Anda di halaman 1dari 14

INTERPRETASI HASIL APUSAN DARAH TEPI

Pendahuluan

Pada tahap pasca tes, interpretasi hasil tes laboratorium merupakan hal yang amat

penting bagi dokter yang bertugas di laboratorium, dokter pengirim maupun pasien yang

diperiksa.

Hasil tes laboratorium tersebut merupakan bahan penunjang atau penentu diagnosis,

yang dengan sendirinya berkaitan dengan terapi dan prognosis. Diagnosis merupakan hasil

tugas dokter yang menangani pasien bersama hasil tes penunjang seperti hasil tes

laboratorium, hasil tes radiologi, EKG, dan penunjang diagnosis lainnya. Terapi berkaitan

dengan tugas dokter yang menangani pasien yang telah didiagnosis dengan pengobatan yang

tepat dengan harapan sembuh cepat. Prognosis merupakan prediksi dokter yang menangani

pasien apakah akan sembuh, menjadi kronik, atau memburuk ke arah kematian.

Karena itulah interpretasi hasil tes laboratorium amat penting. Tes laboratorium untuk

diagnosis mengalami perbaikan dan kemajuan dalam menunjang pelayanan kesehatan yang

efisien, efektif, teliti dan cepat. Hal ini antara lain berkat peralatan modern dan teknologi

canggih, otomatis serta perkembangan informasi metode baru dan interpretasi yang cepat

pula. Untuk interpretasi hasil tes laboratorium, harus diketahui dulu nilai normal atau nilai

rujukan berbagai tes laboratorium.

Untuk interpretasi hasil tes harap diingat kemungkinan kesalahan yaitu faktor spesimen, pra

tes, tahap tes dan pasca tes.


Idealnya test laboratorium harus teliti, tepat, sensitif, spesifik, cepat dan tidak mahal serta

dapat membedakan pasien dengn orang normal. Namun karena keterbatasan pengetahuan,

tehnologi dan biaya, keadaan ideal tersebut tak selalu terpenuhi.

SEDIAAN APUS DARAH TEPI

Pemeriksaan sediaan apus darah tepi (SADT) merupakan pemeriksaan penyaring karena tidak

memerlukan peralatan yang canggih namun manfaatnya sangat penting walaupun

memerlukan keahlian pemeriksa. Tujuan pemeriksaan Sediaan Apus Darah Tepi (SADT)

adalah menilai keadaan eritrosit, leukosit dan trombosit sehingga kelainan eritrosit dan

leukosit seperti leukimia akut, leukimia kronis dapat ditemukan pada saat ini. Juga pada

pemeriksaan Sediaan Apus Darah Tepi dapat dicari infeksi parasit malaria, tripanosoma dan

mikrofilaria.

1. Pembuatan Sediaan Apus Darah Tepi

Pembuatan Sediaan Apus Darah Tepi (SADT) memerlukan keahlian manusia yang dapat

dipelajari dengan mudah melalui latihan membuat Sediaan Apus Darah yang baik.

Pembuatan SADT memakai 2 kaca objek, yang pertama diletakkan di meja untuk pembuatan

apusan, sedang yang kedua kita pegang dengan ibu jari dan jari tengah untuk membuat

geseran pada kaca yang pertama Setitik darah diteteskan pada tepi kanan kaca objek, dibuat

apusan dengan kaca kedua yang dipegang dengan dua jari dan menggeser dari sisi kiri kearah

tetesan darah. Darah dibiarkan merembes antara kedua kaca. Sebelum mencapai tepi kaca

dibuat apusan memakai kaca kedua dengan sudut 300-450.

Apusan yang baik memenuhi 0,5 – 0,75 panjang kaca objek, apusannya rata, cukup bagian

yang tipis untuk dinilai dan tidak berlobang-lobang. Sediaan yang dibuat dengan baik dan
diwarnai dengan sempurna akan menghasilkan sediaan apus darah tepi yang dapat dinilai

dengan baik pula.

2. Mewarnai Sediaan Apus Darah Tepi

Sediaan apus darah yang dinilai baik harus segera difiksasi dengan larutan metanol atau

segera diwarnai dengan pewarnaan Wright (0,1g serbuk Wright di gerus dan ditambah

dengan larutan methanol 60ml) atau Giemsa (azur II 0,8, gliserin 250 ml, methanol 250 ml)

a. Pewarnaan Wright

b. SADT diletakkan rata eir pada rak tempat membuat pewarnaa.

c. Teteskan 20 tetes larutan Wright, biarkan 2 menit

d. Teteskan sama banyak larutan buffer pH 6,4 keatas sediaan, biarkan 5 – 12 menit

e. Siram dengan air suling, bersihkan bagian belakang apusan yang kotor dengan zat

warna.

f. Keringkan sampai SADT akan diperiksan.

g. Pewarnaan Giemsa

h. SADT diletakkan rata air pada ra tempat membuat pewarnaan.

i. Teteskan larutan methanol ke atas sedian, biarkan 5 menit buang sisa methanol.

j. Tetesi larutan Giemsa yang telah diencerkan dengan larutan penyanggah), biarkan 20

menit.

k. Bilas dengan air suling dan keringkan

Dengan pewarnaan Giemsa basofil tidak tampak karena granula basofil akan larut, tetapi

parasit darah akan terlihat jelas. Agar segi positif dari kedua jenis pewarnaan tersebut dapat

diperoleh, maka di lakukan kombinasi pewarnaan, yaitu diawali dengan pewarnaan Wright

dan sebagai buffer dipakai larutan Giemsa yang telah diencerkan dengan larutan penyanggah.
3. Menilai Sediaan Apus Darah Tepi

Penilaian Sediaan Apus Darah Tepi secara lengkap meliputi eritrosit, leukosit dan trombosit

Penilaian dilakukan dengan lensa objektif 10x untuk menilai hasil pewarnaan dan mencari

lokasi pemeriksaan yang baik yaitu ditempat dimana eritrosit terpisah satu sama lain.

Kemudian ganti lensa objektif 10x dengan lensa emersil (pembesaran 100x) untuk menilai

eritrosit, leukosit dan trombosit.

A. ERITROSIT

Dinilai 3 S yaitu size (besar), shape (bentuk) dan staining (pewarnaan). Apakah besar eritrosit

normal (normositik), lebih besar dari normal (makrositik) atau lebih kecil dari normal

(mikrositik). Warna eritrosit yang normal adalah bagian tepi lingkaran agak tebal dengan

bagian tengah berwarna agak tipis karena bentuk eritrosit yang seperti tembereng. Pewarnaan

eritrosit normal (normokrom) ataukah pucat (hipokrom) dengan bagian tengah eritrosit yang

lebih luas sehingga tampak seperti cincin (anulosit).

Eritrosit atau sel darah merah adalah sel darah yang terbayak dalam darah perifer. Jumlahnya

pada orang dewasa normal berkisar antara 4 – 6 juta sel/µl. Pematangan eritrosit dalam

sumsum tulang berlangsung sekitar 7 hari. Dalam peredaran darah perifer inti umumnya

sudah hilang. Retikulosit adalah sel termudah dalam darah perifer, panjang masa hidup

eritrosit setelah pelepasan dari sum-sum tulang adalah ±120 hari. Produksi eritrosit diatur

oleh eritropoetin yang disekresi oleh ginjal. Sekresi ini diatur oleh banyaknya oksien yang

melewati ginjal. Ada juga mekanisme umpan balik karena oksigen ke jaringan tergantung

pada fungsi eritrosit. Hemoglobin dalam eritrosit mampu mengikat oksigen. Walaupun

berdiameter 7 mikron eritrosit dapat melewati kapiler darah dengatn diameter 3-4 mikron.

Hal ini terjadi karena keluwesan membran eritrosit. Dalam eritrosit berperan 3 unsur yang

bekerja interdependen (saling tergantung) yaitu membran, hemoglobin, proses metabolik.


Darah merupakan jaringan tubuh dimana volume darah adalah 8% dari berat badan, 55% nya

adalah plasma. Temperatur darah 380c, pH 7,35 – 7,45 yang terdiri dari sel darah merah

(eritrosit), sel arah putih (leukosit), trombosit dan plasma.

Fungsi utama eritrosit adalah sebagai transport Hemoglobin (Hb) yang akan berikatan dengan

O2 untuk didistribusikan ke jaringan. Hb berikatan dengan CO2 untuk dibawa dari jaringan ke

paru-paru dan dikeluarkan dari dalam tubuh.

MORFOLOGI ERITROSIT

 Sel darah merah berbentuk lempeng bikonkaf (seperti cakram)

 Tidak mempunyai inti, mitokondria dan retikulum endoplasma

 Diameter 7,8 μm

 Ketebalan di bagian yang paling tebal 2,5 μm dan pada bagian tengah +/- 1 μm

Bentuknya bisa berubah ubah ketika berjalan melalui pembuluh darah kapiler
Sel darah merah merupakan suatu kantong yang dapat berubah menjadi berbagai bentuk dan

karena dia mempunyai membran yang sangat kuat maka dia dapat menampung banyak

material tanpa menyebabkan peregangan yang sangat kuat dan akan menyebabkan sel pecah

Masa hidup 120 hr dalam sirkulasi darah dan dihancurkan dlm hati dan limpa

Jumlah sel darah merah

- pria 5.200.000/mm3 (+/- 300.000)

- wanita 4.700.000/mm3 (+/- 300.000)

Pada orang yang hidup di dataran tinggi jumlah sel darah merahnya akan meningkat Jumlah

sel darah merah

B. TROMBOSIT

Sediaan Apus Darah Tepi dapat di pakai untuk menilai jumlah tromosit dalam darah. Dalam

keadaan normal akan ditemukan beberapa (4 -8 trombosit) tersebar rata dalam sediaan apus

darah tepi. Atau bila kita menemukan banyak sekali trombosit pada bagian ujung Sediaan
Apus Darah Tepi dianjurkan memakai anti koagulansi EDTA karena trombosit akan tersebar

merata.

Fragmen sel (pecahan sel ), bukan sel utuh Fungsi = Pembekuan darah , Diameter: 1– 4 μm(-)

nucleus, (+) mitochodria, (+) sisa reticulum endoplasma, (+) sisa badan golgi, (+) cytosolic

enzym, (+) granul. Dibentuk di sumsum tulang → megakaryocytes 1 Megakaryosit → 1000

trombosit. Jumlah normal : 150.000 – 350.000/mm3. Bila<150.103 = trombositopenia,

>350.103= trombositosis.

Trombosit (+) karakteristik fungsional:

1. Molekul aktin dan myosin seperti molekul kontraktil protein pada otot dan

thrombosthenin → menyebabkan trombosit berkontraksi

2. Sisa dari retikulum endoplasma dan badan golgi → mensintesa berbagai macam

enzym dan dapat menyimpan ion Ca2+ dalam jumlah yang banyak

Mitokondria dan enzym sitosol → membentuk ATP dan ADP

Gambar Morfologi Trombosit


Sitoplasma

Dalam sitoplasma trombosit terdapat beberapa organel: mitokontria, cadangan glikogen serta

granula penyimpan: granula α, granula padat dan lisosom.

Isi granula α 2 kelompok yaitu : protein yang spesifik untuk trombosit dan protein yang

berasal dari plasma.

Isi granula padat yaitu : kandungan kalsium tinggi, serotin, adenosin difostat (ADP), adenosin

trifostat (ATP). ADP dalam granula padat lebih banyak dibanding ATP.

Lisosom mengandung : hidrolase asam: β-glukuronidase, katepsin, β-galaktosidase, elastase

dan kolagenase.

Kelainan Kuantitatif Trombosit

Trombositosis

Yaitu keadaan dimana didapat jumlah trombosit dalam darah tepi lebih dari batas atass nilai

rujukan (>450.000/µl) dapat bersifat primer (trombositosis esential) atau sekunder.


Penyebab trombositosis sekunder

Iron-deficiency anemia, Hyposplenism, Malignansi, Collagen vascular disease, infeksi,

hemolisis, hemorhage, CML, Polistemia vera.

Trombositopenia

Trombositopenia didefenisikan sebagai jumlah trombosit yang kurang dari batas bawah nilai

rujukan (<150.000/µl) keadan ini dapat bersifat kongenital (trombositopenia neonatal) atau

dapatan. Trombositopenia dapat disebabkan oleh produksi trombosit yang berkurang,

kelainan distribusi, atau destruksi yang meningkat.

C. LEUKOSIT

Leukosit dikenal sebagai sel darah putih merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem

pertahanan tubuh. Sebagian dibentuk di sum-sum tulang (granulosit, monosit dan sedikit

limfosit) dan sebagian lagi di bentuk di lymphogenous tissue terutama lymph glands. Fungsi

utama sel darah putih secara umum adalah menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat

terhadap bahan yang bersifat infeksius yang mungkin ada dan melindungi tubuh dari sel

kanker. Yang penting adalah bahwa sel darah putih secara spesifik di transportasikan kearea

dimana terjadi infeksi dan inplamasi. Sel darah putih yang sudah dibentuk baik di sum-sum

tulang baik di lymphogenous tissue kemudian akan disimpan sampai saat yang dibutuhkan sel

darah putih baru dikeluarkan ke sistem sirkulasi. Lekosit terbagi atas : Granular Lekosit yang

memiliki granul pada sitoplasma yang menjadi polymorfonucleur. Semua granolosit

mengandung substansi aktif yang berperan dalam reaksi peradangan dan alergi.

Agranoleukosit (Agranulosit) tidak memiliki granul pada sitoplasmanya yang disebut

mononuclear mempunyai inti, jumlah normal 4.000-11.000, nilai normal ini dapat berubah

oleh beberapa faktor seperti exercise, stress/tekanan dan penyakit.


< 4000 = Leukopenia, > 11.000 = Leukositosys. Leukopoesis dipengaruhi oleh banyaknya

jumlah bakteri yang masuk kedalam tubuh.

Ada 5 jenis leukosit normal dalam darah tepi yaitu: basofil 0-1%, eusinofil 1-6%, sel batang

2-6%, netrofil 40-75%, limfosit 20-40%. Dinilai pula kelainan sitoplasma (vakuolisasi),

kelainan inti, hypersegmentasi (piknotis).

D. NEUTROFIL

40-75% dari jumlah total leukosit untuk mempertahankan jumlah normalnya maka

diperlukan pembentukan 100 miliar sel neutrofil/hari, diameternya 10 - 14um Intinya

memiliki banyak lobus dan memiliki lisosom yang besar Granul pada citoplasmanya tidak

jelas.

E. EOSINOFIL

1 - 6% dari jumlah total leukosit, memiliki diameter 10 - 14um, Intinya memiliki 2 lobus

(bilobus), memiliki banyak granul dan ukuran granulnya besar pada pewarnaan eosin

memberi warna merah terang, merupakan fagosit yang lemah, eosinofil dapat melepaskan

histamin untuk menginhibisi proses inflamasi.


Eosinofilia dijumpai pada keadaan alergi, infeksi parasit, penyakit kulit, infeksi, maligna,

kimiawi dan lain-lain.

Eosinofenia sering didapat pada pasien yang memakai steroid, ACTH.

F. BASOFIL

Jumlahnya < 1% dari jumlah total leukosit, diameternya 10 - 16um, Intinya memiliki dua

lobus (bilobus) dengan bentuk menyerupai huruf U dan S. Granul sitoplasmanya berukuran

besar dan berwarna biru pada pewarnaan basofil granulnya terdiri dari bahan bahan yang

dapat menyebabkan reaksi inflamasi seperti, histamine.

Basofilia dijumpai pada keadaan leokimia granulositik kronis, hipotiroid , kolitis ulceratif.

Kadar basofil menurun dapat di jumpai pada keadaan urtikaria, tirotoksitosis, penyinaran

sinar X dan pengobatan steroid.


G. MONOCYTES

2- 10% dari jumlah total leukosit, diameternya 14 - 24um, memiliki nukleus yang besar dan

bentuknya sering menekuk, memiliki banyak stoplasma berwana biru keabuabuan dengan

granul yang halus, vakuola sitoplasmanya terlihat jelas, motilitas tinggi, dapat berdiferiansi

menjadi makrofag.

Kadar monosit yang meningkat dapat dijumpai pada keadaan infeksi seperti TB, endocarditis

bacteri sub akut, demam bercak rocky mountain, malaria, leukimia, anemia hemolitik dan

infeksi virus.

Kadar monosit yang menurun dapat dijumpai pada keadaan infeksi akut dengan stress,

anemia aplastik, leukimia myeloginosa akut.


H. LYMPHOSIT

20- 30% dari jumlah total leukosit, diameternya 6 - 9um (kecil), diameter 9 - 15um (besar -

3%), memiliki nucleus yang bulat, citoplasmanya tidak bergranul dan berwarna pucat,

limfosit yang kecil memiliki sedikit sitoplasma, menyerang patogen & mengatur respon

immune, limfosit yang besar dapat membentuk antibody

Small

Large
DAFTAR PUSTAKA

1. Aulia, Diana; Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik, dalam klasifikasi dan

diagnostik kelainan kuantitatif trombosit, 2006.

2. Bakta I Made, Hematologi klinik Ringkas Edisi 2007.

3. Barron D.N, Kapita Selekta Patologi Klinik, Sistem Hematopoeitik.

4. Harjono, H dkk, Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik, Hasanuddin

University, 2006

5. Sacher, A Ronald, Mc Pherson, Richard A, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan

Laboratorium egc, Edisi 11, 2004

6. Wirawan, Riadi, Pendidikan berkesinambungan Patologi Klinik, FK UI, 2008

Anda mungkin juga menyukai