Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Darah adalah cairan yang terdapat pada hewan tingkat tinggi yang berfungsi sebagai
alat transportasi zat seperti oksigen, bahan hasil metabolisme tubuh, pertahanan tubuh
dari serangan kuman, dan lain sebagainya. Beda halnyadengan tumbuhan, manusia dan
hewan level tinggi punya sistem transportasidengan darah. Darah merupakan suatu cairan
yang sangat penting bagi manusia karena berfungsi sebagai alat transportasi serta
memiliki banyak kegunaan lainnya untuk menunjang kehidupan. Tanpa darah yang
cukup seseorang dapat mengalami gangguan kesehatan dan bahkan dapat mengakibatkan
kematian.
Darah pada tubuh manusia mengandung 55% plasma darah (cairan darah) dan 45%
sel-sel darah (darah padat). Jumlah darah yang ada pada tubuh kita yaitu sekitar sepertiga
belas berat tubuh orang dewasa atau sekitar 4 atau 5 liter. Jenis sel darah manusia terdiri
dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (lekosit) dan trombosit (keping darah). Sel
darah putih (lekosit) merupakan unit yang aktif dari system pertahanan tubuh. Lekosit
berfungsi menyediakan pertahanan yang cepat dankuat terhadap setiap agen infeksi yang
ada. Terdapat beberapa jenis lekosit, yaitu netrofil, eosinofil, basofil, monosit, limfosit
dan megakarosit. Pada orang dewasa terdapat kira-kira 7000 sel darah putih per
millimeter kubik. Peran sel darah putih (lekosit) yang begitu penting, sehingga seorang
manusia perlu dilakukan pengecekan kadar sel darah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. LEUKOSIT DAN EOSINOFIL

1.1 Pengertian Lekosit

Lekosit (White Blood Cell) adalah sel yang membentuk komponen darah. Sel darah
putih ini berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai
bagian dari sistem kekebalan tubuh. Sel darah putih tidak berwarna, memiliki inti, dapat
bergerak secara amoebeid, dan dapat menembus dinding kapiler/diapedesis.

1.2 Kadar Normal Lekosit

Lekosit dalam darah jumlahnya lebih sedikit daripada eritrosit dengan rasio 1 : 700.
Dalam keadaan normalnya terkandung 4x109 hingga 11x109 sel darah putih di
dalam seliter darah manusia dewasa yang sehat - sekitar 7000-25000 sel per tetes. Dalam
setiap milimeter kubil darah terdapat 6000 sampai 10000 (rata-rata 8000) sel darah putih.
Dalam kasus leukemia, jumlahnya dapat meningkat hingga 50000 sel per tetes. Jika
jumlahnya lebih dari 11000 sel/mm3 maka keadaan ini disebut Lekositosis dan bila
jumlah kurang dari 4000 sel/mm3 maka disebut leukopenia.
Nilai normal Lekosit, yaitu:
Dewasa : 4.000-11.000/µl;
Neonatus (Bayi baru lahir) : 10.000-26.000/µl;
Anak umur 1 tahun : 6.000-18.000/µl;
Anak umur 4-7 tahun : 5.000-15.000/µl;
Anak umur 8-12 tahun : 4.500-13.500/µl

1.3 Pembentukan Lekosit

Untuk terbentuknya Lekosit terdapat proses terjadinya pembentukan Lekosit


tersebut, terdapat dua proses pembentukan Lekosit, yaitu:
1. Granulopoeisis
Perkembangan granulopoeisis dimulai dengan keturunan pertama dari hemositoblas
yang dinamakan myeloblas, selanjutnya berdeferensiasi secara berturut – turut melalui
tahap, promyelosit, myelosit, metamyelosit batang dan segmen.

2
2. Limfopoesis
Limfosit juga berasal dari sel induk yang potensial seperti sel induk limfosit yang
selanjutnya dengan pengaruh unsur – unsur epitel jaringan limfoid akan berdeferensiasi
menjadi limfosit.

1.4 Jenis-jenis Lekosit

Lekosit memiliki beberapa macam jenis sel yang dapat di identifikasi secara
mikroskopik berdasarkan urutan, bentuk inti (nucleus), dan granula dalam sitoplasma.
Berdasarkan terdapatnya butiran atau granula dalam sitoplasmanya, lekosit terbagi
menjadi dua, yaitu :

1. Granulosit
Granulosit, yaitu lekosit yang di tandai dengan kehadiran butiran dalam sitoplasma
bila di lihat dengan mikroskop cahaya. Ada tiga jenis granulosit, yaitu eosinofil, basofil,
dan netrofil, yang di namai sesuai dengan sifat pewarnaan.
a. Eosinofil
Eosinofil adalah sel darah putih dari kategori granulosit yang berperan dalam sistem
kekebalan dengan melawan parasit multiselular dan beberap infeksi pada makhluk
vertebrata. Bersama-sama dengan sel biang, eosinofil juga ikut mengendalikan
mekanisme alergi. Eosinofil terbentuk pada proses haematopoiesis yang terjadi pada
sumsum tulang sebelum bermigrasi ke dalam sirkulasi darah.
Eosinofil mengandung sejumlah zat kimiawi antara lain histamin, esinofil peroksidase,
ribonuklease, deoksiribonuklease, lipase, [[plasminogen] dan beberapa asam amino yang
dirilis melalui proses degranulasi setelah eosinofil teraktivasi. Zat-zat ini bersifat toksin
terhadap parasit dan jaringan tubuh. Eosinofil merupakan sel substrat peradangan dalam
reaksi alergi. Aktivasi dan pelepasan racun oleh eosinofil diatur dengan ketat untuk
mencegah penghancuran jaringan yang tidak diperlukan. Individu normal mempunyai
rasio eosinofil sekitar 1 hingga 6% terhadap sel darah putih dengan ukuran sekitar 12 –
17 mikrometer.
Eosinofil dapat ditemukan pada medulla oblongata dan sambungan antara korteks
otak besar dan timus, dan di dalam saluran pencernaan, ovarium, uterus, limpa dan lymph
nodes. Tetapi tidak dijumpai di paru, kulit, esofagus dan organ dalam lainnya, pada

3
kondisi normal, keberadaan eosinofil pada area ini sering merupakan pertanda adanya
suatu penyakit. Eosinofil dapat bertahan dalam sirkulasi darah selama 8-12 jam, dan
bertahan lebih lama sekitar 8-12 hari di dalam jaringan apabila tidak terdapat stimulasi.
b. Basofil
Basofil adalah granulosit dengan populasi paling minim, yaitu sekitar 0,01 – 0,3%
dari sirkulasi sel darah putih. Basofil mengandung banyak granula sitoplasmik dengan
dua lobus. Seperti granulosit lain, basofil dapat tertarik keluar menuju jaringan tubuh
dalam kondisi tertentu. Saat teraktivasi, basofil mengeluarkan antara lain histamin,
heparin, kondroitin, elastase dan lisofosfolipase, leukotriena dan beberapa macam
sitokina. Basofil memainkan peran dalam reaksi alergi (seperti asma).
c. Neutrofil
Neutrofil adalah bagian sel darah putih dari kelompok granulosit. Bersama dengan
dua sel granulosit lain: eosinofil dan basofil yang mempunyai granula pada sitoplasma,
disebut juga polymorphonuclear karena bentuk inti sel mereka yang aneh. Granula
neutrofil berwarna merah kebiruan dengan 3 inti sel.
Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri dan proses
peradangan kecil lainnya, serta menjadi sel yang pertama hadir ketika terjadi infeksi di
suatu tempat. Dengan sifat fagositik yang mirip dengan makrofaga, neutrofil menyerang
patogen dengan serangan respiratori menggunakan berbagai macam substansi beracun
yang mengandung bahan pengoksidasi kuat, termasuk hidrogen peroksida, oksigen
radikal bebas, dan hipoklorit.
Rasio sel darah putih dari neutrofil umumnya mencapai 50-60%. Sumsum tulang
normal orang dewasa memproduksi setidaknya 100 miliar neutrofil sehari, dan meningkat
menjadi sepuluh kali lipatnya juga terjadi inflamasi akut. Setelah lepas dari sumsum
tulang, neutrofil akan mengalami 6 tahap morfologis: mielocit, metamielocit, neutrofil
non segmen (band), neutrofil segmen. Neutrofil segmen merupakan sel aktif dengan
kapasitas penuh, yang mengandung granula sitoplasmik (primer atau azurofil, sekunder,
atau spesifik) dan inti sel berongga yang kaya kromatin. Sel neutrofil yang rusak terlihat
sebagai nanah.

2. Agranulosit
Agranulosit ditandai dengan ketiadaan jelas butiran dalam sitoplasmanya.
Agranulosit terbagi atas dua, yaitu limfosit dan monosit.

4
a. Limfosit
Limfosit adalah sejenis sel darah putih pada sistem kekebalan makhluk vertebrata.
Ada dua kategori besar limfosit, limfosit berbutiran besar (large granular lymphocytes)
dan limfosit kecil. Limfosit memiliki peranan penting dan terpadu dalam sistem
pertahanan tubuh. Limfosit dibuat di sumsum tulang hati (pada fetus) dengan bentuk awal
yang sama tetapi kemudian berdiferensiasi. Limfosit dapat menghasilkan antibodi pada
anak-anak dan akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

b. Monosit
Monosit (bahasa Inggris: monocyte, mononuclear) adalah kelompok darah putih
yang menjadi bagian dari sistem kekebalan. Monosit dapat dikenali dari warna inti selnya.
Pada saat terjadi peradangan, monosit :
1) Bermigrasi menuju lokasi infeksi;
2) Mengganti sel makrofaga dan DC yang rusak atau bermigrasi, dengan membelah
diri atau berubah menjadi salah satu sel tersebut.
Monosit diproduksi di dalam sumsum tulang dari sel punca haematopoetik yang
disebut monoblas. Setengah jumlah produksi tersimpan di dalam limpa pada bagian
pulpa. Monosit tersirkulasi dalam peredaran darah dengan rasio plasma 3-5% selama satu
hingga tiga hari, kemudian bermigrasi ke seluruh jaringan tubuh. Sesampai di jaringan,
monosit akan menjadi matang dan terdiferensiasi menjadi beberapa jenis makrofaga, sel
dendritik dan osteoklas.
Umumnya terdapat dua pengelompokan makrofaga berdasarkan aktivasi monosit,
yaitu makrofaga hasil aktivasi hormon M-CSF dan hormon GM-CSF. Makrofaga M-CSF
mempunyai sitoplasma yang lebih besar, kapasitas fagositosis yang lebih tinggi dan lebih
tahan terhadap infeksi virus stomatitis vesikular. Kebalikannya, makrofaga GM-CSF
lebih bersifat sitotoksik terhadap sel yang tahan terhadap sitokina jenis TNF, mempunyai
ekspresi MHC kelas II lebih banyak, dan sekresi PGE yang lebih banyak dan teratur.
Setelah itu, turunan jenis makrofaga akan ditentukan lebih lanjut oleh stimulan lain seperti
jenis hormon dari kelas interferon dan kelas TNF. Stimulasi hormon sitokina jenis GM-
CSF dan IL-4 akan mengaktivasi monosit dan makrofaga untuk menjadi sel dendritik.

5
2. ERITROSIT
2.1 Pengertian Eritrosit
Sel darah merah atau yang juga disebut sebagai eritrosit berasal dari Bahasa
Yunani, yaitu erythros berarti merah dan kytos yang berarti selubung/sel). Eritrosit
merupakan bagian utama dari sel-sel darah.Setiap mm kubiknya darah pada seorang
laki-laki dewasa mengandung kira-kira 5 juta sel darah merah dan pada seorang
perempuan dewasa kira-kira 4 juta sel darah merah. Eritrosit mempunyai bentuk
bikonkaf, seperti cakram dengan garis tengah 7,5 uM dan tidak berinti. Warna eritrosit
kekuning-kuningan dan dapat berwarna merah karena dalam sitoplasmanya terdapat
pigmen warna merah berupa hemoglobin.
Bagian dalam eritrosit terdiri dari hemoglobin, sebuah biomolekul yang dapat
mengikat oksigen.Hemoglobinakan mengambil oksigen dari paru-paru dan insang,
dan oksigen akan dilepaskan saat eritrosit melewati pembuluh kapiler. Warna merah
sel darah merah sendiri berasal dari warna hemoglobin yang unsur pembuatnya adalah
zat besi.Pada manusia, sel darah merah dibuat di sumsum tulang belakang, lalu
membentuk kepingan bikonkaf.Di dalam sel darah merah tidak terdapat nukleus.Sel
darah merah sendiri aktif selama 120 hari sebelum akhirnya dihancurkan.
Eritrosit merupakan bagian utama dari sel-sel darah.Setiap mm kubiknya darah
pada seorang laki-laki dewasa mengandung kira-kira 5 juta sel darah merah dan pada
seorang perempuan dewasa kira-kira 4 juta sel darah merah.
Eritrosit mempunyai bentuk bikonkaf, seperti cakram dengan garis tengah 7,5 uM
dan tidak berinti. Warna eritrosit kekuning-kuningan dan dapat berwarna merah
karena dalam sitoplasmanya terdapat pigmen warna merah berupa hemoglobin.
Tiap-tiap sel darah merah mengandung 200 juta molekul hemoglobin.
Hemoglobin (Hb) merupakan suatu protein yang mengandung senyawa besi
hemin.Hemoglobin mempunyai fungsi mengikat oksigen di paru-paru dan
mengedarkan ke seluruh jaringan tubuh. Jadi, dapat dikatakan bahwa di paruparu
terjadi reaksi antara hemoglobin dengan oksigen.

2.2 Pengertian Hitung Eritrosit


Hitung eritrosit adalah jumlah eritrosit per milimeterkubik atau mikroliter
dalah.Seperti hitung leukosit, untuk menghitung jumlah sel-sel eritrosit ada dua
metode, yaitu manual dan elektronik (automatik). Metode manual hampir sama
dengan hitung leukosit, yaitu menggunakan bilik hitung. Namun, hitung eritrosit lebih

6
sukar daripada hitung leukosit. Prinsip hitung eritrosit manual adalah darah
diencerkan dalam larutan isotonis untuk memudahkan menghitung eritrosit dan
mencegah hemolisis. Masa hidup eritrosit hanya sekitar 120 hari atau 4 bulan,
kemudian dirombak di dalam hati dan limpa.Sebagian hemoglobin diubah menjadi
bilirubin dan biliverdin, yaitu pigmen biru yang memberi warna empedu. Zat besi
hasil penguraian hemoglobin dikirim ke hati dan limpa, selanjutnya digunakan untuk
membentuk eritrosit baru. Kira-kira setiap hari ada 200.000 eritrosit yang dibentuk
dan dirombak. Jumlah ini kurang dari 1% dari jumlah eritrosit secara keseluruhan.
Hitung eritrosit adalah jumlah eritrosit per milimeterkubik atau mikroliter
dalah.Seperti hitung leukosit, untuk menghitung jumlah sel-sel eritrosit ada dua
metode, yaitu manual dan elektronik (automatik). Metode manual hampir sama
dengan hitung leukosit, yaitu menggunakan bilik hitung. Namun, hitung eritrosit lebih
sukar daripada hitung leukosit.
Prinsip hitung eritrosit manual adalah darah diencerkan dalam larutan isotonis
untuk memudahkan menghitung eritrosit dan mencegah hemolisis. Larutan Pengencer
yang digunakan adalah:
 Larutan Hayem : Natrium sulfat 2.5 g, Natrium klorid 0.5 g, Merkuri klorid 0.25 g,
aquadest 100 ml. Pada keadaan hiperglobulinemia, larutan ini tidak dapat
dipergunakan karena dapat menyebabkan precipitasi protein, rouleaux, aglutinasi.
 Larutan Gower : Natrium sulfat 12.5 g, Asam asetat glasial 33.3 ml, aquadest 200
ml. Larutan ini mencegah aglutinasi dan rouleaux.
 Natrium klorid 0.85 %
Masa hidup eritrosit hanya sekitar 120 hari atau 4 bulan, kemudian dirombak di
dalam hati dan limpa. Sebagian hemoglobin diubah menjadi bilirubin dan biliverdin,
yaitu pigmen biru yang memberi warna empedu. Zat besi hasil penguraian
hemoglobin dikirim ke hati dan limpa, selanjutnya digunakan untuk membentuk
eritrosit baru. Kira-kira setiap hari ada 200.000 eritrosit yang dibentuk dan dirombak.
Jumlah ini kurang dari 1% dari jumlah eritrosit secara keseluruhan.

7
BAB III

CARA PENGERJAAN

1. HITUNG JUMLAH SEL LEUKOSIT


Hitung lekosit menyatakan jumlah lekosit perliter darah (lesysteme international
d’Unites = SI Unit) atau per millimeter kubik atau mikroliter (unit konvensional). Lekosit
atau sel darah putih adalah sel yang bulat berinti dengan ukuran 9 – 20 µm, jumlahnya
sekitar 4.0 – 11.0 ribu/mm3 darah. Tempat pembentukannya di sumsum tulang dan
jaringan limfatik. Lekosit berasal dari sel bakal (stem cell) dan kemudian mengalami
diferensiasi (mengalami pematangan). Lekosit di angkut oleh darah ke berbagai jaringan
tubuh tempat sel-sel tersebut melakukan fungsi fisiologiknya.
Spesimen yang digunakan pada pemeriksaan hitung jumlah lekosit, yaitu:
1. Darah kapiler atau darah vena EDTA;
2. Tidak ada pembatasan asupan makanan dan minuman pada penderita;
3. Darah tidak boleh diambil pada lengan yang terpasang jalur intra-vena.
Metode pemeriksaan hitung lekosit ada dua, yaitu cara manual dan cara
elektronik/otomik. Saat ini sudah banyak laboratorium yang menggunakan cara
elektronik. Tetapi banyak juga yang masih menggunakan cara manual.

1.1 Cara Manual


Cara manual dilakukan dengan menghitung lekosit secara visual dengan
mikroskop. Darah terlebih dahulu diencerkan dengan larutan asam lemah dan
perhitungan dilakukan menggunakan bilik hitung (counting chamber). Kesalahan
cara ini adalah sebesar 15%.
Prinsip dasar pemeriksaan manual, yaitu: darah diencerkan dengan asam lemah, sel-
sel selain lekosit akan dilisiskan dan darah menjadi encer sehingga lekosit lebih
mudah dihitung. Jumlah lekosit per mikroliter darah ditentukan dengan menghitung
sel-sel di bawah mikroskop dan kemudian mengalikannya dengan menggunakan
faktor pengali tertentu.
Peralatan dan Reagen yang digunakan pada pemeriksaan manual, yaitu:
 Mikroskop;
 Bilik hitung dengan kaca penutupnya;

8
 Pipet Lekosit beserta karet pembuluhnya. Dapat juga menggunakan mikropipet
dengan tip-nya;
 Tabung reaksi;
 Pipet Pasteur;
 Larutan Turk yang berisi asam asetat glacial 15 ml, gentian violet 1% 1 ml, dan
aquades add 475 ml.
Cara kerja pemeriksaan manual Hitung Lekosit, yaitu:
- Mengencerkan darah dengan larutan Turk;
- Pengenceran dapat menggunakan pipet Thoma lekosit atau tabung, dalam contoh
pemeriksaan ini, darah diencerkan 20 kali;
- Pengenceran dengan menggunakan pipet lekosit:
1) Pipet lekosit disiapkan, selang karet dipasang pada salah satu ujung pipet
yang berada di dekat bagian yang bulat;
2) Sampel darah dicampur baik-baik hingga homogen kemudian diisap dengan
pipet lekosit sampai skala 0,5. Darah yang menempel di bagian luar ujung
pipet dibersihkan dengan kertas tisu;
3) Dilanjutkan menghisap reagen sampai skala 11. Hindari terjadinya
gelembung udara;
4) Ujung pipet ditutup dengan ibu jari dan lepaskan selang karet. Kemudian
tutup salah satu ujung pipet dengan ibu jari dan ujung pipet lainnya dengan
jari tengah. Kocok tabung selama 2-3 menit supaya homogen. Letakkan pipet
di atas meja dan biarkan selama 3-5 menit;
- Pengenceran dengan tabung:
1) Ke dalam tabung reaksi yang bersih dan kering diisi larutan Turk sebanyak
190 µl dengan menggunakan mikropipet;
2) Sampel darah dicampur baik-baik hingga homogen kemudian diisap dengan
mikropipet 10 µl. Darah yang menempel di bagian luar ujung tip pipet
dibersihkan dengan kertas tisu;
3) Tiupkan sampel darah tersebut ke dalam larutan Turk yang telah disiapkan.
Bilas pipet dengan cara mengisap dan meniup larutan dengan beberapa kali
sampai ujung tip pipet terlihat bersih;
4) Tabung dikocok-kocok beberapa kali supaya homogen. Letakkan tabung
pada rak dan biarkan selama 3-5 menit.
- Mengisi bilik hitung dengan sampel yang telah diencerkan:

9
1) Periksa kebersihan permukaan area perhitungan dan kaca penutup, jika
terlihat kotor dibersihkan dulu;
2) Letakkan kaca penutup sedemikian rupa sehingga kedua bidang yang dibagi
pada bilik hitung tertutup. Agar kaca penutup dapat mudah melekat, kedua
tanggul dibasahi sedikit dengan jari tangan basah;
3) Masukkan sampel yang telah diencerkan ke dalam bilik hitung.
- Sampel yang diencerkan dengan pipet lekosit:
- Kocok pipet supaya larutan sampel homogen, lalu buang 3-4 tetes pertama;
- Posisikan ujung pipet pada tepi permukaan bilik hitung dengan menyentuh
pinggir kaca penutup;
- Biarkan tetesan larutan sampel mengalir perlahan-lahan dengan daya
kapilaritasnya. Cairan tidak boleh mengalir ke alur bilik hitung.
- Sampel yang diencerkan dengan tabung:
1) Tabung dikocok-kocok beberapa kali supaya homogen;
2) Ambil larutan sampel dengan pipet Pasteur kemudian teteskan ke dalam bilik
hitung. Posisikan ujung pipet pada tepi permukaan bilik hitung dengan
menyentuh pinggir kaca penutup.
3) Alirkan larutan sampel ke dalam bilik hitung perlahan-lahan. Cairan tidak
boleh mengalir ke alur bilik hitung.
4) Letakkan bilik hitung pada tempat yang rata, biarkan selama 2-3 menit unutk
memberi kesempatan kepada lekosit mengendap.
- Menghitung Lekosit:
1) Meletakkan bilik hitung pada meja preparat mikroskop, gunakan perbesaran
10x. Kurangi cahaya yang masuk dengan menegcilkan diafragma;
2) Pengamatan difokuskan pada bidang-bidang bergaris dalam bilik hitung dan
carilah lekosit;
3) Lakukan penghitungan lekosit pada 4 bidang besar bilik hitung. Semua sel
yang menempel garis batas sebelah kiri dan atas dihitung, sedangkan semua
sel yang menempel garis batas sebelah kanan dan bawah tidak dihitung;
4) Seluruh sel lekosit yang ditemukan dalam 4 kotak besar dicatat kemudian
dilakukan penghitungan menggunakan rumus-rumus yang ada untuk
menentuka jumlah lekosit permilimeter kubik (mm3) atau mikroliter (µl)
darah;

10
5) jumlah sel terlalu rendah, perlu dilakukan penghitungan lagi dengan
pengenceran yang diperkecil. Sebaliknya, jika jumlah sel terlalu tinggi, naka
pengenceran diperbesar, jika pengenceran menggunakan pipet Thoma
Lekosit, maka dapat diganti dengan pipet eritrosit.

1.2 Cara Elektronik


 Cara elektronik dewasa ini telah banyak dilakukan dengan menggunakan sebuah
mesin penghitung sel darah (hematology analyzer). Prinsip dasar digunakan
yaitu impedansi (resistensi elektrik) dan pembauran cahaya (light
scattering/optical scatter). Prinsip impedansi didasarkan pada deteksi dan
pengukuran perubahan hambatan listrik yang dihasilkan oleh sel-sel darah saat
mereka melintasi sebuah flow cell yang dilalui cahaya. Hasil hitung lekosit
dengan analyzer ditampilkan pada lembar hasil sebagai WBC (White Blood
Cell).
 Penggunaan cara elektronik dengan alat penghitung sel darah lebih
menguntungkan karena mampu menghitung sel dalam jumlah yang jauh lebih
besar, menghemat waktu dan tenaga serta hasil cepat diterima oleh klinisi untuk
kepentingan terapi pada pasien. Namun harga tersebut mahal, prosedur
pemakaian dan pemeliharaannya harus dilakukan dengan sangat cermat.
Disamping itu upaya penjaminan mutu juga harus selalu dilakukan.

2. HITUNG JUMLAH SEL EOSINOFIL

2.1 Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan yang mengandung eosin yang
memberi warna merah pada granula eosinofil kemudian dimasukkan ke
dalam bilik hitung Fuch Rosental atau Improved Neubauer dan dihitung
jumlahnya dalam volume tertentu. Dengan faktor konversi jumlah
eosinofil/µL darah dapat diperhitungkan.

2.1 Alat : Pipet lekosit + karet penghisap


Bilik hitung Improved Neubauer atau Fuch Rosental
Deck glass
Mikroskop

11
2.3 Reagen : Von Dungers, dengan komposisi:
Eosin 2% : 5ml
Aseton : 5 ml
Aquadest add : 100ml

2.4 Bahan : Darah EDTA

2.5 Cara Kerja :


1. Mengisi pipet thoma leukosit:
- Darah dipipet sampai tanda 1 tepat, hapuslah kelebihan darah yang
melekat pada ujung luar pipet
- Lalu hisap reagen Von Dungers sampai tanda 11. Hati-hati jangan
sampai terjadi gelembung udara
- Homogenkan dengan membolak-balikkan pipet thoma tersebut (sambil
menutup kedua ujung pipet dengan ujung jari tangan agar larutan tidak
keluar)
- letakkanlah dalam sikap mendatar atau horizontal jika tidak segera
dihitung
2. Mengisi Kamar hitung :
- Letakkan kamar hitung yang bersih diletakkan mendatar.
- Homogenkan larutan dalam pipet, kemudian buang cairan yang ada di
pipet thoma sebanyak 3-4 tetes.
- Kemudian teteskan 1 tetes pada permukaan kamar hitung dengan pipet
sudut 30º menyinggung pinggir kaca objek glass. Biarkan cairan di
kamar hitung terisi dengan gaya kapilaritasnya sendiri
- Biarkan kamar hitung itu selama 15 menit supaya eosinofil dapat
mengendap, atau bila tidak segera dihitung maka simpan kamar hitung
dalam cawan petri tertutup dan dialasi kapas basah.
- Setelah itu periksa di bawah mikroskop perbesaran 100x
- Jika menggunakan kamar hitung Improved Neubauer hitung jumlah
eosinofil dalam 9 bidang besar. Atau jika menggunakan kamar hitung
Fucs Rosenthal hitung dalam 16 bidang besar

12
2.3 Perhitungan dengan Kamar hitung Improved Neubauer:
(Reagen+Darah)−1 11−1
 Pengenceran = = = 10x
Volume darah 1

 Volume Bidang = p x l x t = 3 x 3 x 1/10 = 9/10 mm3


nxP
 Jumlah Eosinofil = Volume Bidang

 Jumlah eosinofil = n x 10 = n x 10 x10 = n x 100


9/10 9 9
Keterangan:
n : Banyaknya Eosinofil yang ditemukan
P : Pengenceran

2.6 Perhitungan dengan Kamar hitung Fuch Rosenthal:


(Reagen+Darah)−1 11−1
 Pengenceran = = = 10x
Volume darah 1

 Volume Bidang = p x l x t = 4 x 4 x 2/10 = 32/10 mm3


nxP
 Jumlah Eosinofil = Volume Bidang

 Jumlah eosinofil = n x 10 = n x 10 x10 = n x 100


32/10 32 32
Ket: n: Banyaknya Eosinofil yang ditemukan
P: Pengenceran
2.7 Nilai normal : 50-300 sel/𝑚𝑚3 darah

3. HITUNG JUMLAH SEL ERITROSIT

3.1 Alat
 Hemacytometer dengan pipet thoma eritrosit
 Mikroskop

3.2 Bahan
 Larutan hayem dengan komposisi:

o HgCl2 0,25
o NaCl 0,50
o NaSO4 2,50
o Aquadest 100 ml

13
 Darah dengan antikoagulan EDTA
 Tissue
 Aquadest

3.3 CARA KERJA


1) Disiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan
2) Dipipet darah dengan pipet thoma eritrosit hingga skala 0,5
3) Dipipet larutan hayem hinggan skala 101
4) Dihomogenkan campuran tersebut dengan membentuk angka 8
5) Dibuang 3 sampai 4 tetes
6) Diletakkan objek glass pada kamar hitung kemudian larutan tadi
diteteskan pada kamar hitung.
7) Ditunggu 1 sampai 2 menit
8) Diamati dibawah mikroskop pada kotak R

3.4 NILAI RUJUKAN


Jenis Kelamin Eritrosit ( x106 / µl )
Laki-laki 4,6 – 6,2
Perempuan 4,2 – 5,4

14
DAFTAR PUSTAKA

Sutedjo, AY. 2008. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium.


Yogyakarta: Amara Books.

Riswanto. 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Yogyakarta: Alfamedia dan


Kanal Media.

World Health Organization. 2003. Pedoman Teknik Dasar Untuk Laboratorium


Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Tjokronegoro, Arjatmo & Utama, Hendra. 1992. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi


Sederhana. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. 1992. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Pangesti, Ira. 2012. Eritrosit. Jakarta : Penerbit UniMus.

Komariah, Maria. 2009. Metabolisme Eritrosit. Bandung : Universitas Padjajaran

15

Anda mungkin juga menyukai