjadinya sengketa yang
berkepanjangan dan tidak kunjung menemukan titik temu. Pemberian ganti rugi
bagi mereka yang tanahnya dijadikan obyek pengadaan tanah menjadi
permasalahan utama dalam proses pengadaan tanah. Sehubungan dengan hal ini,
pemerintah harus bisa bekerja sama dengan warga dalam hal penyediaan lahan
untuk pembangunan. Masyarakat harus bersedia memberikan lahannya untuk
dijadikan areal pembangunan, dan pemerintah pun harus memberikan ganti rugi
kepada masyarakat atas penggunaan lahan tersebut. Untuk pemenuhan kebutuhan
ini banyak terjadi sengketa antara pemerintah dan masyarakat. Salah satunya pada
pembangunan bandara New Yogyakarta International/NYIA) ditinjau dari
peraturan perundang-undangan terkait. Commented [A3]: Tergantung kasus
Salah satu fungsi bank dalam hal mengimbangi peningkatan laju ekonomi
yaitu dengan cara menyalurkan berbagai macam kredit sesuai kebutuhan dan
kegiatan masyarakat. Keamanan kredit dan upaya untuk memberi rasa aman
terhadap kegiatan operasional bank kepada para nasabah, merupakan hal penting.
Untuk itu pada pelaksanaan pemberian kredit bank, selain dilakukan analisis
secara teknis, harus dilakukan juga pengamanan dari aspek hukum, diantaranya
4
melalui pengikatan agunan atau jaminan. Agunan atau jaminan adalah hal yang
penting dalam membuat dan melaksanakan perjanjian kredit/perjanjian pinjam-
meminjam uang karena merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam pemberian
kredit. Selain itu, agunan atau jaminan melindungi kepentingan para pihak
khususnya kreditur atau pihak yang meminjamkan, yang dalam hal ini adalah
bank.
Jaminan dapat dibedakan dalam jaminan umum dan jaminan khusus. Pasal
1131 KUH Perdata mencerminkan suatu jaminan umum. Sedangkan Pasal 1132
KUH Perdata di samping sebagai kelanjutan dan penyempurnaan pasal 1131 yang
menegaskan persamaan kedudukan para kreditur, juga memungkinkan
diadakannya suatu jaminan khusus apabila di antara para kreditur ada alasan-
alasan yang sah untuk didahulukan dan hal ini dapat terjadi karena ketentuan
Undang-undang maupun karena diperjanjikan.1
Secara umum, undang-undang yang saat ini berlaku di Indonesia ialah
memberikan jaminan atau perlindungan hukum kepada kreditur sebagai
penghimpun dana dan penyalur dana dalam berbagai bentuk transaki-transaksi
keuangan di masyarakat. Hal ini dirumuskan sebagaimana yang telah diatur dalam
Pasal 1311 KUH Perdata, yaitu: “Segala harta kekayaan debitur, baik yang
bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sekarang maupun yang akan ada
di kemudian hari menjadi tanggungan/jaminan atas hutang-huitangnya”.
Jaminan yang diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata tersebut masih
bersifat umum atau dengan kata lain benda jaminan milik debitur tidak ditunjuk
secara khusus dan tidak diperuntukan bagi seorang kreditur tertentu, sehingga
apabila debitur wanprestasi, jaminan tersebut akan dijual dan hasilnya dibagi
secara seimbang sesuai besarnya piutang masing-masing kreditur
(konkuren/biasa).
Jaminan yang bersifat umum tersebut belum memberikan perlindungan
hukum (kurang menimbulkan rasa aman) secara maksimal bagi kreditur selaku
pemberi pinjaman kepada debitur untuk menjamin kredit yang telah diberikan
selama ini. Pihak lembaga perbankan (bank) memerlukan jaminan yang ditunjuk
dan diikat secara khusus untuk menjamin hutang-hutang yang harus dibayarkan
1
Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata Hak-Hak Yang Memberi
Jaminan Jilid 2 (Depok: CV Indhill CO, 2002), h. 8.
5
oleh debitur kepada kreditur. Jaminan ini dikenal dengan jaminan khusus antara
pihak kreditur (bank) dengan debitur (nasabah).
Ada beberapa macam jaminan khusus yang dikenal dalam hukum, antara
lain: gadai, fidusia, hipotik dan hak tanggungan. Debitur memberikan
agunan/jaminan berupa tanah, terhadap obyek jaminan tersebut kemudian
dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan atas pinjaman kreditnya kepada
kreditur/bank.
Jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur adalah sebagai salah
satu syarat baku untuk memberikan suatu perlindungan bagi kreditur apabila
dikemudian hari dan atau sewaktu-waktu terjadi pengingkaran atas pembayaran
yang wajib dibayarkan oleh debitur kepada kreditur sesuai dengan klausula-
klausula perjanjian kredit yang disepakati bersama sebelumnya. Berbagai bentuk-
bentuk pengingkaran akan kewajiban debitur dalam melaksanakan pembayaran
kepada kreditur disebut dengan perbuatan wanprestasi/cidera janji yang
disebabkan oleh kredit macet. Adapun pengertian dari wanprestasi/cidera janji
adalah dimana suatu keadaan seseorang tidak memenuhi apa yang menjadi
kewajibannya yang didasarkan pada suatu perjanjian/kontrak sebelumnya dalam
bentuk kesepakatan.
Menurut Subekti, wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur
dapat berupa empat macam, yaitu: 2
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Dalam hal ini, berkaitan dengan adanya kesepakatan kreditur dan debitur
akan muncul suatu bentuk perjanjian utang piutang.
Tanah merupakan benda tidak bergerak yang dapat dinilai dengan uang
dan mempunyai nilai ekonomis serta dapat dialihkan, selain itu, tanah memiliki
nilai yang tidak pernah turun, sehingga memiliki nilai yang bertambah dan
menguntungkan. Untuk menjamin pelunasan dari debitur maka hak atas tanah
itulah yang digunakan sebagai jaminan dari perjanjian utang piutang tersebut. Hal
2
Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta: Intermasa, 2005), h. 45.
6
ini dimaksudkan bahwa hak tanggungan itu sendiri bisa menjadi suatu bentuk
jaminan dalam hal penyelesaian/pelunasan hutang-hutang yang dimiliki oleh
debitur.
Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 4
ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (untuk selanjutnya
disebut UUHT), adalah:
a. Hak MIlik;
b. Hak Guna Usaha;
c. Hak Guna Bangunan.
Dan dijelaskan lebih lanjut pada Pasal 4 ayat (2) UUHT, selain hak-hak
atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) UUHT, Hak pakai atas Tanah
Negara dan juga Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang menurut ketentuan
yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat
juga dibebani Hak Tanggungan.3
Hak Tanggungan sebagai salah satu lembaga hak jaminan atas tanah untuk
pelunasan hutang sertentu sebagaimana diuraikan dalam Penjelasan Umum
UUHT, angka 3 disebutkan bahwa:4
a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada
pemegangnya.
b. Selalu mengikuti obyek yang di jaminkan dalam tangan siapapun obyek
itu berada
c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat
pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang
berkepentingan
d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusi.
Dengan adanya ciri-ciri tersebut di atas diharapkan Hak Tanggungan atas
Tanah yang di atur dalam UUHT menjadi kuat kedudukannya dalam Hukum
Jaminan mengenai tanah. Apabila debitur tidak lagi mampu membayarnya
sehingga terjadi adanya wanprestasi dan kredit menjadi tidak lunas, maka pihak
3
Indonesia Legal center Publishing, Himpunan Peraturan Fidusia & Hak Tanggungan,
(Jakarta: CV. Karya Gemilang, 2010) h. 50
4
Ibid, h.68
7
kreditur tentunya tidak mau dirugikan dan akan mengambil pelunasan utang
debitur tersebut, salah satunya dengan cara mengeksekusi obyek jaminan kredit
dengan cara menjualnya melalui sistem pelelangan umum. Terdapat 3 cara
eksekusi dan dapat memilih salah satu cara yang diatur dalam pasal 20 UUHT,
yaitu:
1. Parate eksekusi berdasarkan title eksekutorial atas nama keadlian
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pelaksaannya dalam Pasal 26
UUHT ditetapkan bahwa: sebelum ada peraturan perundang-undangan
yang mengatur secara khusus eksekusi Hak Tanggungan, dapat
digunakan peraturan mengenai eksekusi Hipotik yang berlaku pada
waktu mulai berlakunya UUHT (tanggal April 1996) berlaku untuk
eksekusi Hak Tanggungan yang tatacaranya ditetapkan dalam Pasal
224 HIR atau Pasal 258 RBG
2. Berdasarkan kuasa penuh untuk menjual atas kekuasaan sendiri yang
diberikan kepada pemegang Hak Tanggungan peringkat pertama untuk
melelang objek Hak Tanggungan (Pasal 6 yo Pasal 11 ayat (2) huruf e
UUHT).
3. Dimungkinkan eksekusi dengan menjual objek Hak Tanggungan
dibawah tangan, apabila dengan cara demikian akan dapat diperoleh
harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak, yang tata caranya
disebutkan dalam Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3) UUHT. Pelaksanaan
pejualannya hanya dapat dilakukan setelah lewat satu bulan sejak
diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan atau pemegang Hak
Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan telah
diadakan pengumuman melalui paling sedikit dalam 2 surat kabar
setempat.5
Pihak bank sebagai kreditur harus teliti dalam melakukan pengikatan
agunan/jaminan dengan nasabah atau pelaku usaha yang ingin melakukan
pinjaman modal atau kredit, terutama untuk pinjaman modal atau kredit dalam
jumlah besar. Apabila tidak diperhatikan, hal tersebut dapat menimbulkan
masalah yang merugikan bagi pihak bank sebagai kreditur.
5
Sunaryo Basuki, Hukum Hak Tanggungan Tanah dan Bangunan sebagai Jaminan
pelunasan utang (Jakarta; Fakultas Hukum Universitas Trisakti, 2000), h.7-8.
8
Berdasarkan ketentuan yang ada dalam Pasal 1 angka 1 UUHT dikatakan
bahwa:6
“Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan
tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang
dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau
tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,
untuk pelunasan utang tertentu, yang memberika kedudukan yang diutamakan
kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain”.
Dari rumusan Pasal 1 angka 1 UUHT tersebut dapat diketahui bahwa pada
dasarnya suatu Hak Tanggungan adalah suatu bentuk jaminan pelunasan utang,
dengan hak mendahulu, dengan obyek jaminannya berupa hak-hak atas tanah
yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (untuk selanjutnya disebut
UUPA).
Hak Tanggungan berdasarkan sertifikat hak tanggungan yang telah
diletakan terhadap obyek jaminan yang bersifat accessoir yang merupakan ikutan
dari perjanjian pokok yang berarti hak tanggungan yang telah diletakan diatas
obyek jaminan tersebut merupakan jaminan pelunasan hutang debitur kepada
kreditur berdasarkan perjanjian kredit (perjanjian pokok). Sebagaimana
ditegaskan dan dijelaskan dalam UUHT yang menyatakan bahwa: “Oleh karena
hak tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau accessoir pada suatu
piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian utang-piutang atau
perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadannya ditentukan oleh adanya piutang
yang dijamin pelunasannya”.7
Hal ini menunjukan pelunasan terhadap piutang yang dimiliki oleh
kreditur terhahadap debitur dijamin pelunasannya. Menurut ketentuan Pasal 8
UUHT, Pemberi Hak Tanggungan bisa orang perseorangan, bisa juga Badan
Hukum, yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum
6
Indonesia Legal Center Publishing, Op.Cit, h. 49
7
Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Angka 8
9
terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan.8 Debitur juga belum tentu
merupakan pemilik tanah, yang merupakan pemegang Hak Tanggungan.
Dalam penulisan paper ini menggunakan metode pendekatan yuridis
normatif dan metode deskriptif analitis, yaitu memfokuskan pemecahan masalah
berdasarkan data yang diperoleh lalu dianalisa berdasarkan ketentuan dalam
perundang-undangan, literatur serta bahan lain yang selanjutnya dianalisis secara
yuridis normatif.
B. Rumusan Masalah
Pokok permasalahan yang penulis rumuskan dalam paper ini terdiri dari
beberapa pertanyaan sebagai berikut:
a. Pembangunan Rumah Susun
1. Apakah pengembang telah memenuhi persyaratan sebagaimana
ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang
Rumah Susun untuk melakukan penjualan dengan sistem pre-
project sell ing?
2. Bagaimana penyelesaian hukum jika pembelian rumah susun
dengan sistem pre-project selling dengan menggunakan PPJB
terjadi wanprestasi?
b. Eksekusi Hak Tanggungan
1. Bagaimana Undang-Undang mengatur Kreditur yang cedera janji
serta perlindungan hukum bagi Debitur dalam pelusanan
hutangnya?
2. Bagaimana Penggadaan Tanah melalui Eksekusi Hak Tanggungan
atas obyek hak tanggungan ditinjau dari kasus lelang tanah oleh
Bank Danamon menurut UUHT?
C. Tujuan penulisan
Tujuan umum dari penulisan paper ini adalah untuk menambah wawasan
dan pengetahuan serta memberikan pemahaman tentang hak hidup, serta untuk
8
Indonesia Legal Center Publishing, Op.Cit, h.52
10
memenuhi nilai tugas akhir Kapita Selekta Hukum Agraria. Sedangkan yang
menjadi tujuan khusus dari penulisan paper ini adalah:
1. Mengetahui apakah pengembang telah memenuhi persyaratan dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 untuk melakukan pre-project
selling;
2. Mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi para konsumen rumah
susun dengan sistem pre-project selling menggunakan PPJB;
3. Untuk menggambarkan perlindungan hukum terhadap kreditur/Bank
Danamon terhadap debitur yang cidera janji dalam pelunasan hutangnya
11
BAB II
PEMBAHASAN KASUS I
2.1. Kasus Posisi
2.1.1. Apartemen Terlambat Dibangun, Pengembang K2 Park Minta Maaf 9
DANI PRABOWO Kompas.com - 03/09/2018, 20:36 WIB
9
Kompas, “Apartemen Terlambat Dibangun, Pengembang K2 Park Minta Maaf”
diakses padahttps://properti.kompas.com/read/2018/09/03/203601321/apartemen-terlambat-
dibangun-pengembang-k2-park-minta-maaf. pada 24 Maret 2019 Pukul 08.00 WIB.
12
berkonsep superblok yang mencakup 7.000 unit dalam 6 menara yang sudah
dipasarkan dan terjual sebagian pada 2014.
13
49 persen. Sebagian sisa kebutuhan investasi lainnya diperoleh dari pinjaman
perbankan yang juga tengah dijajaki PLI. "Kami tetap komitmen untuk
melakukan pembangunan dan serah terima dan memberikan investasi yang
terbaik untuk konsumen. Kami tidak akan kabur, tetap di sini dan menyelesaikan
janji-janji kami," tegas Marcellus. Dia juga menjanjikan, pembangunan K2 Park
selesai dalam kurun waktu empat tahun. Artinya serah terima unit baru dapat
dilaksanakan pada 2022 mendatang. Sebelumnya diberitakan, sejumlah
konsumen menuntut PT PLI mengembalikan uang yang sudah dibayarkan untuk
pembelian unit-unit apartemen K2 Park. Perwakilan konsumen Sujanlie Totong
SH mengatakan, tuntutan tersebut dilayangkan karena hingga Agustus 2018,
apartemen K2 Park tak kunjung terbangun. "Padahal konsumen taat membayar
cicilan. Bahkan, sebagian besar dari kami telah membayar lunas. Sebagian lagi
menyetop pembayaran karena tak ada pembangunan fisik," ungkap Sujanlie
kepada Kompas.com, Jumat (24/8/2018).
14
2.2. Kerangka Teoritis
2.2.1. Tinjauan Umum Rumah Susun
Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2011 tentang Rumah Susun, dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan rumah
susun adalah:
“Bangunan Gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingungan,
yang terbagi
dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah
horizontal danvertical dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing
dapat dimiliki dan dihuni secara terpisah, terutama untuk tempat hunian,
yang dilengkapi dengan bagianBersama.”
Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2011 tentang rumah susun, mengatakan bahwa:
“Satuan rumah susun adalah unit rumah susun yang tujuan peruntukan
utamanya
digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian, yang mempunyai sara
penghubung
ke jalan umum.”
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah
Susun, dikenal Lembaga kepemilikan hak kebendaan, yaitu adanya Sertipikat Hak
Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS) yang terdiri atas hak perorangan atas
15
rumah susun dan hak atas tanah bersama atas benda bersama serta atas bagian
bersama yang kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
dengan satuan-satuan yang bersangkutan. Konsep dasar yang melandasai
SHMSRS adalah berpangkal dari teori tentang kepemilikan atas suatu benda,
bahwa benda atau bangunan dapat dimiliki seseorang, dua orang atau bahkan
lebih yang dikenal dengan istilah pemilikan bersama.
a. Tanah Bersama adalah sebidang tanah hak atau tanah sewa untuk
bangunanyang digunakan atas dasar hak Bersama secara tidak terpisah
diatasnyaberdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan
izinmendirikan bangunan;
b. Bagian Bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara
tidakterpisah untuk pemakaian Bersama dalam kesatuan fungsi dengan
satuansatuan rumah susun;
c. Benda Bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah
susunmelainkan bagian yang dimiliki Bersama secara tidak terpisah
untukpemakaian Bersama
Kepemilikan hak atas bagian dari bangunan tersebut dalam Sertipikat Hak Milik
atas Satuan Rumah Susun (SHMSRS) maka otomatis memiliki dua jenis hak,
yaitu:
a. Hak yang bersifat perorangan, yaitu hak milik atas bagian dari Gedung
ituatau yang dikatakan sebagai saruan rumah susun (SARUSUN)
16
b. Hak yang bersifat kolektif, yaitu hak atas benda bersama, bagian
bersamadan tanah bersama.
Menurut Oloan Sitorus dan Balans Sebayang terdapat 3 (tiga) bentuk sistem
pemilikan rumah susun yaitu10:
Dilihat dari ketiga kategori diatas, maka rumah susun jelas merupakan kategori
sistem kepemilikan ketiganya, karena dalam rumah susun terkandung sistem
pemilikan perseorangan dengan hak Bersama yang bebas. Bagian dari rumah
susun yang dimiliki secara perseorangan atau individual disebut dengan satuan
rumah susun. Satuan rumah susun dapat dimliki secara individual. Satuan rumah
susun dimiliki oleh perseorangan atau badan hukum yang memenuhi syarat
sebagai pemegang hak katas tanah. Pemilik satuan rumah susun harus memenuhi
syarat sebagai pemegang hak katas tanah Bersama yang bersangkutan
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 21, Pasal 36, dan Pasal 39 dan Pasal 42
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok
Agraria
Dua hak yang bersifat perorangan dan kolektif berkaitan dengan hak atas
tanah bersama yang sifatnya tidak terpisah, subyek hukum yang dapat memiliki
10
Oloan Sitorus dan Balasan Sebayang, Kondominium dan Permasalahannya,
(Yogyakarta:Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 1998), hlm. 34.
17
satuan rumah susun tergantung dari jenis dan hak apa yang dimohonkan oleh
pengembang atau developer rumah susun. Sebagai tanda bukti hak milik atas
satuan rumah susun, kantor pertanahan Kabupaten atau Kota akan menerbitkan
Sertipikat, hal ini sesuaidengan ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Rumah Susun
No. 20 Tahun 2011,yang berbunyi:
a. Sebagai tanda bukti kepemilikan atas satuan rumah susun diatas tanah
hakmilik, hak guna bangunan, atau hak pakai diatas tanah Negara, hak
gunabangunan atau hak pakai diatas tanah hak pengelolaan diterbitkan
SertipikatHak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHM Sarusun);
b. Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHM Sarusun)
diterbitkanbagi setiap orang yang memenuhi syarat sebagai pemegang
hakatas tanah;
c. Sertipkat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHM Sarusun)
yangditerbitkan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang
terdiriatas:
- Salinan buku tanah dan surat ukur atas hak tanah bersama sesuai
denganketentuan peraturan Perundang-Undangan;
- Gambar denah lantai pada tingkat rumah susun yang bersangkutan
yangmenunjukkan lokasi satuan rumah susun yang dimiliki;
- Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas benda bersama,
bagianbersama dan tanah bersama bagi pemilik yang bersangkutan.
d. Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHM Sarusun)
diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota;
e. Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHM Sarusun)
dapatdijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggunngan sesuai
denganperaturan Perundang-Undangan.
18
saja, perizinan yang diwajibkan belum tuntas diurus. Strategi pemasaran
tersebut dikenal dengan istilah Pre Project Selling11. Strategi tersebut
dianggap lebih rasional dan menguntungkan bagi pengembang karena dapat
memanfaatkan pembayaran yang dilakukan oleh pembeli sebagai modal
dalam melakukan pembangunan. Hal ini didasarkan adanya kepercayaan
antara pengembang dan pembeli, yaitu pengembang percaya bahwa pembeli
akan melunasi pembayaran sesuai dengan yang mereka sepakati, begitupun
sebaliknya pembeli percaya bahwa pengembang akan menyelesaikan
pembangunan rumah susun tersebut. Secara yuridis formal, pola penjualan
dengan sistem tersebut tidak dilarang.
Sistem Pre-Project Selling dapat dilakukan dengan pembuatan akta
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), yaitu perjanjian antara calon penjual
dan calon pembeli sebelum dilaksanakannya jual beli dikarenakan adanya
unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk jual beli antara lain sertifikat belum
ada karena masih dalam proses, belum terjadinya pelunasan harga. Dalam
Pasal 42 ayat 1 UU Nomor 20 tahun 2011 dimungkinkan untuk dilakukan
dengan sistem pre project selling, dengan catatan telah memenuhi sejumlah
syarat, yaitu:
1. Memiliki kepastian peruntukan ruang yang ditujukan melalui surat
keterangan rencana kota yang sudah disetujui Pemerintah Daerah;
2. Kepastian hak atas tanah yang ditunjukan melalui sertifikat hak atas
tanah;
3. Kepastian status penguasaan rumah susun, berupa Sertifikat Hak Milik
satuan rumah susun atau berupa sertifikat kepemilikan bangunan
gedung satuan rumah susun;
4. Memiliki perizinan pembangunan rumah susun yang ditunjukkan
melalui Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Selain itu, berdasarkan Pasar 43 ayat (2) UU Rumah Susun, proses jual
beli satuan rumah susun yang dilakukan sebelum pembangunan selesai bisa
11
Yohanes Sogar Simamora, “Penerapan Prinsip Caveat Vendor Sebagai Sarana
Perlindun-gan Bagi Konsumen Perumahan Di Indonesia”, (Surabaya: Universitas Airlangga,
1996), hlm.13.
19
dilakukan dengan membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat di
hadapan notaris. Ini bisa terjadi jika syarat-syarat berikut ini sudah terpenuhi:
1. Status kepemilikan tanah sudah jelas
2. Kepemilikan IMB sudah jelas
3. Tersedia prasarana, sarana, dan utilitas (PSU)
4. Proses pembangunan paling sedikit sudah 20% volume konstruksi
bangunan rusun
5. Hal-hal yang diperjanjikan akan dibangun dan dijual kepada
konsumen, mulai dari kondisi satuan rusun, termasuk melalui media
promosi seperti lokasi, bentuk, spesifikasi bangunan, harga, PSU, serta
fasilitas lain, dan juga waktu serah terima.
12
Lintang Yudhantaka, “Keabsahan Kontrak Jual Beli Rumah Susun Dengan Sistem Pre
Project Selling”Yuridika, Volume 32 No. 1, Januari-April 2017, hlm. 100-101.
20
PPJB tersebut dibuat dari Pihak Pengembang. Wanprestasi yang dapat dilakukan
oleh Pengembang dalam PPJB dapat berupa tidak menepati pesanan dan/atau
kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan dan./atau tidak
menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi13.
13
Indonesia. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.Undang-Undang Tentang
Perlindungan Konsumen. LN No. 42 Tahun 1999, TLN No. 3821, pasal. 16.
14
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa di Pengadilan,
(Jakarta: Grafindo Persada 2012),hlm. 23.
21
dengan tujuanuntuk mendapatkan penyelesaian atau jalan keluar daripermasalahan
yang sedang dihadapi oleh kedua belah pihak15.
c. Mediasi
Menurut Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur
Mediasi Di Pengadilan adalah carapenyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untukmemperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantumediator.
Mediasi (mediation) melalui sistem kompromi (compromise) diantara para pihak,
sedang pihak ketigayang bertindak sebagai mediator hanya sebagai
16
penolong(helper) dan fasilitator .
d. Konsiliasi
Konsiliasi merupakan lanjutan dari mediasi. Mediator berubah fungsi menjadi
konsiliator. Dalam hal inikonsiliator menjalankan fungsi yang lebih aktif
dalammencari bentuk-bentuk penyelesaian sengketa danmenawarkannya kepada
para pihak. Jika para pihak dapatmenyetujui, solusi yang dibuat konsiliator akan
menjadiresolution17.
e. Penilaian Ahli
Penilaian ahli merupakan cara penyelesaian sengketa oleh para pihak dengan
meminta pendapat atau penilaianahli terhadap perselisihan yang sedang terjadi.
Atas kasus ini untuk menemukan jalan tengah melalui proses peradilan
dapat dilakukan gugatan perdata atas dasar Wanprestasi oleh para konsumen.
Wanprestasi diatur dalam Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPer), berbunyi: “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak
dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah
dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu
yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau
dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah
15
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta: Prenada
Media, 2009), hlm. 21.
16
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan,Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 236.
17
Nurnaningsih Armani, op.cit, hlm. 34.
22
ditentukan”. Sederhananya, wanprestasi itu adalah ingkar janji atau tidak menepati
janji.
Selain melakukan gugatan perdata ke pengadilan, Undang-Undang Formatted: Normal, Justified, Indent: First line: 0.5", Line
spacing: 1.5 lines
memberikan perlindungan hukum bagi para konsumen yang melakukan
pembelian rumah susun dengan sistem pre-project selling dengan menggunakan
Perjanjian Pengikatan Jual Beli yaitu sebagaimana diatur dalam :
18
Abdul R Saliman, Esensi Hukum Bisnis Indonesia : Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta :
Kencana, 2004), hlm.15
23
sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan
hukuman tambahan, berupa:
a) perampasan barang tertentu;
b) pengumuman keputusan hakim;
c) pembayaran ganti rugi;
d) perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan
timbulnya kerugian konsumen;
e) kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau pencabutan izin
usaha
b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
19
Pelaku pembangunan dilarang membuat PPJB:a. yang tidak sesuai dengan yang
dipasarkan; ataub. sebelum memenuhi persyaratan kepastian sebagaimanadimaksud dalam Pasal
43 ayat (2).
24
dikuasai oleh negara. Penjelasan pasal 33 ayat (3) UUD 1945 bermakna
kekuasaan yang diberikan kepada negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya meletakkan kewajiban kepada Negara untuk mengatur
pemilikan dan memimpin penggunaannya, hingga semua tanah diseluruh wilayah
kedaulatan Negara Indonesia dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat20. Kewenangan negara ini diatur kembali dalam Pasal 2 UUPA mengenai
hak menguasai negara yang memiliki kewenangan:
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan
dan pemeliharaan bumi,air dan ruang angkasa;
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum anatara
orangorang dengan bumi, air, dan ruang angkasa;
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orangorang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air
dan ruang angkasa.
20
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Djambaran, 2008), hlm. 173.
21
Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di
Indonesia, Edisi Revisi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), hlm 9.
25
mmberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur Undang-
Undang.”
Dalam Pasal 21, 29, 42, dan 45 UUPA mengandung prinsip penguasaan dan
penggunaan tanah secara individu, akan tetapi mengandng unsur kebersamaan.
Unsur kebersamaan tersebut dipertegas dalam Pasal 6 UUPA yang mana semua
hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.UUPA tidak menjelaskan secara konkret
mengenai fungsi sosial, akan tetapi Gunanegara menyatakan bahwa esensi fungsi
sosial dalam hak atas adalah apabila penggunaannya22:
1. Tidak semata-mata untuk kepentingan pribadi
2. Memperhatikan keadaan dan sifat haknya
3. Bermanfaat bagi kesejahteraan dan kebahagian baik bagi yang mempunyai
maupun bagi masyarakat
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan salah satu
manifestasi dari fungsi sosial hak atas tanah.Pengadaan tanah untuk pembangunan
hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dari pemegang hak atas tanah
mengenai dasar dan bentuk ganti rugi yang diberikan kepada pemegang hak atas
tanah itu sendiri.Dalam melakukan kegiatan pengadaan tanah, maka untuk
memperoleh tanah yang dibutuhkan maka harus ada ganti kerugian kepada pihak
yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda
yang berkaitan dengan tanah.Maka sehubungan dengan itu, pengadaan tanah
selalu menyangkut dua sisi dimensi yang harus ditempatkan secara seimbang,
yaitu “kepentingan masyarakat dan kepentingan pemerintah”.Dengan demikian,
masalah pokok yang menjadi sorotan atau perhatian dalam pelaksanaan
pengadaan hak atas tanah adalah “menyangkut hak-hak atas tanah yang status dari
hak atas tanah itu akan dicabut atau dibebaskan.Sehingga, dapat dikatakan bahwa
unsur yang paling pokok dalam pengadaan hak atas tanah adalah ganti rugi yang
diberikan sebagai atas hak yang telah dicabut atau dibebaskan23.Eksistensi
pemegang hak atas tanah boleh jadi ditelantarkan demi pembangunan untuk
kepentingan umum.Maka perlu adanya perlindungan hukum secara proposional
kepada mereka.
22
Gunanegara, Rakyat & Negara Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan,
(Jakarta: PT Tatanusa, 2008), hlm. 77.
23
Abdurrahman, opcit, hlm. 23
26
2.2.2.2. Kriteria Kepentingan Umum
Dalam peraturan yang melandasi pengambilan tanah oleh negara terdapat
istilah yang digunakan yaitu fungsi sosial, kepentingan umum dan kepentingan
pembangunan.Kepentingan umum adalah konsep huku yang kabur, hanya untuk
alasan praktis konsep kepentingan umum diterapkan. Menurut Michael G. Kitay,
doktrin kepentingan umum dalam berbagai negara diungkapkan dalam dua cara
yakni:
1) Pedoman Umum
Dalam hal ini, negara hanya menyatakan bahwa pengadaan tanah
dibutuhkan untuk kepentingan umum (public purpose).Negara yang
menganut konsep ini tidak mencantumkan kegiatan yang termasuk
kepentingan umum.Pengadilan yang secara kasuistis menentukan
kepentingan umum.
2) Ketentuan-ketentuan daftar
Daftar ini secara eksplisit mengidentifikasi kepentingan umum.Misal
sekolah, jalanan, bangunan pemerintah.Kepentingan yang tidak tercantum
dalam daftar tersebut tidak dapat dijadkan sebagai dasar pengadaan
tanah.Namun kerap kali kedua pendekatan dikombinaskan dalam rencana
pengadaan tanah.
Hal senada dikemukakan oleh Maria Sumardjono menyatakan bahwa kepentingan
umum dapat dijabarkan dalam 2 hal yakni:
a) Beberapa pedoman umum yang menyebutkan bahwa pengadaan tanah
dilakukan berdasarkan alasan kepentingan umum berbagai istilah
b) Penjabaran kepentingan mum dalam daftar kegiatan.
Menurut Maria SW. Soemardjono, konsep kepentingan umum harus memenuhi
dua hal yakni pertama peruntukannya, yakni ditujukan untuk kegiatan apa dan
kedua kemanfaatannya, apakah kegiatan tersebut memberikan manfaat bagi
masyarakat.
Gunanegara mengidentifikasi ada 6 (enam) syarat kepentingan umum yakni:
1. Dikuasai dan dimiliki oleh negara
27
Kepentingan umum dapat dilihat dari perspektif pemilikan artinya bahwa
apapun tindakan negara, apabila untuk dimiliki negara berarti tindakan
tersebut untuk kepentingan umum.
2. Tidak boleh diprivatisasi
Berkaitan dengan konsep pemilikan dan penguasaan negara adalah untuk
kepentingan umum, maka tidak dapat diprivatisas.Larangan privatisasi
tersebut telah membatasi public dalam menggunakan benda-benda
tersebut.
3. Tidak untuk mencari keuntungan
Bahwa tugas-tugas umum baik langsung maupun tidak ditujukan untuk
kepentingan umum tidak diorientasikan untuk mencari keuntungan.
4. Untuk kepentingan lingkungan hidup
Gunanegara memberikan rasionalisasi bahwa seluruh public good yang
dikuasai/dimiliki negara dapat dimanfaatkan dan dipergunakan tidak hanya
untuk rakyat akan tetapi juga untuk seluruh umat manusia.
5. Untuk tempat ibadah/tempat suci lainnya
Pembangunan tempat ibadah merupakan pelaksanaan amanat Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia 1945, dimana beribadah merupakan hak
setiap warga negara Indonesia.Sehingga hal ini, termasuk kedalam
kepentingan umum.
6. Ditetapkan dengan undang-undang
Agar ada legitimasi bahwa suatu kegiatan adalah untuk kepentingan umum
adalah ditetapkan dalam undang-undang.Pengaturan untuk kepentingan
umum tidak dapat ditetapkan oleh peraturan yang tatarannya lebih rendah
daripada undang-undang.
28
c. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran
pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;
d. pelabuhan, bandar udara, dan terminal;
e. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;
f. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga
listrik;
g. jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah;
h. tempat pembuangan dan pengolahan sampah;
i. rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah;
j. fasilitas keselamatan umum;
k. tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah;
l. fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik;
m. cagar alam dan cagar budaya;
n. kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa;
o. Penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi
tanah, serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah
dengan status sewa;
p. prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah;
q. prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan
r. pasar umum dan lapangan parkir umum.
Dalam melakukan pembebasan tanah dan pelepasan hak atas tanah demi
pembangunan yang dilakukan pemeritah yang berlandaskan atas fungsi sosial
tentuya dilakukan dengan beberapa cara. Dalam Hukum Tanah Nasional
menyediakan cara memperoleh tanah dengan melihat keadaan sebagai berikut25:
1. Status tanah yang tersedia, tanahnya merupakan tanah negara atau tanah
hak;
2. Apabila tanah hak, apakah pemegang haknya bersedia atau tidak
menyerahkan hak atas tanahnya tersebut;
3. Apabila pemegang hak bersedia menyerahkan atau memindahkan
haknya, apakah yang memerlukan tanah memenuhi syarat sebaai
25
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria,Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Djambatan, 2003), hlm. 310.
29
pemegang hak atas tanah yang bersangkutan atau tidak memenuhi
syarat.
2.2.2.3. Pelepasan Hak dan Pembebasan Hak
Pelepasan hak tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara
pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan
ganti rugi atas dasar musyawarah.Cara memperoleh tanah dengan pelepasan hak
atas tanah ini ditempuh apabila yang membutuhkan tanah tidak memenuhi syarat
sebagai pemegang hak atas tanah.
Berdasarkan Pepres Nomor 65 Tahun 2006 Pasal 1 angka 3, yaitu
“Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara
memberikan ganti rugi kepada yang mendapatkan tanah dengan cara
memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah,
bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah”. Jadi
pengadaaan tanah dilakukan dengan cara pelepasan atau penyerahaan hak atas
tanah dengan pemberian ganti rugi kepada pemegang haknya atau yang
melepaskanya. Dalam UU No.2 Tahun 2012 dalam Pasal 1 angka 9 menjelaskan
bahwa” Pelepasan Hak adalah kegiatan pemutusan hubungan hukum dari pihak
yang berhak kepada negara melalui Lembaga Pertanahan”. Kemudian didalam
Perpres Nomor 71 Tahun 2012 dalam Pasal 1 angka 9 , yaitu “Pelepasan hak
adalah kegiatan pemutusan hubungan hukum dari pihak yang berhak kepada
negara melalui BPN.”
Pelepasan hak atas tanah dan pembebasan hak atas tanah merupakan 2
(dua) cara untuk memperoleh tanah hak, dimana yang membutuhkan tanah tidak
memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah. Pelepasan hak atas tanah
adalah melepaskan hubugan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah
yang dikuasainya, dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah.
Pembebasan tanah adalah melepaskan hubungan hukum yang semula diantara
pemegang hak/menguasai tanah dengan cara memberikan ganti rugi. Kedua
perbuatan hukum tersebut mempunyai pengertian yang sama, perbedaannya
pembebasan hak atas tanah adalah dilihat dari yang membutuhkan tanah, biasanya
dilakukan untuk areal tanah yang luas sedangkan pelepasan hak atas tanah dilihat
30
dari yang memiliki tanah, dimana Ia melepaskan haknya kepada Negara untuk
kepentingan pihak lain.
Menurut Salindeho, pembebasan hak atas tanah adalah “ suatu perbuatan
hukum yang bertujuan untuk melepaskan hubungan antara pemilik atau pemegang
hak atas tanah, dengan pembayaran harga atau dengan ganti rugi26.” Pelepasan
hak tanah yang dilakukan oleh pihak yang tanahnya diambil demi pembangunan
harus diimbangi dengan pemberian ganti kerugian atau kompensasi yang
layak.Hal ini berkaitan dengan bagaimana peran tanah yang dilepas bagi
kehidupan pemegang hak dan prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah
atas tanah.Kemudian setelah pemberian kompensasi yang layak, maka ketika
melakukan musyawarah antara pemegang hak atas tanah dengan pemerintah maka
kedua belah pihak harus berada dalam posisi yang setara dan seimbang. Maka dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pelepasan hak seseorang atas tanah
demi kepentingan lain (kepentingan pembangunan untuk umum) dan pemberian
ganti kerugian atau kompensasi atas pelepasan hak tersebut. Mengingat kedua hal
tersebut begitu fundamental, maka pembebasan tanah harus dilakukan dengan
cara seimbang.
2.3.Analisis Kasus
2.3.1. Analisis Kasus Apartemen K2 Park
Apartemen K2 Park yang dibangun oleh pengembang PT Prioritas Land
Indonesia (PLI) untuk selanjutnya disebut “Pengembang”, sebanyak 7.000 unit
dalam 6 menara sudah dipasarkan dan terjual sebagian pada 2014. Dalam hal ini,
Pengembang melakukan penjualan menggunakan sistem pre-project selling
melalui Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Jika melihat ketentuan dalam
Pasal 43 ayat (2) UU Rumah Susun, proses jual beli satuan rumah susun yang
dilakukan sebelum pembangunan selesai bisa dilakukan dengan membuat
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat di hadapan notaris. Ini bisa
terjadi jika syarat-syarat berikut ini sudah terpenuhi:
1. Status kepemilikan tanah sudah jelas;
2. Kepemilikan IMB sudah jelas;
26
Salindeho, Masalah Tanah dalam Pembangunan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993)
hlm.27.
31
3. Tersedia prasarana, sarana, dan utilitas (PSU);
4. Proses pembangunan paling sedikit sudah 20% volume konstruksi
bangunan rusunyang sedang dipasarkan;
5. Hal-hal yang diperjanjikan dalam hal ini adalah kondisi sarusun yang
dibangun dan dijual kepadakonsumen yang dipasarkan, termasuk
melalui mediapromosi, antara lain, lokasi rumah susun, bentuksarusun,
spesifikasi bangunan, harga sarusun,prasarana, sarana, dan utilitas
umum rumah susun,fasilitas lain, serta waktu serah terima sarusun.
f. Mengenai syarat kedua yaitu kepemilikan IMB sudah jelas. Hal ini
belum terpenuhi karena IMB milik pengembang masih dalam proses
dan pada tahun 2014 pengembang sudah memasarkan rumah susun
K2 Park tersebut, sedangkan pengaturan baik dalam Pasal 42 maupun
pasal 43 Undang-Undang Rumah Susun, pengembang harus telah
memiliki IMB.27
g. Mengenai syarat ketiga yaitu mengenai Prasarana28, Sarana29 dan
Utilitas30. Hal ini jelas belum dipenuhi oleh pengembang karena lahan
yang ditawarkan oleh pengembang masih kosong dan belum
tersedianya prasarana, sarana dan utilitas tersebut.
27
Prioritas Land “Proses Perizinan K2 Park GadingSerpong”
http://www.prioritaslandindonesia.com/news_detail.php?pli/news/title/Proses%20Perizinan%20K2
%20Park%20gading%20Serpong&id_news=117 diakses pada 30Maret 2019 Pukul 15.40 WIB.
28
Yang dimaksud dengan “prasarana” adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian
rumah susun yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan tempat tinggal yang layak, sehat,
aman, dan nyaman meliputi jaringan jalan, drainase, sanitasi, air bersih, dan tempat sampah.
29
Yang dimaksud dengan “sarana” adalah fasilitas dalam lingkungan hunian rumah susun
yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya,
dan ekonomi meliputi sarana sosial ekonomi (pendidikan, kesehatan, peribadatan dan perniagaan)
dan sarana umum (ruang terbuka hijau, tempat rekreasi, sarana olahraga, tempat pemakaman
umum, sarana pemerintahan, dan lain-lain).
30
Yang dimaksud dengan “utilitas umum” adalah kelengkapan penunjang untuk
pelayanan lingkungan hunian rumah susun yang mencakup jaringan listrik, jaringan telepon, dan
jaringan gas.
32
h. Mengenai syarat keempat mengenai proses pembangunan paling
sedikit sudah 20% dari volume konstruksi bangunan rusun yang
sedang dipasarkan pun juga tidak dipenuhi oleh Pengembang, karena
lahan masih kosong dan belum ada bangunan yang dibangun.31
Dalam PPJB yang dibuat diantara pengembang dan konsumen K2 Park disebutkan
bahwa penyerahan serah terima unit dilakukan pada Desember 2018, sedangkan
bangunan rumah susun K2 Park sama sekali belum terbangun dan hanya masih
lahan kosong saja. Dari hal tersebut, pengembang telah wanprestasi. Pihak
konsumen telah mengajukan protes dan bernegosiasi dengan pengembang agar
uang mereka dapat dikembalikan, akan tetapi tidak ada opsi penyelesaian yang
menguntungkan konsumen. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa pengembang
melanggar ketentuan Prestasi yaitu Pasal 1234 KUHPerdata yang menyatakan
bahwa tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat
sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. Sehingga konsumen mempunyai hak
untuk mengajukan gugatan wanprestasike pengadilankarena pengembang tidak
melakukan sesuatu pada jangka waktu tertentu yang telah diperjanjikan di dalam
PPJB.
Selain melayangkan gugatan wanprestasi ke pengadilan, konsumen dapat
melaporkan pihak pengembang karena melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang
mengenai Rumah Susun. Dikarenakan tindakan yang dilakukan oleh
Pengembang telah melanggar ketentuan sebagai berikut :
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
Dalam pasal 12 disebutkan bahwa “pelaku usaha dilarang menawarkan,
mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan
harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha
tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu
dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan” dan Pasal 16
31
Kompas, “Apartemen Tak Kunjung Dibangun, Konsumen Tagih Uang Kembali”
https://properti.kompas.com/read/2018/08/26/070000421/apartemen-tak-kunjung-dibangun-
konsumen-tagih-uang-kembalidiakses pada 30Maret 2019 Pukul 16.00 WIB.
33
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan
dilarang untuk :
- tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai
dengan yang dijanjikan;
- tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.
Dalam hal ini jelas bahwa unsur dalam pasal ini telah terpenuhi karena
pengembang tidak dapat menyediakan 7.000 unit dalam 6 menara yang
sudah dipasarkan dan terjual sebagian pada 2014, yang seharusnya
diselesaikan pada Desember 2018. Sehingga menurut Pasal 62 ayat (2)
pelaku usaha dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta Rupiah).
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat
dijatuhkan hukuman tambahan, berupa:
a) perampasan barang tertentu;
b) pengumuman keputusan hakim;
c) pembayaran ganti rugi;
d) perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya
kerugian konsumen;
e) kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau pencabutan izin
usaha
34
ayat (2), yaitu mengenai syarat kedua, ketiga dan keempat. Syarat yang
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) bersifat kumulatif sehingga harus
dipenuhi seluruhnya oleh pengembang yang melakukan pembuatan PPJB
atas rumah susun yang ditawarkannya. Sehingga pengembang dalam hal ini
dapat dipidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 Undang-Undang
Rumah Susun.
BAB III
PEMBAHASAN KASUS II
35
3.1.1. Utang Rp 55 Juta, Rumah Mewah eks Kades Dilelang Danamon Rp
50 Juta32, Enggran Eko Budianto detikNews.com – 03/05/2016, 14.50
WIB
Eksekusi rumah seharga ratusan juta yang dihuni Edi dan keluarganya
berjalan alot. Juru sita PN Mojokerto yang datang dikawal puluhan anggota
polisi dan TNI ke rumah mewah itu dihadang di pintu gerbang. Penghuni rumah
memasang rantai dengan kunci gembok pada pintu gerbang dan menutup rapat
semua pintu rumah.
32
Detik News, “Utang Rp 55 Juta, Rumah Mewah eks Kades Dilelang Danamon Rp 50
Juta” diakses https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3202733/utang-rp-55-juta-rumah-
mewah-eks-kades-dilelang-danamon-rp-50-juta pada 31 Maret 2019 Pukul 11.39 WIB
36
Tak kekurangan akal, usai membacakan surat penetapan eksekusi,
petugas juru sita PN Mojokerto yang dibantu sejumlah preman merusak rantai
yang mengunci pintu gerbang rumah tersebut. Sejurus kemudian, Edi keluar dari
rumahnya dan mengusir para preman dari halaman rumahnya. "Saya tak izinkan
siapapun masuk pekarangan saya. Ini belum ada keputusan hukum. Keluar!
Kalian bukan petugas," teriak Edi sembari mengusir sejumlah pria bertato.
Meski pintu gerbang berhasil dibuka paksa oleh petugas, Edi bersikeras
mengurung diri di dalam rumahnya bersama anak dan istrinya. Eks Kades Jetis
ini mengunci pintu depan dan pintu belakang rumah mewah tersebut. Dari balik
pintu, Edi mengancam akan menenggak racun jika petugas memaksa masuk ke
dalam rumah. "Ayo ke pengadilan sekarang. Ayo mediasi. Kalau memaksa
masuk saya akan minum racun dengan anak dan istri saya," lontar Edi.
Edi dan keluarganya akhirnya tak berdaya saat petugas merusak pintu
depan dan belakang rumah. Istri Edi, Hartini dan anak pertamanya menangis
histeris sembari keluar dari dalam rumah. Sementara petugas mengeluarkan
semua barang milik Edi dari rumah mewah tersebut.
37
barang miliknya dikeluarkan, Edi masih bertahan di dalam rumah. Sementara
kedua anak dan istrinya mengungsi ke rumah tetangga.
38
Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti
percaya (truth atau faith)33. Kepercayaan merupakan unsur penting dalam
memperoleh kredit. Artinya seseorang yang memperoleh Kredit dari bank
berarti “orang” tersebut dipercaya oleh bank selaku kreditur.
39
kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau
mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan.
Ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan (2) di atas merupakan dasar atau landasan
bagi bank dalam menyalurkan kreditnya kepada nasabah debitur. Lebih dari
itu, karena pemberian kredit merupakan salah satu fungsi utama perbankan
Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat
sebagaimana dijelaskan dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 10 tahun
1998 tentang Perbankan, maka ketentuan tersebut juga mengandung dan
menerapkan prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan.
a. Character
b. Capacity
34
Hermasyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2005), h.
64-65
40
Yang dimaksud dengan capacity dalam hal ini adalah kemampuan calon
nasabah debitur untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat
prospektif masa depan, sehingga usahanya akan dapat berjalan dengan baik
dan memberikan keuntungan yang menjamin bahwa ia mampu melunasi
utang kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan.
c. Capital
Dalam hal ini, bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap
modal yang dimiliki oleh pemohon kredit. Penyelidikan ini tidaklah semata-
mata didasarkan pada besar kecilnya modal, akan tetapi lebih di fokuskan
kepada bagaimana distribusi modal ditempatkan oleh pengusaha tersebut,
sehingga segala sumber yang telah ada dapat berjalan secara efektif.
d. Collateral
e. Condition of economy
Bahwa dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum
dan kondisi sektor usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dari
bank untuk memperkecil risiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh
kondisi ekonomi tersebut.
41
setiap pemberian kredit yang telah disetujui dan disepakati oleh pihak
kreditur dan debitur, maka wajib dituangkan dalam perjanjian, yang disebut
perjanjian kredit atau akad kredit, secara tertulis.
Sepakat diartikan sebagai setuju atau jenis sekata mengenai hal-hal yang
pokok dari perjanjian itu . Sedangkan cakap menurut hukum adalah yang
tidak termasuk dalam pasal 1330 KUH Perdata, yaitu orang-orang yang
belum dewasa dan orang-orang yang ditaruh dalam pengapuan. Lalu hal
tertentu artinya adalah apa yang diperjanjikan dapat ditentukan jenisnya,
sedangkan ketentuan mengenai sebab yang yang halal berarti bahwa isi
42
perjanjian itu sendiri tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang,
agama, ketentuan umum dan kesusilaan.
3.3. Jaminan
43
Dengan perumusan atau definisi tentang jaminan yang dikemukakan
diatas, dapat dikatakan secara garis besar bahwa, jaminan adalah suatu
tanggungan yang dapat dinilai dengan uang, yaitu berupa kebendaan tertentu
yang diserahkan debitur kepada kreditur sebagai akibat dari suatu hubungan
perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain. Kebendaan tertentu diserahkan
debitur kepada kreditur dimaksudkan sebagai tanggungan atas pinjaman atau
fasilitas kredit yang diberikan kreditur kepada debitur sampai debitur
melunasi pinjamannya tersebut. Apabila debitur wanprestasi, kebendaan
tertentu tersebut akan dinilai dengan uang, selanjutnya akan dipergunakan
untuk pelunasan seluruh atau sebagian dari pinjaman atau utang debitur
kepada krediturnya. Dengan kata lain, jaminan dalam hal ini berfungsi
sebagai sarana atau menjamin pemenuhan pinjaman atau utang debitur
seandainya wanprestasi sebelum sampai jautuh tempo pinjaman atau utang
berakhir.
44
Fungsi jaminan yaitu:
a. Jaminan Umum
45
Yang lebih didahulukan dalam pemenuhan piutangnya dan
disebut sebagai kreditur yang konkuren. Pasal 1131 KUH Perdata
menyatakan bahwa:
46
2) Ditinjau dari sudut haknya, para kreditur konkuren mempunyai
hak yang bersifat perorangan. Yaitu, hak yang hanya dapat dipertahankan
terhadap orang tertentu.
b. Jaminan Khusus
Secara umum jika ditinjau dari sudut tujuan dan manfaat atau
kegunaan jaminan, maka jaminan khusus mempunyai tujuan tertentu dan
memberikan manfaat khusus baik bagi debitur maupun bagi kreditur
antara lain, yaitu:
35
Ibid., h.11-12.
47
2) Jaminan khusus melindungi kreditur (bank) dari kerugian jika
debitur wanprestasi.
36
Ibid., h.21-22.
48
yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu
terhadap kreditur-kreditur lain”.37
Ada beberapa unsur pokok dari hak tanggungan yang teruat di dalam
definisi tersebut, Unsur pokok itu ialah:
3. Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah) saja,
tetapi dapat pula dibebankian berikut benda-benda lain yang merupakan
satu kesatuan dengan tanah tersebut
37
Indonesia Legal center Publishing, Loc.Cit h. 49
49
undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak
mendahulu daripada kreditur-kreditur lainnya.
38
Indonesia Legal Center Publishing, Op.cit, h 53
50
Berdasarkan Pasal 13 UUHT ayat (2) Hak Tanggungan yang
diberikan juga wajib di dafttar Kantor Pertanahan Selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari kerja setelah pendandatanganan Akta Pemberian Hak
Tanggungan. Adanya Hak Tanggungan serta apa yang disebut dalam
APHT dapat dengan mudah diketahui oleh pihak ketiga atau orang-orang
yang berkepentingan.
1. dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang;
39
Indonesia Legal Center Publishing, Loc.cit, h 53
51
3. termasuk hak yang di daftar menurut peraturan tentang pendaftaran
tanah yang berlaku, karena harus dipenuhi “syarat publisitas”;
1) Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan (Pasal 25,
33 dan 39 UUPA)
3) Bangunan rumah susun dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
yang berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau
Hak Pakai yang diberikan oleh Negara (Pasal 27 jo UU 17/1985)
Dalam hak tanggungan juga terdapat subyek hukum yang terkait dengan
perjanjian pemberian hak tanggungan. Di dalam suatu perjanjian hak
tanggungan terdapat 2 (dua) pihak yang mengikatkan diri, yaitu:
40
ibid, h. 423
52
b. Penerima/pemegang Hak Tanggungan
41
Ibid., h. 430.
53
(2) dimungkinkan eksekusi di bawah tangan, jika dengan cara demikian
itu akan dapat diperoleh harha tertinggi yang menguntungkan semua pihak.
54
Untuk menjamin pembayaran kembali atas fasilitas kredit yang diberikan
oleh Bank Danamon berdasarkan perjanjian kredit, Edi Sasmito telah
menyerahkan agunan berupa sebidang tanah dan bangunan, APHT dibuat 2 (dua
eksemplar) yang semuanya asli (in original). Lembar pertama disimpan di
kantor PPAT. Lembar kedua dan satu lembar salinannya yang sudah di paraf
PPAT untuk disahkan sebagai salinan oleh Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten Mojokerto, untuk pendaftaran hak tanggungan.
3. Mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek hak
tanggungan dan menyalinnya pada sertifikat hak atas tanah yang
bersangkutan
55
Dengan demikian, dari tahap-tahap proses pemebebanan hak tanggungan
antara Edi Sasmito dengan Bank Danamon, terdapat beberapa akta atau
dokumen yang timbul, antara lain:
4. Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Hartini (Istri Edi Sasmito)
56
Kemudian dalam pasal 10 ayat (2) UUHT, menyatakan bahwa:
d. Nilai tanggungan;
Isi APHT tersebut adalah ciri dari asas spesialitas dari hak tanggungan
baik mengenai subyek, obyek maupun utang yang dijamin. Penjelasan atas
Pasal 11 ayat (1) UUHT mengaskan, bahwa ketentuan mengenai isi APHT
42
Ibid, h. 53
57
tersebut sifatnya wajib untuk sahnya APHT. Tidak dicantumkannya secara
lengkap hal-hal tersebut dalam APHT mengakibatkan akta yang
bersangkutan menjadi batal demi hukum. Ketentuan ini dimaksudkan untuk
memenuhi asas spesialitas dari Hak Tanggungan,
a. Nama dan identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan. Dalam hal
ini, pemegang hak tanggungan yaitu Bank Danamon selaku kreditur dan
pemberi hak tanggungan yaitu, Edi Sasmito selaku debitur
d. Nilai tanggungan
Obyek hak tanggungan berupa 1 (satu) hak atas tanah, yaitu Hak Milik
Jika asas publisitas tidak dipenuhi maka hak tanggungan tidak akan lahir
dan konsekuensinya kreditur tidak akan pernah menjadi kreditur preference.
58
Pendaftaran dilakukan oleh Kepala Kantor pertanahan Kabupaten/Kota atas
dasar data dalam APHT dan berkas pendaftaran yang diterimanya dari
PPAT. Kemudian pendaftaran tersebut dibuktikan dengan pembuatan buku
tanah hak tanggungan. Selanjutnya, pendaftaran hak tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) UUHT dilakukan oleh
Kantor Pertanahan dengan cara:
b. Mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek hak
tanggungan;
59
pembebanan hak tanggungan atas sebidang tanah dan bangunan berdasarkan
atas Sertifikat Hak Milik (SHM), tanda buktinya adalah Sertifikat Hak
Tanggungan Peringkat I (pertama), Sertifikat hak tanggungan tersebut
kemudian diserahkan kepada kreditur pemegang hak tanggungan (Bank
Danamon).
Pada tahap pendaftaran hak tanggungan, sebagai tanda bukti adanya hak
tanggungan, Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Mojokerto menerbitkan
Sertifikat Hak Tanggungan Peringkat I (pertama). Dengan lahirnya sertifikat
hak tanggungan, menimbulkan hak preference atau hak diutamakan bagi
kreditur sebagai pemegang hak tanggungan sehingga kreditur yang
memegang hak tanggungan memiliki kedudukan yang diutamakan atas
jaminan yang dipegangnya. Sehingga, kreditur sebagai pemegang hak
tanggungan yang telah memiliki hak preference tidak perlu khawatir pemilik
jaminan akan mengalihkannya seperti menjual, menyewakan, menjaminkan
kembali atau disita pihak lain atas jaminan tersebut karena Undang-Undang
memberikan perlindungan dan kekuatan hukum bagi pemegang hak
60
tanggungan serta Bank Danamon dapat dilakukan lelang untuk mendapatkan
pelunasan atas hutang Edi Sasmito.
61
mengurangi prefensi piutang-piutang Negara menurut ketentuan hukum yang
berlaku.
Hal tersebut juga dapat diketahui dari Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2)
UUHT yang menentukan apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan:
Asas tersebut adalah asas yang berlaku pula bagi Hipotik yang telah
digantikan oleh Hak Tanggungan sepanjang yang menyangkut dengan tanah.
Asas tersebut dikenal sebagai droit de preference.
43
Indonesia Legal Center Publishing, Op. Cit, h. 59
44
Ibid, h. 60
62
daerah yang bersangkutan dan atau media massa setempat, serta tidak ada
pihak yang menyatakan keberatan.”
Dan dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yaitu: 46
45
Citra Umbara, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Bandung, Citra Umbara, 2007),
h. 296
46
Ibid, h. 352
63
“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada
orang-lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena
kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”
64
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
i. Kesimpulan
Apartemen K2 Park yang dibangun oleh pengembang PT Prioritas Land
Indonesia (PLI) untuk selanjutnya disebut “Pengembang”, sebanyak 7.000 unit
dalam 6 menara sudah dipasarkan dan terjual sebagian pada 2014. Dalam hal ini,
Pengembang melakukan penjualan menggunakan sistem pre-project selling
melalui Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Akan tetapi Persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 ayat (2) UU Rumah Susun belum dipenuhi
secara keseluruhan sehingga mengakibatkan pengembang melakukan wanprestasi.
Dalam hal ini dapat dilihat bahwa pengembang melanggar ketentuan
Prestasi yaitu Pasal 1234 KUHPerdata yang menyatakan bahwa tiap-tiap
perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk
tidak berbuat sesuatu. Sehingga konsumen mempunyai hak untuk mengajukan
gugatan wanprestasike pengadilankarena pengembang tidak melakukan sesuatu
pada jangka waktu tertentu yang telah diperjanjikan di dalam PPJB.
Selain melayangkan gugatan wanprestasi ke pengadilan, konsumen dapat
melaporkan pihak pengembang karena melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang
mengenai Rumah Susun.
1. Pasal 12 dan 16 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rumah Susun pasal 110
Dari uraian dan analisis yuridis mengenai kasus yang berkaitan dengan
obyek hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang berdasarkan UUHT,
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pembebanan hak tanggungan diawali dengan pembuatan perjanjian kredit
antara Edi Sasmito dengan Bank Danamon. Untuk menjamin pembayaran
kembali atas fasilitas kredit yang diberikan oleh Bank Danamon berdasarkan
perjanjian kredit, Edi Sasmito telah menyerahkan agunan berupa sebidang
tanah dan bangunan. Pelaksanaan pembebanan hak tanggungan atas obyek hak
65
tanggungan dari PT. Danamon kepada Edi Sasmito telah sesuai UUHT. isi
APHT telah mencantumkan hal-hal yang wajib sebagaimana disebut dalam
Pasal 11 ayat (1) UUHT. Dengan lahirnya Sertifikat Hak Tanggungan,
menimbulkan hak preference atau hak diutamakan bagi kreditur sebagai
pemegang hak tanggungan sehingga kreditur yang memegang hak tanggungan
memiliki kedudukan yang diutamakan atas jaminan yang dipegangnya.
2. Perlindungan hukum terhadap kreditur atas obyek hak tanggungan, dibahas
melalui apa yang diatur mengenai hak tanggungan seperti yang telah diatur
dalam Pasal 1 ayat (1) UUHT yaitu, hak tanggungan memberikan kedudukan
yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.
Kreditur tertentu yang dimaksud adalah yang memperoleh atau yang menjadi
pemegang hak tanggungan tersebut. Perlindungan hukum yang dapat dilakukan
oleh kreditur (bank) adalah melakukan gugatan perdata (melalui jalur litigasi)
terhadap debitur pemberi hak tanggungan berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata
dimana pasal tersebut menyebutkan bahwa: “semua kebendaan si berhutang,
baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun
yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala
perikatan perseorangan”
Sehingga kreditur dapat mengajukan titel eksekutorial dengan cara lelang ke
pengadilan dalam hal gugatan atas tanah dan bangunan tersebut agar
kreditur/bank dapat mengambil pelunasan terhadap piutangnya
ii. Saran
Berdasarkan diskusi yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat kami berikan
yaitu:
Kita sebagai konsumen lebih berhati-hati dalam hal membeli suatu aset bangunan.
Berdasarkan kasus ini sebagai konsumen harus selekif dalam memilih pihak
developer. sesuai Pasal 3 ayat (2) UU Rumah susun bahwa dalam proses jual beli
satuan rumah susun bisa dilakukan dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)
yang dibuat di hadapan notaris dan dalam proses PPJB tersebut alangkah baiknya
66
tidak dibayar secara Tunai sekaligus. Dan juga sebelum melakukan proses PPJB
harus memperhatikan syarat-syarat antara lain :
1. Status kepemilikan tanah sudah jelas;
2. Kepemilikan IMB sudah jelas;
3. Tersedia prasarana, sarana, dan utilitas (PSU);
4. Proses pembangunan paling sedikit sudah 20% volume konstruksi
bangunan rusunyang sedang dipasarkan;
5. Hal-hal yang diperjanjikan dalam hal ini adalah kondisi sarusun yang
dibangun dan dijual kepadakonsumen yang dipasarkan, termasuk
melalui mediapromosi, antara lain, lokasi rumah susun, bentuksarusun,
spesifikasi bangunan, harga sarusun,prasarana, sarana, dan utilitas
umum rumah susun,fasilitas lain, serta waktu serah terima sarusun.
Untuk kasus kedua, berdasarkan diskusi yang telah dilakukan, saran-saran yang
dapat kami berikan yaitu:
2.Nilai jaminan yang harganya jauh lebih tinggi daripada nilai pinjaman debitur
harus lebih dipertimbangkan pada saat dilakukan lelang eksekusi terhadap obyek
jaminan,sehingga tidak merugikan debitur.
67
DAFTAR PUSTAKA
68
_____________.2009.Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan,Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.
Tanah Untuk Kepentingan Umum. LN No. 22 Tahun 2012 TLN No. 5280.
Kompas, “Audiensi Konsumen K2 Park dan Pengembang Tak Capai Titik Temu”
diakses
pada https://properti.kompas.com/read/2018/09/14/222733121/audiensi-
konsumen-k2-
padahttps://properti.kompas.com/read/2018/08/26/070000421/apartemen-tak-
kunjung
69
dibangun-konsumen-tagih-uang-kembalipada 30Maret 2019 Pukul 16.00
WIB.
Media.
Bayumedia.
Airlangga.
Sumarjono, Maria S.W. 2008. Tanah Dalam Prefektif Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya.
70