Oleh:
Filsafat merupakan sebuah kecintaan pada kebenaran yang diambil dari kata filof (cinta)
kebenaran atas dasar rasa ingin tahu melalui berbagai pertanyaan-pertanyaan terhadap
suatu hal tertentu (Knight, 2007). Filsafat juga sering diartikan sebagai usaha dalam
mencari suatu kebenaran dari segala hal yang ada berdasarkan pemikiran yang mendalam
(rasio). Adapun beberapa pendapat para tokoh mengenai filsafat itu sendiri adalah
sebagai berikut.
ada.
mengenai hal-hal yang dipertanyakan makan filsafat juga sering dikatakan sebagai
merenung dalam waktu yang cukup lama, melakukan sintesis terhadap pertanyaan yang
pahaman yang mungkin terjadi sehingga timbul sikap tertentu melalui aktivitas yang
dilakukan seperti fleksibelitas mengenai pengetahuan baru yang didapat dan kesadaran
1) METAFISIK
metafisika sebagai ilmu mengenai yang ada sebagai yang ada, yang dilawankan
dengan yang ada sebagai yang digerakkan dan yang ada sebagai yang dijumlahkan.
Metafisika berasal dari bahasa Yunani: meta ta physika yang berarti “hal-hal
sebagai cabang filsafat atau bagian pengetahuan manusia yang bersangkutan dengan
pertanyaan mengenai hakikat ada yang terdalam. Pada umumnya orang mengajukan
pertanyaan yang bercorak metafisika, misalnya : (1) Apakah saya ini tidak berbeda
dengan batu karang? Apakah roh saya hanya merupakan gejala materi? (2)
Apakah yang merupakan asal mula jagad raya? Apakah yang menjadikan pusat
jagad raya dan bukannya suatu keadaan yang bercampur aduk? Apakah hakikat
2) EPISTEMOLOGI
ialah: Apakah mengetahui itu? Apakah yang merupakan asal mula pengetahuan
3) AKSIOLOGI
Aksiologi sebagai cabang filsafat yang mempelajari nilai-nilai dekat pula dengan
lmu pendidikan, karena dunia nilai sebagai dasar bagi pendidikan, oleh karena itu
sebagai fenomena kehidupan sosial, kultural, dan keagamaan tidak dapat dipisahkan
dari sistem nilai. Jadi yang menjadi landasan dalam tataran aksiologi adalah
dengan moral etika? Bagaimana penentuan obyek yang diteliti secara moral?
Bagimana kaitan prosedur ilmiah dan metode ilmiah dengan kaidah moral?
Apakah sebenarnya hakikat hidup itu? Pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang
dipelajari oleh metafisika. Apakah yang saya dapat ketahui? Pertanyaan ini merupakan
lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada
actual.
1. Metode Pendidikan
Tidak cukup mengajar siswa tentang bagaimana berfikir, sangat penting bahwa apa
yang siswa pikirkan menjadi kenyataan dalam perbuatan. Metode mangajar hendaknya
masalah moral dan sosia, miningkatkan minat terhadap isi mata pelajaran, dan
2. Peran Guru
Para filsuf idealisme mempunyai harapan yang tinggi dari para guru. Keunggulan harus
ada pada guru, baik secara moral maupun intelektual. Tidak ada satu unsur pun yang
lebih penting di dalam sistem sekolah selain guru. Guru hendaknya “bekerjasama
pendekatan (approach) secara khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara yang
sangat penting. Giovanni Gentile pernah mengemukakan, “Para guru tidak boleh
berhenti hanya di tengah pengkelasan murid, atau tidak mengawasi satu persatu
muridnya atau tingkah lakunya. Seorang guru mesti masuk ke dalam pemikiran
terdalam dari anak didik, sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para anak
didik. Guru jangan hanya membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul atau
Model pemikiran filsafat idealisme yang menganggap anak didik merupakan makhluk
spiritual dan guru yang juga menganut paham idealism menjadikan sistem pengajaran
Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai:
b. Guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa
d. Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid
f. Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah murid untuk
belajar
j. Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi bahan ajar yang
diajarkannya
k. Tidak hanya murid, guru pun harus ikut belajar sebagaimana para siswa belajar
5. Peran Siswa
Tokoh realisme adalah Aristoteles (384 – 332 SM). Pada dasarnya aliran ini
berpandangan bahwa hakekat realitas adalah fisik dan roh, jadi realitas adalah dualistik.
Ada 3 golongan dalam realisme, yaitu realisme humanistik, realisme sosial, dan realisme
luas, ketajaman pengalaman, berfikir dan melatih ingatan. Realisme sosial berusaha
mempersiapkan individu untuk hidup bermasyarakat. Realisme yang bersifat ilmiah atau
realisme ilmu menekankan pada penyelidikan tentang alam. Francis Bacon (1561–1626)
seorang tokoh realisme ilmu berpandangan bahwa alam harus dikuasai oleh manusia.
Realisme adalah aliran filsafat yang memandang bahwa dunia materi diluar kesadaran
ada sebagai suatu yang nyata dan penting untuk kita kenal dengan mempergunakan
intelegensi. Objek indra adalah real, yaitu benda-benda ada, adanya itu terlepas dari
kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, atau kita persepsikan atau ada hubungannya
dengan pikiran kita. Menurut realisme hakikat kebenaran itu barada pada kenyataan alam
Aliran realisme juga memiliki implikasi terhadap dunia pendidikan (Fajar, 2010: 1)
sebagai berikut:
1. Tujuan Pendidikan. Pendidikan pada dasarnya bertujuan agar para siswa dapat
bertahan hidup di dunia yang bersifat alamiah, memperoleh keamanan dan hidup
bahagia. Dengan jalan memberikan pengetahuan yang esensial kepada para siswa,
maka mereka akan dapat bertahan hidup di dalam lingkungan alam dan sosialnya.
(2) Ilmu-ilmu kemanusiaan dan ilmu-ilmu sosial, serta (3) nilai nilai. Sains dan
sebagai lingkup yang sangat penting dalam belajar. Sebab, pengetahuan tentang alam
memungkinkan umat manusia untuk dapat menyesuaikan diri serta tumbuh dan
langsung maupun tidak langsung (seperti melalui membaca buku mengenai hasil
utama yang diterima oleh para filsuf Realisme yang merupakan penganut
Realisme bersifat otoriter. Guru mewajibkan para siswa untuk dapat menghafal,
4. Peranan Guru dan Siswa. Guru adalah pengelola kegiatan belajar-mengajar di dalam
harus menggunakan minat siswa yang berhubungan dengan mata pelajaran, dan
membuat mata pelajaran sebagai sesuatu yang kongkrit untuk dialami siswa. Dengan
siswa harus taat pada aturan dan berdisiplin, sebab aturan yang baik sangat diperlukan
untuk belajar, disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk berbagai tingkatan
bijaksana secara intelektual yang dapat memiliki hubungan serasi dengan lingkungan
pendidikan.
Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, bukan
Demokritos beserta pengikutnya beranggapan bahwa segala sesuatu terdiri dari bagian-
bagian kecil yang tidak dapat dbagi-bagi lagi (yang disebut atom-atom). Atom-atom
merupakan bagian dari yang terkecil sehingga mata kita tidak dapat melihatnya.
Menurut Randal dalam Sadulloh (2003: 49) bahwa karakteristik umum materialisme pada
abad delapan belas berdasarkan pada suatu asumsi bahwa realitas dapat dikembangkan
pada sifat-sifat yang sedang mengalami perubahan gerak dalam ruang. Asumsi tersebut
menunjukkan bahwa:
1. Semua sains seperti biologi, kimia, fisika, psikologi, sosiologi, ekonomi, dan yang
lainnya ditinjau dari dasar fenomena materi yang berhubungan secara kausal (sebab
2. Apa yang dikatakan “jiwa” dan segala kegiatannya (berpikir, memahami) adalah
merupakan suatu gerakan yang kompleks dari otak, sistem urat syaraf, atau organ-organ
3. Apa yang disebut dengan nilai dan cita-cita, makna dan tujuan hidup, keindahan
berpendapat bahwa pengalaman merupakan awal dari segala pengetahuan, juga awal
pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan dikokohkan oleh pengalaman. Hanya
fungsi mekanis semata, sebab pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses
secara eksplisit. Bahkan menurut Henderson (Agus, 2013: 1), Materialisme belum pernah
menjadi penting dalam menentukan sumber teori pendidikan. Menurut Waini Rasyidin
(Anjar, 2011: 1) filsafat positivisme sebagai cabang dari materialism lebih cenderung
secara factual. Memilih aliran positivisme berarti menolak filsafat pendidikan dan
Pendidikan dalam hal ini proses belajar merupakan proses kondisionaisasi lingkungan.
Hal ini mengandung implikasi bahwa proses pendidikan (proses belajar) menekankan
pentingnya keterampilan dan pengetahuan akademis yang empiris sebagai hasil kajian
Peranan Guru
Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan. Guru
Pandangan ini dapat dianggap sebagai kreasi filsafat yang berasal dari amerika.
Para ahli yang mendukung timbulnya pragmatisme di Amerika adalah Charles Sanders
masyarakat amerika yang terdidik. Menurut Dewey misi filsafat adalah Kritis,
bekerja. Menurut James (Edwar, 2012: 1) kebenaran adalah sesuatu yang terjadi pada
ide. Menurutnya kebenaran adalah sesuatu yang tidak statis dan tidak mutlak.
Adapun implikasi pragmatisme dalam pendidikan (Sadulloh: 2003: 56) adalah sebagai
berikut:
dapat diubah kalau diperlukan. Adapun minat dan kebutuhan peserta didik
3. Fungsi guru adalah mengarahkan pengalaman belajar perserta didik tanpa terlalu
Menurut pandangan ini pendidikan menekankan pada kebutuhan anak atau "child
centered". Kehidupan sekolah terus-menerus diperbaiki disesuaikan dengan motif/peserta
didik.
Dari penjelasan yang dikemukakan oleh W.H Kilpatrick tersebut ada beberapa hal yang
perlu diungkapkan yaitu: (1) kurikulum harus dapat meningkatkan kualitas hidup
anak didik sesuai dengan jenjang pendidikan, (2) kurikulum yang dapat membina dan
mengembangkan potensi anak didik, (3) kurikulum yang sanggup mengubah prilaku
anak didik menjadi kreatif, adaptif dan kemandirian dan (4) kurikulum bersifat
fleksibel atau luwes berisi tentang berbagai macam bidang studio.
Determiuisme mutlak, menunjukkan bahwa belajar adalah mengalami hal-hal yang tidak
dapat dihalang-halangi adanya, jadi harus ada, yang bersama-sama membentuk
dunia ini. Pengenalan ini perlu diikuti oleh penyesuaian supaya dapat tercipta
suasana hidup yang harmonis.
2. Determinisme terbatas, memberikan gambaran kurangnya sifat pasif mengenai
belajar. Bahwa meskipun pengenalan terhadap hal-hal yang kausatif di dunia ini
berarti tidak dimungkinkan adanya penguasaan terhadap mereka, namun
kemampuan akan pengawas yang diperlukan.
Anak didik yang diharapkan menurut perenialisme adalah mampu mengenal dan
karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran
mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol dalam bidang-bidang seperti bahasa dan sastra,
sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam dan lain-lainnya, telah
Dengan mengetahui rulisan yang berupa pikiran dari para ahli yang terkenal tersebut, yang
sesuai dengan bidangnya maka anak didik akan mempunyai dua keuntungan yakni:
1. Anak-anak akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lamp au yang telah dipikirkan oleh
orang-orang besar.
2. Mereka memikirkan peristiwa-peristiwa penting dan karyakarya tokoi1 terse but untuk diri
semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya inetelektual dan
spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai
dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga
Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia
yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh
golongan tertentu. Sila-sila demokrasi yang sungguh bukan hanya leori tetapi mesti menjadi
kenyataan, sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu
tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat
bersangkutan.
Pada hakikatnya filsafat mengajarkan setiap orang untuk berpikir kritis dan mendalam
tentang sesuatu. Hasil dari pemikiran dan pemahaman tentang sesuatu tersebut akan
mengarahkan kepada pelakuknya untuk berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya. Menurut Mustadi (2015) Guru sebagai pendidik harus
menyediakan kegiatan yang relevan dan konteks yang sangat bermakna bagi peserta didik.
Landasan filosofis pendidikan merupakan cabang dari filsafat yang mengkaji tentang apa,
bagaimana, dan mengapa pendidikan. Seorang guru yang mempelajari dan memahami
landasan filosofis pendidikan akan melakukan berbagai upaya untuk keberhasilan proses
pembelajaran yang ia lakukan. Seorang guru yang memahami filosofis pendidikan akan
siswanya belajar, apa yang harus dipelajari siswanya, bagaimana siswanya bisa terlibat
secara aktif dalam proses pembelajaran, bagaimana hasil belajar siswa bisa membangun
sikap mereka, dan sebagainya. Menurut Sadulloh (2003) tujuan pendidikan merupakan
gambaran dari filsafat atau pandangan hidup manusia, baik secara perseorangan maupun
kelompok. Tujuan pendidikan itu sendiri menyangkut sistem nilai dan norma-norma
dalam suatu konteks kebudayaan, baik dalam mitos, kepercayaan dan religi, filsafat,
idiologi, dan sebagainya. Pendidikan akan dapat dilaksanakan secara mantap, jelas arah
tujuannya, relevan isi kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau cara-cara
pelaksanaannya hanya apabila dilaksanakan dengan mengacu pada suatu landasan yang
kokoh. Sebab itu, sebelum melaksanakan pendidikan, para pendidik perlu terlebih dahulu