Anda di halaman 1dari 22

ANALISA TRIPIKON - S

Oleh
ROSMANI
NIP. 19630102 198602 2 003

PEMERINTAH KABUPATEN BANJAR


DINAS KESEHATAN
UPT. PUSKESMAS MARTAPURA 1
2019
DAFTAR ISI

Halaman
BAB I PENDAHUUAN
A. Latar belakang …………………………………….. 1
B. Tujuan …………………………………….. 2

BAB II PERMASALAHAN KESEHATAN DAN KARYA INOVASI


A. Permasalahan …………………………………….. 3
B. Karya Inovasi …………………………………….. 4
C. Hasil Inovasi …………………………………….. 8

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan …………………………………….. 9
B. Saran-saran …………………………………….. 9

BAB IV PENUTUP …………………………………….. 10

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Setiap mahluk hidup yang masih hidup pasti memerlukan makanan
dan minuman, selama hidup akan selalu makan minum untuk beraktifitas dan
proses biologis kehidupan, yang kemudian menghasilkan produk sisa dari
metabolisme sebagai limbah yang harus dibuang karena dapat meracuni
mahluk hidup itu sendiri. Limbah metabolisme yang dibuang terdiri atas tiga
bentuk yaitu , padat cair dan gas, khusus untuk manusia disebut buang hajat
yang terdiri atas buangan gas (kentut dan pernapasan), buangan cair (kencing,
buang air kecil) dan buangan padat (teli, tae, buang air besar).
Manusia yang diberikan akal dan fikiran dalam mengolah dan
mengelola lingkungan dalam bertahan hidup dan berkompetesi dialam
kemudian berkembang dalam jumlah populasi yang semakin banyak dan terus
berkembang yang berbanding lurus dengan limbah biologis yang dihasilkan,
artinya semakin besar jumlah populasi akan semamin besar limbah yang
dihasilkan. Populasi yang semakin besar membuat manusia menyebar dan
membentuk komunitas dimana-mana, biasanya mengikuti sumber air yaitu
aliran sungai sebagai sarana transportasi dan penunjang utama kehidupan.
Dalam berinteraksi dengan lingkungan akan ada dua kemungkinan
yang terjadi yaitu manusia yang membuat alam menyesuaikan atau manusia
yang menyesuaikan dengan alam. Dalam hal buang hajat dengan
mengutamakan kepraktisan dan kemudahan ternyata kemungkinan kedua
yang lebih dominan yang kemudian disebut buang hajat sembarangan di
sungai kebun dan hutan untuik buangan padat selanjutnya disebut BUANG
AIR BESAR SEMBARANGAN (BABS). Buangan padat manusia yang
dulunya hanya dianggap sebagai permasalahan bau dan estetika seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan kemudian diketahui bahwa juga
memiliki efek dan akibat yang buruk terhadap kesehatan dan kemudian
menghasilkan ilmu dan tata cara kelola limbah manusia secara sehat.

1
2

Sebagaimana disebutkan terdahulu bahwa keterbatasan sarana


transportasi jaman dulu membuat manusia bermukim mengikuti aliran sungai
yang kemudian membentuk pola kebiasaan buang hajat yang buruk di
sungai, dimana kemudian ketika diperlukan pengelolaan buangan hajat secara
sehat terbentur dengan kondisi daerah dataran rendah keterbatasan lahan
terutama yang dipinggir sungai. Dimana ketika untuk membuat septik tank
tidak ada lahan, sehingga kalaupun mereka mebuat sarana buang air besar
dirumah tidak lagi jamban di sungai namun buangannya tetap ke sungai.
Berlatar belakang hal tersebut akan dicoba untuk menerapkan sistem
jamban sehat di sungai yang disebut JAMBAN LATRINE TRIPIKON S.
Dengan beberapa keuntungan diataranya adalah tidak memerlukan lahan
tanah dan relatif murah serta cara pembuatan yang mudah.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
a. Merubah perilaku masyarakat dalam hal Buang Air Besar di
sepanjang DAS.
b. Mendukung kebijakan penghapusan jamban di sungai.
c. Mendukung pencapaian SPM bidng kesehatan.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan capaian cakupan jumlah jamban sehat.
b. Meningkatkan capaian cakupan Stop BABS.
BAB II
PERMASALAHAN KESEHATAN
DAN KARYA INOVASI

A. PERMASALAHAN
1. Geografis Lingkungan
Wilayah kerja UPT. Puskesmas Martapura 1 terbilang beragam
terdiri daerah perbukitan, dataran rendah, danau dan daerah aliran sungai
(DAS). Dengan pluktuasi tinggi permukaan air yang cukup jauh antara
musim hujan dan kemarau.
Kondisi geografis membawa keadaan dan permasalahan tersendiri
dalam kesehatan lingkungan terutama daerah dataran rendah dan daerah
aliran sungai karena dapat membentuk pola hidup dan kebiasaan yang
tidak baik terhadap lingkungan seperti buang sampah dan buang air besar
dimana sebagian masyarakat masih menggunakan dan menggantungkan
keperluan air sehari-harinya pada sungai.
Daerah aliran sungai memerlukan teknik dan cara penanganan
yang lebih khusus ketika masyarakat yang sudah sadar dan ingin membuat
sarana kesehatan khususnya sanitasi di daerah bantaran sungai karena
terbatasnya lahan sehingga tidak memungkinkan untuk pembuatan sarana
khususnya sanitasi yang memerlukan persyaratan agar tidak terjadi
pencemaran lingkungan. Disamping itu juga masalah ketinggian air pada
musim hujan.
2. Kesehatan
Penyakit yang berhubungan dengan lingkungan masih masuk
dalam 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Martapura 1, memperlihatkan
bahwa kondisi lingkungan dan prilaku yang kurang sehat masih terjadi di
masyarakat.

3
4

B. KARYA INOVASI
Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat
jamban sehat. Ada tujuh kriteria yang harus diperhatikan. Berikut syarat-
syarat tersebut:
1. Tidak Mencemari Air
a. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar
lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika
keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan
dengan tanah liat atau diplester.
b. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter
c. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor
dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.
d. Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan,
empang, danau, sungai, dan laut.
2. Tidak Mencemari Tanah Permukaan
a. Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan,
dekat sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan.
b. Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras
kotorannya atau dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.
3. Bebas Dari Serangga dan Tikus
a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras
setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk
demam berdarah.
b. Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat
menjadi sarang nyamuk.
c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa
menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya.
d. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering.
e. Lubang jamban, khususnya jamban cemplung harus tertutup.
5
4. Tidak Menimbulkan Bau Dan Nyaman Digunakan
a. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup
setiap selesai digunakan.
b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus
tertutup rapat oleh air.
c. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi
untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran.
d. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin.
Pembersihan harus dilakukan secara periodic.
5. Aman Digunakan Oleh Pemakainya
a. Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding
lubang kotoran dengan pasangan batau atau selongsong anyaman
bambu atau bahan penguat lai yang terdapat di daerah setempat.
7. Mudah Dibersihkan Dan Tak Menimbulkan Gangguan Bagi Pemakainya
a. Lantai jamban rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran.
b. Jangan membuang plastic, puntung rokok, atau benda lain ke saluran
kotoran karena dapat menyumbat saluran.
c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena
jamban akan cepat penuh.
d. Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan
pipa berdiameter minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan
minimal 2:100.
6. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan
a. Jamban harus berdinding dan berpintu.
b. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya
terhindar dari kehujanan dan kepanasan.
Selama ini masalah BABS yang tidak tertangani adalah daerah
dengan kondisi dataran rendah berair dan khususnya daerah aliran / bantaran
sungai dimana lahan yang tersedia sangat terbatas dan tidak memungkinkan
untuk dibuat jamban keluarga yang memenuhi syarat terutama untuk
keperluan pembuatan septik tank.
6

1. Alternatif Inovasi
Sebuah jamban pada dasarnya terdiri atas dua bagian utama yaitu bagian
yang berada di atas tanah dan bagian yang berada di dalan tanah.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa yang menjadi
permasalahan adalah daerah bantaran sungai dan sungai (jamban) dengan
fokus utama keterbatasan lahan bahkan ketiadaan lahan sama sekali,
sehingga upaya inovatif pun diarahkan pada hal tersebut. Sehingga tidak
mempermasalahkan bangunan jamban tapi lebih mengarah pada masalah
tempat penampungan / septik tank yang tidak bisa dibuat karena tidak
tersedia lahan.
a. Menjadikan sarana yang tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi
syarat.
Dalam hal ini tidak perlu menghancurkan jamban yang ada di sungai
tapi jamban tersebut dijadikan sebagai jamban yang sehat, namun hal
ini bertentangan dengan kebijakan penghapusan jamban di sungai.
Teknologi yang dimaksud yag dapat diterapkan adalah sistem tabung
pinastik yaitu septik tank dari tabung (Pipa) plastik yang dipasang
mendatar sehingga sebenarnya dapat diterapkan pada jamban yang ada
di sungai

.
b. Menerapkan inovasi dan teknologi yang sesuai dengan kondisi
permasalahan.
Menerapkan teknologi inovasi yang sesuai dengan kondisi lingkungan
dan permasalahan untuk daerah dataran rendah dalam hal ini sungai
adalah dengan menerapkan sistem tabung tangki Tripikon S.
2. Tripikon S
Merupakan singkatan dari Tri (tiga) Pi-p Kon-sentris-Septik, yang
menggambarkan konstruksi alat yang terdiri dari tiga buah pipa
7

konsentris. Konstruksi dipasang sedemikian rupa sehingga sumbu-


sumbunya berimpit. Pipa yang terletak paling dalam berupa pipa kecil
dengan diameter 5 cm yang dihubungkan dengan leher angsa dari jamban
rumah tangga. Panjang pipa harus cukup, sehingga ujungnya berada di
bawah bagian bagian limbah yang mengapung (scum). Diluar pipa kecil
dipasang pipa sedang yang berdiameter 15-25 cm. Dalam pipa itu terjadi
perombakan limbah rumah tangga. Pada bagian bawah pipa sedang pada
jarak 10 -20 cm dari dasar dibuat lubang berdiameter 1 cm untuk jalan air,
dan pada ujung bawah dibuat celah-celah sebesar 1-2 cm yang
mengelilingi pipa untuk keperluan pengurasan lumpur tinja. Pipa terluar
atau terbesar berdiameter 20-30 cm dan merupakan pipa peluap. Celah
antara pipa sedang dan pipa besar minimum 2 cm. Panjang Pipa besar
minimum 1 meter dan bagian atasnya baru selalu berada diatas
permukaan air tertinggi. Ukuran pipa ditentukan oleh volume beban
limbah dan keadaan fluktuasi tinggi air.

3. Mengapa Tripikon S
Kelebihan.
8
a. Tidak memerlukan lahan sehingga cocok untuk mengatasi masalah
ketiadaan lahan di bantaran / sungai.
b. Relatif murah, lebih murah dibandingkan dengan membuat septik tank
di lahan tanah.
c. Tidak memerlukan teknisi khusus, bisa dilakukan oleh kader terlatih.
Kekurangan
a. Volume terbatas.
b. Memerlukan pemeliharaan dan pembersihan/pengurasan secara
berkala.

C. HASIL INOVASI
1. Sosialiasi
Dilakukan pada masyarakat yang berdiam/bertempat tinggal dipinggiran/
bantaran sungai, melalui kegiatan penyuluhan dan pemicuan Stop BABS.
2. Percontohan
Dilaksanakan pembuatan dan pemasangan Tripikon S percontohan
bertempat di desa Bincau Muara, sebagai perkenalan dan pembuktian
bahwa ini bisa diterapkan di daerah mereka, pada tahun 2017 telah dibuat
satu buah jamban keluarga dengan sistem Tripikon-S dan sarana tersebut
berfungsi dengan baik sampai saat ini dan belum penuh sehingga belum
perlu dilakukan pengurasan.
3. Hasil Pelaksanaan Inovasi
Progres Kepemilikan WC Masyarakat desa Bincau Muara
Punya WC
No Jumlah KK
2017 % 2018 % 2019 %
454 272 60 319 70 324 71

Penduduk (KK) Bertempat Tinggal Di Pinggir Sungai dan


Tidak Punya Lahan Untuk Membuat Jamban Dengan Septik Tank.

Punya WC(*)
No Jumlah KK
2017 % 2018 % 2019 %
92 1 1 3 3,2 5 5,4
(*) Jenis sarana WC dengan sistem Tripikon-S.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Tripikon S mungkin sebagai salah satu dari banyak teknologi inovasi
yang dapat diterapkan untuk mengatasi masalah BABS didaerah aliran sungai
dengan kesederhanaan teknik pelaksanaan dan harga yang relatif murah akan
dapat terjangkau oleh masyarakat dan dapat diterapkan.
Model ini dapat diaplikasikan mengingat sebagian wilayah dan
masyarakat Kabupaten Banjar betrtempat tinggal di piggiran/ bantaran sungai.
B. SARAN
1. Agar dapat ditindaklanjuti dengan sosialisasi dan pemasaran secara lebih
luas pada masyarakat daerah aliran sungai lainnya.
2. Dapat diterapkan pada jamban disungai sehingga kalaupun masih ada
jamban sungai tapi sudah tidak mencemari lingkungan lagi.

9
BAB IV
PENUTUP.

Semoga usaha ini dapat bermanfaat dan menjadi solusi dalam


permasalahan keterbatasan lahan untuk pembangunan jambaan keluarga di daerah
bantaran sungai, serta memberikan dampak yang nyata sebagai bagian dalam
upaya meningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan upaya pencegahan dan
perubahan perilaku.
DAFTAR PUSTAKA
1. Juklak Program Sanitasi Total & Pemasaran Sanitasi (SToPS), WSP. 2008
2. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat, Direktorat Jenderal PPM & PL.
2003
3. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Azwar, A. 1983
4. Metode Pembuangan Tinja , Pinastik dan Tripikon.s Dwi Linggar sari dkk.
5. PEMBUATAN JAMBAN http://sriapriani04.blogspot.co.id/2013/07/v-
behaviorurldefaultvmlo_15.html

10
KEGIATAN SOSIALISASI DESA BINCAU MUARA
CARA PEMASANGAN JAMBAN TRIPIKON
Kegiatan Pembuatan Tripikon.S di Desa Bincau Muara
Kegiatan Pembuatan Tripikon.S di Desa Bincau Muara
Kegiatan Pembuatan Tripikon.S di Desa Bincau Muara
Kegiatan Pembuatan Tripikon.S di Desa Bincau Muara
Kegiatan Pembukaran Jamban Apung di Desa Bincau Muara
Kegiatan Pembukaran Jamban Apung di Desa Bincau Muara

Anda mungkin juga menyukai