Anda di halaman 1dari 100

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Menurut WHO (World Health Organization) masalah rokok saat ini telah
menjadi permasalahan global karena dampaknya yang sangat kompleks dan
merugikan terutama terhadap kesehatan. Kebiasaan merokok dapat dimulai saat
usia remaja. Global Youth Tobacco Survey 2014 menyatakan Indonesia sebagai
negara dengan angka rokok tertinggi di dunia. Usia pertama kali merokok sebagian
besar laki-laki pada umur 12-13 tahun sedangkan perempuan pertama kali
mencoba merokok pada umur 14-15 tahun.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki tingkat
konsumsi rokok dan produksi rokok yang tinggi. Berdasarkan data The Tobacco
Atlas (2015), Indonesia menempati peringkat 1 dunia untuk jumlah pria merokok
di atas usia 15 Tahun yaitu sebanyak 66%. Jumlah perokok di Indonesia terus
meningkat dari tahun ke tahun. Riskesdas (2013) menyatakan perilaku merokok
penduduk usia 15 tahun ke atas masih belum terjadi penurunan dari tahun 2007 –
2013 bahkan mengalami peningkatan dari 34,2% pada tahun 2007 menjadi 36,2%
pada tahun 2013. Data riset tersebut menunjukan bahwa pada tahun 2013 sebanyak
67% warga yang menghisap rokok.
Provinsi Jawa Barat adalah salah satu provinsi dengan perokok terbanyak di
Indonesia yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 2013 tercatat
proporsi penduduk umur >10 Tahun yang merokok di Jawa Barat adalah 27,1%
(Riskesdas, 2013).
Kandungan senyawa rokok dapat memengaruhi pemakainya karena senyawa
rokok dapat bersifat stimulan. Zat yang terkandung yaitu alkaloid diantaranya,
nikotin, nikotrin, anabasin, dan myosmin. Dalam asap rokok terdapat tiga zat kimia
yang berbahaya, yaitu tar, nikotin, dan karbon monoksida. Kebiasaan merokok

1
dapat menyebabkan berbagai masalah bagi kesehatan, di antaranya kanker mulut,
esofagus, faring, laring, bronkitis, jantung koroner, hipertensi. Merokok dapat
menyebabkan 87% kematian akibat kanker paru. Peningkatan konsumsi rokok
berdampak pada tingginya penyakit akibat merokok dan bertambahnya angka
kematian akibat merokok (Aditama,2014).
Sikap merupakan suatu reaksi perasaan seseorang terhadap objek (Azwar,
2008). Menurut Sarwono (2002), sikap merupakan hal yang sangat penting
berkaitan dengan perilaku, karena sikap menentukan seseorang berperilaku
terhadap suatu objek, baik disadari atau tidak disadari. Sikap remaja bisa
disebabkan oleh hasil evaluasi terhadap orang yang merokok yang akhirnya
membentuk sebuah pengalaman baru serta merubah perasaannya yang akhirnya
ikut menentukan kecenderungan berperilaku merokok atau menghindari rokok.
Hasil penelitian pada remaja di SMK Kabupaten Kuningan menunjukan bahwa
sebagian besar siswa memiliki sikap positif terhadap merokok yaitu 34,29% dan
65,71% yang memiliki sikap negatif terhadap merokok (Rochayati, 2015).
Ada banyak alasan yang melatarbelakangi perilaku merokok pada remaja.
Green (2002) menyatakan bahwa perilaku merokok dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu faktor pendahulu (predisposing) yang meliputi pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan dan tradisi. Faktor pemungkin (enabling) meliputi
ketersediaan sumber-sumber fasilitas. Faktor pendorong (reinforcing) meliputi
sikap dan perilaku orang disekitarnya.
Saat ini tidak dipungkiri bahwa perilaku merokok menjadi budaya remaja
karena merupakan masa peralihan remaja menjadi dewasa. Pada masa transisi,
remaja mengalami masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa yang
diikuti oleh perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional. Kemungkinan besar
remaja mengalami banyak masalah salah satunya krisis identitas. Krisis identitas
yang dialami remaja ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku
menyimpang misalnya perilaku merokok. Perilaku merokok dapat membahayakan

2
kesehatan bagi perokok sendiri maupun orang lain dan berakibat buruk bagi
kesehatan.
Masih tingginya proporsi usia mulai merokok pada usia remaja sehingga
diperlukan kebijakan untuk menanggulainya serta didukung oleh institusi-institusi
terkait yang berupaya untuk mengendalikan dan mencegah perilaku merokok
seperti peran pemerintah, sekolah, dan puskesmas. Upaya yang dilakukan adalah
melakukan penyuluhan dan kampanye anti rokok di sekolah maupun di tempat
umum.
Di Indonesia upaya pengendalian konsumsi tembakau telah dikeluarkan
beberapa kebijakan yang berhubungan dengan larangan merokok diantaranya
Peraturan Pemerintah (PP) No.19 Tahun 2003 pasal 22 yang menyatakan bahwa
tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar,
arena kegiatan anak, tempat ibadah, dan angkutan umum dinyatakan sebagai
kawasan tanpa rokok. Menurut penelitian Barber et al (2008), kebijakan
pemerintah menaikkan harga rokok melalui kenaikan cukai yang lebih tinggi
merupakan salah satu cara efektif untuk mengendalian konsumsi rokok.
Sekolah menjadi tempat terjadinya proses belajar mengajar, sangat rentan
terhadap perilaku merokok dan paparan dari asap rokok. Kawasan tanpa rokok
merupakan salah satu program yang yang dikembangkan oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI).
Sekolah merupakan tempat strategis dalam upaya promosi kesehatan karena
sekolah dapat mempelajari berbagai pengetahuan termasuk kesehatan. Guru di
sekolah hendaknya mencerminkan perilaku yang positif bagi kesehatan karena
guru merupakan panutan bagi siswa. Seharusnya pengurangan atau penghentian
kebiasaan merokok menjadi tanggung jawab semua pihak. Lembaga pendidikan
memengaruhi pembentukan sikap karena meletakkan dasar pengertian dan moral
pada individu sehingga menentukan kepercayaan yang ikut menentukan sikap
individu (Azwar, 2011).

3
Dalam kajian ilmu kedokteran, rokok dapat membahayakan kesehatan tubuh
serta dapat membuat orang menjadi kecanduan sehingga dapat memberikan
dampak buruk bagi tubuh. Dalam Islam merokok dapat dikatakan sebagai
perbuatan yang sia-sia (mubazir). Para ulama berijtihad tentang hukum rokok.
Perbedaan pendapat diantara para ulama mengenai hukum rokok yaitu
mengharamkan dan makruh. MUI (Majelis Ulama Indonesia) sebagai lembaga
yang memberikan pandangan, nasihat, maupun fatwa bagi umat Islam di Indonesia
mengeluarkan fatwa MUI III di Padang Panjang, Sumatera Barat pada tanggal 24-
26 januari 2009 tentang fatwa rokok yang menyatakan bahwa merokok hukumnya
adalah haram jika ditempat umum, bagi anak-anak, dan wanita hamil.
NU (Nahdatul Ulama) memfatwakan merokok hukumnya makruh tidak
sampai haram karena berdasarkan tingkat bahayanya. Perbedaan pendapat para
ulama dalam menghukumi rokok karena tidak ada satu nas baik dalam al-Qur’an
maupun hadist yang secara ekspilit memberikan secara jelas tentang bagaimana
hukum rokok.
Pada dasarnya remaja sudah mengetahui akibat buruk dari rokok namun
remaja tidak pernah peduli karena remaja telah memiliki tujuan tertentu. Misalnya,
menunjukan kebebasan terhadap dirinya dan memiliki citra terhadap dirinya.
Beberapa dampak akibat perilaku remaja merokok diantaranya, remaja cenderung
malas untuk belajar di sekolah karena lebih menyukai merokok dengan berkumpul
bersama teman-temannya.
Menurut data Badan Pusat Statistik Kota Bekasi (2016), Kecamatan Pondok
Gede, Bekasi merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga
yaitu 290,493 jiwa, dengan remaja (usia 10-19 tahun) adalah 16,7%. Global Youth
Tobaco Survey (2003) melakukan survei terhadap 2.232 pelajar di Kota Bekasi
didapatkan hasil 22,7% perokok (34,8% laki-laki; 9,4% perempuan).
Berdasarkan data presurvei menunjukan peran lembaga sosial di Kampung
Bojong Rawa Lele, Bekasi mengenai masalah kesehatan remaja tentang bahaya
rokok sangatlah minim. Hal tesebut disebabkan karena peran lembaga sosial di

4
sekitar Kampung Bojong Rawa Lele, Bekasi, seperti karang taruna yang berperan
sebagai lembaga sosial yang diharapkan mampu memperdayakan masyarakat
dalam mengatasi masalah remaja seperti perilaku merokok belum dirasakan
manfaatnya. Demikian juga kegiatan puskesmas di Kampung Bojong Rawa Lele
yang kurang memperhatikan masalah dampak bahaya merokok. Kegiatan yang
banyak dilakukan yaitu posyandu yang hanya memperhatikan pada masalah
kesehatan bayi, balita, ibu hamil dan lansia. Peran institusi di Kampung Bojong
Rawa Lele terhadap perokok pada remaja dirasa masih kurang oleh remaja
tersebut. Hal ini terlihat dari perilaku merokok yang tinggi sehingga perlu
dilakukan penelitian terkait hubungan peran institusi dengan sikap remaja.

1.2 Perumusan Masalah


Banyaknya remaja merokok di Kampung Bojong Rawa Lele salah satunya
di pengaruhi oleh peran Institusi. Peran Institusi berhubungan dengan sikap remaja
terhadap merokok karena institusi berperan untuk mengatasi masalah remaja serta
dapat memengaruhi seseorang untuk bersikap merokok ataupun sikap tidak
merokok.

1.3 Pertanyaan Penelitian


1. Bagaimana hubungan antara peran Institusi terhadap sikap merokok pada
remaja di Kampung Rawalele ?
2. Bagaimana gambaran peran Institusi terhadap perokok di Kampung Rawa
lele ?
3. Bagaimana gambaran sikap terhadap merokok pada remaja di Kampung
Rawalele ?
4. Bagaimana hubungan peran Insitusi terhadap sikap merokok di tinjau
menurut Islam ?

5
1.4 Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Mengetahui ada tidaknya hubungan antara peran institusi dengan sikap
remaja terhadap merokok di Kampung Bojong Rawalele, Bekasi Tahun
2017.
b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara peran Institusi terhadap
sikap merokok pada remaja.
2) Mengetahui gambaran peran institusi terhadap perokok di Kampung
Bojong Rawa lele.
3) Mengetahui adanya hubungan sikap merokok pada remaja di Kampung
Bojong Rawalele.
4) Mengetahui adanya hubungan peran institusi terhadap sikap merokok
ditinjau menurut Islam.

1.5 Manfaat Penelitian


a. Bagi peneliti
Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan serta pengalaman mengenai
peran institusi terhadap perilaku merokok.
b. Bagi keilmuan
1) Menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam masyarakat terhadap
perilaku merokok
2) Dapat mempublikasi ke peneliti yang lain
3) Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya
c. Bagi masyarakat
Memberikan pengetahuan mengenai persepsi perokok terhadap perilaku
merokok dalam bentuk pencegahan dan penanggulangan perilaku merokok.
d. Bagi institusi

6
Sebagai bahan masukan terhadap institusi setempat dalam proses
penyusunan dan pembuatan perencanaan program kesehatan.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peran Institusi


2.1.1 Definisi Institusi
Peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat
tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di
masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto (2002) peran merupakan seperangkat
tindakan yang diharapkan dari seseorang pemilik status dalam masyarakat.
Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya maka ia menjalankan suatu peran.
Institusi dalam Bahasa Indonesia adalah suatu lembaga. Menurut North
(1991) institusi atau lembaga adalah aturan-aturan yang diciptakan oleh manusia
untuk mengatur dan membentuk interaksi politik, sosial, dan ekonomi. Aturan-
aturan tersebut terdiri dari aturan-aturan formal (peraturan-peraturan UU dan
konstitusi) dan aturan-aturan informal (norma sosial, adat istiadat, sistem nilai)
serta menegakkan aturan tersebut.
Peran lembaga adalah aktivitas institusi yang dilakukan berdasarkan status
masing-masing yang dimiliki seseorang individu atau kelompok dalam suatu
sistem hubungan sosial yang terorganisir atau teratur yang memperlihatkan adanya
nilai-nilai, norma, peraturan, peran-peran dan cara-cara berhubungan satu sama
lain yang diatur bersama guna memenuhi kebutuhan manusia dalam suatu
masyarakat.

2.1.2 Fungsi Institusi


Fungsi institusi atau lembaga adalah sebagai pedoman bagi organisasi-
organisasi yang terkait untuk mencapai suatu tujuan oleh masing masing lembaga.
Menurut Soerjono Soekanto (2002) fungsi lembaga adalah :

8
a. Memberi pedoman pada anggota-anggotanya bagaimana bersikap dan
bertingkah laku
b. Menjaga keutuhan masyarakat
c. Memberikan pengarahan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem
pengendalian sosial berupa pengawasan masyarakat terhadap anggota-
anggotanya

2.1.3 Penelitian yang Berhubungan dengan Peran Institusi


Lembaga (institusi) merupakan suatu kelompok, nilai-nilai, norma-norma
peraturan dan peranan sosial pada kelompok masyarakat. Institusi terbagi atas
beberapa macam yang memiliki peran dan fungsi dalam masyarakat diantaranya :
1. Sekolah
Menurut Yusuf (2001) sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang
secara sistematis melaksanakan program bimbingan, mengajar dan latihan dalam
rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya baik yang
menyangkut aspek moral, spiritual, intelektual, emosional, dan maupun sosial.
Lembaga pendidikan sekolah mempunyai peran yang sangat penting untuk
memengaruhi perkembangan atau membentuk perkembangan pola tingkah laku
atau peserta didiknya (Ahmad Yani, 2016).
Menurut Ali dan Aston (2004) sekolah berperan dalam proses
perkembangan hubungan sosial remaja. Sekolah dapat menciptakan lingkungan
yang mempunyai disiplin yang baik. Menurut Turner dan Helms (1991) melalui
lingkungan sekolah, guru, dan kelompok teman sebaya anak dapat
mengembangkan kecerdasan emosinya. Lingkungan sekolah memberikan
kontribusi terhadap perkembangan sosial remaja.
Sekolah bukan hanya sekedar berperan sebagai pelaksana akan tetapi
berperan sebagai proses pengembangan pembelajaran yang menekankan nilai-nilai
peserta didik sesuai dengan kondisi dan situasi yang dibutuhkan. Karakter siswa
dapat terwujud dengan pembelajaran nilai dan norma yang berlaku disekolah serta

9
adanya proses pengendalian diri dari peserta didik sehingga siswa dapat
beradaptasi dengan lingkungan yang dihadapinya serta menyesuaikan diri dan
mampu bersosialisasi dan dapat mematuhi peraturan yang ada di sekolah. Salah
satu pengembangan pembelajaran pada siswa dapat dilaksanakan dengan
memberikan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Dengan konseling
ini, diharapkan siswa untuk dapat mematuhi peraturan di sekolah (Juliana, 2013).
Menurut Hurlock & Elizabeth (1987) dalam Sanjaya (2005), siswa disiplin
yang dapat menerapkan peraturan di sekolah dengan baik akan memperoleh hasil
belajar yang tinggi dibandingkan siswa yang tidak menerapkan peraturan dengan
baik. Siswa yang disiplin dapat memengaruhi hasil belajar karena siswa
menerapkan peraturan sekolah dalam proses pembelajaran di sekolah sehingga
tidak ada gangguan atau hambatan dalam proses belajar. Dengan begitu, siswa
yang terbiasa disiplin akan mempermudah dirinya menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
Untuk menekan angka merokok di kalangan remaja usia sekolah,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) telah
mencanangkan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah. Hal tersebut tertuang
dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
64 Tahun 2015.
Menurut Pasal 1 ayat (4) pada Permen tersebut, yang dimaksud kawasan
tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan
merokok atau kegiatan memproduksi, menjual atau mempromosikan rokok.
Sedangkan sasaran kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah diterangkan pada
Pasal 3, yakni mencakup kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, peserta didik,
serta pihak lain di dalam lingkungan sekolah.
Kawasan tanpa rokok bertujuan untuk menciptakan lingkungan sekolah yang
bersih, sehat, dan bebas rokok. Oleh sebab itu, sekolah wajib memasukkan
larangan terkait rokok dalam aturan tata tertib sekolah. Pihak sekolah juga dilarang

10
melakukan segala bentuk iklan, promosi, dan kerjasama apa pun dengan
perusahaan rokok untuk segala kegiatan di dalam sekolah.
Kewajiban sekolah lainnya yang tertuang dalam Pasal 4, meliputi
memberlakukan larangan pemasangan papan iklan, reklame, penyebaran pamflet,
dan bentuk-bentuk iklan lainnya dari perusahaan atau yayasan rokok di lingkungan
sekolah, melarang penjualan rokok di kantin, warung, koperasi sekolah, serta
memasang tanda kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah.
Berdasarkan segala kewajiban tentang kawasan tanpa rokok di sekolah di
atas, baik kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, serta peserta didik jelas
dilarang merokok di lingkungan sekolah. Kepala sekolah bahkan wajib menegur
atau mengambil tindakan terhadap mereka yang melanggar aturan tersebut sebagai
sanksi telah melanggar ketentuan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah.
Begitu juga sebaliknya, Pasal 5 ayat (4) menyebutkan bahwa guru, tenaga
kependidikan, atau peserta didik dapat memberikan teguran atau melaporkan
kepada kepala sekolah apabila terbukti ada yang merokok di lingkungan sekolah.
Kemudian di ayat (6) tertulis, Dinas Pendidikan berdasarkan laporan atau
informasi berwenang memberikan teguran atau sanksi kepada kepala sekolah yang
melanggar ketentuan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah.
Penelitian Wirawan (2016) menyatakan rendahnya pengetahuan tentang
rokok terhadap siswa yang menjadikan minimnya kawasan bebas rokok di
lingkungan sekolah salah satunya karena pengetahuan tentang rokok masih
rendah.
2. Puskesmas
Menurut Depkes RI (2004) puskesmas merupakan unit pelaksana teknis
Dinas Kesehatan kabupaten atau kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Menurut Trihono (2005) ada 3
fungsi puskesmas yaitu sebagai penggerak pembangunan berwawasan kesehatan,
pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan.

11
Menurut Effendi (2009) pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas
meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan), promotif
(peningkatan kesehatan), dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Petugas
kesehatan diyakini mempunyai peran 10% dalam mendorong pasien untuk
berhenti merokok, caranya dengan memberi instruksi secara tegas kepada pasien
untuk berhenti merokok. Penyebaran informasi tentang bahaya rokok pada pasien
dan masyarakat merupakan bagian dari kemunikasi kesehatan. Pemberian edukasi
tentang bahaya rokok selain dilakukan dengan edukasi langsung kepada pasien dan
masyarakat juga dilakukan dengan menyediakan media informasi seperti leaflet,
poster, pamflet. VCD, dan sebagainya.
Dalam penelitian Mestri (2013) dalam mewujudkan remaja sehat salah satu
upaya pemerintah adalah pembentukan program Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja (PKPR). Dalam pelaksanaan PKPR di puskesmas remaja diberikan
pelayanan khusus melalui perlakuan khusus dengan keinginan, selera, dan
kebutuhan remaja yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan puskesmas.
Berdasarkan pedoman PKPR di puskesmas (Depkes RI, 2005) program PKPR
mencakup pemberian informasi dan edukasi, pelayanan klinis medis, konseling,
pendidikan keterampilan hidup sehat, pelatihan konselor sebaya. Dalam
penelitiannya, kegiatan PKPR untuk melaksanakannya tidak hanya ditunjang oleh
tenaga pelaksana saja (puskesmas) tetapi perlu didukung oleh institusi lainnya
seperti UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) dan program PKM (Pendidikan
Kesehatan Masyarakat).
3. Pemerintah
Kebijakan pemerintah Indonesia dalam mengendalikan pengguna tembakau
atau mengurangi kebiasaan merokok diantaranya UU kesehatan No.36/2009 yaitu
peraturan yang mewajibkan tiap daerah untuk menetapkan kawasan tanpa rokok
(KTR). Kebijakan ini merupakan implementasi dalam penanggulangan dampak
bahaya rokok.

12
Pemerintah tahun 2014 menetapkan kebijakan baru mengenai pesan bahaya
rokok tercantum pada peraturan pemerintah Nomor 109 tahun 2012 kemasan
rokok mencantumkan gambar seram dan harus berwarna. Hal ini dijadikan sebagai
strategi dalam merealisasikan upaya pemerintah mengurangi jumlah perokok
(Negoro, 2016). Kawasan bahaya rokok merupakan kawasan yang dinyatakan
dilarang untuk kegiatan merokok baik memproduksi, menjual, mengiklankan, dan
mempromosikan produk tembakau.
Peranan pemerintah daerah dalam melarang iklan dan promosi rokok serta
faktor-faktor yang memengaruhi pelaksanaan kawasan tanpa rokok tergantung
dari komitmen kepala daerah, DPRD, dinas kesehatan dan dinas terkait lainnya
serta adanya pemberdayaan masyarakat dan peran serta masyarakat. Dibutuhkan
komitmen yang kuat dari pemerintah daerah dan dukungan dari semua pihak dalam
penerapan kawasan tanpa rokok. Terlaksananya kawasan tanpa rokok didukung
oleh adanya ketersediaan dana, sarana, dan sumber daya manusia yang kuat.
Penerapan Kawasan tanpa rokok (KTR) dilakukan melalui sosialisasi kepada
masyarakat dengan menggunakan spanduk, stiker, leaflet, publikasi di media masa
dan iklan. Di samping kawasan tanpa rokok dapat memberikan perlindungan
kepada perokok pasif, peraturan tentang kawasan tanpa rokok juga mungkin dapat
menurunkan perokok aktif (Azka, 2013).
Prabandari (2009) mengungkapkan bahwa Tobacco Control Support Center,
ikatan ahli kesehatan masyarakat Indonesia bekerja sama dengan Southeast Asia
Tobacco Control Alliance (SEATCA) melaporkan empat alternatif kebijakan
terbaik untuk pengendalian tembakau yaitu:
1. Menaikkan pajak (65% dari harga eceran)
Menaikan harga rokok melalui kenaikan cukai yang lebih tinggi merupakan
salah satu cara efektif untuk mengendalikan konsumsi rokok (Barber et al,
2008).
2. Melarang semua bentuk iklan rokok

13
Larangan menyeluruh media cetak dan elektronik untuk menyiarkan iklan
tembakau dan melarang penjualan rokok eceran/batangan.
3. Mengimplementasikan 100% kawasan tanpa rokok (KTR) di tempat umum,
tempat kerja, dan tempat pendidikan. Memperketat larangan merokok di tempat
umum, dilarang pemberian rokok gratis.
4. Memperbesar peringatan merokok dibungkus rokok dan menambahkan gambar
akibat kebiasaan merokok pada bungkus rokok. Terdapat banyak peringatan
bahaya rokok didalam kemasan rokok hal ini dapat meningkatkan efektifitas
peringatan bahaya merokok dalam kemasan. Peringatan bahaya merokok
dengan mencantumkan foto-foto penyakit paru-paru dan penyakit lainnya
akibat dari bahaya rokok.

Salah satu alternatif yang cukup layak diterapkan di Indonesia dengan


menimbang bahwa kebijakan tersebut dapat dimulai dari institusi atau pemerintah
daerah dalam melaksanakan kawasan tanpa rokok serta adanya kepedulian
masyarakat tentang bahaya rokok.

2.1.4 Cara mengukur


Cara pengukuran peran institusi mengenai sikap merokok antara lain dengan
menanyakan peran institusi serta peraturan yang dibuat oleh institusi dan
penerapan yang dilakukan oleh institusi beserta himbauan yang dilakukan oleh
institusi setempat untuk mencegah merokok dengan alat ukur Kuesioner.

2.2 Sikap Remaja terhadap Merokok


2.2.1 Definisi
Menurut Soetarno (1994) sikap adalah pandangan atau perasaan yang
disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tertentu. Sikap senantiasa
diarahkan kepada sesuatu, artinya tidak ada sikap tanpa objek. Sikap adalah
kecenderungan bertindak, persepsi, berfikir, dan merasa dalam objek ide, situasi,

14
atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk
berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Menurut Azwar (2011)
mengemukakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu pengambilan
keputusan yang teliti dan beralasan serta dampaknya terbatas.
Remaja atau adolescent berasal dari kata latin adolescere yang berarti
tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1999). Istilah adolescence
mempunyai arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, dan fisik.
Remaja didefinisikan sebagai suatu periode perkembangan dari transisi antara
masa anak-anak dan dewasa, diikuti oleh perubahan biologis, kognitif, dan
sosioemosional. Menurut Sarwono (2006) ada 3 tahap perkembangan masa remaja
yaitu remaja awal (early adolescence) tahap ini berusia 10-12, remaja pertengahan
(middle adolescence) berusia 13-15, dan remaja akhir ( late adolescence) berusia
16-19.
Menurut Soetopo (2002) merokok merupakan kegiatan membakar tembakau
yang kemudian diisap asapnya baik menggunakan rokok atau pipa. Merokok
merupakan sebuah kebiasaan yang dapat memberi kenikmatan bagi perokok
namun di lain pihak dapat menimbulkan dampak buruk bagi perokok itu sendiri
maupun orang lain.
Sikap merokok adalah suatu bentuk reaksi perasaan seseorang terhadap
suatu objek, baik perasaan mendukung, suka atau tidak suka sehingga
menimbulkan pengaruh tertentu terhadap perilaku seseorang. Misalnya, individu
memiliki sikap positif terhadap rokok maka individu tersebut akan menolak
perilaku merokok dengan tidak merokok. Sebaliknya, bila individu memiliki sikap
negatif maka ia menerima perilaku merokok dengan merokok.

15
2.2.2 Mekanisme yang Mendasari Sikap
Menurut Azwar (2012), sikap dapat digolongkan menjadi 3 yaitu :
1. Kognitif, berisi kepercayaan, pengetahuan, keyakinan individu yang
terbentuk melalui pengalaman - pengalaman yang dialamisecara langsung
maupun tidak langsung.
2. Afektif, yaitu perasaan yang dimiliki individu yang berhubungan dengan
merokok sebagai sesuatu yang patut atau tidak patutnya dilakukan.
3. Konatif, yaitu kecenderungan atau kesiapan individu untuk berbuat atau
bertindak sesuatu selaras dengan kepercayaan dan perasaan terhadap
merokok.

2.2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Sikap


Menurut Azwar (2012) Faktor- faktor yang memengaruhi sikap antara lain :
1. Pengalaman Pribadi
Dasar pembentukan sikap yang melibatkan pengalaman pribadi harus kuat
dan sikap akan mudah terbentuk jika melibatkan faktor emosional. Sebagai
contoh, remaja sudah pernah merokok satu kali dan dia merasa tenang maka
dia mengulangi lagi dan juga apabila ia melihat temannya merokok merasa
sebagai orang yang gaul maka ia mencoba merokok.
2. Media Massa
Media massa merupakan sarana penyampaian pesan, dapat melalui tv,
radio, internet, yang dapat menyampaikan suatu pesan baik positif ataupun
negatif, sehingga dapat menjadi dasar pembentukan suatu sikap. Misalnya,
merokok sudah menjadi tren bagi para remaja sehingga mencoba untuk
merokok.
3. Kebudayaan
Pembentukan sikap tergantung dengan budaya yang ada disekitarnya.
Misalnya dalam suatu perkumpulan remaja ada yang tidak merokok
dianggap tidak keren bagi teman-temannya.

16
4. Tokoh Sekitar
Tokoh sekitar merupakan orang-orang yang diharapkan memberi contoh
baik maupun negatif. Misalnya, seorang guru yang merokok di depan siswa,
maka siswa tidak menutup kemungkinan untuk meniru guru yang merokok.
5. Faktor Emosional
Sikap yang dilandasi dengan emosi yang tujuannya untuk menyalurkan
pertahanan dapat menjadi sikap yang sementara atau menetap. Misalnya,
remaja yang stress akibat faktor-faktor yang membuat remaja ingin
merokok untuk menghilangkan stress.
6. Institusi Pendidikan dan Agama
Merupakan tempat seseorang untuk memperluas pengetahuan dengan
belajar untuk mencapai hidup yang lebih baik dan dapat menentukan suatu
perilaku yang baik agar tidak terjerumus ke dalam perilaku yang
menyimpang. Misalnya, peran sekolah dalam melakukan pengajaran dan
himbauan tentang pentingnya kesehatan terhadap bahaya merokok di dalam
lingkungan sekolah, bila tidak ada penyuluhan di lingkungan sekolah tidak
menutup kemungkinan pengetahuan bahaya rokok bagi remaja rendah,
sehingga siswa mencoba untuk merokok.
Menurut penelitian Alamsyah (2007) faktor-faktor yang memengaruhi
seseorang merokok, yaitu :
1) Pengetahuan Remaja
Pengetahuan remaja tentang bahaya merokok bagi kesehatan secara umum
2) Pengaruh Lingkungan Sosial
Situasi lingkungan sosial dari remaja itu sendiri yang meliputi kebiasaan
orang tua merokok di rumah, teman sebaya yang merokok, guru yang
merokok disekolah, dan pengaruh iklan tentang rokok.

17
3) Sarana Prasarana
Merupakan hal-hal yang mendukung kebiasaan merokok remaja yang
meliputi memiliki uang jajan lebih bagi remaja sehingga membeli rokok,
tempat untuk merokok, dan waktu untuk merokok.
4) Alasan Psikologis
Alasan psikologi remaja meliputi pengaruh perasaan positif yaitu merokok
dapat meningkatkan kesenangan dan mudah diterima di kelompok oleh
remaja dengan merokok. Pengaruh perasaan negatif yaitu merokok dapat
mengurangi perasaan negatif seperti marah, gelisah, dan stress.
5) Sikap Remaja
Sikap remaja aalah satu aspek penting bagi remaja untuk berperilaku. Jika
sikap remaja positif terhadap bahaya merokok maka tidak ada remaja yang
merokok.

2.2.4 Penelitian yang Berhubungan dengan Sikap Remaja terhadap Merokok


Menurut penelitian Walgito dalam Santosa (2013) pembentukan sikap yang
ada dalam diri seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal berupa fisiologis
dan psikologis. Serta faktor eksternal yang bisa berupa situasi yang dihadapi
individu, norma-norma yang ada dalam masyarakat, dan hambatan-hambatan atau
pendorong-pendorong yang ada dalam masyarakat.
Baer dan Corado (dalam Atkinson 1999) kebiasaan menghisap rokok dapat
disebabkan karena beberapa pengaruh , antara lain :
1. Pengaruh orang tua, kebiasaan orang tua merokok dalam lingkungan rumah
juga dapat menjadi contoh langsung bagi anak-anaknya untuk mengikuti pola
hidup orang tuanya.
2. Pengaruh teman, pengaruh lingkungan pergaulan remaja akan memberi
pengaruh yang sangat besar terhadap sikap dan perilaku remaja merokok.

18
3. Faktor kepribadian, dimana orang mencoba merokok karena alasan ingin tahu,
ingin membebaskan diri dari kebosanan, ingin melepas dari rasa sakit atau
ingin dianggap sebagai pria dewasa.
4. Faktor iklan, iklan-iklan di media massa terkadang menampilkan gambaran
bahwa perokok merupakan lambing kejantanan, dan glamour sehingga remaja
terpicu ingin coba-coba dan mengikuti perilaku dalam iklan.

Penelitian yang dilakukan Rahmadi A, et al (2012) didapatkan proporsi


siswa yang merokok lebih tinggi dengan sikap positif daripada sikap negatif
(32,6% : 28,6%). Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara sikap dengan kebiasaan merokok (p=1,000). Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh karena ada faktor lain yang dapat mempengaruhi
kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok pada remaja dipengaruhi oleh orang tua,
teman sebaya, kepribadian dan media informasi yang mengiklankan rokok.
Sikap positif terhadap perilaku merokok cenderung membuat seseorang
untuk tidak berhenti merokok dan sikap negatif terhadap perilaku merokok
cenderung membuat seseorang untuk berhenti merokok (Astuti, 2012). Sikap
positif remaja terhadap perilaku merokok didasari pada keyakinan yang positif
terhadap rokok, diantaranya mudah bergaul, timbul perasaan dewasa serta
menimbulkan kesenangan dan kenyamanan tersendiri. Sebelum seseorang
bersikap terhadap perilaku merokok, sudah ada didalam dirinya pengetahuan dan
keyakinan positif terhadap merokok. Menurut Davison dan Neal, 2010 (dalam
Astuti, 2012) pecandu rokok diawali dengan adanya sikap positif terhadap
merokok, kemudian menjadi perokok, dilanjutkan dengan perokok regular,
kemudian perokok berat sampai akhirnya pecandu rokok.
Remaja mulai merokok dikarenakan adanya krisis psikososial yaitu masa
sedang mencari jati dirinya serta adanya alasan ingin tahu dan melepas dari
kebosanan serta menghilangkan stress. Sikap remaja terhadap merokok dapat
terbentuk sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku merokok dari orang-orang

19
sekitar. Adanya sikap positif ini mendorong remaja untuk mencoba merokok.
Remaja memiliki kecenderungan terhadap pelanggaran, suka mengambil resiko
yang berlebihan, mengalami kesulitan bergaul dan mudah terbawa serta belum bisa
memahami perasaannya pada orang lain (Komalasari dan Helmi, 2005).
Menurut Wils et al, (dalam Silalahi dan Eko, 2010) merokok pada umumya
dimulai pada usia remaja. Faktor psikososial yang berhubungan dengan perilaku
merokok di usia remaja antara lain stress dan efek negatif dari teman sebaya dan
keluarga. Sikap remaja tentang pengaruh kebiasaan merokok remaja menyebutkan
bahwa perilaku merokok remaja disebabkan karena sikap positif mereka terhadap
merokok dan kurang percaya bahwa bahwa merokok dapat menyebabkan
gangguan kesehatan. Lingkungan sosial berpengaruh dalam membentuk sikap,
keyakinan dan intensitas merokok. Remaja memiliki kecenderungan yang lebih
besar untuk merokok jika orang tua dan teman-teman mereka merokok (Chassin,
1991).
Menurut penelitian Julia et al (2013) pada siswa di SMA Pembangunan
Laboratorium UNP bahwa disiplin siswa dalam aspek kelakuan sebesar 75,4 %.
Hal ini menunjukan disiplin di sekolah dalam hal kelakuan seperti tidak masuk
terlambat ke sekolah dan merokok saat istirahat dikatakan cukup baik. Karena
sebagian siswa menganggap peraturan disekolah terlalu mengekang, siswa merasa
terhambat kebebasannya terhadap lingkungannya. Faktor- faktor yang mendukung
terciptanya disiplin terhadap peraturan sekolah yaitu, dukungan diri sendiri,
dukungan teman, dan dukungan lingkungan. Kemala (2007) mengatakan siswa
sekolah menengah pertama (SMP) adalah siswa remaja yang sedang mengalami
masa ingin mencoba-coba dan banyak ingin tahu segalanya. Remaja mulai
merokok pada awalnya ingin coba-coba namun tanpa disadari atau tidak merokok
sudah menjadi kebiasaan sehingga menjadi ketagihan kemudian menjadi
ketergantungan. Adanya faktor kepuasaan psikologi yang diperoleh dari merokok
yaitu perasaan menyenangkan dapat membuat sikap merokok semakin kuat.
Akibatnya merokok dapat berpengaruh terhadap sikap siswa di sekolah baik secara

20
langsung atau tidak langsung seperti, malas belajar, prestasi menurun, dan suka
membolos (Anonim, 2012).
Perilaku merokok pada siswa dipengaruhi oleh teman sebaya serta peran
guru sebagai panutan bagi siswanya untuk berperilaku lingkungan sekolah
berperan penting terhadap sikap, perilaku, dan pengetahuan kepada siswanya
tentang bahaya merokok. Penelitian Huang et al (2013) terlepas dari peraturan
tentang bahaya merokok disekolah harus dicapai dengan menerapkan peraturan
disekolah bagi siswa maupun guru di lingkungan sekolah
Penelitian Baskoro (2005), menyimpulkan bahwa semakin positif sikap
terhadap label peringatan bahaya merokok pada kemasan rokok, semakin tinggi
pula kecenderungan untuk berhenti merokok. Begitu pula sebaliknya, semakin
negatif sikap terhadap label peringatan bahaya merokok pada kemasan rokok maka
semakin rendah kecenderungan untuk berhenti merokok.

2.2.5 Cara Mengukur


Menilai sikap seseorang merokok dapat menggunakan skala likert dengan
pilihan jawaban sangat setuju sampai sangat tidak setuju pada setiap pertanyaan.
Menurut Azwar (2011), untuk mengukur sikap digunakan item sebagai berikut:
1. Kognitif
a. Kepercayaan bahwa rokok mengandung zat berbahaya
b. Kepercayaan bahwa merokok member dampak buruk bagi kesehatan
perokok
c. Kepercayaan bahwa merokok memberi dampak buruk bagi kesehatan
orang disekitar
2. Afektif. Perasaan suka atau tidak suka terhadap perilaku merokok.
3. Konatif . Keinginan untuk merokok.

21
2.3 Kerangka Teori

Pengalaman pribadi

Media masa

Kebudayaan
Sikap

Tokoh sekitar

Faktor emosional

Institusi pendidikan

(Azwar, 2012)

Bagan 2.1. Kerangka Teori

2.4 Kerangka Konsep

Sikap Remaja terhadap


Peran Institusi Merokok di Kampung
Bojong Rawa Lele,
Bekasi

( Varriable Independen ) ( Variabel Dependen)

Bagan 2.2. Kerangka Konsep

22
2.5 Hipotesa
HA : Ada hubungan antara peran institusi dengan sikap merokok terhadap
remaja di Kampung Rawa Lele
HO : Tidak ada hubungan antara peran institusi dengan sikap merokok
terhadap remaja di Kampung Rawa Lele

2.6 Definisi Operasional

Tabel 2.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur Ukur
Peran Institusi adalah Wawan- Kuesioner 1. Peran Nominal
Institusi suatu lembaga cara institusi
dengan kumpulan terpimpin baik bila
nilai, norma- skor ≥
norma, peraturan, median
dan peranan 2. Peran
sosial pada institusi
masyarakat yang buruk bila
meliputi : skor <
a. Sekolah median
b. Puskesmas
c. Pemerintah
Perannya dengan
menerapkan
kebiasaan pada
suatu kegiatan
pada masyarakat

23
berupa
sosialisasi,
edukasi,
menerapkan
peraturan, sanksi,
dan program
pelayanan pada
masyarakat.

Tabel 2.1 (Lanjutan) Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Alat Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur Ukur Ukur
Sikap Suatu reaksi atau Wawan- Kuesio- 1. Sikap Nominal
merokok perasaan remaja cara ner responden
terhadap merokok. terpimpin positif
Sikap positif dan bila nilai
negatif pada ≥ mean
remaja tentang
merokok 2. Sikap
berdasarkan : responden
1. Kognitif negatif
(kepercayaan) bila nilai
2. Afektif < mean
(perasaan)
3. Konatif
(keinginan)

24
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang
menekankan pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode
statistika. Tujuannya menunjukan hubungan antar variabel. Variabel independen
pada penelitian ini adalah peran institusi sedangkan variabel dependen pada
penelitian ini adalah Sikap Remaja terhadap Merokok di Kampung Bojong Rawa
Lele, Kelurahan Jatimakmur, Pondok Gede, Jawa Barat.

3.2 Rancangan Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan metode analitik. Pendekatan yang digunakan
pada desain penelitian ini adalah cross sectional Desain penelitian ini
menggunakan cross sectional merupakan rancangan yang melakukan pengamatan
dan pengukuran variabel dependen (Sikap Remaja terhadap Merokok) dengan
variabel indenpenden (Peran Institusi). Pengambilan data dilakukan hanya sekali
saja pada setiap responden. Adapun pemilihan desain cross sectional pada
penelitian ini dikarenakan memberikan beberapa kemudahan dan keuntungan
seperti sifatnya relatif mudah dilaksanakan, sederhan, ekonomis, dari segi waktu
dan waktu yang bersamaan banyak variabel yang dapat dikumpulkan.

3.3 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja 10-19 tahun di Kampung Bojong
Rawalele, Bekasi.

25
3.4 Sampel
Subjek penelitian ini adalah remaja usia 10-19 tahun di Kampung Bojong
Rawalele, Bekasi. Sampel ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut.
1. Kriteria inklusi yaitu karakteritis umum subjek penelitian dari suatu populasi,
yaitu remaja yang masih bersekolah yang bersedia menjadi responden
2. Kriteria eksklusi yaitu subjek yang tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian
yaitu mereka yang mengalami hambatan komunikasi (sakit sedang-berat dan
cacat) dan remaja yang putus sekolah.

3.5 Penetapan Besar Sampel


Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dan pada penelitian
ini besar populasi (n) tidak diketahui maka digunakan rumus :
Z²αpq 𝑍²𝑝(1−𝑝)
𝑛= =
d² 𝑑²

Atau dengan rumus yang sudah disederhanakan :


4. 𝑝. 𝑞
𝑛=

n : jumlah sampel minimal yang diperlukan
Z : 1,96
p : proporsi sikap positif remaja = 34,29% = 0,3429
q : proporsi sikap negatif remaja =65,71% = 0,6571
d : limit error atau presisi absolut = 0,1

4. p. q 4 . 0,3429 . 0,6571
𝑛= = = 90,127
d2 0,12

= 90,127 untuk sampel minimal

26
3.6 Cara Penetapan Sampel
Penelitian ini menggunakan snowball sampling. Snowball sampling adalah
termasuk teknik non probability sampling pengambilan sampel dengan teknik ini
dilakukan untuk mencari sampel dalam suatu populasi yang diinginkan kemudian
sampel yang dapat dimintai partisipasinya untuk memilih komunitasnya sebagai
sampel sehingga jumlah sampel yang diinginkan terpenuhi. Sampel penelitian ini
remaja 10-19 tahun yang diminta untuk mengajak teman- temannya di Kampung
Bojong Rawalele, Bekasi yang bersedia menjadi responden.

3.7 Jenis Data


Jenis data yang digunakan adalah data primer. Data primer data yang
diperoleh langsung oleh responden dan diperoleh dengan cara mengisi kuesioner
oleh responden yang telah ditetapkan yaitu, remaja 10-19 di Kampung Bojong
Rawa lele, Bekasi.

3.8 Cara Pengumpulan dan Pengukuran Data


Pada penelitian ini pengumpulan data dengan data primer data yang
diperoleh dengan cara mengisi kuesioner oleh responden. Data yang telah
dikumpulkan dari kuesioner diolah dengan menggunakan program perangkat
computer. Diilakukan pengolahan data dengan computer dengan tahap-tahap
sebagai berikut :
1. Editing
Proses melakukan pengecekan atau perbaikan isian formulir atau kisioner
apakah sudah lengkap,jelas, jawaban relevan dengan pertanyaan dan konsisten.
Proses ini dilakukan pada saat dilapangan dengan meneliti setiap lembar
kuesioner.

27
2. Coding
Setelah data yang diperlukan terkumpul lalu dilakukan proses coding atau
pengkodean dalam bentuk angka serta pemberian nomor atau kode pada tiap
variabel sesuai dengan jawaban untuk memudahkan entry data.
3. Entry data
Kuesioner yang telah diedit dan dicoding serta dinilai lengkap maka dilakukan
entry data dari jawaban responden kedalam program atau software computer.
4. Clerning
Proses pengecekan kembali/pemeriksaan ulang terhadap data yang terkumpul
kemungkinan ada kesalahan, ketidaklengkapan, dan sebagainya kemudian
dilakukan pembetulan.
5. Skoring
Penilaian variabel (skoring) dilakukan untuk memeberikan nilai pada masing
masing pertanyaan sehingga memudahkan dalam pengolahan data.

3.9 Instrumen Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan instrumen pengumpulan data dengan cara
mengisi kuesioner oleh responden dengan wawancara terpimpin. Responden
dalam penelitian ini remaja usia 10-19 tahun di Kampung Bojong Rawalele,
Bekasi.

3.10 Analisis Data


Analisis yang digunakan adalah analisis bivariat untuk melihat hubungan
antara dua variabel bebas (dependen) dengan variabel independen. Pada penelitian
ini dengan analisis data kuantitatif yaitu suatu bentuk analisis dengan penyajiannya
dalam angka-angka yang dapat di ukur dan dihitung. Digunakan program SPSS
24.0(Statistical Program for Social Science) untuk mengolah data dengan uji
statistik chi square.

28
3.11 Alur Penelitian

Pendaftaran Skripsi

Pembentukan Kelompok

Pengajuan Topik Skripsi

Penetapan Pebimbing

Menyusun Proposal

Ujian Proposal

Revisi Proposal

Perizinan penelitian

Pengambilan Data

Analisis Data

kesimpulan

Uji Hasil

Melakukan Revisi

Publikasi

Bagan 3.1. Alur Penelitian

29
3.12 Jadwal Penelitian

Adapun jadwal penelitian ini adalah sebagai berikut :


Tabel 3.1. Jadwal Penelitian

Usulan Pengambilan Analisis data Penyusunan


penelitian data data
Oktober
November
Desember
Januari
Februari
Maret
April

Mei
Juni
Juli

Agustus

September

Oktober

November

Desember

30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian


4.1.1. Karakteristik Responden
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2017 di Kampung
Bojong Rawalele, Bekasi Tahun 2017. Responden dalam penelitian ini adalah
remaja usia 10-19 tahun. Remaja yang menjadi responden keseluruhannya masih
bersekolah dari SD – SMA ataupun sederajat. Rancangan penelitian yang
dilakukan adalah cross sectional. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Snowball Sampling. Data yang diperoleh dari wawancara dengan kuesioner
yang dibagikan kepada responden sesuai dengan karakteristik penelitian yaitu
sebanyak 99 orang.

Tabel 4.1 Karakteristik Responden

Karakteristik Frekuensi (n) %

Usia 10-14 tahun 42 42,4

15-19 tahun 57 57,6

Jenis kelamin Laki-laki 64 64,6

Perempuan 35 35,4

Pendidikan SD 12 12,1

SMP 36 36,4

SMA 51 51,5

31
Berdasarkan hasil tabel 4.1, frekuensi karakteristik usia remaja kelompok
umur 15-19 tahun sebanyak 57 responden dengan persentase 57,6 % dan frekuensi
umur 10-15 terdapat 42 responden dengan persentase 42,4 %.
Berdasarkan jenis kelamin didominasi oleh laki-laki sebanyak 64 responden
dengan persentase 64,6% sedangkan perempuan sebanyak 35 responden dengan
persentase 35,4 %.
Berdasarkan pendidikan remaja didominasi tingkat SMA/sederajat sebanyak
51 responden dengan persentase 51,5 %. Tingkat SMP sebanyak 36 responden
dengan persentase 36,4 %. Tingkat SD sebanyak 12 responden dengan persentase
12,1 %.

4.1.2. Validitas dan Reliabilitas


Dalam penelitian ini sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas
sebelumnya. Kuesioner mengenai peran institusi dan sikap remaja terhadap
merokok seluruhnya valid. Kuesioner mengenai sikap remaja terhadap merokok
memiliki nilai reliabilitas sebesar 0,821 dan reliabilitas peran institusi sebesar
0,690.

4.1.3. Analisis Univariat


4.1.3.1. Gambaran Peran Institusi
Pembagian kategori peran institusi adalah berdasarkan pada nilai tengah
(median) karena persebaran data dengan uji kolmogorov-smirnov menunjukan
distribusi data tidak normal (p<0,05). Peran Institusi baik bila skor ≥ median dan
peran institusi buruk bila < median. Nilai median peran institusi dari 99 responden
adalah 6 dengan skor terendah 1 dan tertinggi 9.

32
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Peran Institusi

Peran Institusi N %
Baik 67 67,7
Buruk 32 32,3
Total 99 100

Berdasarkan hasil Tabel 4.2, frekuensi peran institusi sebanyak 67


responden dengan persentase 67,7% menunjukan peran institusi baik sedangkan
sebanyak 32 responden dengan persentase 32,3% menunjukan peran institusi
buruk.

Tabel 4.3 Frekuensi Peran Sekolah

Sekolah N %
Baik 62 62.6
Buruk 37 37.4
Total 99 100

Berdasarkan hasil Tabel 4.3, frekuensi peran sekolah sebanyak 62 responden


dengan persentase 62.6% menunjukan peran sekolah baik sedangkan sebanyak 37
responden dengan persentase 37,4% menunjukan peran sekolah buruk.
Tabel 4.4 Frekuensi Peran Pemerintah

Pemerintah N %
Baik 65 65.7
Buruk 34 34.3
Total 99 100

33
Berdasarkan Tabel 4.4, frekuensi peran pemerintah sebanyak 65 responden
dengan persentase 65,7% menunjukan peran Pemerintah baik sedangkan
sebanyak 34 responden dengan persentase 34,3% menunjukan peran Pemerintah
buruk.

Tabel 4.5 Frekuensi Peran Puskesmas

Puskesmas N %
Baik 60 60.6
Buruk 39 39.4
Total 99 100

Berdasarkan tabel 4.5, frekuensi peran Puskesmas sebanyak 60 responden


dengan persentase 60,6% menunjukan peran Puskesmas baik dan sebanyak 39
responden dengan persentase 39,4% menunjukan peran Puskesmas buruk.

4.1.3.2. Gambaran Sikap Remaja terhadap Merokok


Pembagian kategori sikap remaja adalah berdasarkan nilai rata-rata (mean)
karena persebaran data dengan uji Kolmogorov-smirnov menunjukan distribusi
data normal (p>0,05). Sikap dikategorikan positif bila skor ≥ median dan negatif
bila skor < median. Nilai rata-rata sikap dari 99 responden adalah 33 dengan skor
terendah 22 dan skor tertinggi 40.

Tabel 4.6 Distribusi Sikap Remaja terhadap Merokok

Sikap N %
Positif 50 50,5
Negatif 49 49,5
Total 99 100

34
Berdasarkan hasil Tabel 4.6 frekuensi sikap remaja terhadap merokok
didapatkan hasil sikap positif sebanyak 50 responden dengan persentase 50,5%
dan sikap negatif sebanyak 49 responden dengan persentase 49,5 %. Hal ini
menunjukan bahwa sikap positif lebih besar dari pada sikap negatif.

4.1.4. Analisis Bivariat


4.1.4.1. Analisis Peran Sekolah dengan Sikap Remaja

Tabel 4.7 Hubungan Peran Sekolah dengan Sikap Remaja

Sikap Remaja
P
Sekolah Positif Negatif Total
Value
N % N % N %
Baik 50 50.5 12 12.2 62 62.7
Buruk 0 0 37 37.3 37 37.3 0.00
Total 50 50.5 49 49.5 99 100

Berdasarkan Tabel 4.7, peran sekolah baik dengan sikap positif 50 (50.5%)
dengan sikap negatif 12 (12.2%) sedangkan peran sekolah buruk dengan sikap
positif 0 (0%) dan sikap negatif 37 (37.3%).
Setelah dilakukan uji fisher dengan tabel 2x2 didapatkan P value <0,05 hal
ini menunjukan secara statistik ada hubungan antara peran sekolah dengan sikap
remaja terhadap merokok di Kampung Bojong Rawalele, Bekasi tahun 2017.

35
4.1.4.2. Analisis Peran Pemerintah dengan Sikap Remaja

Tabel 4.8 Hubungan Peran Pemerintah dengan Sikap Remaja


Sikap Remaja
P
Pemerintah Positif Negatif Total
Value
N % N % N %
Baik 29 29.2 36 36.3 65 65.5
Buruk 21 21.2 13 13.1 34 34.3 0,16
Total 50 50.4 49 49.4 99 100

Berdasarkan Tabel 4.8, peran pemerintah baik dengan sikap positif 29


(29.2%) dengan sikap negatif 36 (36.3%) sedangkan peran pemerintah buruk
dengan sikap positif 21 (21.2%) dengan sikap negatif 13 (13.1%).
Setelah dilakukan uji chi square dengan tabel 2x2 didapatkan P value >0,05
hal ini menunjukan secara statistic tidak ada hubungan antara peran pemerintah
dengan sikap remaja terhadap merokok di Kampung Bojong Rawalele, Bekasi
tahun 2017.

4.1.4.3. Analisis Peran Puskesmas dengan Sikap Remaja

Tabel 4.9 Hubungan Peran Puskesmas dengan Sikap Remaja


Sikap Remaja
P
Puskesmas Positif Negatif Total
Value
N % N % N %
Baik 30 30.3 30 30.3 60 60.6
Buruk 20 20.2 19 19.1 39 39.3 1.00
Total 50 50.5 49 49.4 99 100

36
Berdasarkan Tabel 4.3 peran puskesmas dengan sikap positif 30 (30.3%)
dengan sikap negatif 30 (30.3%) sedangkan peran puskesmas buruk dengan sikap
positif 20 (20.2%) dengan sikap negatif 19 (19.1%).
Setelah dilakukan uji chi square dengan tabel 2x2 didapatkan P value >0,05
hal ini menunjukan secara statistik tidak ada hubungan antara peran puskesmas
dengan sikap remaja terhadap merokok di Kampung Bojong Rawalele, Bekasi
tahun 2017.

Tabel 4.10 Hubungan Peran Institusi dengan sikap Remaja terhadap merokok
Sikap Remaja
Peran
Positif Negatif Total P Value
Institusi
N % N % N %
Baik 32 32,3 35 35,3 67 67,6
Buruk 18 18,1 14 14,1 32 32,2 0,565
Total 50 50.4 49 49.4 99 100

Berdasarkan Tabel 4.4, peran institusi baik terdapat 32 (32,3%) dengan sikap
positif dan 35 (35,3%) dengan sikap negatif sedangkan peran Institusi buruk
terdapat 18 (18,1%) dengan sikap positif dan 14 (14,1%) dengan sikap negatif.
Setelah dilakukan uji chi square dengan tabel 2x2 didapatkan P value >0,05
hal ini menunjukan secara statistik tidak ada hubungan antara peran institusi
dengan sikap remaja terhadap merokok di Kampung Bojong Rawalele, Bekasi
tahun 2017.

4.2. Pembahasan
Institusi merupakan lembaga yang dapat memengaruhi sikap seseorang.
Sikap merupakan kecenderungan untuk bersikap negatif dan positif terhadap objek
serta membentuk pandangan dan ikut menentukan kecenderungan berperilaku
(Kurniawan, 2017). Hasil penelitian menunjukan peran institusi terhadap merokok

37
di Kampung Bojong Rawalele, Bekasi tahun 2017 yaitu peran institusi baik
sebanyak 67 (67,7%) responden dan peran institusi buruk sebanyak 32(32,3%)
responden. Selain itu, dari analisis sikap remaja terhadap merokok menunjukan
bahwa persentase sikap positif 50,5% dan sikap negatif 49,5%.
Pada penelitian ini peran institusi di Kampung Bojong Rawalele, Bekasi,
antara lain peran institusi sekolah, pemerintah, dan puskesmas, telah menjalankan
perannya dengan baik. Peran sekolah dalam upaya mengendalikan siswa merokok
di sekolah yaitu dengan memberlakukan kebijakan kepada siswa seperti
memberikan edukasi tentang bahaya merokok, membuat peraturan larangan
merokok, serta memberikan sanksi kepada siswa yang kedapatan merokok.
Oktaviani (2011) mengatakan sekolah merupakan tempat menanamkan nilai-nilai
moral, akhlak serta pengetahuan kepada siswanya tentang bahaya merokok
(Oktaviani, 2011).
Menurut Azwar (2011) lembaga pendidikan mempunyai pengaruh dalam
pembentukan sikap karena pemahaman akan hal yang baik dan buruk dan sesuatu
yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan bisa didapat dari lembaga
pendidikan.
Peran puskesmas dalam upaya promosi dan penyuluhan tentang bahaya
merokok serta untuk mendukung upaya berhenti merokok dengan adanya
konseling bagi remaja membuat remaja termotivasi untuk tidak merokok.
Pemahaman tentang bahaya merokok didukung adanya penyuluhan dan upaya
promosi berhenti merokok oleh puskesmas dapat memperkuat pemahaman kepada
remaja di Kampung Bojong Rawalele, Bekasi tentang bahaya merokok karena
pemahaman yang kuat dapat memengaruhi sikap seseorang terhadap objek. Hal ini
sejalan dengan penelitian Daroji (2012) yang mengemukakan peran puskesmas
didukung oleh sekolah untuk meningkatkan intensitas kegiatan edukasi kepada
siswa di sekolah serta didukung oleh media promosi bahaya merokok seperti
poster, pamflet merupakan media sosialisasi dalam menjalankan fungsinya
membentuk kepercayaan pada siswa untuk merokok atau tidak merokok.

38
Uji bivariat peran sekolah baik sebanyak 50 (50.5%) dan peran sekolah
buruk 12 (12.2%). Pada analisis bivariat peran sekolah dengan sikap merokok
diperoleh p<0,05 yaitu 0,00 hal ini menunjukan adanya hubungan peran sekolah
dengan sikap remaja terhadap merokok diKampung Bojong Rawalele, Bekasi
Tahun 2017.
Sejalan dengan penelitian Wirawan (2016) didapatkan p 0.00 (<0,05) bahwa
adanya hubungan signifikan antara sikap tentang bahaya merokok bagi kesehatan
dengan tindakan merokok pelajar di SMK Negeri Telaga P 0,00 (<0,05). Sikap
baik 70,8% siswa tentang merokok tidak terlepas dari pengetahuan siswa terhadap
merokok.
Pengetahuan adalah hasil tahu seseorang terhadap objek. Pengetahuan
seseorang tentang bahaya merokok sangat menentukan seseorang merokok.
Pengetahuan tentang rokok terhadap siswa merupakan faktor pendukung
bertambahnya siswa yang merokok sedangkan banyaknya siswa yang tahu tentang
bahaya merokok merupakan faktor pendorong siswa tidak merokok. Oktaviani
(2011) mengatakan peraturan larangan merokok di sekolah membuat informasi
bahaya merokok tidak terlepas dari pengetahuan yang membenarkan atas
kepercayaan dan pemahamannya
Hal ini didukung penelitian Maseda (2013) adanya hubungan signifikan
pengetahuan tentang bahaya merokok di SMA Negeri 1 Tompasobaru bahwa
pengetahuan yang tinggi cenderung tidak merokok.
Hasil ini sejalan dengan (Rahmat dkk, 2013) ada hubungan bermakna antara
sikap dan perilaku merokok pada pelajar SMP di Surakarta. Remaja yang sekolah
di kawasan tanpa rokok (KTR) berpeluang 3.2 kali lebih tinggi untuk bersikap
positif dan 2,6 kali tinggi untuk berhenti merokok dibanding remaja sekolah yang
tidak merokok.
Uji univariat peran pemerintah baik sebanyak 65 (65,7%) dan peran
pemerintah buruk sebanyak 34 (34.3%) responden. Analisis bivariat peran
pemerintah terhadap sikap remaja merokok didapatkan p>0.05. Hal ini

39
menunjukan tidak ada hubungan peran pemerintah dengan sikap remaja terhadap
merokok.
Uji univariat peran puskesmas baik sebanyak 60 (60.6%) dan peran
puskesmas buruk sebanyak 39 (39, 4%) responden. Analisis bivariat peran
puskesmas terhadap sikap remaja merokok didapatkan nilai p>0,05. Hal ini
menunjukan tidak ada hubungan peran puskesmas dengan sikap remaja terhadap
merokok.
Pada analisis bivariat antara peran institusi dengan sikap merokok
didapatkan peran institusi baik dengan sikap positif 32 (32,3%) dan sikap negatif
35,3%. Sedangkan peran istitusi buruk memiliki sikap positif 18 (18,1%) dan sikap
negatif 14 (14,1%). Berdasarkan uji bivariat diperoleh p>0,05 yaitu 0,565 hal ini
menunjukan bahwa hipotesis HA ditolak dan H0 diterima. Artinya, tidak ada
hubungan antara peran institusi dengan sikap remaja terhadap merokok di
Kampung Bojong Rawalele tahun 2017. Hal tersebut dapat terjadi karena banyak
faktor yang memengaruhi sikap remaja terhadap merokok antara lain keluarga dan
teman sebaya.
Hal ini didukung oleh Daroji (2012) faktor yang memengaruhi remaja dalam
merokok ialah keluarga dan teman sebaya. Pengaruh teman sebaya terhadap
remaja merokok sangat besar karena teman sebaya secara positif memengaruhi
remaja untuk merokok atau tidak merokok. Faktor yang memengaruhi remaja
merokok ialah pergaulan yang buruk dari teman sebaya. Semakin remaja merokok
semakin besar kemungkinan teman-temannya merokok. Menurut Cindy (2016)
keluarga berperan dalam membentuk sikap remaja. Remaja yang merokok
kemungkinan orang tuanya merokok.
Pada penelitian ini subjek penelitian adalah remaja usia 10-19 tahun. Masa
remaja banyak mengalami perkembangan terutama dengan penyesuaian
lingkungan dan pengaruh perubahan sosial remaja yang cenderung lebih
mendengarkan teman sebayanya dibandingkan orang tuanya (Setya, 2001).
Remaja merupakan usia yang berkaitan dengan krisis sosial yang merupakan tahap

40
kecenderungan terhadap melanggar, suka mengambil risiko yang berlebihan,
mudah kecewa, dan mudah terbawa oleh pergaulan teman sebayanya sehingga
mengakibatkan banyaknya faktor yang memengaruhi sikap serta perilaku remaja
baik dari dalam maupun luar lingkungannya. Menurut Yuliato (2015), sikap
merokok remaja diakibatkan oleh faktor dalam dirinya dan faktor lingkungannya,
seperti merasa bosan, stress karena ada masalah, serta meniru orang tua dan teman
sebayanya.
Sukarna (2017) mengatakan sikap dan perilaku siswa dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu faktor internal yang meliputi pengetahuan siswa terhadap
merokok dan faktor eksternal yang meliputi lingkungan keluarga, pergaulan, dan
status sosial.
Menurut penelitian Walgito (2013), faktor yang memengaruhi stimulus
remaja terhadap merokok yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal
seperti pengaruh lingkungan sekitar sedangkan, faktor internal seperti pengaruh
dalam dirinya sendiri dalam memutuskan merokok atau tidak. Pengetahuan atas
kepercayaan dan pemahaman termasuk ke dalam faktor internal, hal tersebut dapat
memengaruhi sikap. Menurut teori Lawrence Green perilaku seseorang ditentukan
oleh pengetahuan, sikap, dan kepercayaan. Faktor yang memengaruhi sikap
didalamnya terdapat faktor pemudah, predisposisi, dan pendorong.
Faktor eksternal yang mempengaruhi sikap seseorang, yaitu pengaruh
lingkungan sekitar yang didalamnya termasuk peran orang tua, teman, dan institusi
setempat. Faktor tersebut berfungsi sebagai penguat atas stimulus yang diberikan
pada seseorang. Institusi sekolah melakukan perannya yang berupa tindakan
teguran sampai sanksi kepada siswa yang ketahuan merokok merupakan upaya
larangan dari instansi sekolah agar siswa dapat belajar dan menahan diri serta tidak
melakukan perbuatan yang negatif seperti merokok, selain itu slogan dan gambar
tentang bahaya rokok dapat memberikan efek pada siswa untuk tertarik menjauhi
merokok (Walgito, 2013).

41
Hal ini sesuai dengan pendapat Azwar (2011) bahwa peran institusi seperti
lembaga pendidikan merupakan faktor yang memengaruhi sikap selain
pengetahuan, pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting,
pengaruh kebudayaan, media massa, dan pengaruh faktor emosional.
Peran institusi di Kampung Bojong Rawalele mayoritas baik. Namun, peran
intitusi yang baik tidak selalu menjadi penentu seseorang untuk bersikap positif.
Hal tersebut dikarenakan terdapat faktor yang lebih mempengaruhi sikap remaja
terhadap merokok, misalkan teman sebaya, keluarga, dan pengetahuan. Peran
intitusi di Kampung Bojong Rawalele tidak berhubungan dengan sikap remaja
tentang merokok.

42
BAB V

TINJAUAN AGAMA

5.1. Konsep Peran Institusi di Tinjau Menurut Islam


Sekolah merupakan lembaga yang berperan penting dalam membentuk
tingkah laku, moral serta menanamkan niali-nilai sosial (Zainudin, 2010). Agama
telah mengatur pola hidup manusia baik dalam hubungan dengan tuhannya
maupun interaksi antar manusia. Sekolah merupakan pusat pendidikan yang
mempunyai peran dalam membentuk peserta didik diantaranya dengan
mengajarkan pendidikan islam. Pendidikan Islam (Tarbiyah) adalah transformasi
ilmu pengetahuan dan sikap pada anak didik, yang mempunyai semangat tinggi
dalam memahami dan menyadari kehidupan sehingga terwujud ketaqwaan, budi
pekerti dan pribadi yang luhur (Muhajir, 2011). Lembaga pendidikan berperan
penting dalam menjaga nilai-nilai moral yang menjadi landasan tumbuh
kembangnya dimasyarakat. Sebagaimana firman Allah :

“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab,
hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu
menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah". Akan tetapi (dia
berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu
mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (QS. Al-
Imran [3]: 79)

43
“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah
besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena
bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula)
menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (QS.Al-
Imran [3] : 146).
Tujuan pendidikan Islam adalah menjadikan manusia yang beribadah dan
berserah diri kepada Allah dan menanamkan akhlak yang mulia. Makna
pendidikan identik dengan firman Allah berikut.

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,


kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar
orang-orang yang benar.” (QS. Al-Baqarah [2] : 31)
Menurut Al-Razi, Rabbayani/Tarbiyah tidak hanya pengajaran yang
bersifat ucapan yang memiliki domain kognitif tetapi juga meliputi pengajaran
tingkah laku yang memiliki domain afektif (Muhazir, 2011).
Dalam Bukhari Umar tugas yang harus direalisasikan pendidikan
berdasarkan atas prinsip fikir, akidah pemikiran peserta didik menjadi
berkembang, memelihara fitrah peserta didik sebagai insan yang mulia agar tidak
menyimpang, membersihkan pikiran peserta didik dari pengaruh subjektivitas
karena pengaruh pengaruh zaman yang mengarah pada penyimpangan pada
manusia (Lahmi, 2016).

44
5.2 Merokok ditinjau Menurut Islam
5.2.1 Merokok
Tembakau atau rokok dalam Bahasa Indonesia merupakan serapan dari
bahada asing , Bahasa Spanyol “Tabaco”, disebutkan mengacu pada gulungan
daun-daun pada tumbuhan. Bisa juga dari kata “tabaqo” yaitu sejenis pipa
berbentuk untuk menghirup asap tembakau. Kata tobacco dalam Bahasa Inggris
yang berarti tumbuhan sejenis yang berasal dari Amerika.
Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, termasuk cerutu atau
bentuk lainnya, yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana
Rustica, dan spesies lainnya dimana sintesisnya mengandung nikotin dan tar
dengan atau tanpa bahan tambahan (Sutiyoso,2004).
Dalam bahasa Arab, rokok disebut dukhan (‫)الدخان‬, tabagh (‫)التبغ‬, tambak
(‫)التمباك‬, natan (‫)التتن‬, sijarah (‫)سيجارة‬. Sedangkan perbuatan merokok itu disebut
dengan tadkhin (‫)التدخين‬. Penghisap rokok atau perokok disebut dengan
mudakhkhin (‫ )المدخن‬. Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat
memberikan kenikmatan bagi si perokok, namun di lain pihak dapat menimbulkan
dampak buruk baik bagi si perokok itu sendiri maupun orang-orang disekitarnya
(Subanada, 2004).

5.2.2 Hukum Merokok


Hukum Islam diyakini sebagai hukum yang bersumber pada wahyu.
Keyakinan berdasarkan pada kenyataan bahwa sumber hukum dalam islam adalah
al-Qur’an dan Sunnah.
Merokok merupakan aktifitas membakar tembakau kemudian menghisap
asapnya menggunakan rokok maupun pipa (Sitepoe, 2000). Meningkatnya jumlah
konsumsi rokok menimbulkan beban kesehatan, sosial, ekonomi tetapi juga orang
lain.
Perbedaan pendapat di antara ulama mengenai hukum rokok memang
merupakan suatu yang biasa kontroversi. Ada beberapa pendapat yang

45
dikeluarakan dalam memberikan hukum tentang rokok yaitu hukum rokok haram,
makruh dan mubah sesuai dengan situasi dan kondisi. Hal ini dapat ditanggapi oleh
MUI sebagai lembaga yang bertugas memberi nasihat serta fatwa mengenai
masalah masalah yang berhubungan dengan keagaamaan. Bahwasanya, merokok
dapat membehayakan kesehatan (dlarar), dan berpotensi terjadinya pemborosan
(israf), dan merupakan tindakan tabdzir. rokok mengandung nikotin dan zat lain
yang membahayakan kesehatan. Disamping kepada perokok, tindakan merokok
dapat membahayakan orang lain, khususnya yang berada di sekitar perokok.
Hukum merokok tidak disebutkan secara tegas oleh al-Quran dan Sunnah Nabi.
Oleh karna itu fuqohah mencari solusinya melalui ijtihad. Sebagaimana layaknya
masalah yang hukumnya digali lewat ijtihad, hukum merokok diperselisihkan oleh
fuqohah (Himpunan Fatwa MUI, 2002).
Menurut beberapa ulama berpendapat bahwa hukum rokok tergantung
pada orang yang sedang melakukannya, jika sudah banyak mudharatnya dan
membahayakan tubuh maka jelas haram hukumnya. Jika belum terlihat maka
hanya bisa dihukumi makruh dan tentu saja harus dijauhi karena dikhawatirkan
akan berdampak negatif bagi masa depan.
Beberapa ulama terkemuka berpendapat tentang hukum rokok. Merokok
hukumnya haram, begitu juga yang memperdagangkannya. Telah dikeluarkan
sebuah fatwa nomor 14/07, tanggal 9/11/1396 H dari lembaga riset ilmiah dan
fatwa di Riyadh “tidak dihalalkan memperdagangkan rokok dan segala sesuatu
yang diharamkan karena sesuatu yang buruk dan mendatangkan bahaya bagi
tubuh, rohani, dan harta.” Sebagaimana diriwayatkan dalam hadist Nabi :

َ ُ ‫صلَّى هللا‬
‫علَ ْي ِه‬ ُ ‫ أ َ َّن َر‬،ُ‫ع ْنه‬
َ ِ‫س ْو َل هللا‬ َ ُ ‫ي هللا‬ ِ ‫َان اْل ُخد ِْري َر‬
َ ‫ض‬ ِ ‫س ْع ِد ب ِْن ِسن‬ َ ِ ‫ع ْن أَبي‬
َ ‫س ِع ْي ٍد‬ َ
‫ار‬
َ ‫ض َر‬ ِ َ‫ض َر َر َوال‬ َ َ‫ ال‬:‫سلَّ َم قَا َل‬ َ ‫َو‬

“Tidak (boleh melakukan atau menggunakan sesuatu) yang berbahaya atau


membahayakan.“ (Riwayat Ahmad dalam musnadnya, Malik dan At-thurmuzi).

46
Dan hukum rokok diharamkan karena termasuk sesuatu yang buruk
(khabaits) sebagaimana firman Allah :

“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang


(namanya)mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi
mereka, yangmenyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka
darimengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang
baikdan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang
darimereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.
Makaorang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya
danmengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran),
merekaitulah orang-orang yang beruntung.” ( QS Al-A'raf [7]: 157)
Kalangan yang lain berpendapat bahwa merokok hukumnya makruh, karena
orang yang merokok mengeluarkan bau tidak sedap. Hukum ini diqiyaskan dengan
memakan bawang putih mentah yang mengeluarkan bau yang tidak sedap.
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

‫ فإن المالئكة تتأذى مما يتأذى‬،‫من أكل البصل والثوم والكراث فال يقربن مسجدنا‬
‫منه بنو آدم‬
“Barang siapa yang memakan bawang merah, bawang putih (mentah) dan karats,
maka janganlah dia menghampiri masjid kami, karena para malaikat terganggu
dengan hal yang mengganggu manusia (yaitu: bau tidak sedap).” (HR. Muslim).

47
Rasulullah telah menjelaskan dalam sabdanya tentang hukum halal dan
haram yang sebenarnya telah dijelaskan oleh Allah. Sabda Nabi saw:

ِ َّ‫ير ِمنَ الن‬


‫اس فَ َم ِن‬ َ ‫ِإ َّن ْال َحالَ َل َب ِي ٌِّن َو ِإ َّن ْال َح َر‬
ٌ ‫ام َب ِي ٌِّن َو َب ْي َن ُه َما ُم ْشتَ ِب َهاتٌ الَ َي ْعلَ ُم ُه َّن َك ِث‬

‫ت َوقَ َع فِى ْال َح َر ِام‬ ِ ‫ت ا ْستَب َْرأ َ ِلدِينِ ِه َو ِع ْر‬


ُّ ‫ض ِه َو َم ْن َوقَ َع فِى ال‬
ِ ‫شبُ َها‬ ُّ ‫اتَّقَى ال‬
ِ ‫شبُ َها‬

‫الرا ِعى َي ْر َعى َح ْو َل ْال ِح َمى يُو ِشكُ أ َ ْن َي ْرت َ َع ِفي ِه أَالَ َو ِإ َّن ِل ُك ِِّل َملِكٍ ِح ًمى أَالَ َو ِإ َّن‬
َّ ‫َك‬

ُ‫ار ُمه‬ َّ ‫ِح َمى‬


ِ ‫َّللاِ َم َح‬
“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di
antara keduanya terdapat perkara syubhat yang masih samar yang tidak diketahui
oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara
syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa
yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara
haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di
sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja
memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-
perkara yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari No. 2051 dan Muslim No. 1599)
Menurut Syeh Ikhsan, seorang ulama dalam buku karyanya kitab Irsad Al-
Akhwan hukum merokok tidaklah tunggal, ada yang berpendapat haram, mubah
dan makruh terjadi karena ada prakondisi dalam kasus merokok yang harus
dipenuhi. Jika prakondisinya haram maka hukumnya haram seperti lebih banyak
mudharatnya, misalnya kesadarannya hilang dan dapat merusak kesehatan bagi
tubuh, mengakibatkan kecanduan, dan dipandang pemborosan (isyraf), dengan
kata lain rokok membawa mudharat yang bisa menghalangi ibadah. Dan
sebaliknya menurut syeh Ikhsan pada kondisi merokok menjadi mubah atau boleh
seperti memberi manfaat bagi perokok misalnya dapat menyegarkan pikiran,
meminimalisir tekanan psikis. Hal ini tergantung pada ilahi Al-Ahkam yaitu alasan
penjatuhan status hukum atau prakondisi yang yang menyertainya ( Hidayat,
2015).

48
Dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin karya Abdur Rahman Ibn Muhammad
Ibn Husain Ibn Umar Balawaiy dijelaskan bahwa tidak ada hadist mengenai
tembakau dan tidak ada atsar (ucapan dan tindakan ) dari seorang pun diantara para
sahabat Nabi SAW. Jika terdapat unsur-unsur yang membawa mudharat bagi
seseorang pada akal dan badannya, maka hukumnya adalah haram sebagaimana
madu itu haram bagi orang yang sedang sakit demam, dan lumpur itu haram bila
membawa mudharat bagi seseorang. Namun kadangkala terdapat unsur-unsur
yang mubah tetapi berubah menjadi Sunnah sebagaimana bila sesuatu yang mubah
dimaksudkan untuk pengobatan berdasarkan keterangan terpercaya atau
pengalaman dari dirinya bahwa sesuatu itu dapat menjadi obat untuk penyakit
yang diderita sebagaimana berobat dengan benda najis selain khamar. Sekiranya
terbebas dari unsur-unsur haram dan mubah maka hukumnya makruh karena bila
terdapat unsur-unsur yang bertolak belakang dengan unsur-unsur yang haram itu
dapat dipahami makruh hukumnya (Abdullah,2013).

5.2.3 Himpunan Fatwa Merokok


Fatwa secara bahasa berarti petuah, nasehat, jawaban atas pertanyaan yang
berkaitan dengan hukum. Sedangkan menurut istilah ilmu ushul fiqh fatwa berarti
pendapat yang dikemukakan oleh mujtahid atau faqih sebagai jawaban atas
pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa dalam kasus yang sifatnya mengikat
sebagai pendapat hukum fatwa mempunyai nilai kebenaran yang bersifat relatif
(zhanni).
Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat hukum merokok adalah makruh,
menjadi haram dikonsumsi jika tubuh seseorang mendapat mudharatnya lebih
besar.
Sebagaimana lembaga pemerintah Indonesia dalam memberikan fatwa rokok
seperti :

49
1. MUI (Majelis Ulama Indonesia)
MUI (mejelis ulama Indonesia) merupakan wadah atau majelis yang
menghimpun para ulama dan cendekiawan muslim Indonesia untuk
menyatukan gerak dan langkah-langkah umat islam dalam menyatukan
pendapat mengenai keagamaan (Hidayat, 2015). MUI sebagai lembaga yang
bertugas memberi nasihat serta fatwa mengenai masalah-masalah yang
berhubungan dengan keagamaan. Dalam ijtima ulama komisi fatwa MUI
tentang masalah hukum merokok ditetapkan 2 hukum yaitu makruh dan haram.
Hukum merokok haram karena rokok secara mutlak dipandang membawa
banyak mudharat berdasarkan informasi mengenai hasil penelitian medis
bahwa merokok dapat menyebabkan berbagai macam penyakit seperti kanker
paru-paru dan jantung. Sebagaimana firman Allah :

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu


menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS.Al-
Baqarah [2]:195)

Dan ayat tersebut bahwa merokok termasuk perbuatan yang


mencampakkan diri sendiri kedalam kebinasaan. Dan bahwasanya keharaman
rokok adalah karena perbuatannya perokok mencampakkan dirinya sendiri
kedalam hal yang menimbulkan bahaya.
Merokok dapat membahayakan kesehatan (dharar) berpotensi terjadinya
pemborosan (Israf) dan merupakan tindakan tabdzir. Sebagaimana firman
Allah SWT :

50
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya,
kepadaorang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah
kamumenghambur-hamburkan(hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros- pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan
ituadalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al-Isra [ 17]26-27)

Ulama sepakat mengenai segala sesuatu yang membawa mudharat adalah


haram. Dan segala sesuatu nya tergantung kondisi dan situasi. Menurut MUI,
hukum rokok makruh dan haram tergantung manfaat dan mudharat yang
ditimbulkan dari akibat merokok. Hukum rokok makruh bisa berubah menjadi
haram apabila mudharat yang diperoleh atau ditimbulkan lebih besar. Status
hukum yang di keluarkan MUI tergantung atas illatu Al-ahkam yaitu alasan
penjatuhan hukumnya.
2. Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah
Majelis tarjih merupakan lembaga yang menghimpun ulama-ulama untuk
bermusyawarah bersama, meneliti, membandingkan dan memilih pendapat
yang dianggap lebih benar dan lebih dekat dengan Alqur’an dan Sunnah
(Hidayat,2015 dalam Asmuni Abdurrahman). Metode yang digunakan adalah
bayani, ta’lili, dan istislahi. Bayani yaitu metode menggunakan pendekatan
kebahasaan. Ta’lili (rasionalistik) yaitu penetapan hukum menggunakan
pendekatan penalaran. Istislahi (filosofi) metode hukum menggunakan
pendekatan kemaslahatan.
Pendapat yang dikeluarkan muhammadiyah bahwa meskipun rokok
hukumnya tidak dijelaskan secara rinci dalam Alqur’an dan hadist dilihat dari
aspek yang ada mempertimbangkan bahwa rokok hukumnya haram karena
dibandingkan manfaatnya rokok lebih banyak mudharatnya . muhammadiyah
memberikan fatwa haram merokok melalui keputusan majelis tarjih dan tahdid
pimpinan pusat muhammadiyah No.6/SM/MTT/III/2010. Beberapa alasan
yang berlandaskan pada dalil Alqur’an dan disunnah diantaranya dalam firman
Allah :

51
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang
(namanya)mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi
mereka, yangmenyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang
mereka darimengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala
yang baikdan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang
darimereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.
Makaorang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya
danmengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran),
merekaitulah orang-orang yang beruntung.” (QS Al-A'raf [7]: 157)
Karena perbuatan merokok mengandung unsur menjatuhkan diri kedalam
kebinasaan dan merupakan perbuatan bunuh diri secara perlahan sehingga
bertentangan dengan alquran . Merokok merupakan perbuatan yang khabaits
yaitu suatu yang buruk dan keji. Sebagaimana firman Allah :

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu


menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-
Baqarah[2]: 195)

52
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan harta-harta
kalian di antara kalian dengan cara yang batil, kecuali dengan perdagangan
yang kalian saling ridha. Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian,
sesungguhnya Allah itu Maha Kasih Sayang kepada kalian.” (QS. An-Nisa
[4]:29)
Merokok termasuk perbuatan pemborosan atau mubazir dalam
membelanjakannya sebagaimana firman Allah :

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya,


kepadaorang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah
kamumenghambur-hamburkan(hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros- pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan
ituadalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al-Isra 26-27)

Merokok bertentangan dengan unsur-unsur tujuan syariah maqashid asy-


syariah yaitu, perlindungan agama (hifzh ad-din), perlindungan jiwa/raga (hifzh
an-nafs), perlindungan akal (hifzh al’aql), perlindungan keluarga (hifzh an-
nasl) dan perlindungan harta (hifzh al-mal).

3. NU (Nahdatul Ulama)
Bahtsul masail nahdatul ulama dalam menerapkan hukum menggunakan
beberapa metode berdasarkan kutipan dalil Alqu’an dan as-sunnah serta kitab
para ulama dalam keputusan yang dikeluarkan bahwasanya hukum merokok
hanya sebatas makruh dan tidak sampai haram (Hidayat, 2015). Hal ini karena
baik dalam Alqur’an ataupun hadist tidak ada nash yang menjelaskan tentang

53
hukum merokok. Beberapa ulama berpendapat hukum merokok yang
ditetapkan tergantung pada kondisi perokok, serta besar dan kecilnya
kemudhratan yang ditimbulkan.
Pandangan ulama tentang merokok menurut Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-Utsaimin adalah merokok haram hukumnya berdasarkan makna yang
terindikasi dari zhahir ayat al-Qur’an dan as-sunnah serta i’tibar (logika) yang
benar. Allah berfirman:

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan’” (QS.


Al-Baqarah [2]: 195).

Maknanya, janganlah kamu melakukan sebab yang menjadi


kebinasaanmu. Wajhud dilalah (aspek pendalilan) dari ayat di atas adalah
merokok termasuk perbuatan yang mencampakkan diri sendiri ke dalam
kebinasaan. Sedangkan dalil dari as-sunah adalah hadis shahih dari Rasulullah
saw. bahwa beliau melarang menyia-nyiakan harta. Makna menyia-nyiakan
harta adalah mengalokasikannya kepada hal-hal yang tidak bermanfaat.
Sebagaimana dimaklumi bahwa mengalokasikan harta dengan membeli rokok
adalah termasuk pengalokasian harta pada hal yang tidak bermanfaat, bahkan
pengalokasian harta kepada hal-hal yang mengandung kemudharatan. Dalil
yang lain, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda :
َ ُ ‫صلَّى هللا‬
‫علَ ْي ِه‬ ُ ‫ أ َ َّن َر‬،ُ‫ع ْنه‬
َ ِ‫س ْو َل هللا‬ َ ُ ‫ي هللا‬ ِ ‫َان اْل ُخد ِْري َر‬
َ ‫ض‬ َ ِ ‫ع ْن أَبي‬
َ ‫س ِع ْي ٍد‬
ِ ‫س ْع ِد ب ِْن ِسن‬ َ

‫ض َرار‬ َ َ‫ ال‬:َ‫سلَّ َم قَال‬


ِ َ‫ض َر َر َوال‬ َ ‫َو‬

”Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan tidak boleh pula membahayakan


orang lain.” (HR. Ibnu Majah dari kitab Al-Ahkam 2340).
Jadi menimbulkan bahaya (dharar) adalah ditiadakan (tidak berlaku)
dalam syari’at, baik bahayanya terhadap badan, akal, ataupun harta.

54
Sebagaimana dimaklumi pula bahwa merokok adalah berbahaya terhadap
badan dan harta..
Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Rokok haram karena di dalamnya ada
racun. Al-Qur’an menyatakan, Rasulullah juga melarang setiap yang
memabukkan dan melemahkan, sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dan
Abu Dawud dari Ummu Salamah ra. Merokok juga termasuk melakukan
pemborosan yang tidak bermanfaat. Selanjutnya, rokok dan bau mulut perokok
bisa mengganggu orang lain, termasuk pada jamaah shalat.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Rokok haram karena
melemahkan dan memabukkan. Dalil nash tentang benda memabukkan sudah
cukup jelas. Hanya saja, penjelasan tentang mabuk itu sendiri perlu
penyesuaian.
Ulama Mesir, Syria, Saudi, Rokok haram alias terlarang, dengan alasan
membahayakan. Di antara yang mendukung dalil ini adalah Syaikh Ahmad as-
Sunhawy al-Bahuty al-Anjalaby dan Syaikh Al-Malakiyah Ibrahim alQaani
dari Mesir, An-Najm al-Gazy al-Amiry as-Syafi’i dari Syria, dan ulama
Mekkah Abdul Malik al-Ashami.
Menurut Yusuf Qardhawi Rokok haram karena membahayakan.
Demikian disebut dalam bukunya ’Halal & Haram dalam Islam’. Menurutnya,
tidak boleh seseorang membuat bahaya dan membalas bahaya, sebagaimana
sabda Nabi yang diriwayatkan Ahmad dan Ibnu Majah. Qardhawi
menambahkan, selain berbahaya, rokok juga mengajak penikmatnya untuk
buang-buang waktu dan harta. Padahal lebih baik harta itu digunakan untuk
yang lebih berguna, atau diinfaqkan bila memang keluarganya tidak
membutuhkan.

55
5.2.4 Dampak Merokok
Merokok dapat menyebabkan gangguan pada orang lain maupun pada diri
sendiri. Anggapan anggapan bahwa merokok dapat membuat seseorang tenang
dan mudah konsentrasi ketika merokok adalah manfaat untuk perokok tetapi dari
berbagai penelitian bahwa fakta merokok bahwa manfaat dan mudharatnya
terbukti bahwa mudharatnya jauh lebih besar akibat merokok. Hasil penelitian di
Inggris menunjukan bahwa kurang lebih 50% perokok yang merokok sejak remaja
dapat menyebakan meninggal akibat penyakit yang berhubungan dengan
kebiasaan merokok seperti kanker mulut, esophagus, laring dan pembuluh darah
(Aditama, 2014).
Menurut pandangan islam dampak merokok dapat menyebabkan dharar
badani (bahaya bagi tubuh) dan dharar mali (mudharat bagi harta ).

1. Dharar badani (bahaya bagi tubuh )


Telah banyak penelitian dari segi medis bahwa dampak merokok dapat
menimbulkan penyakit bagi tubuh secara bertahap seperti batuk-batuk.
Bahan kimia rokok diantaranya terdapat tiga jenis bahan kimia beracun didalam
asap rokok yaitu Tar, Nikotin, dan karbon monoksida. Tar dapat mengiritasi
paru-paru dan menyebabkan kanker . nikotin adalah racun yang menyebabkan
kecanduan zat yang dapat bergabung dengan zat racun lain yang meyebabkan
penyempitan pembuluh darah. Sedangkan karbon monoksida adalah gas
beracun yang menghalangi masuknya oksigen kedalam tubuh (Farizal, 2016).
2. Dharar mali (mudharat pada harta)
Bahwa menggunakan sesuatu yang tidak bermanfaat bagi badan dan ruh.
Karena membeli rokok sama saja memboroskan harta karena tidak ada
manfaatnya. Kebiasaan merokok sama saja dengan tindakan menyia-nyiakan
harta karena kebiasaan merokok lebih bnayak memberikan dampak negative
berupa penyakit-penyakit yan dapat mengancam kesehatan manusia . serta

56
terbuangnya harta secara sia-sia tanpa ada manfaatnya akibat dari kebiasaan
merokok. Sebagaimana firman Allah :

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya,


kepadaorang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah
kamumenghambur-hamburkan(hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros- pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan
ituadalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al-Isra 26-27)
Secara kedokteran telah terbukti merusak dan membahayakan kesehatan.
Bahkan membunuh penggunanya secara perlahan. Dalam firman Allah :

ًً‫َّللاَ َكانَ ِب ُك ْم َر ِحيم‬ َ ُ‫َو َال ت َ ْقتُلُوا أ َ ْنف‬


َّ ‫س ُك ْم ِإ َّن‬

Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha


Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisaa [4] : 29).
Sebagaimana kaidah fiqih :

ِ ‫علَى َج ْل‬
َ ‫ب اْلَم‬
ِ‫صا ِلح‬ َ ‫دَ ْر ُء ْال َمفَا ِس ِد ُمقَدَّ ٌم‬

“Menghindari kerusakan, harus didahulukan dibanding mengambil manfaat.”

5.3. Hubungan Peran Institusi terhadap Merokok Di Tinjau Menurut Islam


Masalah rokok merupakan masalah yang belum ada hukum yang
dikeluarkan oleh fuqaha dan para ulama terdahulu. Sehingga hukum merokok saat
ini merupakan kajian yang masih banyak diperdebatkan hukum merokok sehingga
muncullah perbedaan pendapat dikalangan ulama dalam memfatwakan hukum
rokok.
Fatwa haram rokok yang dikeluarkan Mui dalam ijma’ ulama komisi fatwa
se-Indonesia III yang berlangsung di Padang Panjang Sumatera Barat tanggal 23-
26 Januari 2009. Peran Institusi seperti pemerintah dalam membuat peraturan

57
seperti larangan merokok ditempat umum dan peraturan (PP.No.19/2003) tentang
kawasan tanpa rokok . Tercetusnya fatwa MUI berlandaskan akan bahaya yang
ditimbulkan bagi kehidupan manusia. Hal ini upaya pemerintah dalam mengurangi
kebiasaan merokok upaya menurunkan pengguna rokok serta dampak yang
ditimbulkan. Peran pemerintah serta fatwa Mui tentang pengharaman rokok
merupakan implementasi kepeduliaan islam dalam pentingnya kesehatan serta
mempunyai dampak langsung terhadap ekonomi dan sosial (Farizal, 2016).
Keputusan fatwa haram diperoleh dari pertimbangan aspek kesehatan dan
perlindungan terhadap orang lain yang tidak merokok. Fatwa Mui ini merupakan
upaya untuk mendukung gerakan anti merokok. Berbagai kebijakan pemerintah
daerah yaitu membatasi promosi, penjualan dan pengguna rokok mulai digalakkan
diindonesia dengan dibuatnya spanduk tentang bahaya rokok.
Sebagai hasil ijtihad, fatwa bersifat relatif dalam pengertian fatwa bisa
berubah dan berbeda sesuai dengan perubahan dan perbedaan zaman dan tempat.
Sesuai dengan kaidah ushul fiqh.
ْ ‫ت‬
‫والعوائِ ِد‬ ْ ْ‫ألم ِكن ِة وا‬
ِ ‫ألحوا ِل وال ِنِّيِّا‬ ْ ْ‫ألز ِمن ِة وا‬
ْ ْ‫ب تغي ُِّر ا‬ ْ ‫تغي ُُّر ْالفتْوى‬
ِ ‫واخ ِتالفُها ِبح ْس‬

“Fatwa berubah dan berbeda sesuai dengan perubahan zaman, tempat keadaan,
niat, dan adat kebisaaan."

Salah satu cara untuk meningkatkan efektivitas fatwa adalah menjadikan


sebagai hukum formal sehingga mempunyai hukum formal yang bersifat
mengikat. Sama seperti hak pemerintah dalam membuat suatu peraturan harus
dilakukan sosialisasi. Apabila fatwa itu diadopsi pemerintah untuk diterapkan
dimasyarakat dibutuhkan sosialisasi agar fatwa/ kebijakan secara umum dapat
diterima di masyarakat (Hadikusuma,2011). Dukungan dari lembaga-lembaga
wilayah tersebut seperti sekolah yang merupakan tempat yang berperan dalam
menanamkan akhlak serta perilaku berdasarkan ajaran-ajaran islam dan sebagai

58
landasan tumbuh kembangnya masyarakat serta turut ikut remaja dalam
memengaruhi sikap.

59
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara peran
institusi dengan sikap remaja terhadap merokok di Kampung Bojong Rawalele, Bekasi
2017. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, berikut kesimpulan dan saran peneliti :

6.1. Kesimpulan
a) Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara peran institusi dengan sikap
remaja terhadap merokok di Kampung Bojong Rawalele, Bekasi tahun 2017.
Nilai signifikasi 0,565 (p >0,05) hal ini menunjukan bahwa hipotesis Ha yang
dibuat peneliti ditolak. Terdapat hubungan signifikan peran sekolah dengan
sikap remaja terhadap merokok di Kampung Bojong Rawalele, Bekasi tahun
2017 didapatkan p <0,05.
b) Peran institusi baik didapatkan 67 orang dengan persentase 67,7 % sedangkan
peran institusi buruk sebanyak 32 orang dengan persentase 32,3 %.
c) Sikap merokok didapatkan sikap positif terhadap merokok sebanyak 50 orang
dengan persentase 50,5 % dan sikap negatif terhadap merokok sebanyak 49
orang dengan persentase 49,5 %.
d) Menurut Islam rokok dapat membahayakan kesehatan (dharar), pemborosan
(israf) dan merupakan tindakan tabdzir. Hukum rokok tergantung orang yang
sedang melakukannya jika sudah banyak mudharatnya dan membahayakan
tubuh maka jelas hukumnya haram. Sekolah berperan dalam menanamkan
akhlak serta perilaku berdasarkan ajaran-ajaran islam dan sebagai landasan
tumbuh kembangnya masyarakat serta turut ikut remaja dalam memengaruhi
sikap.

60
6.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, saran yang dapat diberikan penulis antara
lain:

a. Penelitian selanjutnya
1. Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan metode yang berbeda agar
hasil yang dibutuhkan lebih baik hasilnya dan memungkinkan berhubungan
antara peran institusi dengan sikap merokok pada remaja.
2. Penelitian selanjutnya lebih mendalami kajian masalah rokok terhadap
remaja serta pengaruh institusi secara spesifik untuk mengetahui Hubungan
peran Institusi yang mendalam dalam memengaruhi sikap remaja.
3. Pengambilan lokasi dan pemilihan sampel lebih spesifik agar tidak terjadi
efek subjektifitas pada subjek peneliti.
b. Institusi setempat
Untuk institusi setempat diharapkan menjadi acuan dalam memberikan
perannya masing-masing dalam terkait mencegah remaja merokok dan
meningkatkan program mutu kerja baik mengedukasi, peraturan, sanksi dan
motivasi untuk mencegah remaja merokok
1) Sekolah
Diharapkan lebih menekankan kegiatan anti rokok disekolah dan
menerapakan hidup sehat bebas asap rokok baik pada siswa maupun guru-
guru disekolah diharapkan dapat memberi contoh kepada siswanya.
2) Puskesmas
Mengoptimalkan tindakan promotif dan memperhatikan penanggulangan
masalah rokok khususnya remaja yang mudah terpengaruh terhadap
lingkungan sekitarnya. Dan bekerja sama dengan institusi setempat dalam
mendukung upaya promosi kesehatan dan penyuluhan dampak merokok

61
3) Pemerintah
Diharapkan lebih memperketat dalam menerapkan aturan tentang larangan
merokok serta diperlukannya sosialisasi lebih dalam serta bekerja sama
dengan lembaga-lembaga setempat agar terciptanya kawasan tanpa rokok.

62
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran dan Terjemahnya.


Aditama, Tjandra Yoga. 2014. Final Report: Global Youth Tobacco Survey Jakarta-
Bekasi-Medan, Indonesia 2003-2004. Global Youth Tobacco Survey. Indonesia.
Alamsyah, Mayasari, R. 2007. faktor-faktor yang Memengaruhi Kebiasaan Merokok
dan Hubungannya Dengan Status Penyakit Periodontal Remaja di Kota Medan
Tahun 2007. Sumatera utara : Universitas Sumatera Utara.
Astuti, K. 2012. Gambaran Perilaku Merokok pada Remaja di Kabupaten Bantul.
Insight 10 (1).
Azka, N. 2013. Studi Efektivitas Penerapan Kebijakan Perda Kota Tentang Kawasan
Tanpa Rokok (KTR) Dalam Upaya Menurunkan Perokok Aktif di Sumatera
Barat tahun 2013.
Azwar. 2012. Sikap Manusia dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2016. KBBI :Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Edisi kelima. http://kbbi. Kemdikbud. go.id . 4 Oktober 2016 22.00.
Badan Pusat Statistic. 2016. Statistic Daerah Kecamatan Pondok Gede. Bps Kota
Bekasi.No. Publikasi : 32750.1621.
Daroji, M. dkk (2011). Role of Healt Center Staff in Healt Promotion of Smoking
Cessation of Patient and the Community. Berita Kedokteran Masyarakat, Vol
27, No 2.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan
Dasar Indonesia.
Direktorat Kesehatan Keluarga, Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat, Depkes RI. 2005.
Pedoman Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja di Puskesmas. Jakarta.

Elham, Yulianto. A. 2015. Persepsi Siswa Smk Kristen (TI) Salatiga tentang Bahaya
Merokok Bagi Kesehatan. Journal Of Physical Education, Sport, Healt and
Recration 4(5).

63
Fatwa Hukum Merokok dalam Prespektif MUI dan Muhammadiyah Pustaka Penelitian
dan Pengabdian Kepada Masyarakat (P3M) STAIN Pekalongan. Vol 8. No.1
Hal:69.
Fatwa – fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah : Telaah Metodologis Melalui
Pendekatan Ushul Fiqh Tajdida: Jurnal Pemikiran dan Gerakan
Muhammadiyah. Vol 2 Hal 49.
Ferizal, T. 2016. Mekanisme Pengujian Hukum Oleh Ulama Dalam Menetapkan Fatwa
Haram Terhadap Rokok. Jurnal Hukum II (1).
Global Adult Tobacco Survey. 2014. Global Adult Tobacco Survey : Indonesia Report
2013. National Institute of Healt Research and Development Ministry of the
Healt. Jakarta.
Green, Lawrence, W. 2005. Healt Program Planning (An Educational and Ecological
Approach). 4 th edition. Mc Graw Hill, New York.
Himawan, M. 2004. Pokok-Pokok Organisasi Modern. Bina Ilmu. Jakarta . Hal 32.
Huang, C. Koplan, J. Yu, S. et al 2013. Smoking Experimentation Among Elementary
School Student in China : Influences From Peers, Families, and the School
Environment. pLos ONE 8 (8).
Hidayat, R. Aris. 2015. Kontroversi Hukum Rokok dalam Kitab Irsyad Al-Ikhwan
Karya Syekh Ihsan Muhammad Dahlan. International Journal Ihya’ulum Al-
Din 17(2).
Hidayati, T. Arikensiswi, E. 2012. Persepsi dan Perilaku Merokok Siswa, Guru dan
Karyawan Madrasah Mu’alimin Muhammadiyah Yogyakarta dan Faktor-
Faktor yang Memengaruhi. Mutiara Medika 12(1):31-40.
Hurlock, B. Elizabeth. 1999. Psikologi Perkembangan Edisi Kelima. PT Glora Aksara
Pratama. Jakarta.
Ihsan, Muhammad. 2017. Merokok dalam Perspektif Muhammadiyah dan Nahdlatul
Ulama. Al-Qadha: Jurnal Hukum Islam dan Perundang-undangan 4 (1).

64
InfoDATIn. 2015. Perilaku Merokok Masyarakat Indonesia. Pusat Data Dan Informasi
Kementrian RI, ISSN 2442-7659.www.Depkes.go.id. 20 November 2016
(21.00).
Istoqomah, U. 2013. Upaya Menuju Generasi Tanpa Merokok (Pendekatan Analisis
Untuk Menanggulangi dan Mengantisipasi Remaja Merokok ). CV Setia Aji.
Surakarta.
Jelantik, G. M. & Tjindawang, L. D. 2013. Hubungan Pengetahuan Remaja tentang
Rokok dan Interaksi Kelompok Sebaya dengan Kebiasaan Merokok pada
Remaja (Studi di SMAN 5 Mataram). Jurnal Widyaiswara Bptk Mataram 7(5).
Juliana, F. Daharmis, Ridha, M. 2013. Disiplin Siswa di Sekolah dan Implikasi Dalam
Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Konselor Jurnal Ilmiah Konseling
2(1):43-52.
Kurniawan, H. 2017. Dampak Media Iklan Rokok (Biliboard Rokok) terhadap Perilaku
Merokok Siswa Di SMK Negeri 3 Palu. Jurnal Kesehatan Tadulako 3 (1): 1-
84.
Komalasari, D. Helmi, A. (2002). Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok Pada
Remaja. Jurnal Psikologi Universitas Gajah Mada. Universitas Gajah Mada
Press.Yogyakarta.
Lameshow, S et al (1997) Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan, Gajah Mada
Universitas Press. Yogyakarta
Liem, A. 2014. Influences of Mass Media, Family, and Friends Toward Adolescent
Smoking in Yogyakarta. Makara Hubs-Asia 2014,18(1) : 41-52.
Maseda. 2013. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Tentang Bahaya Merokok dengan
Perilaku Merokok pada Remaja di SMA Negeri I Tompasobaru. Ejournal
Keperawatan. Vol 1. No 1

Mestri, N. A. Alit, N.A. (2013). Remaja Sehat Melalui Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja di Tingkat Puskesmas. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Kemas 9 (1) : 66-
73.

65
Mu’alim, A. Yusdani. 1997. Ijtihad Suatu Kontroversi Antara Teori dan Fungsi. Titian
Ilahi Press. Yogyakarta.
Mudzar, M. Atho, dkk. 2011. Fatwa MUI dalam Perspektif Hukum dan Perundang-
Undangan. Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Al Iklat
Kementerian Agama RI. Jakarta.
Muhajir, A. 2011. Tujuan Pendidikan dalam Perspektif Al’Quran. Al-Tahrir 11(02)
Negoro, S.H. 2016. Pembentukan Sikap oleh Perokok Remaja melalui Peringatan
Bahaya Merokok pada Kemasan Rokok. Jurnal Interaksi 5 (2) : 112-122.
North, D. 1991. Institution Journal of the Economic Perspectives 5:97-112Fatwa
Kontemporer Antara Prinsip dan Penyimpangan. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta.
Nothoadmodjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rhineka Cipta. Jakarta.
Rachmat, M. dkk. 2013. Perilaku Merokok Remaja Sekolah Menengah. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional 7 (II).
Reimondos, A. Utomo, I.D. Mcdonald, P . dkk. (2010). Merokok dan Penduduk
Dewasa Muda di Indonesia. Australia National University. Policy Background.
No 2.
Riskesdas,(2013). Riset Kesehatan Dasar . (online :
http://www.Promkes.Depkes.go.id/images/download/factsheet1cov.pdf)
Diakses tanggal 28 Agustus 2016.
Rochayati, A.S. 2015. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku Merokok Remaja di
Sekolah Menengah Kejuruan Kabupaten Kuningan. jurnal keperawatan
soedirman 10 (1).
Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Prenada Media. Jakarta.
Saryono, S.W. 2002. Teori Psikologi Sosial. Raja Grafindo Persanda. Jakarta.

Satino, Ariyanti, M. 2012. Perilaku Merokok pada Siswa SMP. Jurnal Keperawatan.
VII (2).

66
Sirait, M.A. dkk (2001). Perilaku Merokok di Indonesia. Jurnal Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Medan : Universitas Sumatera Utara.
Sukarna, P.A. 2017. Gambaran Sikap dan Perilaku Merokok Siswa SMA/SMK
terhadap Bahaya Merokok Pasca Pencantuman Gambar Peringatan pada
Kemasan Rokok di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Mengki 1 Kabupaten
Badung Bali 2014. Intisari Sains Medis 8 (1) : 63-68.
Surya, A.W. 2016. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Tentang Bahaya
Merokok Bagi Kesehatan Dengan Tindakan Merokok Pelajar SMK Negeri
Talaga. Jurnal Keperawatan dan Kesehatan 11(3).
Suyono, H. 2008. Pengantar Psikologi Sosial. D&H Promedika. Yogyakarta.
Tulus. 2004. Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Grasindo. Jakarta.
Wahyuni, D . Sudaryanto, A. 2007. Faktor-Faktor Berhubungna Dengan Sikap
Merokok Pada Remaja di Desa Karang Tengah Kecamatan Sragen. Jurnal
Kesehatan 3 (3).
Walgito, B. 1999. Psikologi Sosial. Andi Offsel. Yogyakarta.
Wawan A. dan Dewi M. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Manusia. Nuha Medika. Yogyakarta.
Wirawan, A. 2016. Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap tentang Bahaya
Merokok bagi Kesehatan dengan Tindakan Merokok Pelajar SMK Negeri
Talaga. Jurnal Keperawatan II (3).
Wismaningsih, E.R. 2014. Peran Siswa dalam Pencegahan Perilaku Merokok pada
Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Pare Kabupaten Kediri. Jurnal
Promkes 2(1): 28-38.
World Healt Organization, Regional for South- east asia. 2015. Global Youth Tobacco
Survey (GYTS) : Indonesia Report, 2014. WHO –SEARO. New Delhi.

ANGGARAN PENELITIAN

PENGELUARAN

67
A. Persiapan
1. Penyusunan usulan penelitian Rp 100.000,00
2. Penggandaan usulan penelitian Rp 100.000,00
Total Rp 200.000,00
B. Pelaksanaan
1. Biaya Transportasi (Bensin) Rp 300.000,00
2. Bahan habis pakai (Foto kopi) Rp 200.000,00
3. Penghargaan kepada Responden Rp 700.000,00
Total Rp 1.500.000,00
C. Pelaporan
1. Penyusunan Rp 200.000,00
2. Penggandaan Laporan Akhir Rp 500.000,00
Total Rp 800.000.00

Total Pengeluaran: Rp 2.500.000,00

BIODATA PENELITI

Nama : Hamdah

68
NPM : 1102014117

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 9 Februari 1997

Jenis Kelamin : Perempuan

Fakultas : Kedokteran Umum

Alamat : Jl. Raya Penggilingan RT 11 RW 04 No 03 Cakung


Jakarta Timur

Email : Hamdah337@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

- MI Assyairiyah Attahiriyah – Jakarta Timur (Tahun 2008-2009)


- MTS Assyairiyah Attahiriyah – Jakarta timur (Tahun 2009-2011)
- MA Attaqwa – Bekasi (Tahun 2011-2014)

69
LAMPIRAN

70
LAMPIRAN 1

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

(Information Sheet)

Bekasi, 13 Oktober 2017


Kepada Yth.
Calon Responden
Di tempat

Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :

NPM :

Fakultas :

Pembimbing :

Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Peran Institusi Sekitar
dengan Sikap Remaja terhadap Merokok di Kampung Bojong Rawalele, Bekasi Tahun
2017”.

Penelitian ini tidak akan menimbulkan kerugian bagi Saudara sebagai responden. Peneliti akan
menjaga hak-hak Saudara dengan cara tidak memaksa untuk menjadi responden untuk
melakukan pengisian kuesioner. Nama maupun data pribadi responden tidak akan dicantumkan
dan akan dihilangkan setelah data diolah dan penelitian ini selesai.

Saya mohon kesediaan Saudara untuk menjadi responden penelitian ini dengan
menandatangani lembar persetujuan dan mengikuti arahan peneliti.

Hormat Saya,

Peneliti

(Hamdah)

71
LAMPIRAN 2
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(Informed Consent)

Judul : Hubungan Peran Institusi dengan Sikap Remaja terhadap


Merokok di Kampung Bojong Rawalele, Bekasi Tahun 2017
Peneliti : Hamdah
Pembimbing : dr. Erlina Wijayanti, MPH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama :
TTL :
Alamat :
Menyatakan bersedia menjadi responden. Jika terdapat hal-hal yang membuat
responden tidak nyaman, maka responden berhak untuk mengundurkan diri.
Kerahasiaan informasi dan identitas saudara dijamin oleh peneliti dan hanya
dipergunakan untuk keperluan penelitian ini.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya tanpa ada unsur paksaan dari
pihak manapun.

Bekasi,..........................
Peneliti Responden

(Hamdah) ( )

72
LAMPIRAN 3
KUESIONER PENELITIAN

Assalammu’alaikum wr.wb
Dengan hormat,
Saya Hamdah mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi tahun 2014.
Saat ini saya sedang melakukan penelitian skripsi mengenai “Hubungan Peran
Institusi dengan Sikap Remaja terhadap Merokok di Kampung Bojong Rawalele,
Bekasi Tahun 2017” Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi tugas akhir kami
sebagai sarjana kedokteran. Tujuan dari kuesioner ini adalah sebagai bahan masukan
untuk memperoleh data yang akurat dalam penyusunan skripsi. Demi tercapainya
tujuan penelitian ini maka diharapkan kesediaan anda untuk mengisi kuesioner atau
daftar pertanyaan yang telah disediakan. Identitas dan jawaban anda akan kami
rahasiakan. Atas perhatian, bantuan dan waktu yang telah anda luangkan kami ucapkan
terimakasih.
Wassalammu’alaikum wr.wb
Identitas Responden :
1. Nama :
2. Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan
3. Usia :
4. Sekolah :
5. Kelas :
6. Alamat :
Penjelasan pengisian angket :
- Dibawah ini disediakan beberapa bentuk pertanyaan terkait masalah penelitian
yang akan diteliti
- Berilah tanda (X) pada pilihan yang tersedia menurut jawaban anda

73
A. Kuesioner Mengenai Sikap Merokok

1. Saya percaya bahwa rokok mengandung zat berbahaya?


a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Tidak setuju
d. Sangat Tidak setuju
2. Saya percaya bahwa merokok memberikan akibat buruk bagi kesehatan
perokok
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Tidak setuju
d. Sangat Tidak setuju
3. Saya percaya bahwa merokok memberikan akibat buruk bagi orang disekitar
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Tidak setuju
d. Sangat Tidak setuju
4. Saya merasa tidak suka atau tidak nyaman apabila ada seseorang yang
merokok didekat saya
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Tidak setuju
d. Sangat Tidak setuju
5. Saya merasa ada keinginan untuk merokok
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Tidak setuju
d. Sangat Tidak setuju

74
6. Saya merasa merokok dapat memberikan ketenangan
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Tidak setuju
d. Sangat Tidak setuju
7. Saya setuju diadakan kawasan bebas rokok
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Tidak setuju
d. Sangat Tidak setuju
8. Saya tidak merasa terganggu apabila ada seseorang yang merokok didekat
saya.
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Tidak setuju
d. Sangat Tidak setuju
9. Saya merasa keren jika merokok
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Tidak setuju
d. Sangat Tidak setuju
10. Saya percaya merokok tidak berakibat buruk untuk saya
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Tidak setuju
d. Sangat Tidak setuju

75
B. Kuesioner Mengenai Peran Institusi

1. Apakah di sekolah kamu terdapat edukasi tentang bahaya rokok ?


a. Ya b. Tidak
2. Apakah hukuman yang diberikan bagi siswa yang kedapatan merokok di
sekolah membawa efek untuk tidak merokok ?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah disekolah kamu terdapat gerakan anti rokok ?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah ada peran pemerintah dalam mencegah atau mengendalikan pengguna
rokok ?
a. Ya b. Tidak
Jika Ya , apa peran pemerintah ?

b. Menaikan harga rokok


c. Melarang iklan rokok
d. Membuat Kawasan tanpa rokok
e. ………………….....

5. Apakah kamu mengetahui adanya peraturan larangan merokok ditempat


umum ?
a. Ya b. Tidak
Jika Ya, dari mana anda tahu ?

b. iklan b. poster c. ……………

6. Apakah di lingkungan sekitar kamu sudah menerapkan kawasan tanpa rokok


(KTR) ?
a. Ya b. Tidak
7. Apakah puskesmas disekitar lingkungan anda memberikan
penyuluhan/informasi tentang bahaya rokok?

76
a. Ya b. Tidak
8. Apakah pelayanan yang dilakukan puskesmas memotivasi kamu untuk
berperilaku tidak merokok ?
a. Ya b. Tidak
9. Apakah puskesmas di sekitar anda terdapat pelayanan konseling pada remaja
tentang bahaya rokok ?
a. Ya b. Tidak

77
LAMPIRAN 4

Skoring Kuesioner Sikap

No Pernyataan Sikap Sangat Setuju Tidak Sangat


Setuju Setuju Tidak
Setuju
1. Saya percaya bahwa rokok 4 3 2 1
mengandung zat
berbahaya
2. Saya percaya bahwa rokok 4 3 2 1
mengandung zat
berbahaya
3. Saya percaya bahwa 4 3 2 1
merokok memberikan
akibat buruk bagi orang
disekitar
4. Saya merasa tidak suka 4 3 2 1
atau tidak nyaman apabila
ada seseorang yang
merokok didekat saya
5. Saya merasa ada keinginan 1 2 3 4
untuk merokok
6. Saya merasa merokok 1 2 3 4
dapat memberikan
ketenangan
7. Saya setuju diadakan 4 3 2 1
kawasan bebas rokok

78
8. Saya tidak merasa 1 2 3 4
terganggu apabila ada
seseorang yang merokok
didekat saya.

9. Saya merasa keren jika 1 2 3 4


merokok
10. Saya percaya merokok 4 3 2 1
tidak berakibat buruk
untuk saya

Keterangan :

- Baik : total skor ≥ median


- Buruk : total skor < median

79
Skoring kuesioner Peran Institusi

Sekolah
No Ya Tidak
1. Apakah di sekolah kamu 1 0
terdapat edukasi tentang bahaya
merokok ?
2. Apakah hukuman yang 1 0
diberikan bagi siswa yang
kedapatan merokok di sekolah
membawa efek untuk tidak
merokok ?
3. Apakah disekolah kamu terdapat 1 0
gerakan anti rokok ?
Pemerintah
4. Apakah ada peran pemerintah 1 0
dalam mencegah atau
mengendalikan pengguna rokok
?
5. Apakah kamu mengetahui 1 0
adanya peraturan larangan
merokok ditempat umum ?
6. Apakah di lingkungan sekitar 1 0
kamu sudah menerapkan
kawasan tanpa rokok (KTR) ?
Puskesmas

7. Apakah puskesmas disekitar 1 0


lingkungan anda memberikan

80
penyuluhan/informasi tentang
bahaya rokok?
8. Apakah pelayanan yang 1 0
dilakukan puskesmas
memotivasi kamu untuk
berperilaku tidak merokok
9. Apakah puskesmas di sekitar 1 0
anda terdapat pelayanan
konseling pada remaja tentang
bahaya rokok ?

Keterangan :

- Baik : total skor ≥ median


- Buruk : total skor < median

81
LAMPIRAN 5

A. Data Responden

Jeniskelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-Laki 64 64.6 64.6 64.6
Perempuan 35 35.4 35.4 100.0
Total 99 100.0 100.0

Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 10-14 42 42.4 42.4 42.4
15-19 57 57.6 57.6 100.0
Total 99 100.0 100.0

Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 12 12.1 12.1 12.1
SMP 36 36.4 36.4 48.5
SMA/sederajat 51 51.5 51.5 100.0
Total 99 100.0 100.0

B. Frekuensi Peran Institusi

Sekolah
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Peran Buruk 37 37.4 37.4 37.4
peran Baik 62 62.6 62.6 100.0
Total 99 100.0 100.0

82
Pemerintah
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Peran Buruk 34 34.3 34.3 34.3
Peran Baik 65 65.7 65.7 100.0
Total 99 100.0 100.0

Puskesmas
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Peran Buruk 39 39.4 39.4 39.4
Peran Baik 60 60.6 60.6 100.0
Total 99 100.0 100.0

83
LAMPIRAN 6

UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS

A. Peran Institusi

Validitas

Correlations
TOTA
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 Q8 Q9 L
Q1 Pearson 1 -.120 .093 .214 .843** -.045 .325* .038 .222 .503**
Correlation
Sig. (2-tailed) .465 .575 .191 .000 .786 .044 .820 .175 .001
N 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39
Q2 Pearson -.120 1 .231 .010 -.120 .894** -.067 -.080 .231 .463**
Correlation
Sig. (2-tailed) .465 .158 .952 .465 .000 .684 .628 .158 .003
N 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39
Q3 Pearson .093 .231 1 .222 .093 .369* .286 .405* .364* .650**
Correlation
Sig. (2-tailed) .575 .158 .175 .575 .021 .078 .010 .023 .000
N 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39
Q4 Pearson .214 .010 .222 1 .056 .090 .174 .038 -.036 .350*
Correlation
Sig. (2-tailed) .191 .952 .175 .733 .587 .290 .820 .826 .029
N 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39
Q5 Pearson .843** -.120 .093 .056 1 -.045 .325* .038 .351* .503**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .465 .575 .733 .786 .044 .820 .029 .001
N 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39
Q6 Pearson -.045 .894** .369* .090 -.045 1 .129 .239 .258 .631**
Correlation
Sig. (2-tailed) .786 .000 .021 .587 .786 .433 .143 .113 .000
N 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39

84
Q7 Pearson .325* -.067 .286 .174 .325* .129 1 .417** .409** .598**
Correlation
Sig. (2-tailed) .044 .684 .078 .290 .044 .433 .008 .010 .000
N 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39
Q8 Pearson .038 -.080 .405* .038 .038 .239 .417** 1 .234 .437**
Correlation
Sig. (2-tailed) .820 .628 .010 .820 .820 .143 .008 .153 .005
N 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39
Q9 Pearson .222 .231 .364* -.036 .351* .258 .409** .234 1 .650**
Correlation
Sig. (2-tailed) .175 .158 .023 .826 .029 .113 .010 .153 .000
N 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39
TOT Pearson .503** .463** .650** .350* .503** .631** .598** .437** .650** 1
AL Correlation
Sig. (2-tailed) .001 .003 .000 .029 .001 .000 .000 .005 .000
N 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Reliabilitas

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 39 100.0
Excludeda 0 .0
Total 39 100.0
a. Listwise deletion based on all variabels in the
procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.691 9

85
B. Sikap terhadap Merokok

Correlations

soal1 soal2 soal3 soal4 soal5 soal6 soal7 soal8 soal9 soal10 total

soal1 Pearson 1 ,382* ,362* ,555** ,235 ,350 ,057 ,366* ,309 ,045 ,602**
Correlation

Sig. (2-tailed) ,037 ,050 ,001 ,212 ,058 ,764 ,047 ,096 ,813 ,000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

soal2 Pearson ,382* 1 ,365* ,417* ,353 ,198 -,244 ,170 ,179 -,157 ,435*
Correlation

Sig. (2-tailed) ,037 ,047 ,022 ,056 ,295 ,193 ,368 ,344 ,408 ,016

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

soal3 Pearson ,362* ,365* 1 ,438* ,446* ,315 ,023 ,335 ,365* ,313 ,642**
Correlation

Sig. (2-tailed) ,050 ,047 ,016 ,013 ,090 ,902 ,070 ,047 ,092 ,000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

soal4 Pearson ,555** ,417* ,438* 1 ,521** ,135 -,161 ,237 ,219 ,126 ,580**
Correlation

Sig. (2-tailed) ,001 ,022 ,016 ,003 ,477 ,396 ,208 ,244 ,506 ,001

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

soal5 Pearson ,235 ,353 ,446* ,521** 1 ,515** ,155 ,393* ,483** ,192 ,697**
Correlation

Sig. (2-tailed) ,212 ,056 ,013 ,003 ,004 ,414 ,031 ,007 ,310 ,000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

86
soal6 Pearson ,350 ,198 ,315 ,135 ,515** 1 ,431* ,618** ,735** ,441* ,768**
Correlation

Sig. (2-tailed) ,058 ,295 ,090 ,477 ,004 ,018 ,000 ,000 ,015 ,000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

soal7 Pearson ,057 -,244 ,023 -,161 ,155 ,431* 1 ,407* ,381* ,623** ,418*
Correlation

Sig. (2-tailed) ,764 ,193 ,902 ,396 ,414 ,018 ,026 ,038 ,000 ,022

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

soal8 Pearson ,366* ,170 ,335 ,237 ,393* ,618** ,407* 1 ,761** ,251 ,736**
Correlation

Sig. (2-tailed) ,047 ,368 ,070 ,208 ,031 ,000 ,026 ,000 ,180 ,000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

soal9 Pearson ,309 ,179 ,365* ,219 ,483** ,735** ,381* ,761** 1 ,299 ,770**
Correlation

Sig. (2-tailed) ,096 ,344 ,047 ,244 ,007 ,000 ,038 ,000 ,108 ,000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

soal1 Pearson ,045 -,157 ,313 ,126 ,192 ,441* ,623** ,251 ,299 1 ,505**
0 Correlation

Sig. (2-tailed) ,813 ,408 ,092 ,506 ,310 ,015 ,000 ,180 ,108 ,004

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

total Pearson ,602** ,435* ,642** ,580** ,697** ,768** ,418* ,736** ,770** ,505** 1
Correlation

Sig. (2-tailed) ,000 ,016 ,000 ,001 ,000 ,000 ,022 ,000 ,000 ,004

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

87
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100,0

Excludeda 0 ,0

Total 30 100,0

a. Listwise deletion based on all variabels in the


procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha Based on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items

,819 ,818 10

88
LAMPIRAN 7

UJI HASIL

A. Uji Univariat dan Bivariat Peran Institusi dan Sikap Merokok

INSTITUSI
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid BAIK 67 67.7 67.7 67.7
BURUK 32 32.3 32.3 100.0
Total 99 100.0 100.0

SIKAP
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid POSITIF 50 50.5 50.5 50.5
NEGATIF 49 49.5 49.5 100.0
Total 99 100.0 100.0

INSTITUSI * SIKAP Crosstabulation


SIKAP
POSITIF NEGATIF Total
INSTITUSI BAIK Count 32 35 67
Expected Count 33.8 33.2 67.0
% within INSTITUSI 47.8% 52.2% 100.0%
BURUK Count 18 14 32
Expected Count 16.2 15.8 32.0
% within INSTITUSI 56.3% 43.8% 100.0%
Total Count 50 49 99
Expected Count 50.0 49.0 99.0
% within INSTITUSI 50.5% 49.5% 100.0%

89
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .624a 1 .429
Continuity Correctionb .331 1 .565
Likelihood Ratio .626 1 .429
Fisher's Exact Test .521 .283
Linear-by-Linear .618 1 .432
Association
N of Valid Cases 99
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.84.
b. Computed only for a 2x2 tabel

Symmetric Measures
Approximate
Value Significance
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .079 .429
N of Valid Cases 99

Descriptives
Statistic Std. Error
INSTITUSI Mean 1.32 .047
95% Confidence Interval for Lower Bound 1.23
Mean Upper Bound 1.42
5% Trimmed Mean 1.30
Median 1.00
Variance .221
Std. Deviation .470
Minimum 1
Maximum 2
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness .768 .243
Kurtosis -1.440 .481

90
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Sekolah * Sikap 99 100.0% 0 0.0% 99 100.0%

Sekolah * Sikap Crosstabulation


Sikap
Baik Buruk Total
Sekolah Buruk Count <5 37 37
Expected Count 18.7 18.3 37.0
% within Sekolah n<5 100.0% 100.0%
Baik Count 50 12 62
Expected Count 31.3 30.7 62.0
% within Sekolah 80.6% 19.4% 100.0%
Total Count 50 49 99
Expected Count 50.0 49.0 99.0
% within Sekolah 50.5% 49.5% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 60.286a 1 .000
Continuity Correctionb 57.103 1 .000
Likelihood Ratio 76.308 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear 59.677 1 .000
Association
N of Valid Cases 99
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.31.
b. Computed only for a 2x2 tabel

91
Symmetric Measures
Approximate
Value Significance
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .615 .000
N of Valid Cases 99

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pemerintah * Sikap 99 100.0% 0 0.0% 99 100.0%

Pemerintah * Sikap Crosstabulation


Sikap
Baik Buruk Total
Pemerintah Buruk Count 21 13 34
Expected Count 17.2 16.8 34.0
% within Pemerintah 61.8% 38.2% 100.0%
Baik Count 29 36 65
Expected Count 32.8 32.2 65.0
% within Pemerintah 44.6% 55.4% 100.0%
Total Count 50 49 99
Expected Count 50.0 49.0 99.0
% within Pemerintah 50.5% 49.5% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic Exact
Significance (2- Exact Sig. (2- Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 2.626a 1 .105

92
Continuity Correctionb 1.985 1 .159
Likelihood Ratio 2.645 1 .104
Fisher's Exact Test .139 .079
Linear-by-Linear Association 2.600 1 .107
N of Valid Cases 99
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.83.
b. Computed only for a 2x2 tabel

Symmetric Measures
Approximate
Value Significance
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .161 .105
N of Valid Cases 99

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Puskesmas * Sikap 99 100.0% 0 0.0% 99 100.0%

Puskesmas * Sikap Crosstabulation


Sikap
Baik Buruk Total
Puskesmas Buruk Count 20 19 39
Expected Count 19.7 19.3 39.0
% within Puskesmas 51.3% 48.7% 100.0%
Baik Count 30 30 60
Expected Count 30.3 29.7 60.0
% within Puskesmas 50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 50 49 99
Expected Count 50.0 49.0 99.0
% within Puskesmas 50.5% 49.5% 100.0%

93
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .016a 1 .901
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .016 1 .901
Fisher's Exact Test 1.000 .532
Linear-by-Linear .015 1 .901
Association
N of Valid Cases 99
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.30.
b. Computed only for a 2x2 tabel

Symmetric Measures
Approximate
Value Significance
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .013 .901
N of Valid Cases 99

B. Uji Normolitas Peran Institusi dan Sikap

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
INSTITUSI .431 99 .000 .589 99 .000
a. Lilliefors Significance Correction

94
95
Descriptives
Statistic Std. Error
SIKAP Mean 1.49 .051
95% Confidence Interval for Lower Bound 1.39
Mean Upper Bound 1.60
5% Trimmed Mean 1.49
Median 1.00
Variance .253
Std. Deviation .503
Minimum 1
Maximum 2
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness .021 .243
Kurtosis -2.041 .481

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
SIKAP .343 99 .000 .636 99 .000
a. Lilliefors Significance Correction

96
97
LAMPIRAN 8

SURAT KELAYAKAN ETIK

98
LAMPIRAN 9

DOKUMENTASI

99
100

Anda mungkin juga menyukai