1, Maret 2017 1
Abstrak - Salah satu kategori manuskrip nusantara adalah manuskrip yang keberadaannya di
Indonesia berasal dari pertukaran ilmu para ulama nusantara yang belajar ke Makkah dan
Madinah lalu kembali ke tanah air membawa naskah berbahasa arab, kemudian naskah
tersebut di pelajari oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan kajian keilmuan.Ungkapan
tasybih populer di pakai oleh kalangan pujangga arab sejak masa keemasan karya sastra
terukir dalam sejarah periode Jahiliyah. Gaya bahasa tasybih merupakan upaya penutur untuk
mengungkapkan sesuatu dengan menyerupakan hal yang ia maksud dengan sesuatu lain yang
memilki kesamaan efek dan akibat. Ilmu bayan secara bahasa adalah penjelasan,
penyingkapandan keterangan. Sedangkan secara istilahilmu bayan berarti dasar atau kaidah
yang menjelaskan keinginan tercapainya satu makna dengan macam-macam gaya
bahasa.Metode yang di gunakan dalam penelitian ini di bagi menjadi dua tahap, pertama :
metode filologi, di gunakan untuk membaca dan menganalisis teks dalam manuskrip secara
tepat, dan kedua : metode deskriptif dengan pendekatan objektif, yaitu metode yang akan fokus
hanya pada satu teks saja, menganalisis dan menguraikan isi teks secara menyeluruh dan jelas.
Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi kajian-kajian sebelumnya serta memperluas
wawasan mengenai khazanah ilmu yang terkandung dalam manuskrip. Dengan begitu, analisis
mengenai informasi keilmuan yang terdapat dalam manuskrip dapat dikembangkan dan dikaji
secara lebih lanjut.
pada pola kalimat berbahasa arab di lihat dari musyabbah bih, jika salah satu dari kedua
pernyataan makna awal dan bukan makna yang rukun tersebut tidak di sebutkan maka
di maksud oleh penutur. Objek kajian ilmu ungkapan tersebut tidak dapat di sebut tasybih.
ma‟ani diantaranya adalah kalam khabar dan
insya‟, gaya bahasa I‟jaz, ithnab dan musawah. Pembagian Tasybih
Para ahli balaghah, membagi tasybih ke dalam
Ilmu Badi‟ secara bahasa adalah sebuah kreasi beberapa bagian berdasarkan rukun-rukunnya.
atau penciptaan, secara istilah ilmu badi‟ Pembagian ini di lihat dari beberapa sudut
adalah ilmu yang mempelajari beberapa model pandang sehingga bisa saja satu dengan lainnya
keindahan stilistika, ornamen dalam kalimat akan ada perbedaan dan persamaan dan hal
yang akan membuat kalimat tersebut indah jika tersebut tidaklah mendasar, karena hal
di tinjau dari kata dan maknanya. Ilmu badi‟ ini terpenting yaitu memahami masing-masing
memiliki dua kajian, yaitu muhassinat bagian tasybih.
lafdziyyah (analisis keindahan struktur kata) 1. Pembagian tasybih berdasarkan wajh al-
dan muhassinat ma‟nawiyah.(analisis syibh dan „adat al-tasybih :
keindahan struktur makna).
a. Tasybih Mursal adalah tasybih yang „adat
Tasybih al-tasybihnya di sebutkan dalam ungkapan
Sebagaimana pemaparan singkat sebelumnya, tersebut, contoh :
bahwa kajian ilmu balaghah memiliki 3 (tiga)
cabang ilmu besar, yaitu : ilmu Bayan, ilmu َ ً يمَتَ ِٓ ٍيىَ َكأََََّانثَحرَُظَالَياًَ َٔإرَْاتَا
ٍ َِسرَاَفِيَن
Ma‟ani dan ilmu Badi‟ yang ketiganya ini akan “kami berjalan di malam yang gelap
saling melengkapi. Bagian dari kajian ilmu gulita, sepertinya malam itu bagaikan
Bayan adalah majaz dan tasybih. laut yang gelapdan mencekam”
Tasybih secara bahasa artinya menyerupakan Dalam contoh di atas, penyair
(Hasyimi:1991:247). Dalam istilah balaghah, menyerupakan malam yang gelap dengan
tasybih adalah : “menyamakan satu hal dengan kondisi laut yanggelap mencekam. Jika kita
hal lain dengan menggunakan perangkat perhatikan sya‟ir di atas, si penuturnya
(sarana) tasybih untuk mengumpulkan menyertakan „adat al-tasybih (perangkat)
keduanya”. Tasybih juga dapat di artikan : untuk menggabungkan keserupaan dua hal.
“menyerupakan dua perkara atau lebih yang Perangkat yang di maksud di atas adalah
memiliki kesamaan sifat karena ada tujuan berupa huruf “ka-anna”.
yang di kehendaki oleh penutur”.
Melalui pengantar tentang tasybih, berikut ini b. Tasybih Muakkad adalah tasybih yang
adalah rukun/unsur penting dalam tasybih, „adat al-tasybihnya di hilangkan.
keberadaan masing-masing unsure akan sangat Contohnya :
penting untuk mensinergikan sebuah ungkapan. َ ٌٌََخاطف
ِ ان َج َٕادَُفِيَانسُر َع ِةَتَرق
Dengan istilah lain, bahwa unsure ini akan “ kecepatan kuda itu bagaikan kilat yang
selalu ada dalam gaya bahasa tasybih baik menyambar”.
secara eksplisit maupun implicit. Dan rukun c. Tasybih Mufasshal adalah tasybih yang
tersebut adalah sebagai berikut : wajh al-syibhnya jelas di sebutkan dalam
1. Al-Musyabbah (sesuatu yang di rangkaian sebuah ungkapan.
bandingkan dengan sesuatu lainnya karena Contohnya :
ada persamaan sifat antara keduanya) َ َٔ َكالَ ُيَُّكَاند ُِرَحُسًُا
2. Al-Musyabbah bih (sesuatu yang sifatnya “ perkataan bagaikan mutiara dari sisi
di jadikan perbandingan) kebaikannya”
3. „Adat al-Tasybih (perangkat untuk
menggabungkan dua persamaan sifat yang d. Tasybih Mujmal adalah tasybih yang wajh
ada) al-syibhnya tidak jelas di sebutkan dalam
4. Wajh al-Syibh (kesamaan sifat yang di rangkaian sebuah ungkapan.
perbandingkan) َ َِاحة
ِ صَ ان ِكتابُ َكَان
“buku layaknya seorang teman/sahabat”
Dalam pembentukan ungkapan tasybih, ada 2
(dua) rukun yang wajib di sebutkan dan tidak e. Tasybih Baligh adalah tasybih yang tidak
boleh di hilangkan yaitu musyabbah dan menyebutkan „adat al-tasybih dan wajh al-
Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol. 4, No. 1, Maret 2017 5
syibh yang tidak bersifat tunggal meskipun ungkapan tasybih yang memiliki
tharafain nya terdiri dari perkara tunggal. kecenderungan membuang wajh al-syibh nya.
Namun, penyampaian penulis tentang kategori- seperti contoh :
kategori tersebut tidak terstruktur dengan baik َ زيدَفيَالبدر
sehingga siapapun yang membaca teks ini akan Contoh tersebut adalah ungkapan tasybih yang
kesulitan memilah materi yang sebenarnya membuang wajh al-syibh nya atau dengan kata
ingin di sampaikan oleh penulis teks kecuali lain tasybih ini di beri nama sebagai tasybih
sebelumnya telah mempelajari tema-tema ini mujmal.
dengan baik dan membuat spesifikasi lebih Dan jika wajh al-syibh nya di sebutkan, maka
terstruktur. di beri nama tasybih mufashal, seperti contoh :
َ زيدَكالبدرَفيَالحسن
Contoh kategori wajh al-syibh yang murakkab Penulis melanjutkan kategori tasybih yang
dari tharafain yang mufrad : membuang adat tasybih dan wajh syibhnya, di
َ وقدَالجَفيَالصبحَالثرياَكماَيرىَكمنقودَمالحيتَحينَنور beri nama tasybih baligh, seperti contoh :
Tharafainnya tunggal, terdiri dari kata َ زيدَبدر
الثرياsebagai musyabbah nya, dan kata منقود Di sempurnakan dengan definisi tasybih
sebagai musyabbah bih nya. Sedangkan perkara muakkad, yaitu tasybih yang membuang adat
yang mengikatkan diri dengan tharafain tasybihnya, seperti halnya tasybih mursal yaitu
tersebut seperti kalimat َوقدَالجَفيَالصبحَالثرياَكما yang di sebutkan adat tasybihnya.
يرىdan kalimat كمنقود َمالحيت َحين َنور, tidaklah
merubah kategori ketunggalannya. Pada akhir lembar DC292 ini, penulis
mengulang pembahasan tentang di sebutkannya
Sampai akhir teks pada halaman ini, penulis wajh al-syibh dalam ungkapan dengan istilah
hanya menjelaskan tentang pembagian kategori dan mana lain, seperti nama tasybih qariban
wajh al-syibh yang di bagi ke dalam beberapa mubtadzilan untuk tasybih mufashal, dan
kondisi, seperti : tasybih ghariban untuk tasybih mujmal.
1. Wajh al-syibh nya murakkab, tharafain
nya mufrad: seperti di bahas pada contoh
di atas
2. Wajh al-syibh nya murakkab. tharafain
nya juga murakkab
3. Wajh al-syibh nya murakkab, tharafain
nya mukhtalifain (salah satunya mufrad
dan lain nya murakkab).
Data 4 DC293
Pada halaman pertama file data ini, penulis teks
melengkapinya dengan pembahasan contoh
tasybih gharibandan dantasybih qariban
mubtadzilan. Tidak banyak materi baru yang di
Gambar. 4 : Lembar Data 2 bahas pada file data ini, karena di lanjutkan
dengan pembahasan isti‟arah. Isti‟arah di
Data 3 DC292 (Pendapat Umum Tentang bahas dua kali, yaitu pada saat pembahasan
Wajh Al-syibh) majaz di awal DC. (lihat gambar.6)
Pada seperempat tulisan pertama DC292,
penulis teks masih melanjutkan penjelasan
seputar kategori wajh al-syibh berikut dengan
masing-masing contohnya. Baru setelah itu
masuk pada komentar tentang kondisi
Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol. 4, No. 1, Maret 2017 9