Perubahan Ketiga UUD Tahun 1945 telah melahirkan sebuah lembaga
negara yang menjadi bagian dari kekuasaan kehakiman, yang berfungsi menangani perkara tertentu di bidang ketatanegaraan dalam rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi. Pasal 24 C ayat (1) UUD Tahun 1945 menegaskan bahwa “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang- undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”. Melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 sebagaimana telah diganti menjadi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, terminologi pemilihan kepala daerah diubah menjadi pemilihan umum kepala daerah. Pemilihan umum kepala daerah yang selanjutnya disebut Pemilukada adalah pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi dan kabupaten/kota. Dengan demikian, apabila pemilihan kepala daerah masuk rezim pemilu maka penanganan sengketa hasil pemilihan kepala daerah menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi sesuai dengan Pasal 24 C ayat (1) Perubahan UUD Tahun 1945. Namun, Pasca keterlibatan ketua Mahkamah Konstitusi dalam kasus penyuapan sengketa hasil pemilihan umum kepala daerah mencuat isu adanya pengalihan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah dikembalikan ke Mahkamah Agung. Di samping itu, belum lama ini MK melalui putusan No. 97/PUU-XII/2013 telah mencabut kewenangannya dalam memeriksa dan memutus sengketa pemilukada. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menangani sengketa pemilihan umum kepala daerah tidak perlu dikembalikan ke Mahkamah Agung, namun dibutuhkan reformasi radikal pada struktur lembaganya guna menghapuskan kultur politik kotor di dalam Mahkamah Konstitusi. Dari kasus penyuapan yang melibatkan ketua Mahkamah Konstitusi ini lebih patut dilihat secara personal, bukan lembaga. Karena itu, peran Mahkamah Konstitusi masih sangat penting dalam penyelesaian sengketa hasil Pemilukada. Tipe penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.