Anda di halaman 1dari 20

FILSAFAT PENDIDIKAN

“UJIAN AKHIR SEMESTER”

Dosen: Dr. I Made Gunamantha, ST, MMT

Oleh:

Nama : Putri Iman Sari


NIM : 1829041040
Kelas/Semester : B2/1

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN DASAR


PASCASARJANA UNVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2019
1. Jelaskan apa itu filsafat!

Filsafat merupakan sebuah kecintaan pada kebenaran yang diambil dari kata filof (cinta)

dan sofia (kebijaksanaan/kebenaran) yang merupakan seni berpikir mengenai suatu

kebenaran atas dasar rasa ingin tahu melalui berbagai pertanyaan-pertanyaan terhadap

suatu hal tertentu (Knight, 2007). Filsafat juga sering diartikan sebagai usaha dalam

mencari suatu kebenaran dari segala hal yang ada berdasarkan pemikiran yang mendalam

(rasio). Adapun beberapa pendapat para tokoh mengenai filsafat itu sendiri adalah

sebagai berikut.

a. Plato (427-347SM), filsafat merupakan pengetahuan mengenai segala sesuatu yang

ada.

b. Aristoteles (384-322SM), filsafat merupaka upaya/usaha dalam menyelidiki sebab

dan asas segala benda.

c. Marcus Tullius (106-43SM), filsafat merupakan pengetahuan tentang sesuatu yang

maha agung dan usaha dalam pencapaiannya.

Melalui pemikiran secara mendalam untuk mendapatkan sebuah kebenaran

mengenai hal-hal yang dipertanyakan makan filsafat juga sering dikatakan sebagai

sebuah aktivitas atau kegiatan untuk memperoleh kebenaran-kebenaran tersebut seperti

merenung dalam waktu yang cukup lama, melakukan sintesis terhadap pertanyaan yang

diragukan kebenarannya, hingga melakukan analisis untuk mengklarifikasi kesalah

pahaman yang mungkin terjadi sehingga timbul sikap tertentu melalui aktivitas yang

dilakukan seperti fleksibelitas mengenai pengetahuan baru yang didapat dan kesadaran

diri tentang apa yang dipelajarinya.


2. Ketiga cabang utama filsafat (metafisik, epistemologi, dan aksiologik)

dikelompokkan sesuai dengan sifat pertanyaan yang diajukan. Jelaskan ketiga

cabang utama filsaat tersebut dan berikan masing-masing contoh pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan?

Gazalba (1973: 5) mengemukakan bidang permasalahan filsafat berikut ini.

1) METAFISIK

Metafisika adalah cabang filsafat mengenai yang ada. Aristoteles mendefinisikan

metafisika sebagai ilmu mengenai yang ada sebagai yang ada, yang dilawankan

dengan yang ada sebagai yang digerakkan dan yang ada sebagai yang dijumlahkan.

Metafisika berasal dari bahasa Yunani: meta ta physika yang berarti “hal-hal

yang terdapat sesudah fisika”. Secara sederhana metafisika dapat didefinisikan

sebagai cabang filsafat atau bagian pengetahuan manusia yang bersangkutan dengan

pertanyaan mengenai hakikat ada yang terdalam. Pada umumnya orang mengajukan

pertanyaan yang bercorak metafisika, misalnya : (1) Apakah saya ini tidak berbeda

dengan batu karang? Apakah roh saya hanya merupakan gejala materi? (2)

Apakah yang merupakan asal mula jagad raya? Apakah yang menjadikan pusat

jagad raya dan bukannya suatu keadaan yang bercampur aduk? Apakah hakikat

ruang dan waktu itu?

2) EPISTEMOLOGI

Kattsoff berpendapat epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal

mula, susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan. Pertanyaan yang mendasar

ialah: Apakah mengetahui itu? Apakah yang merupakan asal mula pengetahuan

kita? Bagaimanakah cara kita membedakan antara pengetahuan dengan pendapat?


Apakah yang merupakan bentuk pengetahuan itu? Corak-corak pengetahuan apakah

yang ada? Bagaimanakah cara kita memperoleh pengetahuan? Apakah kebenaran

dan kesesatan itu? Apakah kesalahan itu?

3) AKSIOLOGI

Aksiologi sebagai cabang filsafat yang mempelajari nilai-nilai dekat pula dengan

lmu pendidikan, karena dunia nilai sebagai dasar bagi pendidikan, oleh karena itu

perlu dipertimbangkan dalam penentuan tujuan pendidikan. Disisi lain pendidikan

sebagai fenomena kehidupan sosial, kultural, dan keagamaan tidak dapat dipisahkan

dari sistem nilai. Jadi yang menjadi landasan dalam tataran aksiologi adalah

untuk apa pengetahuan itu digunakan? Bagaimana hubungan penggunaan ilmiah

dengan moral etika? Bagaimana penentuan obyek yang diteliti secara moral?

Bagimana kaitan prosedur ilmiah dan metode ilmiah dengan kaidah moral?

3. Uraikan jawaban-jawaban metafisika, epistemologi, dan aksiologi dari aliran

idealisme, realisme, pragmatisme, dan eksistensialisme.

Apakah sebenarnya hakikat hidup itu? Pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang

dipelajari oleh metafisika. Apakah yang saya dapat ketahui? Pertanyaan ini merupakan

pertanyaan yang dipelajari oleh epistemology. Sementara apakah manusia itu?

Merupakan pertanyaan yang dipelajari oleh aksiologi.

4. Uraikan implikasi pandangan idealisme, realisme, pragmatisme, dan

eksistensialisme terhadap pendidikan (komponen pendidikan: pelajar, guru,

kurikulum, metode pembelajaran, dan tujuan sekolah).

 Implikasi Idealisme terhadap Pendidikan


1. Kurikulum Pendidikan

Kurikulum pendidikan idealisme berisikan pendidikan liberal dan pendidikan

vokasional/praktis. Pendidikan liberal dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan-

kemampuan rasional dan moral. Pendidikan vokasional dimaksudkan untuk

pengembangan kemampuan suatu kehidupan/pekerjaan.

Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus

lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada

pengajaran yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa

actual.

1. Metode Pendidikan

Tidak cukup mengajar siswa tentang bagaimana berfikir, sangat penting bahwa apa

yang siswa pikirkan menjadi kenyataan dalam perbuatan. Metode mangajar hendaknya

mendorong siswa untuk memperluas cakrawala, mendorong berfikir reflektif,

mendorong pilihan-pilihan morak pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan

berfikir logis, memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan untuk masalah-

masalah moral dan sosia, miningkatkan minat terhadap isi mata pelajaran, dan

mendorong siswa untuk menerima nilai-nilai peradaban manusia.

2. Peran Guru

Para filsuf idealisme mempunyai harapan yang tinggi dari para guru. Keunggulan harus

ada pada guru, baik secara moral maupun intelektual. Tidak ada satu unsur pun yang

lebih penting di dalam sistem sekolah selain guru. Guru hendaknya “bekerjasama

dengan alam dalam proses menggabungkan manusia, bertanggung jawab menciptakan

lingkungan pendidikan bagi para siswa.


Para murid yang menikmati pendidikan di masa aliran idealisme sedang gencar-

gencarnya diajarkan, memperoleh pendidikan dengan mendapatkan

pendekatan (approach) secara khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara yang

sangat penting. Giovanni Gentile pernah mengemukakan, “Para guru tidak boleh

berhenti hanya di tengah pengkelasan murid, atau tidak mengawasi satu persatu

muridnya atau tingkah lakunya. Seorang guru mesti masuk ke dalam pemikiran

terdalam dari anak didik, sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para anak

didik. Guru jangan hanya membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul atau

sekadar ledakan kecil yang tidak banyak bermakna.

Model pemikiran filsafat idealisme yang menganggap anak didik merupakan makhluk

spiritual dan guru yang juga menganut paham idealism menjadikan sistem pengajaran

di kelas biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan, mereka

tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya spiritual.

Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai:

a. Guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak didik

b. Guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa

c. Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik

d. Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid

e. Guru menjadi teman dari para muridnya

f. Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah murid untuk

belajar

g. Guru harus bisa menjadi idola para siswa


h. Guru harus rajib beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang bisa menjadi

teladan para siswanya

i. Guru harus menjadi pribadi yang komunikatif

j. Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi bahan ajar yang

diajarkannya

k. Tidak hanya murid, guru pun harus ikut belajar sebagaimana para siswa belajar

l. Guru harus merasa bahagia jika anak muridnya berhasil

m. Guru haruslah bersikap dmokratis dan mengembangkan demokrasi

n. Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya.

5. Peran Siswa

Siswa berperan bebas mengembangkan kepribadian dan bakat-bakatnya”.

(Edward J.Power,1982). Bagi aliran idealisme, anak didik merupakan seorang

pribadi tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham

idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan

merupakan ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman

pribadinya sebagai makhluk spiritual.

 Implikasi Realisme terhadap Pendidikan

Tokoh realisme adalah Aristoteles (384 – 332 SM). Pada dasarnya aliran ini

berpandangan bahwa hakekat realitas adalah fisik dan roh, jadi realitas adalah dualistik.

Ada 3 golongan dalam realisme, yaitu realisme humanistik, realisme sosial, dan realisme

yang bersifat ilmiah. Realisme humanistik menghendaki pemberian pengetahuan yang

luas, ketajaman pengalaman, berfikir dan melatih ingatan. Realisme sosial berusaha
mempersiapkan individu untuk hidup bermasyarakat. Realisme yang bersifat ilmiah atau

realisme ilmu menekankan pada penyelidikan tentang alam. Francis Bacon (1561–1626)

seorang tokoh realisme ilmu berpandangan bahwa alam harus dikuasai oleh manusia.

Pandangannya tentang manusia ditentukan oleh kemampuan menggunakan pikirannya.

(Sadulloh: 2003: 36)

Realisme adalah aliran filsafat yang memandang bahwa dunia materi diluar kesadaran

ada sebagai suatu yang nyata dan penting untuk kita kenal dengan mempergunakan

intelegensi. Objek indra adalah real, yaitu benda-benda ada, adanya itu terlepas dari

kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, atau kita persepsikan atau ada hubungannya

dengan pikiran kita. Menurut realisme hakikat kebenaran itu barada pada kenyataan alam

ini, bukan pada ide atau jiwa.

Aliran realisme juga memiliki implikasi terhadap dunia pendidikan (Fajar, 2010: 1)

sebagai berikut:

1. Tujuan Pendidikan. Pendidikan pada dasarnya bertujuan agar para siswa dapat

bertahan hidup di dunia yang bersifat alamiah, memperoleh keamanan dan hidup

bahagia. Dengan jalan memberikan pengetahuan yang esensial kepada para siswa,

maka mereka akan dapat bertahan hidup di dalam lingkungan alam dan sosialnya.

2. Kurikulum Pendidikan. Kurikulum sebaiknya meliputi: (1) sains/IPA dan matematika,

(2) Ilmu-ilmu kemanusiaan dan ilmu-ilmu sosial, serta (3) nilai nilai. Sains dan

matematika sangat dipentingkan. Keberadaan sains dan matematika dipertimbangkan

sebagai lingkup yang sangat penting dalam belajar. Sebab, pengetahuan tentang alam

memungkinkan umat manusia untuk dapat menyesuaikan diri serta tumbuh dan

berkembang dalam lingkungan alamnya. Ilmu kemanusiaan tidak seharusnya


diabaikan, sebab ilmu kemanusiaan diperlukan setiap individu untuk menyesuaikan

diri dengan lingkungan sosialnya. Kurikulum hendaknya menekankan pengaruh

lingkungan sosial terhadap kehidupan individu.

3. Metode Pendidikan. “Semua belajar tergantung pada pengalaman, baik pengalaman

langsung maupun tidak langsung (seperti melalui membaca buku mengenai hasil

pengalaman orang lain), kedua-duanya perlu disajikan kepada siswa. Metode

penyajian hendaknya bersifat logis dan psikologis. Pembiasaan merupakan metode

utama yang diterima oleh para filsuf Realisme yang merupakan penganut

Behaviorisme” (Edward J. Power). Metode mengajar yang disarankan para filosof

Realisme bersifat otoriter. Guru mewajibkan para siswa untuk dapat menghafal,

menjelaskan, dan membandingkan fakta-fakta; mengiterpretasi hubungan-hubungan,

dan mengambil kesimpulan makna-makna baru.

4. Peranan Guru dan Siswa. Guru adalah pengelola kegiatan belajar-mengajar di dalam

kelas (classroom is teacher-centered); guru adalah penentu materi pelajaran; guru

harus menggunakan minat siswa yang berhubungan dengan mata pelajaran, dan

membuat mata pelajaran sebagai sesuatu yang kongkrit untuk dialami siswa. Dengan

demikian guru harus berperan sebagai “penguasa pengetahuan; menguasai

keterampilan teknik-teknik mengajar; dengan kewenangan membentuk prestasi

siswa”. Adapun siswa berperan untuk “menguasai pengetahuan yang diandalkan;

siswa harus taat pada aturan dan berdisiplin, sebab aturan yang baik sangat diperlukan

untuk belajar, disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk berbagai tingkatan

keutamaan” (Edward J. Power).


5. Pendidikan yang didasari oleh realisme bertujuan agar peserta didik menjadi manusia

bijaksana secara intelektual yang dapat memiliki hubungan serasi dengan lingkungan

fisik maupun sosial. Implikasi pandangan realisme adalah sebagai berikut:

1. Tujuan pendidikannya membentuk individu yang dapat menyelesaikan diri

dalam masyarakat dan memilki tanggung jawab pada masyarakat.

2. Kedudukan peserta didik ialah memperoleh intruksi dan harus menguasai

pengetahuan. Disiplin mental dan moral diperlukan dalam setiap jenjang

pendidikan.

3. Peran guru adalah menguasai materi, memiliki keterampilan dalam pedagogi

untuk mencapai tujuan pendidikan.

4. Kurikulum yang dikembangkan bersifat konfrehensif yaitu memuat semua

pengetahuan yang penting. Kurikulum realis menghasilkan pengetahuan yang

luas dan praktis.

5. Metode yang dilaksanakan didasari oleh keyakinan bahwa senua pembelajaran

tergantung pada pengalaman. Oleh karenanya pengalaman langsung dan

bervariasi perlu dilaksanakan oleh peserta didik. Metode penyampaian harus

logis dan didukung oleh pengetahuan psikologis.

(Sadulloh: 2003: 42)

 Implikasi Materialisme terhadap Pendidikan

Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, bukan

spiritual, atau supranatural. Demokritos (460-360 SM), merupakan pelopor pandangan

materialisme klasik, yang disebut juga “atomisme”.

Demokritos beserta pengikutnya beranggapan bahwa segala sesuatu terdiri dari bagian-
bagian kecil yang tidak dapat dbagi-bagi lagi (yang disebut atom-atom). Atom-atom

merupakan bagian dari yang terkecil sehingga mata kita tidak dapat melihatnya.

Menurut Randal dalam Sadulloh (2003: 49) bahwa karakteristik umum materialisme pada

abad delapan belas berdasarkan pada suatu asumsi bahwa realitas dapat dikembangkan

pada sifat-sifat yang sedang mengalami perubahan gerak dalam ruang. Asumsi tersebut

menunjukkan bahwa:

1. Semua sains seperti biologi, kimia, fisika, psikologi, sosiologi, ekonomi, dan yang

lainnya ditinjau dari dasar fenomena materi yang berhubungan secara kausal (sebab

akibat, jadi semua sains merupakan cabang dari sans mekanika.

2. Apa yang dikatakan “jiwa” dan segala kegiatannya (berpikir, memahami) adalah

merupakan suatu gerakan yang kompleks dari otak, sistem urat syaraf, atau organ-organ

jasmani yang lainnya.

3. Apa yang disebut dengan nilai dan cita-cita, makna dan tujuan hidup, keindahan

dan kesenangan, serta kebebasan, hanyalah sekedar nama-nama atau semboyang.

Menurut Tohmas Hobbes (Fadliyanur, 2008: 1) Sebagai penganut empiris materialime, ia

berpendapat bahwa pengalaman merupakan awal dari segala pengetahuan, juga awal

pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan dikokohkan oleh pengalaman. Hanya

pengalamanlah yang memberikan kepastian. Pengetahuan melalui akal hanya memiliki

fungsi mekanis semata, sebab pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses

penjumlahan dan pengurangan.

Materialisme maupun positivisme pada dasarnya tidak menyusun konsep pendidikan

secara eksplisit. Bahkan menurut Henderson (Agus, 2013: 1), Materialisme belum pernah

menjadi penting dalam menentukan sumber teori pendidikan. Menurut Waini Rasyidin
(Anjar, 2011: 1) filsafat positivisme sebagai cabang dari materialism lebih cenderung

menganalisis hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi upaya dan hasil pendidikan

secara factual. Memilih aliran positivisme berarti menolak filsafat pendidikan dan

mengutamakan sains pendidikan.

Pendidikan dalam hal ini proses belajar merupakan proses kondisionaisasi lingkungan.

Hal ini mengandung implikasi bahwa proses pendidikan (proses belajar) menekankan

pentingnya keterampilan dan pengetahuan akademis yang empiris sebagai hasil kajian

sains serta perilaku sosial sebagai hasil belajar (Fadliyanur, 2008: 1)

Peranan Guru

Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan. Guru

dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa.

 Implikasi Pragmatisme terhadap Pendidikan

Pandangan ini dapat dianggap sebagai kreasi filsafat yang berasal dari amerika.

Pragmatisme dipengaruhi oleh pandangan empirisme, utilitarianisme dan positivisme.

Para ahli yang mendukung timbulnya pragmatisme di Amerika adalah Charles Sanders

Piere (1839–1914) yang mengembangkan kriteria pragmatisme yakni tidak menemukan

kebenaran tetapi menemukan arti/kegunaan. William James (Sadulloh, 2003: 53)

memperkenalkan bahwa pengetahuan yang bermanfaat adalah yang didasari oleh

eksperimen (instrumentalisme). John Dewey (Sadulloh, 2003: 54) mengarahkan

pragmatisme sebagai filsafat sistematis Amerika dengan menyebarluaskan filsafat pada

masyarakat amerika yang terdidik. Menurut Dewey misi filsafat adalah Kritis,

konstruktif dan rekonstruktif.


Pragmatisme menganggap bahwa suatu teori dapat dikatakan benar apabila teori itu

bekerja. Menurut James (Edwar, 2012: 1) kebenaran adalah sesuatu yang terjadi pada

ide. Menurutnya kebenaran adalah sesuatu yang tidak statis dan tidak mutlak.

Adapun implikasi pragmatisme dalam pendidikan (Sadulloh: 2003: 56) adalah sebagai

berikut:

1. Tujuan pendidikannya menggunakan pengalaman sebagai alat menyelesaikan hal-

hal baru dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan masyarakat.

2. Kurikulum dirancang dengan menggunakan pengalaman yang telah diuji namun

dapat diubah kalau diperlukan. Adapun minat dan kebutuhan peserta didik

diperhitungkan dalam penyusunan kurikulum.

3. Fungsi guru adalah mengarahkan pengalaman belajar perserta didik tanpa terlalu

mencampuri minat dan kebutuhannya.

5. Uraikan prinsip-prinsip dari esensialisme, behaviorisme, parenialisme,

progresivisme, humanism, rekonstruktivisme, dan futurisme pada aspek pendidikan.

Prinsip Humanism Pada Aspek Pendidikan

Menurut pandangan ini pendidikan menekankan pada kebutuhan anak atau "child
centered". Kehidupan sekolah terus-menerus diperbaiki disesuaikan dengan motif/peserta
didik.

Implikasi pandangan ini adalah sebagai berikut:

a. Tujuan pendidikan menekankan pada kebutuhan peserta didik untuk


aktualisasi diri, berkembang secara efektif dan terbentuknya moral anak.

b. Kurikulum menekankan pada minat peserta didik bukan pada materi.


c. Metode yang digunakan adalah penemuan dengan menekankan pada
kreativitas untuk mengembangkan keinginan alami peserta didik

d. Peran guru sebagai agen kerja sama tanpa menunjukkan kekuasaan.

Prinsip Behaviorism Pada Aspek Pendidikan

Menurut pandangan ini dengan menggunakan indra kita akan memperoleh


pengetahuan tentang realitas fisik, dan aturan mengikuti hukum-hukum alam.

Implikasi pandangan ini dalam pendidikan adalah;

a. Tujuan pendidikan mengubah atau memodifikasi tingkah laku.

b. Kurikulum dikembangkan untuk mencapai tujuan berdasarkan tingkah laku


yang telah ditetapkan.

c. Metode yang digunakan dengan menggunakan penguatan dalam belajar,


pengajaran berprogram dan kompetensi.

d. Peserta didik tidak memiliki kebebasan untuk menentukan sendiri apa


yang akan dipelajari.

Prinsip Progresivisme Pada Aspek Pendidikan

Dari penjelasan yang dikemukakan oleh W.H Kilpatrick tersebut ada beberapa hal yang
perlu diungkapkan yaitu: (1) kurikulum harus dapat meningkatkan kualitas hidup
anak didik sesuai dengan jenjang pendidikan, (2) kurikulum yang dapat membina dan
mengembangkan potensi anak didik, (3) kurikulum yang sanggup mengubah prilaku
anak didik menjadi kreatif, adaptif dan kemandirian dan (4) kurikulum bersifat
fleksibel atau luwes berisi tentang berbagai macam bidang studio.

Prinsip Esensialisme Pada Aspek Pendidikan


Butler mengemukakan bahwa sejumlah anak untuk tiap angkatan baru haruslah dididik
untuk mengetahui dan mengagumi Kitab Suci. Sedangkan Demihkevich menghendaki
agar kurikulum berisikan moralitas yang tinggi .
Realisme mengumpamakan kurikulum sebagai balok-balok yang disusun dengan
teratur satu sama lain yaitu disusun dari paling sederhana sampai kepada yang paling
kompleks. Susunan ini dapat diutarakan ibarat sebagai susunan dari alam, yang
sederhana merupakan fundamen at au dasar dari susunannya yang paling kompleks.
Jadi bila kurikulum disusun atas dasar pikiran yang demikian akan bersifat harmonis.

Determiuisme mutlak, menunjukkan bahwa belajar adalah mengalami hal-hal yang tidak
dapat dihalang-halangi adanya, jadi harus ada, yang bersama-sama membentuk
dunia ini. Pengenalan ini perlu diikuti oleh penyesuaian supaya dapat tercipta
suasana hidup yang harmonis.
2. Determinisme terbatas, memberikan gambaran kurangnya sifat pasif mengenai
belajar. Bahwa meskipun pengenalan terhadap hal-hal yang kausatif di dunia ini
berarti tidak dimungkinkan adanya penguasaan terhadap mereka, namun
kemampuan akan pengawas yang diperlukan.

Prinsip Parenialisme Pada Aspek Pendidikan

Anak didik yang diharapkan menurut perenialisme adalah mampu mengenal dan

mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-

karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran

mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol dalam bidang-bidang seperti bahasa dan sastra,

sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam dan lain-lainnya, telah

banyak yang mampu memberikan ilmunisasi zaman yang sudah lampau.

Dengan mengetahui rulisan yang berupa pikiran dari para ahli yang terkenal tersebut, yang

sesuai dengan bidangnya maka anak didik akan mempunyai dua keuntungan yakni:
1. Anak-anak akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lamp au yang telah dipikirkan oleh

orang-orang besar.

2. Mereka memikirkan peristiwa-peristiwa penting dan karyakarya tokoi1 terse but untuk diri

sendiri dan sebagai bahan pertimbangan (reverensi) zaman sekarang.

Prinsip Rekontruktivisme Pada Aspek Pendidikan

Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas

semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya inetelektual dan

spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai

dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga

terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.

Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia

yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh

golongan tertentu. Sila-sila demokrasi yang sungguh bukan hanya leori tetapi mesti menjadi

kenyataan, sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu

meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat

tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat

bersangkutan.

6. Jelaskan mengapa seorang guru harus mempelajari filsafat pendidikan!.

Pada hakikatnya filsafat mengajarkan setiap orang untuk berpikir kritis dan mendalam

tentang sesuatu. Hasil dari pemikiran dan pemahaman tentang sesuatu tersebut akan
mengarahkan kepada pelakuknya untuk berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai

yang terkandung di dalamnya. Menurut Mustadi (2015) Guru sebagai pendidik harus

menyediakan kegiatan yang relevan dan konteks yang sangat bermakna bagi peserta didik.

Landasan filosofis pendidikan merupakan cabang dari filsafat yang mengkaji tentang apa,

bagaimana, dan mengapa pendidikan. Seorang guru yang mempelajari dan memahami

landasan filosofis pendidikan akan melakukan berbagai upaya untuk keberhasilan proses

pembelajaran yang ia lakukan. Seorang guru yang memahami filosofis pendidikan akan

memahami tujuan ia mendidik. Sehingga, dengan seksama ia akan memikirkan bagaimana

siswanya belajar, apa yang harus dipelajari siswanya, bagaimana siswanya bisa terlibat

secara aktif dalam proses pembelajaran, bagaimana hasil belajar siswa bisa membangun

sikap mereka, dan sebagainya. Menurut Sadulloh (2003) tujuan pendidikan merupakan

gambaran dari filsafat atau pandangan hidup manusia, baik secara perseorangan maupun

kelompok. Tujuan pendidikan itu sendiri menyangkut sistem nilai dan norma-norma

dalam suatu konteks kebudayaan, baik dalam mitos, kepercayaan dan religi, filsafat,

idiologi, dan sebagainya. Pendidikan akan dapat dilaksanakan secara mantap, jelas arah

tujuannya, relevan isi kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau cara-cara

pelaksanaannya hanya apabila dilaksanakan dengan mengacu pada suatu landasan yang

kokoh. Sebab itu, sebelum melaksanakan pendidikan, para pendidik perlu terlebih dahulu

memperkokoh landasan pendidikannya. (Suyitno, 2009: 1).

Mengingat hakikat pendidikan adalah humanisasi, yaitu upaya memanusiakan manusia,


maka para pendidik perlu memahami hakikat manusia sebagai salah satu landasannya.
Konsep hakikat manusia yang dianut pendidik akan berimplikasi terhadap konsep dan
praktek pendidikannya.
Dalam ilmu pengetahuan, filsafat mempunyai kedudukan sentral, asal, atau pokok.
Karena filsafatlah yang mula-mula merupakan satu-satunya usaha manusia di bidang kerohanian
untuk mencapai kebenaran atau pengetahuan.
Peranan Filsafat dalam profesi guru antara lain:
1. Filsafat dalam arti analisa filsafat adalah merupakan salah satu cara pendekatan yang digunakan
para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori-teori
pendidikannya, di samping menggunakan metoda-metoda ilmiahnya lainnya.
2. Filsafat juga berfungsi memberikan arah agar dalam proses pendidikan khususnya dalam
kegiatan pembelajaran. Artinya dengan adanya arah teori-teori dan pandangan filsafat
pendidikan yang telah dikembangkan dapat diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai
dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang berkembang di masyarakat. Di samping itu,
merupakan kenyataan bahwa semua masyarakat hidup dengan pandangan dan filsafat hidupnya
sendiri-sendiri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, dan dengan sendirinya akan
menyangkut kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Disinilah peran filsafat dalam engarahkan proses
pendidikan yang menyesuaikan dengan kebutuhan, tujuan dan pandangan hidup dari masyarakat.
3. Filsafat mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori
pendidikan menjadi ilmu pendidikan. Di mna suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan
diarahkan oleh filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan menimbulkan bentuk-bentuk
dan gejala-gejala kependidikan yang tertentu pula. Analisa filsafat berusaha untuk menganalisa
dan memeberikan arti terhadap data-data kependidikan untuk selanjutnya menyimpulkan serta
dapat disusun menjadi sebuah teori-teori kependidikan yang ralistis dan selanjutnya akan
berkembanglah ilmu pengetahuan.
Filsafat dalam pendidikan khususnya bagi profesi guru sebagai suatu lapangan studi yang
mengarahkan pusat perhatiannya dan memusatkan kegiatannya pada dua fungsi tugas normatif
lmiah, yaitu; kegiatan merumuskan dasar-dasar dan tujuan pendidikan, konsep tentang sikap
hakikat manusia, serta konsepsi hakikat dan segi-segi pendidikan serta isi moral pendidikannya.
Filsafat juga merupakan kegiatan merumuskan sistema atau teori pendidikan yang
meliputi politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan atau organisasi pendidikan, metodologi
pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam
pengembangan masyarakat dan Negara.
Filsafat memberikan gambaran bagaimana pengetahuan memberikan kesadaran kepada
manusia tentang kenayataan yang diberikan oleh filsafat dapat diikuti contoh berikut ini:
Ada seorang guru yang mempunyai kesadaran diri untuk meningkatkan dan mendapatkan
pemahaman yang ada dalam kehidupan nyata, misalnya bagaimana pengetahuan tersebut
diperolehnya dan bagaimana bentuk dari pengetahuan yang telah dikuasainya itu, maka
filssafatlah yang membantu guru tersebut untuk menjawabnya. Karena memang di dalam abad
ini masalah pengetahuan pusat permasalahan di dalam agenda dari seorang ahli filsafat. Guru dan
pemikir tadi menyatakan pendapatnya dengan dukungan yang persuasif ialah apa yang dikehaui
ialah apa saja yang kita buktikan. Apakah kita pernah membantah bahwa hari cerah dan tidak ada
mendung bila kita dan orang lain melihat sinar matahari? Apakah sinar matahari telah tertangkap
oleh mata kita? Dan apakah kita akan membantah bahwa api itu panas setelah kita memasukkan
jari kita ke tempat api dan segera menariknya karena api itu melukai jari kita. Jika kita
memikirkan semua itu, maka akan memperoleh seperangkat pengetahuan dan pengalaman
empiris.
7. Jelaskan hubungan antara keyakinan filosofis seorang guru dengan gaya
mengajarnya.
filsafat metafisika guru mengetahui hakekat manusia, khususnya anak sehingga tahu bagaimana cara
memperlakukannya dan berguna untuk mengetahui tujuan pendidikan. Dengan filsafat epistemologi
guru mengetahui apa yang harus diberikan kepada siswa, bagaimana cara memperoleh
pengetahuan, dan bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut. Dengan filsafat aksiologi
guru memehami yang harus diperoleh siswa tidak hanya kuantitas pendidikan tetapi juga kualitas
kehidupan karena pengetahuan tersebut. Yang menentukan filsafat pendidikan seorang guru adalah
seperangkat keyakinan yang dimiliki dan berhubungan kuat dengan perilaku guru, yaitu: Keyakinan
mengenai pengajaran dan pembelajaran, siswa, pengetahuan, dan apa yang perlu diketahui.
DAFTAR PUSTAKA

Knight, G.R. 2007. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: GAMA MEDIA.

Anda mungkin juga menyukai