Dfaehsrh
Dfaehsrh
4.1 Pendahuluan
jalan terusan dari bibir dan hidung ke trakea dan bronkus dengan
dilapisi mukosa. Dan juga terdapat sisi saluran sempit yang menuju ke
ruangan dan dilapisi mukosa yang lebih besar yang biasanya diisi oleh
1. Staphylococcus aureus
Patogenesis
organ.
kardiovaskuler.
Gambaran Klinik
langsung pada luka, misalnya luka pasca bedah atau infeksi setelah
klinis yang terlihat pada infeksi lain yang melalui aliran darah.
yang hebat.
trauma.
oleh masa inkubasi yang pendek (1-8 jam), rasa mual, muntah-
muntah, dan diare yang hebat, dan penyembuhan yang cepat, tidak
ada demam.
Pengobatan
lainnya melalui jari dan pakaian. Oleh karena itu antisepsis lokal
yang berulang.
dan obat-obat itu tidak dapat bekerja pada bagian sentral lesi
terhadap penisilin G.
Staphylococcus.
2. Streptococcus pyogenes
1. Faringitis Streptococcus
2. Pioderma Streptococcus
3. Endokarditis Infektif
a. Endokarditis Akut
masa laten 1-4 minggu, sesudah itu dapat timbul nefritis atau
hipersensitivitas.
a. Bahan
b. Sediaan Apus
c. Biakan
e. Tes Serologik
terlihat dalam bahan biakan muda. Pada dahak atau nanah, juga
Biakan
Sifat-sifat Pertumbuhan
Variasi
Transformasi
b. Patogenesis
oleh fagosit.
c. Gambaran Klinik
demam, menggigil, dan nyeri pleura yang nyata. Dahak mirip dengan
hari kelima dan hari kesepuluh karena pada saat itu timbul antibodi
Biakan
1. Corynebacterium Diptheriae
2. Biakan :
Pada agar darah koloni C diphteriae tampak kecil, bergranula,
dan berwarna kelabu, dengan batas-batas yang tidak tertaur, dan
memiliki daerah hemolisis yang kecil. Pada agar yang mengandung
kalium telurit, koloni berwarba kelabu sampai hitam sebab telurit
direduksi di dalam sel (stafilokokus dan streptokokus dapat juga
membentuk koloni hitam). Ketiga biovar C diphtheriae secara khas
mempunyai gambaran sebagai berikut : gravis, mitis, intermedius.
Varian ini diklasifikasikan berdasarkan ciri khas pertumbuhan seperti
morfologi koloni, reaksi biokimia, dan sebagai penyakit yang disebabkan
oleh infeksi. Sangat sedikit referensi laboratorium yang memberikan ciri
khas boivar; insiden difteri telah sangat menurun dan hubungan
berbagai penyakit dengan biovar tidak penting untuk klinik atau
pengaturan kesehatan masyarakat terhadap suatu kasus atau wabah.
Jika diperlukan dalam suatu wabah, metode imunokimia dan molekuler
dapat digunakan untuk menggolongkan isolat C diphtheriae.
3. Sifat-sifat Pertumbuhan
C diphtheriae dan korinebakteria lain tumbuh secara aerob pada
sebagian besar [erbenihan laboratorium. Propionibacterium, bersifat
anaerob. Pada perbenihan serum Loeffler, korinebakteria tumbuh jauh
lebih mudah daripada kuman patogen pernapasan lainnya, dan pada
sediaan mikroskopik, morfologi organisme tampak khas. Kuman ini
membentuk asam, tetapi tidak membentuk gas pada beberapa
karbohidrat.
PATOGENESIS
Di alam, C diphtheriae terdapat dalam saluran pernapasan, dalam
luka-luka, atau pada kulit orang yang terinfeksi atau orang normal yang
membawa bakteri. Bakteri disebarkan melalui droplet atau kontak
dengan individu yang peka; bakteri kemudian tumbuh pada selaput
mukosa atau kulit yang lecet, dan bakteri yang toksigenik itu mulai
menghasilkan toksin.
Semua C diphtheriae yang toksigenik mampu mengeluarkan
eksotoksin yang menimbulkan penyakit yang sama. Pembentukan
toksin ini in vitro terutama bergantung pada kadar besi. Pembentukan
toksin optimal pada kadar besi 0,5 g/mL. Faktor lain yang
mempengaruhi timbulnya toksin in vitro adalah tekanan osmotic, kadar
asam amino, pH, dan tersedianya sumber-sumber karbon dan nitrogen
yang cocok. faktor-faktor yang mengatur pembentukan toksin ini in vivo
sebelum dimengerti betul.
PATOLOGI
Toksin difteria diabsorbsi ke dalam selaput mukosa dan
menyebabkan destruksi epitel dan respons peradangan superficial.
Epitel yang mengalami nekrosis tertanam dalam eksudat fibrin dan sel-
sel darah merah dan putih, sehingga terbentuk ”pseudomenbran” yang
berwarna kelabu – yang sering melapisi tonsil, faring, atau laring. Setiap
usaha untuk membuang pseudomembran akan merusak kapiler dan
mengakibatkan perdarahan. Kelenjar getah bening regional pada leher
membesar, dan dapat terjadi edema yang nyata di seluruh leher.
Bakteri difteria dalam selaput terus menghasilkan toksin secara aktif.
Toksin ini diabsorbsi dan mengakibatkan kerusakan di tempat yang
jauh, khususnya degenerasi parenkim, infiltrasi lemak, dan nekrosis
GAMBARAN KLINIK
Bila radang difteria dimulai pada saluran pernapasan, biasanya
timbul sakit tenggorokan dan demam. Kelemahan dan sesak napas
segera terjadi karena obstruksi yang disebabkan oleh selaput. Obstruksi
ini malah dapat menyebabkan tercekik bila tidak segera diatasi dengan
intubasi atau trakeotomi. Irama jantung yang tidak teratur
menunjukkan kerusakan jantung. Selanjutnya, mungkin terdapat
gangguan penglihatan, berbicara, menelan, atau pergerakan lengan
atau tungkai. Semua gejala ini cenderung menghilang dengan spontan.
PATOGENESIS
Manusia adalah satu-satunya inang alami; di dalam inang ini
Meningococcus bersifat antigen. Nasofaring merupakan merupakan
pintu masuknya. Di sana, organisme ini melekat pada sel-sel epitel
denga bantuan pili; bakteri ini dapat merupakan bagian flora sementara
tanpa menimbulkan gejala. Dari nasofaring, bateri ini dapat mencapai
aliran darah dan mengakibatkan bakteremia; gejalanya seperti infeksi
saluran pernapasan gabian atas. Gejala Meningococcus fulmianan lebih
hebat, dengan demam tinggi dan ruam hemoragik; mungkin terdapat
koagulasi intravaskuler tersebar dan kolaps sirkulasi (Sindroma
Waterhouse-Friderichsen).
GAMBARAN KLINIK
Meningitis adalah komplikasi meningoksemia yang tersering.
Serangan biasanya tiba-tiba dengan sakit kepala hebat, muntah-
muntah, dan kaku leher, serta terjadi koma dalam beberapa jam.
Selama meningokoksemia, tejadi trombosis pada banyak
pembuluh darah kecil dalam berbagai organ,dengan infiltrasi
perivaskuler dan petekie hemoragik.Mungkin terdapat miokarditis
interstisial, arthritis dan lesi kulit.Pada meningitis, selaput otak
meradang secara akut, dengan trombosit pembuluh- pembuluh darah
dan eksudasi leukosit polimorfonuklir, sehingga prmukaan otak diliputi
oleh eksudat purulen yang tebal.
2) Sediaan Apus
Sediaan pewarnaan Gram dari sedimen spinal yang dipusingkan
aspirat ptekie sering memperlihatkan Neisseria yang khas dalam
leukosit polimorfonuklir atau di luar sel.
3) Biakan
Perbenihan biakan tanpa natrium polianetol sulfonat berguna
untuk membiakan bahan darah. Bahan cairan serebrospinal diletakan
pada agar darah yang dipanaskan (agar coklat) dan dieramkan pada
suhu 370C dalam atmosfir CO2 5%. Cairan spinal segar dapat
dieramkan langsung pada suhu 370C kalau perbenihan biakan tidak
tersedia. Perbenihan modifikasi Thayer-Martin dengan antibiotika
menguntungkan pertumbuhan Neisseria dan menghambat banyak
bakteri lainnya; perbenihan ini dipakai untuk biakan nasofaring.
Diperkirakan bahwa koloni Neisseria padaa perbenihan padat,
khususnya pada biakan campuran, dapat diidentifikasikan dengan tes
oksidase. Cairan spinal atau darah umumnya menghasilkan biakan
murni yang selanjutnya dapat diidentifikasi dengan reaksi peragian
karbohidrat dan aglutinasi dengan serum tipe spesifik atau serum
polivalen.
4) Serologi
Antibodi terhadap polisakarida Meningococcus dapat diukur
dengan aglutinasi lateks atau tes hemaglutinasi atau dengan aktivitas
bakterisidalnya.
PENGOBATAN
Penisilin G adalah obat pilihan untuk mengobati penyakit
Meningococcus. Sefalosporin generasi ketiga, misalnya sefotaksim atau
sefriakson, atau kloramfenikol, dipakai untuk penderita yang alergi
terhadap penisilin.
2.Biakan:
2. Sifat-sifat Pertumbuhan:
Identifikasi organisme kelompok Haemophilus sebagian bergantung
pada adanya kebutuhan akan factor pertumbuhan tertentu yang
dinamakan factor X dan V. Faktor X secara fisiologik berperan sebagai
hemin; factor V dapat diganti oleh nukleotida nikotinamid adenin (NAD)
atau koenzim-koenzim lainnya. Kebutuhan akan factor X dan V dari
berbagai spesies Haemophilus tercantum dalam Tabel 19-1. Karbohidrat
diragikan dengan jelek dan secara tidak teratur.
3. Variasi:
Selain variasi morfologi, H infuenzae cenderung kehilangan simpai
dan sifat tipe yang berhubungan dengan simpai itu. Koloni varian yang
tidak bersimpai tidak beriridesens.
5.Transformasi:
Dalam situasi percobaan yang sesuai, DNA yang diekstrak dari H
infuenzae mampu memindahkan sifat tipe khasnya ke sel-sel lain
(transformasi). Resistensi terhadap ampisilin dan kloramfenikol diatur
oleh gen pada plasmid yang dapat dipindahkan.
PATOGENESIS
H influenzae tidak menghasilkan eksotoksin, dan peranan antigen
somatik toksiknya pada penyakit alamiah belum dimengerti dengan
jelas. Organisme yang tidak bersimpai adalah anggota tetap flora
normal saluran napas manusia. Simpai bersifat antifagositik bila tidak
ada antibodi antisimpati khusus. Bentuk H influenzae yang bersimpai,
khususnya tipe b, menyebabkan infeksi pernapasan supuratif (sinusitis,
laringotrakeitis, epiglotitis, otitis), dan pada anak-anak kecil, meningitis.
Darah dari kebanyakan orang yang berumur lebih dari 3-5 tahun
mempunyai daya bakterisidal kuat terhadap H influenzae, dan infeksi
klinik lebih jarang terjadi pada orang itu. Namun akhir-akhir ini,
antibodi bakterisidal tidak terdapat pada 25% orang dewasa di AS, dan
infeksi klinik lebih sering terjadi pada orang dewasa. H influenzae yang
tidak dapat digolongkan atau tidak bersimpai tipe b umumnya
menyebabkan otitis media; mekanisme patogenik infeksi ini tidak jelas.
GAMBARAN KLNIK
2. Identifikasi Langsung:
Bila terdapat organisme dalam jumlah besar dalam bahan
pemeriksaan, kuman ini dapat diidentifikasi dengan cara
imunofluoresensi atau dapat dicampur langsung dengan antiserum
spesifik kelinci (tipe b) untuk tes pembengkakan simpai. Tersedia
perangkat komersial untuk mendeteksi secara imunologik antigen H
influenzae dalam cairan spinal. Tes yang positif menandakan bahwa
cairan tersebut mengandung polisakarida spesifik dari H influenzae tipe
b dengan kadar tinggi.
3. Biakan:
Bahan ditanam pada agar coklat yang diperkaya dengan Iso VitaleX
sampai koloni-koloni yang khas tampak (dalam 36-48 jam). H influenzae
dibedakan dari bakteri gram-negatif yang serumpun berdasarkan
kebutuhannya akan faktor X dan V, dan tiadanya hemolisis pada agar
darah.
PENGOBATAN
B. BORDELIA PERTUSIS
B. Biakan
Isolasi primer B. pertusis memerlukan perbenihan yang diperkaya
seperti Bordet Gengou(agar-kentang-darah-gliserol).
C. Sifat-sifat pertumbuhan
Bakteri ni aerob murni dan membentuk asam tetai tidak membentuk
gas dari glukosa dan laktosa.
D. Variasi
Terdapat dua mekanisme B. pertusis untuk menjadi bentuk yang
hemolitik dan bentuk yang tidak virulen yang tidak menghasilkan
toksin.
PATOGENESIS
B pertussis menghasilkan sejumlah faktor yang terlibat dalam
patogenesis penyakit. Pili mungkin memainkan peranan penting dalam
pelekatan bakteri pada sel-sel epitel bersilia di saluran pernapasan
bagian atas. Lima diantara faktor-faktor virulen yang ada diregulasi
secara terkoordinasi melalui lokus genetik bvg (Bordatella virulence
gene) yang juga disebut vir. Terdapat tiga kerangka terbuka yang
terbaca pada bvg : bvgA, bvgB, dan bvgC. Hasil-hasil dari lokus A dan C
hampir serupa dengan protein pengatur prokariotik lain yang memberi
respon terhadap rangsang lingkungan. Hemaglutinin filamentosa
memudahkan pelekatan terhadap sel-sel epitel bersilia. Toksin pertusis
menimbulkan limfositosis, memiliki kemampuan untuk melekatkan
bakteri pada sel-sel epitel bersilia, dan memiliki aktivitas ADP yang
beribosilasi dengan struktur dan mekanisme kerja yang mirip dengan
toksin kolera. Hemaglutinin filementosa dan toksin pertusis mensekresi
protein dan ditemukan di luar sel B pertussis. Toksin adenilil siklase,
toksin dermonekrotik, dan hemolisis juga diatur oleh bvg.
Lipopolisakarida pada dinding sel mungkin penting sebagai penyebab
kerusakan sel-sel epitel saluran pernapasan bagian atas.
B pertussis hanya dapat hidup selama masa yang singkat di luar
inang manusia. Tidak terdapat vektor. Penularan sebagian besar
melalui saluran pernapasan dari kasus dini dan mungkin melalui
pembawa bakteri. Organisme melekat dan berkembang biak dengan
cepat pada permukaan epitel trakea dan bronkus dan mengganggu
kerja silia. Sirkulasi darah tidak dimasuki. Bakteri mengeluarkan toksin
dan zat-zat yang mengiritasi permukaan sel, menyebabkan batuk dan
limfositosis yang nyata. Kemudian mungkin terjadi nekrosis pada
bagian-bagian epitel dan infiltrasi polimorfonuklir, dengan peradangan
peribonkial dan pneumonia interstisialis. Penyerbu kedua seperti
stafilokokus atau H influenzae dapat mengakibatkan timbulnya
pneumonia bakterial. Obstruksi bronkiolus yang lebih kecil oleh
sumbatan mukosa mengakibatkan atelektasis dan berkurangnya
oksigenasi darah. Ini mungkin ikut berperan dalam frekuensi kejang
pada anak-anak dengan batuk rejan.
GAMBARAN KLINIK
Setelah masa inkubasi selama kira-kira 2 minggu, timbul
“stadium karatal” dengan batuk ringan dan bersin. Selama stadium ini,
banyak organisme disemprotkan dalam droplet, dan penderita sangat
menular tetapi tidak terlalu tampak sakit. Selama stadium
“paroksismal” batuk bersifat eksplosif dan ditandai dengan whooping
pada saat inspirasi. Ini mengakibatkan penderita cepat lelah dan dapat
menyebabkan muntah, sianosis, dan kejang-kejang. Whoop dan
komplikasi berat terutama terjadi pada bayi; batuk paroksismal terjadi
pada anak yang lebih besar atau orang dewasa. Hitung sel darah putih
tinggi (16.000-30.000/L), dengan limfositosis absolut.
Penyembuhannya lambat. Meskipun jarang sekali, batuk rejan dapat
diikuti dengan komplikasi ensefalitis yang berat dan berakibat fatal.
Beberapa tipe adenovirus dan Chlamydia trachomatis dapat
menimbulkan gambaran klinik yang mirip dengan yang disebabkan oleh
B pertussis.
C. Biakan :
Cairan bilasan hidung dengan salin dibiak pada perbenihan
agar padat (lihat di atas). Lendir atau droplet yang terkumpul dibiak
pada perbenihan agar padat (lihat di atas). Antibiotika dalam
perbenihan cenderung menghambat flora pernapasan lain, tetapi
memungkinkan pertumbuhan B pertussis. Organisme diidentifikasi
dengan pewarnaan imunofluoresensi atau dengan aglutinasi sediaan
mikroskopik dengan anti serum spesifik.
D. Serologi :
Tes serologik pada penderita tidak banyak membantu
diagnosis, karena kenaikan antibodi aglutinasi atau presipitasi tidak
terjadi sebelum minggu ketiga masa sakit.
PENGOBATAN
B pertussis peka terhadap beberapa obat antimikroba in vitro.
Pemberian eritromisin selama stadium kataral mempermudah
pembasmian organisme dan dapat bermanfaat untuk pencegahan.
Pengobatan yang diberikan setelah stadium paroksismal, jarang
mengubah gejala klinik. Inhalasi oksigen dan sedasi dapat mencegah
kerusakan anoksik pada otak.
PENCEGAHAN
Selama tahun pertama kehidupan, setiap bayi harus menerima
tiga suntikan vaksin pertusis. Suspensi bakteri yang tidak murni ini,
dalam konsentrasi yang tepat, biasanya diberikan dalam kombinasi
dengan toksoid dan tetanus. Komponen B pertussis merupakan
imunogen yang efektif tetapi dapat menyebabkan reaksi neurologik yang
mirip dengan ensefalitis yang terjadi pada pertusis. Bila keadaan ini
terjadi, DPT tidak boleh diberikan lagi, tetapi diganti dengan DT.
Kualitas vaksin dan penerimaan terhadap preparat sifatnya bervariasi.
Bila vaksinasi pertusis dihentikan di beberapa daerah, jumlah kasus
klinik meningkat dengan jelas. Diharapkan bahwa antigen yang lebih
murni dapat dikembangkan untuk pemakaian universal di kemudian
hari.
Pemberian eritromisin profilaktik selama 5 hari juga bermanfaat
bagi bayi yang belum divaksinasi atau orang dewasa yang berkontak
erat dengan penyakit ini.
C. LEGIONELLA
B. Biakan :
Legionela dapat tumbuh pada perbenihan kompleks seperti agar
bufer ekstrak arang-ragi (BCYE) dengan -ketoglutarat, pada pH 6,9,
suhu 35oC, dan kelembaban 90%. Antibiotika dapat ditambahkan
untuk membuat perbenihan khusus untuk Legionella. Perbenihan
BCYE bifasik dapat digunakan untuk biakan darah.
Legionella tumbuh secara lambat; koloni baru tampak setelah
masa pengeraman 3 hari. Koloni yang muncul setelah dieramkan
semalam bukan merupakan Legionella. Koloni berbentuk bundar atau
rata dengan tepi utuh. Koloni-koloni itu berwarna-warni, dari yang tak
berwarna sampai merah muda atau biru iridesen dan bersifa tembus
cahaya atau berbintik-bintik. Variasi dalam morfologi koloni sering
ditemukan, dan koloni dapat kehilangan warna dan bintik-bintiknya
dengan cepat. Banyak genus bakteri lain tumbuh pada perbenihan
BCYE dan harus dibedakan dari Legionella pewarnaan Gram dan tes
lain.
Dalam biakan darah biasanya Legionella membutuhkan 2 minggu
atau lebih untuk tumbuh. Koloninya dapat dilihat pada permukaan
agar pada perbenihan bifasik.
C. Sifat-Sifat Pertumbuhan :
Legionella adalah katalase-positif. L pneumophila adalah oksidase-
positif; legionela yang lain bervariasi dalam aktivitas oksidasenya. L
pneumophila menghidrolisis hipurat; legionela yang lain tidak. sebagian
besar legionela menghasilkan gelatinase dan -laktamase L micdadei
tidak menghasilkan gelatinase maupun -laktamase.
GAMBARAN KLINIK
Infeksi yang asimtomatik ditemukan pada semua kelompok umur,
seperti diperlihatkan oleh peningkatan titer antibodi khusus. Dalam
klinik, insidensi penyakit tertinggi terdapat pada pris berumur di atas
55 tahun. Faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan risiko
antara lain merokok, bronkritis kronis dan emfisema, pengobatan
dengan steroid dan obat imunosupresif yang lain (seperti pada
transplantasi ginjal), kemoterapi kanker, dan diabetes melitus. Bila
pada penderita dengan faktor-faktor risiko ini terjadi pneumonia,
Legionella harus dicurigai sebagai penyebab.
Infeksi mungkin mengakibatkan penyakit dengan demam yang
berlangsung sebentar saja atau penyakit berat, yang berkembang cepat
disertai demam tinggi, menggigil. Lesu, batuk nonproduktif, hipoksia,
diare, dan delirium. Foto dengan sinar-x pada toraks memperlihatkan
konsolidasi berbercak-bercak, sering mengenai banyak lobus. Mungkin
ditemukan leukositosis, hiponatremia, hematuria (dan bahkan gagal
ginjal), atau fungsi hati yang abnormal. Dalam beberapa pejangkitan,
B. Sediaan Apus :
Legionela tidak terlihat dalam sediaan apus bahan klinik yang diberi
pewarnaan Gram. Tes antibodi fluoresen langsung terhadap bahan
dapat bersifat diagnostik, tetapi harus digunakan antiserum majemuk.
Tes antibodi fluoresens langsung tidak begitu peka dibandingkan
dengan biakan. Pewarnaan perak kadang-kadang digunakan pada
bahan yang berupa jaringan.
C. Biakan :
Bahan dibiakan pada agar BCYE (lihat di atas). Organisme yang
dibiak dapat cepat dikenali oleh pewarnaan imunofluoresens. Agar
BCYE yang mengandung antibiotika dapat digunakan untuk
membiakkan bahan yang terkontaminasi.
D. Tes Khusus :
Kadang-kadang antigen Legionella dapat ditemukan dalam urine
pasien dengan metode imunologik.
E. Tes Serologi :
Kadar antibodi terhadap legionela meningkat secara lambat selama
sakit. Tes serologi mempunyai sensitivitas sebesar 60-80% dan
spesifitas 95-99%. Karena kurang dari 10% semua khusus pneumonia
adalah akibat Legionella, dalam kasus sporadis, nilai prediktif tes
serologi yang positif adalah rendah (40-70%). Tes serologi yang paling
bermanfaat dalam memperoleh diagnosis retrospektif pada wabah
infeksi Legionella.
PENGOBATAN
Legionela peka terhadap eritromisin dan beberapa obat lain.
Pengobatan pilihan adalah eritromisin, yang efektif sekalipun pada
1. MIKOBACTERIA
MORFLOGI DAN IDENTIFIKASI
A. Ciri-ciri Khas Organisme :
Dalam jaringan basil tuberkel merupakan batang ramping lurus
berukuran kira-kira 0,4 x 3 m. Pada perbenihan buatan, terlihat
bentuk kokus dan filamen. Mikrobakteria tidak dapat diklasifikasikan
sebagai gram-positif atau gram-negatif. Sekali diwarnai dengan zat
warna basa, warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan alkohol,
meskipun dibubuhi iodium. Basil tuberkel yang sebenarnya ditandai
oleh sifat “tahan-asam” – misalnya, 95% etil alkohol yang mengandung
3% asam hidroklorida (asam-alkohol) dengan cepat akan
menghilangkan warna semua bakteri kecuali mikobakteria. Sifat tahan-
asam ini bergantung pada integritas struktur selubung berlilin. Teknik
pewarnaan Ziehl-Neelsen dipergunakan untuk identifikasi bakteri
tahan-asam. Rincian mengenai teknik ini terdapat pada Bab 47. Pada
dahak atau irisan jaringan, mikobakteria dapat diperlihatkan karena
memberi fluoresensi kuning-jingga setelah diwarnai dengan zat warna
fluorokrom (misalnya auramin, rodamin).
B. Biakan :
Perbenihan untuk biakan primer mikobakteria sebaiknya meliputi
perbenihan nonselektif dan perbenihan selektif. Perbenihan selektif
mengandung antibiotik untuk mencegah pertumbuhan berlebihan
3.Perbenihan kaldu
Perbenihan kaldu (misalnya Middlebrook 7H9 dan 7H12)
mendukung proliferasi inokula kecil. Biasanya, mikobakteria tumbuh
dalam bentuk kelompok atau sebagai sekelompok massa, akibat ciri
khas hidrfobik permukaan selnya. Jika ditambahkan Tweens (ester
asam lemak yang dapat larut dalam air), ini akan membasahkan
permukaan, dan karena itu memudahkan penguraian pertumbuhan
dalam perbenihan cair. Pertumbuhan seringkali lebih cepat
dibandingkan pada perbenihan kompleks.
C. Sifat-sifat Pertumbuhan :
Mikrobakteria adalah aerob obligat dan mendapat energi dari
oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Kenaikan tekanan CO2
meningkatkan pertumbuhan. Aktivitas biokimianya tidak khas, dan laju
pertumbuhannya lebih lambat daripada kebanyakan bakteri lain.
Waktu penggandaan basil tuberkel adalah sekitar 18 jam. Bentuk
saprofit cenderung tumbuh lebih cepat, berkembang biak dengan baik
E. Variasi :
Variasi dapat terjadi pada bentuk koloni, pembentukan pigmen,
produksi faktor “cord”, virulensi, atau suhu pertumbuhan optimal, dan
sifat-sifat sel atau sifat pertumbuhan lainnya.
F. Patogenesitas Mikobakteria :
Terdapat perbedaan yang jelas dalam hal kemampuan berbagai
mikobakteria untuk menyebabkan lesi pada berbagai spesies iang.
Manusia dan marmot sangat rentan terhadap infeksi M tuberculosis dan
Mycobacterium bovis sama-sama patogenik terhadap manusia. Jalur
infeksi (melalui saluran pernapasan atau saluran pencernaan)
menentukan pola lesi. Di negara berkembang, M bovis sangat jarang
ditemui. Beberapa mikrobakterium “atipik” (misalnya Mycrobacterium
kansasii) menyebabkan penyakit manusia yang tidak dapat dibedakan
dari tuberkulosis; bakteri lain (misalnya Mycobacterium fortuitum) hanya
menyebabkan lesi permukaan atau berperan sebagai oportunis.
2. Tipe Produktif
Bila berkembang maksimal lesi yang berupa granuloma kronis ini
akan terdiri atas tiga daerah : (1) daerah pusat yang luas, dengan sel
raksasa berinti banyak yang mengandung basil tuberkel; (2) daerah
tengah yang terdiri atas sel-sel epiteloid pucat, sering tersusun secara
radial; dan (3) daerah perifer yang terdiri atas fibroblas, limfosit, dan
monosit. Kemudian, terbentuk jaringan fibrosis perifer dan daerah
pusat mengalami nekrosis kaseosa. Lesi semacam ini dinamakan
tuberkel. Tuberkel kaseosa dapat pecah ke dalam bronkus,
menumpahkan isisnya di sini, dan membentuk rongga. Selanjutnya,
lesi ini dapat sembuh oleh fibrosis atau klasifikasi.
GAMBARAN KLINIK
Basil tuberkel dapat menyerang setiap organ tubuh, gejala
kliniknya sangat mudah berubah-ubah. Kelelahan, kelemahan,
penurunan berat badan, dan demam dapat merupakan tanda penyakit
tuberkulosis. Serangan pada paru-paru yang menimbulkan batuk
kronis dan batuk berdarah biasanya terjadi bila lesi telah sangat lanjut.
Meningitis atau gangguan saluran kemih dapat terjadi tanpa adanya
C. Sediaan Apus :
Dahak, eksudat atau bahan lainnya, diwarnai tahan-asam dengan
teknik Ziehl-Neelsen. Pewarnaan bersihan lambung dan urin umumnya
tidak dianjurkan, karena mungkin terdapat mikobakteria saprofitik dan
menghasilkan pewarnaan positif. Mikroskopi fluoresen dengan
pewarnaan auramin-rodamin lebih sensitif dibandingkan pewarnaan
tahan asam; diperlukan pemastian dengan pewarnaan tahan asam jika
mikroskopi fluoresen positif.
PENGOBATAN
Pengobatan primer untuk infeksi mikobakteria adalah kemoterapi
yang spesifik. Obat-obat untuk pengobatan infeksi mikobakteria
dibahas dalam Bab 10. Di Amerika Serikat, obat antituberkulosis yang
paling banyak digunakan adalah isoniazid (INH), rimfapin, etambutol,
dan pirazinamida. Obat antituberkulosis pilihan kedua antara lain
streptomisin, kanamisin, kapreomisin, etionamida, sikloserin,
ofloksasin, dan siprofloksasin.
Diantara 1 dalam 106 dan 1 dalam 108 basil tuberkel terdapat
mutan yang resisten secara spontan terhadap obat entituberkulosis
pilihan pertama. Bila obat-obat digunakan secara tunggal, basil
tuberkel resisten timbul dengan cepat dan berkembang biak. Karena
itu, pengobatan yang menggunakan obat-obat dalam bentuk kombinasi
DOSEN PENGAJAR:
PROF.DR. H. IMAM SUPARDI,dr,Sp.MK
DR. SADELI MASRIA,dr,MS.Sp.MK
OLEH :
NAMA : RITA ENDRIANI
NPM : L2J00009
Program studi : ILMU KEDOKTERAN DASAR
BKU : MIKROBIOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PADJAJARAN
BANDUNG
2002